NovelToon NovelToon

Cinta Mayra

Bab 1

"Kenapa masih di sini?" tanya Mayra dengan nafas yang terdengar masih ngos-ngosan, setelah berlari cukup jauh untuk menghampiri seorang pemuda tampan yang tengah duduk tenang di atas motor sport berwarna merah.

Pemuda tampan yang Mayra hampiri menatap sekilas kearah Mayra, kemudian menghela nafasnya sebelum lanjut memasukkan ponsel yang sedari tadi setia menemaninya ke dalam saku celana seragam yang dikenakannya.

Pemuda tampan itu lantas naik menunggangi motornya, memakai helm kesayangannya, sementara Mayra masih berdiri dengan rasa canggung, merasa tidak enak hati karena sudah membuat pemuda di hadapannya menunggunya terlalu lama.

"Ayo naik!" ajak pemuda itu yang sudah siap membawa Mayra pulang ke rumah bersamanya.

Dengan wajah yang tertunduk, Mayra lantas naik ke atas boncengan motor. Pemuda tersebut lantas melajukan motor yang dikendarainya setelah memastikan Mayra duduk dengan nyaman di belakangnya.

Motor sport berwarna merah yang Mayra tunggangi bersama pemuda tampan yang merupakan teman satu kelasnya melaju cepat di tengah jalanan yang terlihat cukup sepi. Cuaca siang hari yang cukup terik membuat pemuda berusia 18 tahun itu sengaja melajukan kendaraannya dengan begitu cepat, terlebih pemuda itu sudah merasa cukup lapar karena sudah lewat dari waktu makan siangnya.

Sampai di halaman sebuah rumah mewah berlantai 3, motor yang membawa Mayra pun berhenti. Mayra lantas segera turun dari atas motor lantas bergegas masuk ke dalam hunian mewah tersebut melalui pintu yang berada di samping rumah. Sementara pemuda yang membonceng Mayra kembali melajukan motornya menuju garasi besar yang terletak di samping pintu yang Mayra masuki tadi.

Mayra bergegas masuk ke dalam kamar sederhananya untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Setelah ini, ia harus segera menyiapkan makan siang untuk putra bungsu keluarga yang sudah begitu baik padanya selama ini.

"Mayra, ayo cepat, Nak!" panggil seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri di depan kamar Mayra. Wanita paruh baya itu berusaha mengingatkan keponakan tersayangnya agar segera melaksanakan tugasnya di rumah itu.

Mayra yang baru selesai berpakaian segera membuka pintu kemudian berjalan mengekori wanita paruh baya itu yang sudah berjalan lebih dulu menuju dapur.

Di dapur, Mayra bergegas menghidangkan menu makan siang yang sudah dimasak oleh koki rumah. Salah satu tugas Mayra memang menghidangkan menu makan siang yang sudah koki rumah masak.

"Kenapa sampai terlambat pulang? kamu kan tahu, Den Agam itu tidak boleh sampai terlambat makan," gerutu wanita paruh baya itu sembari membantu Mayra menyiapkan hidangan yang akan Mayra bawa ke meja makan.

"Maaf, Bu' De... Tadi Mayra ada latihan nari," jawab Mayra dengan penuh sesal. Meski sebenarnya, Mayra tidak terlalu bersalah dalam hal ini. Karena sebelumya, Mayra sudah mengirim pesan agar pemuda tampan yang merupakan putra bungsu rumah itu tidak perlu menunggunya pulang sekolah untuk pulang bersama. Namun, pemuda itu malah tetap menunggunya di tempat biasa hingga lebih dari satu jam lamanya.

"Ya sudah, sekarang Mayra panggil Den Agam saja, biar Bu' De saja yang membawa nampan ini ke meja makan!" ujar Bu 'De Darmi.

Mayra mengangguk, lantas bergegas berjalan menuju kamar sang putra bungsu yang terletak di lantai 2 rumah mewah itu.

Di depan pintu kamar yang sedikit terbuka, Mayra berusaha mengetuk pintu besar itu berkali-kali, namun tidak juga mendapat jawaban Padahal biasanya, Agam akan langsung membuka pintu setelah Mayra mengetuknya pada ketukan ketiga.

Mayra menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menahannya sebentar sebelum menghembuskannya perlahan. Gadis cantik itu berusaha menenangkan dirinya sebelum masuk ke dalam kamar mewah Agam. Sebenarnya, Mayra merasa segan jika harus masuk ke dalam kamar milik Agam, namun Mayra terpaksa harus masuk untuk mengingatkan Agam agar segera menyantap makan siangnya yang sudah terlambat.

Perlahan, Mayra membuka pintu yang tidak tertutup rapat itu. Mayra lantas berjalan perlahan masuk ke dalam kamar mewah bernuansa coklat muda yang mendominasi ruangan. Kedua mata Mayra memandang ke sekeliling ruangan untuk mencari si pemilik, namun Mayra tidak menemukan keberadaan Agam di dalam ruangan mewah itu.

"Apa mungkin lagi mandi ya?" gumam Mayra yang berpikir jika Agam sedang berada di kamar mandi. Merasa tidak enak jika harus menunggu di dalam kamar, Mayra memutuskan untuk segera keluar dari dalam dan menunggunya di luar kamar saja.

Mayra membalikkan tubuhnya untuk menuju kearah pintu keluar, namun saat Mayra membalikkan tubuhnya bertepatan dengan Agam yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi.

"Aghhhh..." teriak Mayra yang bergegas menutup wajahnya dengan kedua tangannya saat tidak sengaja melihat tubuh setengah telanjang Agam yang baru keluar dari dalam kamar mandi.

Agam yang baru keluar dari Kamar mandi tentu saja terkejut mendengar teriakkan Mayra. Namun selanjutnya, pemuda tersebut malah tampak terlihat tersenyum tipis kearah Mayra.

Agam berjalan santai menuju sebuah sofa untuk mengambil pakaian yang lupa ia bawa saat hendak berendam tadi. Sementara Mayra, gadis itu masih menutup kedua mata dan wajahnya dengan kedua tangannya. Gadis itu tidak ingin kedua matanya sampai terkontaminasi tubuh indah Agam yang sebenarnya sudah sempat ia lihat tadi.

"Ke-kenapa ngga pakai baju?" ujar Mayra dengan wajah yang masih tertutup kedua tangannya.

Tak berniat menjawab Mayra, Agam malah langsung kembali masuk ke dalam kamar mandi dengan lebih dulu menutup pintu kamar mandi dengan cukup keras, agar Mayra paham jika ia sudah tidak berasa di dalam ruangan itu.

Mayra yang mendengar suara keras pintu yang di tutup, lantas membuka kedua telapak tangan yang ia gunakan untuk menutup wajahnya. Begitu kedua matanya terbuka, gadis itu bergegas setengah berlari keluar dari dalam kamar Agam.

Malu dan entah perasaan apa lagi yang Mayra rasakan. Namun bayangan tubuh Agam yang hanya mengenakan selembar handuk untuk menutupi bagian bawah tubuh Agam tentu masih menjadi bayang-bayang Mayra. Apalagi tubuh bagian atas Agam yang terlihat berwarna putih mulus dengan dihiasi otot perut yang hampir sempurna membuat pikiran Mayra benar-benar terkontaminasi. Gadis itu sampai terus menggeleng-gelengkan kepalanya sembari berjalan menuju ruang makan.

"Mana Den Agamnya?" tanya Bu De' Darmi saat melihat Mayra berjalan sendirian menuju ruang makan sambil masih terus menggeleng-gelengkan kepalanya.

Mayra yang tengah tidak fokus, tentu mengabaikan sapaan Bu' De Darmi dan terus berjalan menuju ruang makan.

Di ruang makan, Mayra kembali berusaha untuk fokus dengan menyiapkan piring dan menuangkan air mineral ke dalam gelas untuk Agam minum meski pikirannya masih belum benar-benar fokus.

"Apa menu makan makan siang hari ini?" tanya Agam yang tiba-tiba sudah berdiri tepat di samping Mayra. Kehadiran tiba-tiba pemuda berusia 18 tahun itu tentu saja membuat Mayra yang tidak fokus menjadi terkejut.

Mayra menatap wajah Agam sekilas, terlihat pemuda itu tengah menyugar rambutnya yang masih basah. Mayra pun kembali menggelengkan kepalanya, untuk menghalau jangan sampai bayangan itu terlintas kembali dipikirannya.

"Makanlah!" ujar Mayra sambil meletakkan teko berisi air mineral yang dibawanya ke atas meja.

Agam tampak mengangguk sekilas, pemuda itu lantas menarik kursi yang biasa ia gunakan. Sementara Mayra, gadis itu pun mengikuti apa yang Agam lakukan, menarik sebuah kursi yang biasa gadis itu gunakan untuk duduk saat berada di meja makan. Keduanya lantas mulai menyantap makan siang mereka dengan suasana hening.

Bersambung...

Ada yang masih berkenan membaca ceritaku nda ya?

Bab 2

Dari jarak yang cukup jauh, Mayra berdiri sembari memandang Agam yang tengah berdiri di pinggir lapangan basket. Pemuda itu tengah dikerumuni banyak siswi yang menenteng botol air mineral serta handuk kecil untuk mereka berikan pada Agam.

"Tim Agam menang lagi?" tanya Rere yang baru saja menghampiri Mayra. Rere melipat kedua tangannya di dada lantas ikut memandang ke arah Agam yang tampak santai mengelap peluh yang membasahi wajah dan tubuhnya. Agam sendiri tampak tidak memperdulikan kerumunan siswi yang menawarkan air mineral maupun handuk kecil untuknya.

"Setelah ini, Doi pasti bakal chat, Lo... Minta Lo buat bawain air mineral ke taman belakang," imbuh Rere.

Ucapan Rere tentu saja membuat atensi Mayra teralihkan. Mayra yang terkejut, lantas menatap wajah Rere yang masih berdiri tegak dengan ekspresi datarnya.

"Re, Lo... ." Belum sempat Mayra melanjutkan kalimatnya, Rere lebih dulu menatap wajah Mayra.

"Sejak kelas 10... Lo yang selalu bawain Agam botol air mineral setelah Agam selesai bertanding, Lo juga yang nyiapin baju ganti Agam di kamar ganti sebelum Agam bertanding," papar Rere yang tentu saja membuat Mayra semakin terkejut, Mayra tidak menyangka, jika apa yang selama ini ia lakukan untuk Agam bisa diketahui oleh sahabatnya.

"Re,,, gue... ." Dengan jantung yang berdegup kencang, Mayra berusaha hendak menyangkal ucapan Rere, namun Rere lebih dulu mengacungkan jari telunjuknya dan menempelkannya pada bibir Mayra. Seolah tahu, jika sahabatnya itu hendak menyangkal ucapannya.

Rere mencondongkan tubuhnya ke samping Mayra, gadis berambut pendek itu hendak membisikkan sesuatu pada sahabatnya.

"Gue sahabat Lo, May," bisik Rere yang kemudian tertawa kecil sambil berjalan melewati Mayra, membuat ekspresi Mayra yang semula tegang menjadi lebih tenang.

Mayra lantas bergegas menyusul Rere yang sudah berjalan lebih dulu di depannya. Mayra harus menggali informasi lebih banyak dari Rere, tentang sudah seberapa jauh Rere mengetahui mengenai dirinya dan Agam.

"Sejak kapan Lo tau tentang semua itu?" tanya Mayra setelah ia berhasil menyamakan langkah kakinya di samping Rere.

"Sejak kelas 10," jawab Rere. Keduanya terus berjalan bersama menuju kantin. Rere memang sengaja berjalan menuju kantin, selain karena merasa lapar, Rere juga paham jika Mayra juga pasti hendak pergi menuju kantin untuk membeli sebotol air mineral dingin.

"Waktu itu, gue ngga sengaja baca chat Agam yang ada di ponsel Lo,,, sejak saat itu, gue sering merhatiin Lo yang tiba-tiba ngilang waktu Agam mau bertanding atau saat Agam selesai bertanding," sambung Rere.

Mayra sendiri hanya diam mendengar cerita Rere, meski dalam hati ia menyesali kecerobohannya sendiri. Kini Mayra hanya bisa berharap, jika Rere dapat ia percaya untuk terus menyembunyikan hal itu.

Keduanya lanjut mengobrol hingga sampai di area kantin, bertepatan dengan sebuah suara notifikasi pesan yang berasal dari ponsel milik Mayra.

Mayra menghentikan langkah kakinya, ia merogoh saku seragamnya untuk mengambil ponsel. Sementara Rere, gadis itu tampak melanjutkan langkahnya menuju sebuah lemari pendingin untuk mengambil sebotol air mineral.

"Ini... " ujar Rere sembari menyodorkan sebotol air mineral untuk Mayra.

"Pergilah, bawa ini sekalian! Biar nanti gue yang bayar," imbuh Rere. Mayra yang merasa tidak enak, masih tetap diam tanpa berniat untuk meraih botol air mineral yang Rere sodorkan.

"Kalo sampe telat, Agam bakal marah sama Lo." Sekali lagi, Rere berusaha menyodorkan sebotol air mineral pada Mayra.

Melihat Mayra yang tetap diam tanpa ada pergerakan untuk mengambil botol berisi air mineral dari tangannya, Rere pun berinisiatif dengan memaksa Mayra menerima botol itu.

*****

Mayra setengah berlari menuju taman belakang, Agam pasti sudah cukup lama menunggunya di sana, menunggunya membawakan botol air mineral lebih tepatnya.

Dengan nafas yang berlarian, Mayra segera menghampiri Agam yang tengah duduk seorang diri di kursi taman yang terlihat sepi.

"Ini minumnya," ujar Mayra sembari menyodorkan sebotol air mineral yang dibawanya.

Agam langsung meraih botol itu, lantas meneguknya hingga lebih dari separuh isinya.

Selesai dengan air minum yang sedari tadi ditunggunya, Agam lantas beranjak dari duduknya, menatap Mayra sekilas sebelum melangkah pergi.

"Pulang sekolah nanti, aku tunggu di tempat biasa," ujarnya yang kemudian melangkahkan kakinya tanpa mendengar lebih dulu jawaban dari Mayra.

Mayra menghela nafasnya, Agam bilang ia akan menunggunya di tempat biasa. Itu artinya hari ini Mayra tidak bisa ikut berlatih menari, padahal sebelumnya, ia sudah berjanji pada Rere untuk ikut berlatih.

****

Setelah bel pulang berbunyi, Mayra berjalan gontai menuju tempat biasa Agam menunggunya. Sejak awal masuk sekolah, Mayra memang sengaja meminta Agam untuk menjaga jarak ketika berada di sekolah, Mayra tidak ingin menjadi bahan gosip karena terlihat dekat dengan Agam yang terbilang cukup populer di sekolah. Karena itu, Mayra meminta Agam untuk selalu menurunkan dan menunggu Mayra di tikungan kecil dekat sekolah, sebuah tempat yang cukup sepi dari pejalan kaki maupun kendaraan yang lewat.

"Ayo pulang,,," ajak Mayra begitu ia sampai dan berdiri di samping Agam.

Agam yang tengah berdiri sembari berbalas pesan, menatap sekilas ke arah Mayra, lantas menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku seragam.

"Kita mampir ke distro dulu," jawabnya. Mayra hanya mengangguk patuh. Mayra memang sudah paham jika minggu pertama di awal bulan, Agam akan pergi mengunjungi beberapa distro miliknya untuk mengecek keadaan toko.

****

Agam menghentikan motornya di parkiran sebuah Mall terbesar milik keluarganya. Salah satu distro miliknya memang berada di dalam mall tersebut.

"Aku ke distro sebentar, kamu bisa tunggu di kafe tempat biasa," titah Agam sebelum mereka berpisah saat masuk ke dalam Mall.

Lagi-lagi Mayra hanya mengangguk patuh. Mayra lantas berjalan seorang diri masuk ke dalam, menuju kafe tempat biasa ia menunggu Agam.

Berjalan seorang diri menyusuri toko-toko di dalam mall membuat Mayra menghentikan langkah kakinya saat melewati sebuah toko yang menjual berbagai jenis aksesoris. Mayra yang merasa tertarik untuk masuk ke dalam toko, sengaja membelokkan tujuan awalnya untuk sejenak mampir menjelajah isi toko.

Puas berkeliling menjelajah isi toko, Mayra berhenti disebuah rak pajangan yang memajang berbagai jenis gantungan ponsel. Sebuah gantungan ponsel bertali rajut berwarna muda yang di ujungnya terdapat bandul berbentuk sebelah hati begitu mudah mencuri perhatian Mayra.

"Ini terlihat bagus dan unik," gumam Mayra dengan senyum yang mengembang. Mayra lantas meraih gantungan ponsel tersebut untuk ia lihat lebih dekat.

"Gantungan ini satu pasang, kak," ujar seorang Kaka cantik yang merupakan pegawai toko tersebut. Kaka cantik tersebut lantas berjalan mendekati Mayra, kemudian mengambil sebuah gantungan ponsel yang sama persis dengan yang Mayra pegang, hanya warnanya saja yang berbeda.

Dengan sopan, Kaka cantik itu meminjam gantungan yang Mayra pegang lantas menyatukan kedua gantungan yang dipegangnya untuk ia dekatkan hingga menempel menjadi satu.

"Mereka satu pasang,,, cukup membeli dengan satu harga, Kaka bisa membawa pulang keduanya," terang Kaka cantik itu, sembari menunjukkan kedua gantungan ponsel yang terlihat menjadi satu.

Mayra menatap sejenak kedua gantungan yang sudah menjadi satu itu, lantas meraihnya dari telapak tangan Kaka cantik.

"Ini memang unik, tapi... Aku hanya perlu satu," gumam Mayra dalam hati. Namun karena menyukainya, Mayra berpikir untuk tetap membelinya, " Bukankah beli satu dapat dua," pikir Mayra. Ia cukup memakai yang berwarna merah muda, lantas menyimpan yang warna biru.

"Berapa harganya?" tanya Mayra, berharap harganya tidak terlalu menguras uang sakunya.

"Dua ratus lima puluh ribu saja, kak" jawab Kaka cantik itu sambil tersenyum ramah.

"Apa...? Du-dua ratus lima puluh ribu?" Mayra menelan keras Salivanya. Tidak menyangka jika harganya bisa semahal itu. Mahal menurut versi Mayra.

Melihat reaksi Mayra, Kaka cantik itu kembali mengambil gantungan itu dari tangan Mayra, ia hendak kembali mempromosikan keunggulan lain dari gantungan itu.

"Selain digunakan sebagai gantungan ponsel, bisa juga dipakai sebagai gelang tangan," ujar Kaka cantik sembari memperagakan cara agar gantungan tadi bisa dipakai menjadi gelang tangan.

"Talinya cukup panjang, terdapat pengait juga di ujungnya," tambah Kaka cantik itu. Selanjutnya ia memperlihatkan gantungan tadi yang kini sudah berubah menjadi 2 buah gelang tangan di hadapan Mayra.

"Hanya tersisa satu pasang saja di toko kami,,, Kaka juga akan langsung mendapat potongan harga hingga 10 persen khusus pembelian hari ini." kembali, Kaka cantik itu berusaha meyakinkan Mayra agar Mayra mau membelinya.

Mayra menghela nafasnya, sedangkan otaknya tengah sibuk menghitung total uang yang harus ia rogoh setelah mendapat potongan harga. Mayra juga menghitung jumlah uang sakunya jika ia jadi membelinya.

"Uang ku tidak akan cukup sampai akhir bulan jika aku jadi membelinya," gumamnya setelah menghitung cepat seluruh pengeluarannya hingga akhir bulan nanti.

"Maaf, kak... Sepertinya aku tidak jadi beli. Uangku tidak cukup," ujar Mayra tertunduk lesu. Mayra memilih berkata jujur pada Kaka cantik yang sudah berbaik hati padanya menjelaskan tentang gantungan unik itu. Meski dalam hati, Mayra menginginkannya, namun ia tidak bisa memaksakan diri untuk membelinya.

Setelah mengucapkan terimakasih, Mayra lantas berjalan gontai keluar dari dalam toko, melangkahkan kaki menuju tujuan awalnya, yakni kafe tempat biasa ia menunggu Agam.

Mayra tidak tahu saja, jika setelah ia keluar dari toko, gantungan yang ia sukai tadi langsung dibeli oleh seorang pemuda yang terus memperhatikan Mayra semenjak ia masuk ke dalam toko. Pemuda itu bahkan sengaja mencuri dengar semua pembicaraan Mayra dengan Kaka cantik penjaga toko.

****

Sampai di sini dulu, ya.

Terimakasih yang sudah berkenan membaca 🙏

Bab 3

"Dari mana saja?" tanya Agam penuh penekanan, kedua matanya menatap tajam Mayra yang baru saja menghampirinya kemudian duduk di kursi kosong di depan Agam duduk.

Mayra yang merasa bersalah karena sudah membuat Agam menunggu, hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Maaf." Sesal Mayra, tanpa berani menatap wajah Agam.

Agam menghela nafas, kedua matanya masih menatap ke arah Mayra yang tertunduk lesu. Tidak tega juga melihat sahabat sedari kecilnya itu menundukkan wajahnya seperti itu.

"Sudahlah... Sebaiknya kita makan siang lebih dulu! Aku sudah memesan makan siang untukmu," Agam memilih untuk tidak memperpanjang kesalahan Mayra yang tidak mematuhi ucapannya untuk menunggunya di kafe.

Mayra hanya mengangguk, masih merasa tidak enak untuk menatap langsung wajah Agam. Sesaat kemudian makanan yang sudah Agam pesan pun datang. Keduanya lantas menikmati makan siang tanpa obrolan.

Setelah menyantap makan siang, Agam kembali mengajak Mayra mengunjungi distro miliknya di tempat yang berbeda. Hingga sore hari Mayra setia menemani kemana pun Agam pergi.

Di perjalanan menuju pulang, Agam sengaja mengajak Mayra untuk singgah di sebuah danau yang terletak di pinggir kota.

Suasana danau yang tenang dengan banyaknya pepohonan rindang membuat Agam selalu merasa nyaman bila berkunjung ke sana.

"Ini sudah terlalu sore," ujar Mayra melihat ke arah Agam yang terlihat masih betah duduk di sampingnya sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi panjang, kedua tangannya terlipat di depan dada dengan kedua mata yang terpejam.

Sudah hampir satu jam mereka duduk bersama, namun Agam lebih betah duduk berdiam diri tanpa obrolan, sedangkan Mayra, gadis itu sudah merasa bosan sedari tadi, meski Mayra berusaha mengalihkan kebosanannya dengan bermain game di ponselnya.

Mayra kembali melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarumnya menunjukkan lebih dari pukul 5 sore, Matahari pun sudah mulai bersiap menenggelamkan diri, suasana di sekitar semakin terasa sunyi, karena sudah banyak pengunjung yang meninggalkan area danau.

"Agam..." panggil Mayra. Berharap Agam segera membuka matanya. Sebenarnya sedari tadi Mayra merasa curiga, jika Agam tengah tertidur saat ini.

"Agam..." Sekali lagi Mayra mencoba memanggil Agam, namun Agam terlihat tetap tidak merespon panggilannya. Pemuda itu masih anteng dalam posisi yang sama dengan kedua mata yang masih terpejam, seolah tidak mendengar panggilan Mayra.

Karena tidak juga mendapat respon. Mayra yang penasaran, perlahan menggeser tubuhnya mendekati Agam, bahkan sampai mencondongkan tubuhnya agar bisa melihat wajah Agam dari jarak yang lebih dekat, hendak memeriksa apakah Agam benar-benar tertidur? atau hanya sekedar memejamkan mata.

Niat awal memang hanya membunuh rasa penasaran, namun niat itu malah berlanjut menjadi mengagumi wajah tampan Agam. Tanpa berkedip Mayra terus menatap wajah tampan Agam yang tampak tenang dengan kedua mata yang masih terpejam.

Wajah yang tampak mulus tanpa adanya bekas jerawat, hidung mancung yang tampak serasi berpadu dengan sepasang alis yang tebal, ditambah bibir tipis Agam yang tampak kenyal seperti jelly, tentu saja membuat pikiran Mayra sempat melayang kemana-mana.

"Mayra, sadarlah! Dia itu putra majikanmu, dia juga pemilik hati sahabatmu," gumam hati kecil Mayra, mencoba menyadarkan dirinya sendiri. Mayra yang mulai tersadar pun sampai harus menggelengkan kepalanya untuk mengembalikan pikirannya yang tadi sempat melayang kemana-mana.

Mayra yang tidak ingin terus terbawa arus pikirannya, memilih untuk segera menarik kembali tubuhnya, lebih baik ia menunggu saja sampai Agam bangun sendiri dan mengajaknya pulang daripada pikirannya malah jadi terkontaminasi.

Mayra hendak menarik tubuhnya sendiri untuk segera menjauhi Agam. Namun sebelum Mayra sempat menarik tubuhnya, kedua mata Agam lebih dulu terbuka, hingga sejenak kedua pasang mata itu pun saling beradu pandang.

Mayra langsung memalingkan wajahnya dan berdiri menjauhi Agam, Mayra merasa malu dan tidak enak hati karena telah tertangkap basah sempat memandangi wajah Agam dari jarak yang begitu dekat.

"Maaf,,," ujar Mayra sambil menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan wajahnya yang hampir memerah karena malu.

Agam hanya berdehem untuk mencairkan suasana yang seketika menjadi canggung.

Melihat Mayra yang masih menundukkan wajahnya, Agam lantas meraih jaket dan tas miliknya yang berada di sampingnya,

"Sebaiknya, kita pulang sekarang!" ujar Agam setelah beranjak dari duduknya dan hendak melangkah meninggalkan kursi panjang.

Agam berjalan lebih dulu menuju tempat ia memarkirkan motornya, sementara Mayra memilih berjalan mengekori Agam. Mayra masih merasa malu untuk berjalan beriringan dengan Agam.

Sampai di tempat Agam memarkirkan motornya hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya. Agam dan Mayra pun berlari menuju sebuah warung kecil untuk sekedar berteduh.

"Bagaimana sekarang? Bahkan hujannya malah semakin deras!" tanya Mayra yang mulai merasa takut. Bukan hanya merasa takut, tubuh Mayra bahkan sudah merasa kedinginan karena sempat terkena air hujan saat berlari hendak berteduh tadi.

Agam menghela nafasnya, menatap kearah langit yang mulai gelap dengan hujan yang turun semakin deras.

"Kita tidak mungkin menunggu terlalu lama di sini! Sebentar lagi pintu gerbang depan akan segera ditutup," jawab Agam tanpa menatap ke arah Mayra.

"A-apa...?" Mayra tercengang. Tidak mengira jika pintu masuk gerbang area danau ditutup jika malam hari. Ucapan Agam barusan tentu saja membuat Mayra semakin bertambah panik bercampur takut.

Agam menatap Mayra sekilas, terlihat Mayra yang tampak menggigil dengan pakaian seragam yang basah kuyup. Pakaian dalam Mayra juga bahkan tercetak jelas karena seragam Mayra yang basah itu.

Agam bergegas melepas jaket yang dipakainya, lantas menarik lembut tubuh Mayra untuk kemudian ia pakaikan jaket miliknya itu pada Mayra.

Mayra hendak kembali membuka jaket yang sudah menempel ditubuhnya, merasa tidak enak hati jika ia malah memakai jaket itu, sedangkan Agam sendiri pasti akan merasa kedinginan.

"Pakai atau kutinggalkan kamu disini sendirian!" ancam Agam yang melihat Mayra hendak melepas jaket yang sudah ia pakaikan. Ancaman Agam tentu saja membuat Mayra mengurungkan niatnya, apalagi Agam berkata sambil menatap tajam wajah Mayra.

Agam dan Mayra berlari menerobos hujan menuju motor, mereka harus segera bergegas pergi dari area danau sebelum pintu gerbang depan ditutup.

Beruntung, keduanya bisa segera keluar dari area danau sebelum pintu gerbang depan benar-benar ditutup.

Agam mengemudikan motor dengan kecepatan tinggi, menerobos derasnya hujan dan langit yang sudah gelap. Mayra yang duduk di jok belakang semakin menggigil kedinginan, kedua tangannya bahkan sudah keriput dan memucat, menyulitkan Mayra untuk sekedar berpegangan pada bagian belakang motor.

"Pegangan!" teriak Agam sambil terus menggeber motornya. Derasnya hujan dan petir yang menggelegar membuat Agam harus berteriak Agam Mayra mendengar ucapannya.

Mayra hendak berpegangan pada tubuh Agam, namun segera ia urungkan. Merasa segan jika harus berpegangan pada tubuh Agam.

Agam yang hendak menaikkan kecepatan motornya, menarik paksa tangan kiri Mayra agar segera berpegangan pada pinggangnya. Mayra hendak menolak, namun Agam yang tiba-tiba menaikkan laju motornya membuat Mayra terpaksa memeluk tubuh Agam agar tubuhnya tidak terjengkang ke belakang.

Setelah 30 menit berkendara di bawah guyuran hujan, akhirnya keduanya sampai di halaman rumah. Seorang pria berpakaian hitam bergegas membawakan sebuah payung dan berlari menghampiri Agam yang baru saja menghentikan laju motornya. Pria itu lantas memberikan payung itu pada Mayra yang baru saja turun dari atas motor.

"Den Agam, biar saya saja yang membawa motornya ke garasi," ujar pria itu.

Agam mengangguk, lantas turun dari atas motor. Begitu melihat Agam turun, Mayra langsung memayungi Agam, namun Agam malah langsung berlari menuju rumah tanpa Ingin dipayungi oleh Mayra.

Agam yang baru sampai di teras dan hendak membuka pintu utama dibuat terkejut dengan pintu yang tiba-tiba dibuka dari dalam, lantas menampakkan seorang pria paruh baya yang berdiri tegak sambil menatap ke arah Agam dan Mayra secara bergantian.

Mayra yang tadinya hendak masuk lewat pintu samping, langsung mengurungkan niatnya begitu melihat pria paruh baya itu berdiri di ambang pintu. Mayra malah bergegas berjalan untuk berdiri di samping Agam.

"Darimana saja kalian?" tegur pria paruh baya itu dengan suara tegasnya, membuat Agam dan Mayra kompak menundukkan kepala mereka.

(Hayo lho dimarahin Babeh Vino... 🤭)

bersambung...

Mohon tinggalkan jejak, like dan komentarnya ya.... Terimakasih 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!