"Kinan."
"Kak Arya. Akhirnya kamu datang juga." Wanita itu berucap sambil meraih lengan pria tersebut.
Si pria terlihat engan. Sesaat kemudian, dia menarik tangannya dari cengkraman si wanita.
"Jangan berlebihan, Kinan. Kau tahu di mana posisiku sekarang, bukan? Aku juga sudah bilang, jangan mengajak bertemu lagi. Satu minggu lagi, aku akan-- "
"Aku tidak akan mengajak kamu bertemu kalau bukan soal Beby." Wanita itu menangis.
"Beby demam, kak Arya. Aku tidak tahu harus berbuat apa."
"Di mana suami kamu, Kinan?"
"Kenapa kamu menanyakan soal itu, ha? Beby anak mu. Bagaimana bisa aku menyusahkan mas Gilang saat anak mu sakit?"
Prank! Byar. Segelas jus jatuh ke tanah. Sontak, kedua manusia yang sedang ngobrol di depan gerbang masuk taman kota langsung mengalihkan pandangan mereka secara bersamaan.
Mata Arya membulat seketika. Tubuhnya bergetar hebat saat matanya menatap sosok perempuan yang saat ini sedang ada tak jauh dari tempat di mana dia sedang berdiri. Zoya. Gadis itu sedang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Di bawah kakinya, segelas jus tumpah berserakan.
Belum sempat Arya mencerna apa yang sedang terjadi, Zoya malah sudah beranjak. Matanya yang sebelumnya berkaca-kaca, kini sudah mulai mengembun, lalu menjatuhkan buliran bening. Sudah bisa dipastikan kalau Zoya sedang sangat sakit hati setelah mendengar obrolan Arya dengan Kinan barusan.
"Zoya!"
Arya bergegas untuk mengejar kepergian Zoya. Tapi Kinan menahannya. Namun, pertahanan Kinan tak sekuat tekad Arya. Pria itu menyingkirkan cengkraman Kinan, lalu berlari dengan cepat untuk menyusul Zoya.
Namun sayang, usaha Arya masih tidak membuahkan hasil. Pengejarannya sama sekali tidak memuaskan. Karena Zoya yang dia kejar malah sudah masuk ke dalam mobil lalu pergi dengan cepat.
"Zoya!"
"Kak Arya."
Ternyata, Kinan menyusul Arya yang sedang mengejar Zoya. Kinan pun terlihat agak kesal, tapi sebisa mungkin untuk tetap menyembunyikan perasaannya.
"Maafkan aku. Ini semua salahku karena-- "
"Cukup! Sudah aku katakan kalau jangan pernah mencari aku lagi. Tapi kenapa? Kenapa kamu terus mencariku, Kinan!"
Kinan langsung menunduk.
"Maaf, aku hanya tidak bisa berpikir dengan baik. Saat Beby demam, hanya kamu yang aku ingat. Karena kamu adalah papanya."
"Itu bukan alasan, Kinan! Kau tahu, aku akan menikah satu minggu lagi. Tapi kenapa? Kenapa kamu malah membuatnya menjadi kacau?"
Ya. Satu minggu lagi, Arya memang akan menikah. Dan Zoya adalah calon istrinya. Setelah satu setengah tahun berusaha mendapatkan hati gadis pujaan. Akhirnya, pernikahan itu akan terjadi. Tapi, barusan, Zoya malah sangat terluka.
Rahasia calon suami yang baru saja Zoya ketahui membuatnya sangat terluka. Wanita itu baru tahu kalau Arya ternyata sudah punya anak. Tapi, status Arya masih lajang. Apa yang salah dengan pemahaman Zoya tentang lelaki? Selama ini, Arya sangat baik. Begitu memperjuangkan untuk mendapatkan hatinya. Tapi, setelah dia memberikan hati, lalu menerima lamaran Arya, kemudian, bersedia menikah. Hal buruk datang.
Zoya terus menangis, tapi mobil yang dia kendarai akhirnya sampai juga di depan rumah dengan selamat. Tangisannya semakin pecah ketika dirinya berlari masuk ke dalam rumah. Sang mama yang sedang ada di kursi depan sambil menikmati teh sore langsung bangun dari duduknya.
"Aya. Kamu kenapa, Nak?" Mamanya berucap dengan wajah panik. Tentunya, kedua tangan si mama langsung menyentuh pundak anaknya.
Tangis Zoya semakin pecah. Rasa sedih, sakit, juga amarah bercampur menjadi satu. Rasa sakit itu sedang memenuhi hatinya.
"Mama. Aku tidak ingin menikah dengan mas Arya. Aku ingin membatalkan pernikahan ku sekarang juga," ucap Zoya sambil menangis sesenggukan.
Tentu saja sang mama langsung terkejut. Matanya membulat sempurna, bibirnya terbuka, tangannya kaku, seolah tidak bisa dia gerakkan lagi.
"Apa yang baru saja kamu katakan, Aya? Ada apa dengan kamu, Nak?"
"Mama."
Terlalu sulit untuk Zoya buat menjelaskan. Karenanya, si mama langsung membawa anaknya masuk ke dalam rumah. Susah payah dia berusaha menenangkan si anak. Padahal, suasana hati dan perasaannya juga sedang tidak baik-baik saja sekarang.
Segelas air Zoya teguk. Beberapa saat menangis, akhirnya, perasaan Zoya bisa sedikit membaik. Emosi yang sudah dia salur kan lewat air mata, akhirnya bisa membuat perasaan kacau balau yang sebelumnya menggerogoti hati sedikit berkurang.
"Zoya."
"Aku ingin pernikaha ku dibatalkan, Ma."
"Ya Allah, Zoya. Apa yang sedang ada dalam pikiranmu, Nak? Katakan sama mama! Apa yang sudah terjadi."
Zoya lalu menatap lekat wajah sang mama sebelum bercerita. Sesaat lamanya, setelah ingatan yang menyakitkan itu berhasil dia bungkus, dia pun baru bisa berucap.
"Aku tahu masa lalu Mas Arya, Ma." Zoya berucap sambil kembali menangis. Wajahnya dia tundukkan sekarang. Terlalu sakit rasanya untuk Zoya berucap. Karena masa lalu itu, terlalu pahit buat Zoya.
Sebaliknya, wajah si mama langsung berubah seketika. Wajah prihatin yang awalnya dia perlihatkan, kini sudah berganti dengan wajah terkejut.
"Ap-- apa ... yang baru saja kamu katakan, Zoya? Kamu ... tahu masa lalunya Arya?"
Zoya mengangguk dengan cepat.
"Aku tahu rahasia masa lalu mas Arya, Ma. Aku tidak lagi ingin menikah dengannya."
"Zoya!"
Deg. Nada tinggi sang mama barusan langsung membuat Zoya terpaku. Jujur, dia cukup terkejut dengan nada tinggi yang mamanya ucap barusan. Hal tersebut membuat Zoya langsung menatap lekat wajah sang mama dengan wajah yang penuh tanda tanya tentunya.
"Mama?"
"Jangan mengambil keputusan secara sepihak, Zoya. Ini bukanlah hal yang kecil. Pernikahan kalian hanya tinggal satu minggu saja lagi. Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu?"
Sungguh, Zoya sangat amat tidak menyangka kalau sang mama akan berucap kata-kata itu. Awalnya, dia pikir, mamanya akan langsung mendukung keputusan yang akan dia ambil. Tapi ternyata, mamanya malah berucap di luar logika Zoya.
"Mama? Apa yang baru saja mama katakan? Aku ingin membatalkan pernikahan. Kenapa mama malah terlihat seakan menentang keinginan yang akan aku ambil?"
"Zoya, tenanglah. Jangan bicara sembarangan dulu. Kita bicarakan hal ini baik-baik."
"Mama akan minta papamu pulang sekarang."
"Kamu tenang dulu ya."
Tidak ada yang bisa Zoya ucapkan saat ini. Meski hati yang kesal semakin bertambah kesal, tapi Zoya masih ingin memiliki akan sehat. Sekuat tenaga dia berusaha untuk mengikuti apa yang mamanya katakan. Sambil berpikir, mungkin, keputusannya akan di dukung oleh papanya nanti. Karena kenyataan pahit sudah terbongkar.
Meski sakit, tapi Zoya juga merasa lega. Karena dia tahu masa lalu pahit sang calon suami. Dia mengetahui masa lalu itu sebelum mereka menikah. Bukankah itu adalah anugerah? Dengan begitu, dia tidak akan menikah dengan seseorang yang punya masa lalu buruk seperti Arya. Meskipun sebenarnya, rasa sakit akan hal tersebut sangatlah nyata. Karena hati Zoya, sudah pun terisi dengan nama Arya di dalamnya.
Beberapa saat kemudian, papa Zoya pulang. Tidak hanya sang papa, kakaknya juga ikut kembali bersama papanya. Yah, Zoya adalah anak kedua dari dua bersaudara. Dia mempunyai satu kakak laki-laki yang saat ini masih melajang.
Hubungan adik kakak antara Zoya dengan Juanda cukup harmonis. Yah, seperti kebanyakan adik dan kakak pada umumnya. Cukup berwarna dan penuh dengan cerita di dalamnya.
"Papa."
Mama Zoya langsung menyambut kedatangan suaminya. Sang suami terlihat sangat bingung dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Dia pun terus melangkah masuk ke dalam menuju ruang keluarga.
"Ada apa sebenarnya?"
"Apa yang sudah terjadi?"
Mendengar suara si papa, Zoya langsung mengangkat wajah. "Papa."
"Kenapa, Zoya?"
"Aku tidak ingin menikah, Pa."
"Apa!"
Tentu saja pria tua itu kaget bukan kepalang. Bagaimana tidak? Ucapan anaknya sangat mengejutkan. Dengan persiapan pernikahan yang hampir sembilan puluh lima persen itu, bagaimana bisa dia membayangkan anaknya meminta pembatalan pernikahan?
"Apa yang baru saja kamu katakan, Zoya? Apa kamu sedang sakit?"
Bukan Zoya yang menjawab ucapan itu, karena saat ini, hati Zoya sama seperti sebelumnya. Di buat terkejut dengan ucapan yang jelas-jelas bermaksud penolakan dari apa yang saat ini sedang Zoya inginkan.
"Aya sudah tahu tentang masa lalu Arya, Pa. Karena itu, dia ingin membatalkan pernikahan," ucap mamanya pelan.
Sungguh, ekspresi, tanggapan, dan juga sikap kedua orang tuanya, bahkan seluruh anggota keluarganya sangat membingungkan buat Zoya. Zoya yang setengah mati terkejut dengan rahasia masa lalu calon suaminya, sementara anggota keluarga malah terlihat biasa saja. Seolah, mereka semua sudah tahu dengan masa lalu Arya.
"Ha? Bagaimana bisa kamu melakukan hal itu, Zoya? Bagaimana bisa kamu membatalkan pernikahan mu yang hanya tinggal satu minggu saja lagi cuma gara-gara masa lalu dari calon suami mu. Apa kamu sudah tidak waras!"
Deg. Mata Zoya langsung membulat sempurna. Papanya bicara seperti barusan itu, sungguh membuat Zoya hampir tidak bisa bernapas. Bagaimana bisa papanya berucap seperti itu?
"Pa. Apakah salah aku yang ingin membatalkan pernikahan ku setelah aku tahu tentang masa lalu dari calon suamiku?"
"Tunggu, kalian seperti sudah tahu saja tentang masa lalunya mas Arya. Kalian tidak terlihat terkejut, bahkan tidak ingin bertanya sedikitpun. Kalian-- "
"Ya. Kami sudah tahu tentang masa lalu Arya sejak lama," ucap sang mama tanpa menahannya sedikitpun.
Deg. Bak guntur di siang bolong saja. Yang menyambar secara tiba-tiba, seperti itulah yang saat ini dirasakan oleh Zoya. Ternyata, keluarganya malah sudah tahu tentang rahasia itu. Tapi, mereka tidak membuka rahasia tersebut. Bahkan, mereka menutupinya rapat-rapat, lalu terang ingin menikahkan dirinya dengan pria yang sudah punya anak di luar sana. Sungguh, hal tersebut sangat tidak bisa Zoya cerna.
Zoya menatap lekat wajah kedua orang tuanya.
"Kalian, sudah tahu?" Tanya Zoya tak percaya.
Anggukan pelan yang sang mama berikan membuat Zoya sulit untuk bernapas. Kakinya pun terasa lemas, dan tidak lagi bisa ia tahan. Sangat-sangat mengejutkan. Zoya yang sedang berdiri, langsung terduduk di atas sofa kembali.
Sesaat terdiam, Zoya lalu ingat pada keberadaan kakaknya yang juga ada di ruangan tersebut. Zoya mengalihkan pandangannya ke arah Juan. Dengan tatapan tajam, Zoya melihat Juan.
"Kak Juan. Kamu, jangan bilang kalau kamu juga sudah tahu."
Wajah bersalah Juan perlihatkan.
"Maaf, Zoya. Kakak-- "
"Ha? Ha ha ha. Ternyata, kakak juga tahu?"
"Kalian semua tahu? Hanya aku yang tidak tahu. Kenapa?"
"Zoya! Cukup." Papa Zoya angkat bicara sekarang. "Kami tahu masa lalu Arya. Tapi apa yang salah dengan masa lalunya, Zoya?"
Sontak, Zoya langsung mengalihkan pandangan ke arah papa dan mamanya.
Tak hanya pandangan, Zoya yang sebelumnya duduk, kini bangun kembali. Ucapan papanya seakan memberikan dirinya energi untuk kembali bertenaga agar bisa melawan ucapan kedua orang tuanya.
"Tidak salah papa bilang?" Zoya berucap sambil menjatuhkan air mata.
"Mas Arya sudah punya anak di luar sana. Dia sudah punya anak, papa bilang tidak ada yang salah? Bagaimana bisa?"
"Zoya. Dia punya anak, tapi dia tidak menikah. Dia masih berstatus lajang, nak." Kali ini giliran sang mama yang memberikan jawaban.
Ucapan sang mama barusan itu rasanya ingin membuat Zoya tertawa. Tapi, terlalu lucu sampai Zoya tidak tahu harus berbuat apa.
"Tidak menikah, tapi punya anak. Kalian ingin aku menikah dengan lelaki yang seperti itu? Kalian-- "
"Zoya! Arya tidak salah. Bukan dia yang tidak ingin menikah, melainkan, pihak dari wanita itu yang tidak ingin menjadikannya anggota keluarga. Arya ingin bertanggung jawab atas anak yang wanita itu kandung. Tapi, pihak wanita nya tidak ingin Arya menikahi anak mereka. Jadi itu bukan salahnya Arya." Si papa berucap panjang lebar.
Belum sempat Zoya menjawab, mamanya pula yang angkat bicara. "Lagian, Zoya. Kejadian itu sudah lama. Itu sudah lima tahun yang lalu. Wanita yang mengandung anaknya Arya pun sudah menikah dengan pria pilihan keluarganya."
Zoya benar-benar merasa seakan tidak bisa bernapas dengan ucapan-ucapan yang baru saja kedua orang tuanya katakan. Entah apa yang ada dalam benak keluarganya saat ini. Zoya pun tidak tahu.
Keluarganya seolah berpikir kalau masa lalu Arya bukanlah masalah besar. Tidak ada yang salah dengan masa lalu Arya yang jelas-jelas sangat tidak bisa Zoya terima.
Mereka bilang Arya tidak salah. Mereka bilang, itu bukan salah Arya. Padahal, Arya sudah menghamili anak gadis orang. Arya sudah punya anak dengan wanita tersebut. Bisakah masa lalu seperti itu dianggap seolah tidak terjadi? Bukankah itu adalah masalah yang paling besar menurut Zoya.
Zoya berusaha untuk tetap sadar akan dunia sekeliling. Berulang kali dia menarik napas yang terasa seolah sudah tinggal sedikit. Napas yang seakan tidak sampai untuk dia hirup. Dada yang terasa sangat sesak seolah ada beban berat yang sedang menghimpit.
"Aku tidak ingin menikah dengannya. Apapun pendapat kalian tentang Mas Arya, terserah kalian. Yang jelas, aku ingin membatalkan pernikahan ini. Aku tidak ingin menikah dengannya dengan alasan apapun."
"Tidak! Aku tidak ingin membatalkan pernikahan ini."
Suara lantang yang datang dari arah balik tembok pembatas ruang keluarga dengan ruang lainnya. Di depan sana, ada seorang pria yang sedang berdiri tegap. Matanya terlihat sedikit memerah. Tangannya sedang mengepal dengan erat.
Tubuh tinggi tegap dengan dada bidang. Postur tubuh ideal. rambut lurus jatuh di dahi. Dia lah Arya, calon suami yang akan menikahi Zoya satu minggu lagi.
Setelah gagal mengejar Zoya, Arya langsung berusaha kembali. Setelah memarahi Kinan dengan amarah yang meledak, Arya langsung mengejar ketertinggalannya. Sayang, terlambat sampai karena terjebak macet selama beberapa saat. Yang pada akhirnya mengharuskan Arya untuk mengejarnya dengan naik ojek yang dia bayar pada salah satu pemilik motor yang dia temui di jalan.
Arya melangkah maju untuk bergabung dengan Zoya sekeluarga. Matanya sedikit memerah seolah baru saja usai menjatuhkan air mata. Pelupuk matanya juga terlihat agak basah. Sisa air mata masih terlihat di bulu mata milik Arya.
Tatapan Arya lekat tertuju pada Zoya. Langkahnya mantap untuk mendekat. Tapi, tidak benar-benar dekat dengan Zoya. Karena langkah itu Arya hentikan ketika dia sudah ada di antara sofa yang ada didekatnya.
"Aku tidak akan setuju jika pernikahaan ini dibatalkan. Tolong, jangan batalkan pernikahan kita."
Belum sempat Zoya menjawab, Arya malah sudah menjatuhkan diri di depan wanita itu. Dia berdiri dengan lututnya kini. Seolah, memohon agar Zoya berlembut hati untuk tidak mengambil keputusan yang menyakitkan hati.
Sementara keluarga Zoya, tentu saja mereka semua di buat terkejut. Papa dan mama Zoya langsung menghampiri Arya. Tak hanya kedua orang taunya saja, si kakak yang sedari tadi diam, juga ikut mendekat.
"Arya, apa yang kamu lakukan? Jangan begitu, nak. Bagun!" Papa Zoya berucap dengan nada prihatin.
"Jangan begini, Arya. Bagunlah!" Si mama pula angkat bicara.
"Aku mohon, Zoya. Jangan batalkan pernikahan kita," ucap Arya dengan mata berkaca-kaca.
"Izinkan aku menikahi mu. Maafkan aku untuk kisah masa lalu ku yang buruk. Aku-- "
"Pernikahan ini tidak akan dibatalkan," ucap papa Zoya lantang. "Kalian akan tetap menikah."
Deg. Sungguh mengejutkan. Ternyata, Arya lebih penting dari dirinya. Begitulah saat ini yang ada dalam hati Zoya. Lihatlah! Orang tuanya lebih mementingkan perasaan Arya dari pada perasaannya yang jelas-jelas adalah anak.
"Papa."
"Jangan banyak bicara, Zoya. Pernikahan kalian hanya tinggal satu minggu saja lagi. Bagaimana bisa dibatalkan?"
"Undangan sudah tersebar, semua persiapan sudah hampir selesai. Tentu saja pernikahan akan tetap dilaksanakan sesuai jadwal."
"Dengan atau tanpa persetujuan kamu, pernikahan itu akan tetap dilaksakan, Aya Zoyana."
Si papa terus berucap dengan nada yang dipenuhi dengan penekanan. Hal tersebut tentu saja sangat menyakitkan buat Zoya. Perlahan, buliran bening jatuh dari matanya melintasi pipi.
Tidak. Dia tidak lagi sanggup ada di sana. Tidak lagi sanggup berdiri di depan keluarganya yang telah terang-terangan membela orang luar. Hatinya sangat terluka.
Zoya pun memilih untuk menarik diri. Dia berlari meninggalkan ruang keluarga sambil menahan isak tangis. Dengan langkah besar, dia kabur menuju kamarnya. Mengabaikan panggilan dari Arya dan Juanda, Zoya masuk ke kamar sambil menutup mulut agar tangisan tidak terdengar. Lalu, mengunci pintu kamar tersebut rapat-rapat.
Hatinya terlalu perih. Zoya pun memilih untuk menyandarkan tubuh pada daun pintu yang sudah dia tutup dengan rapat. Isak tangisnya pecah. Terlalu pilu rasanya. Dia seolah tidak bisa membuka mata lagi sekarang.
Sementara itu, di ruang keluarga, kedua orang tua Zoya sedang meyakinkan Arya kalau pernikahan Arya dengan anak mereka akan tetap berlanjut. Sementara Arya hanya diam, seolah sedang menahan beban berat yang sangat menyakitkan.
Ya. Dia sedang merasa sangat bersalah. Cintanya membuat sakit pada hati orang yang dia sayang. Dia tau dia tidak layak untuk tetap maju. Tapi, perasaan egois sedang menyelimuti hati.
'Maafkan aku, Zoya. Aku akan tetap mengikat kamu agar tetap ada di sisiku. Aku tahu aku tidak layak. Aku tahu aku terlalu egois. Tapi ini adalah caraku untuk mempertahankan orang yang aku cintai. Aku tidak ingin ditinggalkan lagi."
Ya. Lima tahun lalu, dia adalah pria jahat yang sudah menodai anak gadis orang lain karena perasaan cinta. Bukan murni salah Arya. Melainkan, kesalahan bersama. Kinan yang juga mencintai Arya mengajak Arya melakukan hubungan terlarang yang seharusnya tidak mereka lakukan di saat mereka belum sah menjadi pasangan.
Kinan menemukan ide untuk melakukan hubungan itu agar mereka bisa di restui. Tapi sayangnya, setelah dia hamil, restu atas hubungan antara dirinya dengan Arya tetap saja tidak bisa ia dapatkan. Mirisnya lagi, Gilang yang telah dijodohkan dengan Kinan oleh orang tuanya, memilih menerima Kinan yang sudah jelas tahu hamil anak siapa.
Terlalu rumit kisah mereka. Tapi semua mengalir dengan sendirinya. Arya menyerah, lalu Kinan terpaksa setuju untuk menikah dengan Gilang. Menjalani biduk rumah tangga yang sama sekali tidak ia inginkan.
Setelah kekasih hati menikah, Arya benar-benar ingin melupakan kisah antara dirinya dengan Kinan. Tapi tidak dengan Kinan. Cintanya untuk Arya tetap ada. Bahkan, terus dia pupuk dengan alasan sang anak yang adalah buah dari cinta antara dirinya dengan si kekasih pujaan hati.
Satu setengah tahun lamanya Arya menyendiri. Akhirnya, dia temukan pujaan hati yang baru. Siapa lagi kalau bukan Zoya? Cinta pada pandangan pertama yang membuat hati Arya jadi melayang.
Kali ini, Arya bertekad untuk mengejarnya dengan segala cara. Dia akan meraih cinta itu, tapi tidak dengan cara langsung mendekati orang yang dia cintai. Melainkan, dengan cara memenangkan hati keluarganya terlebih dahulu.
Belajar dari pengalaman, Arya tidak ingin di tolak oleh keluarga wanita yang dia cintai untuk yang kedua kalinya lagi. Karena itu, susah payah Arya melakukan pendekatan pada keluarga Zoya. Setelah sangat dekat sampai bisa memenangkan hati keluarga, barulah Arya mengejar cinta Zoya.
Itu juga tidak mudah. Butuh satu setengah tahun untuk Arya mengejar cinta Zoya, barulah akhirnya wanita itu bisa menerima dirinya. Tak ingin membuang waktu, Arya langsung melamar Zoya. Dengan waktu tenang untuk persiapan setengah tahun, akhirnya, pernikahan akan diadakan satu minggu lagi.
Tapi, badai besar malah datang mengguncang. Tinggal satu minggu saja lagi, Zoya malah tahu rahasia masa lalunya. Yang membuat hati wanita itu tidak lagi ingin menikah dengannya. Bukankah itu sungguh kejam buat Arya?
Butuh banyak waktu untuk membuat wanita yang dia cintai membalas cintanya. Tapi, hanya butuh sedikit waktu saja untuk menghancurkan segala usahanya. Mana mungkin dia akan sanggup untuk melepaskan apa yang sudah ada dalam genggaman sekarang.
"Tenang saja. Zoya akan tetap menikah dengan mu nantinya, Arya. Percayalah," ucap si papa sambil menepuk pundak Arya dengan tepukan pelan.
"Iya, Nak. Tenang saja. Kami pasti akan berhasil membujuk Zoya agar tetap menikah. Lagipula, mana bisa pernikahan di batalkan. Karena semuanya sudah di siapkan." Mama Zoya pula angkat bicara.
Arya hanya bisa mengangguk pelan. Mungkin, mereka akan bisa membujuk Zoya buat menikah. Tapi tidak dengan mengembalikan hati Zoya untuk tetap menerima Arya sebagai orang yang dicintainya. Arya sendiri tahu akan hal itu. Tapi dia tetap ingin melanjutkan pernikahan itu walau dia tahu, jalan hidup yang akan dia tempuh tidak akan mulus.
...
"Zoya, buka pintunya. Ini kakak."
Zoya masih terdiam di dalam sama. Bukan tidak mendengar panggilan dari kakaknya barusan. Tapi, terlalu sulit untuknya buat menjawab.
"Zoya."
"Aku baik-baik saja. Jangan temui aku sekarang," ucap Zoya dengan suara serak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!