Serena Loretta dilahirkan dengan kecantikan di atas rata - rata. Wajahnya mungil dengan dagu belah, mata hazel, hidung mancung, dan bibir merah muda tebal yang menggoda. Kulitnya putih bersih seperti hamparan salju di musim dingin. Seolah belum cukup Tuhan memberinya tubuh tinggi dengan dada dan bokong besar yang didapatnya tanpa operasi. Satu kata untuk mendeskripsikannya adalah sempurna bak seorang seorang dewi. Dia dibesarkan di Milan oleh ibunya yang memiliki usaha butik terkenal. Lena & Sara. Nama butik itu diambil dari nama Lena dan rekan bisnisnya yang bernama Sara.
“Kenapa kita harus pindah ke Roma?” Tanya Serena kepada Lena Loretta orang tua tunggal yang membesarkanya selama ini.
“Mamma dapat pekerjaan disana. Butik ini akan dikelola oleh Tante Sara”
Serena sudah mengenal Sara dari 5 tahun yang lalu, wanita itu baik dan bisa diandalkan. Saat ini Serena sedang berdiri bersandar pada dinding sambil memasukan tangan ke dalam kantong jaketnya dan memandang Lena yang sedang memasukan bajunya ke dalam koper besar.
Di musim gugur. Serena bisa melihat jatuhnya daun - daun kering dan menggunung di tanah disertai angin kencang yang suka berhembus.Serena mencintai Milan dengan segala landmark yang mempesona dan sekarang Lena akan mengajaknya pindah ke Roma. Ibu kota Italia yang terkenal dengan Coloseum.
“Di Roma banyak sekolah bagus untukmu”
Serena mengenal dengan baik karakter Lena yang keras kepala seperti dirinya dan suka memaksa, jadi Serena yakin dia tidak akan bisa menolak ajakan ibunya sekalipun dia enggan pindah dan memulai hidup baru disana.
Serena mendapatkan kecantikan yang menurun dari Lena yang sudah berusia diatas 40 tahun dan masih awet muda.
Setelah membereskan baju - baju Serena. Lena menoleh ke arah putrinya. “Bawa yang kau mau bawa, Mamma baru bereskan bajumu” Kata Lena sambil keluar dari kamar anak perempuannya.
Serena menghela nafas, lalu mengambil arah menuju pintu keluar. “Aku akan bereskan nanti, aku ingin pergi membeli sesuatu” Teriak Serena.
Serena berjalan menyusuri jalanan sambil menarik sleting jaket putih yang dia kenakan menikmati angin yang membelai wajahnya dan daun - daun kering yang terkadang jatuh di kepalanya. Serena menginginkan panacota dan coklat panas yang dijual oleh toko langganannya disudut kota Milan.
“Serena. Apa yang kau inginkan hari ini?” Sapa wanita tua yang berdiri di balik mesin kasir setelah Serena memasuki tokonya.
Serena tersenyum “Ciao, Helena. Aku mau panacota dan chocolate panas”
“Aku dengar kau akan segera pindah ke Roma?” Kata Helena sambil menuangkan coklat bubuk ke dalam cangkir warna merah.
“Ya” Jawab Serena sambil mengambil duduk di dekat jendela yang bisa memandang keluar toko.
Helena membawakan pesanan Serena dan duduk di depan gadis cantik itu
“Aku sedih sekali” Katanya. Serena sudah berlangganan di tokonya sejak dia kecil.
“Aku akan mengunjungimu” Mana mampu dirinya bila tidak memakan panacota yang menurutnya terenak sepanjang hidupnya. Lagi pula Milan dan Roma bisa dijangkau dengan satu penerbangan atau satu tiket kereta. Itu mudah.
“Kau berjanji?”
“Tentu. Aku benar - benar menyukai panacota buatanmu”
Serena menghabiskan 4 panacota dan 2 gelas coklat panas seolah itu adalah makan terakhir untuknya. Dia selalu makan banyak tapi tidak pernah gendut, karena dirinya suka belajar bela diri dan berlari puluhan kilo. Dibalik wajah cantiknya Serena menyimpan kemampuan yang luar biasa.
“Aku tunggu. Kapan kalian akan pergi?” Lanjut Helena
“Dua hari lagi” Kata Serena sambil memandang keluar. Ibunya memberi tahu soal rencana kepindahan mereka minggu lalu. Sangat mendadak.
“Aku berharap kau sukses dimana pun kau berada”
Helena menangkup tangan Helena dan meremasnya. “Terimakasih. Aku akan merindukan panacota dan coklat panasmu”
“Jika kau kemari aku akan membiarkanmu memakan semua panacota yang kubuat” Kata Helena tulus membuat Serena terkekeh. Betapa baik orang yang dia kenal di sekitar apartemenya.
Apakah Roma dan orang - orang disana akan menyambutku dengan baik?
***
Serena memasuki sebuah tempat khusus untuk latihan menembak dalam ruangan. Dia memang menyukai banyak hal yang berbau maskulin. Sejak kejadian beberapa tahun lalu yang membuatnya menolak menjadi lemah.
“Handgun dan rifle… 100 peluru” Kata Serena kepada orang yang menjaga tempat itu dan membayar.
Serena membidik target dan mengincar angka 10. Satu tembakan dilepaskan dan sedikit meleset mengenai 9. Serena membidik lagi sebanyak - banyanya dengan senjata sewaannya dan membidik seakurat mungkin. Ini adalah permainan tembak dengan bukan peluru asli yang akan membantu untuk menguasai senjata sungguhan. Cara membidik itu yang tersulit sebelum menarik pelatuk, karena harus mengenai target.
Semua peluru Serena habiskan dalam waktu singkat, setelahnya dia melihat hasil tembakannya. Semakin membaik. Dia lebih banyak mengenai angka 10 dari pada yang lainnya. Angka 10 adalah yang tersulit karena merupakan titik inti dengan area terkecil.
“Kau semakin hebat” Puji penjaga tempat itu yang sudah tau kalau Serena sering kesana untuk latihan menembak.
“Beberapa peluru masih meleset dari angka 10” Komentar Serena sambil menunjuk kertas targetnya.
“Intinya kau hebat”
Serena tersenyum menimpali pujian yang diberikan. Dia memang mampu melakukan banyak aktivitas. Serena hanya ingin mampu membela dirinya sendiri dalam keadaan apapun.
Roma, aku datang.
Seorang gadis cantik berusia 17 tahun duduk memandang jendela rumahnya yang menampakan daun - daun berjatuhan dan tetangganya yang berjalan - jalan sambil tertawa senang juga anak kecil yang berlarian dengan bahagia.
“Apa yang kau lakukan? Bukankah aku menyuruhmu mencuci semua baju?” Kata seorang wanita dengan suara melengking. Itu adalah Maria Arturo - Ibu tiri yang membesarkanya dari kecil. Terdengar baik bukan membesarkan anak tiri dari kecil, tapi dia tidak pernah memperlakukan gadis itu dengan baik. Gadis cantik itu bernama Arianna Arturo. Memiliki wajah sangat cantik dan tubuh molek yang menggoda. Tapi, kecantikanya sangat dibenci oleh ibu dan kakak tirinya yang bernama Sierra. Sejak kecil Arianna diperlakukan seperti pembantu oleh keluarganya seolah cerita Cinderella itu nyata.
“Aku sudah selesai mencucinya” Jawab Arianna
“Benarkah? Coba kau lihat di belakang?” Kata Sierra yang sudah berada disamping Maria
Arianna beranjak dari depan jendela ke arah ruang cuci yang berada di samping kamar mandi. Dia terkejut melihat semua cucian yang berserakan di lantai basah.
“Ini yang kau namakan sudah selesai” Cibir Ibunya.
“Aku akan membereskannya” Arianna tidak ingin memperpanjang masalah dengan Maria sekalipun dia tahu bahwa Sierra yang mungkin melakukanya untuk menambah pekerjaannya. Dia takut jika Maria akan mengurungnya di ruang bawah tanah.
“Kerjakan yang benar, kau jangan membuatku marah” Kata Maria dengan mata melotot
“Iya Mamma. Akan aku bereskan”
Maria meninggalkan ruang cuci sambil tersenyum. Sierra mengambil satu helai cucian basah dan melemparkannya ke muka Arianna “Cuci yang benar!” Katanya sambil tersenyum jahat.
Arianna memunguti semua cucian dan memasukan ke dalam mesin cuci, menampung air dan menambahkan sabun. Di musim gugur yang seharusnya menyenangkan Arianna menitikan air matanya. Kapan Tuhan akan berbelas kasih untuk mengeluarkannya dari penderitaan ini?
Sejujurnya Arianna tidak mengerti kenapa mereka membencinya. Dia selalu berlaku baik, rajin, dan menyayangi mereka, tapi yang dia dapat selalu perlakuan tidak menyenangkan dan tatapan kebencian.
Papa juga tidak pernah membelanya sekalipun tidak pernah menyakiti Arianna, tapi lelaki itu tidak pernah melindunginya dari Maria dan Sierra.
Rumahnya berada di pinggir Kota Roma. Dia tinggal di rumah putih besar yang lumayan bagus. Tapi Arianna mendapat kamar kecil di dekat dapur, semetara Sierra menempati kamar besar diruang tamu. Dia tidak pernah diperlalukan adil di rumah itu.
Apa aku benar anak Papa atau aku hanya anak pungut? Makanya aku selalu diperlakukan buruk?
“ARIANNA!”
“Kenapa Sierra?” Tanya Arianna pada Sierra yang duduk di ruang tamu dekat perapian.
“Siapkan baju yang bagus untukku, aku mau keluar bersama teman”
Arianna membalas anggukan pada Sierra. Jika kakaknya bisa keluar rumah sesukanya. Arianna hanya bisa keluar jika disuruh membeli sesuatu. Arianna tau jika hidup memang tidak pernah adil untuk siapa pun, tapi dia hanya ingin memiliki keluarga yang mencintainya dan kebebasan untuk melakukan hal yang dia mau. Jika putri dalam dongeng yang memiliki kisah seperti dia bisa berbahagia apakah di satu waktu itu akan terjadi kepada dirinya?
Arianna menambahkan pewangi untuk cuciannya dan meninggalkannya untuk mengambil air minum dan turun ke ruang jemur untuk mencari baju bagus untuk Sierra pergi nanti malam. Sierra harus terlihat cantik di depan siapa pun jika tidak dia akan berulah dan menambah penderitaan Arianna dengan mensabotase pekerjaan rumah yang sudah selesai membuat Arianna harus mengerjakan beberapa kali.
Arianna tetap terlihat cantik sekali pun dengan pakaian lusuh dan rambut berantakan atau noda di wajah yang dia dapat dari membersihkan rumah dan segala isinya. Dia akan selalu lebih cantik dari Sierra Arturo. Sayangnya Arianna tidak pernah menyadari hal itu. Rasa kurang percaya dirinya sudah terlau besar seiring dengan penghinaan keluarga tirinya sejak dia masih kecil.
***
“Apa menurutmu penampilanku sudah sempurna?” Tanya Sierra pada Arianna yang dia suruh menyisir dan merapikan rambutnya.
“Ya kau sudah sangat cantik” Puji Arianna tulus sambil tersenyum ke arah Sierra dari cermin.
Sierra tersenyum “Tentu saja aku lebih cantik dari pembantu sepertimu”
Sebenarnya Arianna bukan pembantu, tapi Sierra selalu merendahkannya seperti ini. Namun, Arianna tidak melawan. Dia hanya tersenyum simpul.
“Kau tidak pernah lebih cantik dari pada aku” Kata Sierra lagi. Dia tidak akan puas kalau tidak menghina Arianna. Sierra menolak kenyataan, sekalipun tanpa riasan dan pakaian mahal Arianna terlihat sangat cantik. Dia benci itu. Sangat benci.
“Iya aku tidak lebih cantik dari padamu, jangan khawatir” Jawab Arianna. Dia selalu merasa lebih rendah dari Siera karena perlakuan keluarganya sendiri.
“Bagus. Sana kau keluar” Usir Sierra setelah mendapatkan apa yang dia butuhkan.
Arianna meninggalkan Sierra yang tersenyum memandang kaca. Dia masuk ke dalam kamarnya dan membaringkan tubuhnya di atas kasur. Arianna menarik selimutnya
“Ini belum waktunya beristirahat” Tiba - tiba Maria masuk ke dalam kamarnya.
Arianna merasa dia sudah membereskan semuanya “Apa yang bisa aku kerjakan lagi Mamma?” Katanya mengalah. Semua akan lebih buruk kalau dia membantah. Arianna terlalu lemah.
“Belikan buah - buahan” Titah Maria sambil melempar uang kertas ke arah Arianna.
Arianna tidak akan pernah menolak apa yang disuruh Ibunya, sekalipun di luar hujan badai.
“Baiklah aku berangkat” Arianna keluar kamar dan menuju pintu depan untuk segera membeli buah sesuai suruhan Maria.
Arianna mengenakan baju seadanya dan mantel tipis. Mantel itu merupakan bekas Maria atau Sierra. Mereka berdua akan melakukan apa saja demi membuat Arianna terlihat jelek. Arianna memasukan tangannya ke dalam kantong mantel, di malam hari angin memang berhembus lebih kencang dan cuacanya lebih dingin. D
Pada musim gugur di Roma suhu bisa mencapai 10oC. Beberapa kali Arianna menggosok - gosok tangannya yang terasa dingin dan berjalan pelan menyusuri jalan sepi di depan. Dia merasa dirinya seperti pengemis yang tidak memiliki rumah.“Arianna kau mau kemana?” Tanya seorang pemuda seusianya, tetangganya yang menjadi teman Arianna bernama John - dia memiliki darah Italia dan Amerika. John cukup tampan dengan kulit coklat dan rambut hitam.
“Mamma memintaku membeli buah”
John tau persis perlakuan tidak adil Maria dan Sierra kepada Arianna. Dia bertanya - tanya mengapa papa Arianna diam saja melihat putrinya diperlakukan seburuk itu. “Perlu aku temani?”
“Tidak usah. Mamma bisa berpikir yang tidak - tidak jika kau menemaniku” Jawab Arianna sambil meninggalkan John.
John menahan pergelangan tangan Arianna. “Kau sungguh tidak perlu aku temani?”
“Tidak, John. Aku akan baik - baik saja”
“Baiklah. Hati - hati, Arianna. Telepon aku kapan saja kau butuh bantuan”
Arianna mengangguk dan berjalan meninggalkan John yang masih memandang punggungnya sampai Arianna menghilang di balik tikungan.
“Aku sungguh menyukai perempuan cantik dan baik seperti dirimu, Arianna. Kau juga sangat tabah”
Gionardo Alano berada di usia matang sebegai lelaki. Usianya 25 tahun saat ini. Dia memiliki wajah tampan dengan rahang tegas, mata biru yang meneduhkan, juga hidung mancung. Tubuhnya memiliki banyak otot yang terbentuk dan tinggi mencapai 185 cm. Dia dilahirkan tampan dan kaya dengan keluarga mafia yang berpengaruh dan berkuasa.
Saat ini dia mewarisi bisnis ilegal keluarganya yang bergerak di bidang narkotika dan senjata. Gionardo memiliki kemampuan berkelahi dan menembak yang sangat hebat. Dia mahir dalam segala seni bela diri dan berbagai senjata api. Dia juga memiliki kepekaan luar biasa terhadap pergerakan musuh. Di balik segudang kehebatannya, Gio memiliki hati kejam yang bisa menyingkirkan siapa saja yang menghalangi jalannya. Dia juga bertekad tidak akan jatuh cinta dan tunduk kepada wanita manapun. Gio hanya membutuhkan wanita untuk dipakai dan dinikmati setelah itu Gio akan meninggalkan mereka tanpa belas kasih. Sekali pun brengsek semua wanita yang dia temui rela melemparkan diri kepadanya. Siapa yang tidak ingin bersama Gio yang terkenal hebat di kasur dan memiliki paras sempurna bak seorang pangeran.
Gio duduk di sebuah bar sambil menyesap anggur dari gelas kaca berkaki. Cuaca musim gugur selalu dingin dan dia butuh sesuatu yang bisa menghangatkanya. Gio selalu menarik perhatian dimana pun dia berada, karena selalu dikelilingi pengawal yang diberikan ayahnya untuk melindungi dari musuh - musuh yang ingin menjatuhkannya.
“Gio… kau memang setampan kata mereka” Seorang wanita duduk dipangkuan Gio dan membuai dengan suara seksi secara tiba - tiba. Pandangan wanita itu sama sekali tidak berpaling dari wajah tampan Gio.
“Kau punya nyali. Kau berani duduk di pangkuanku” Kata Gio ketus.
Pengawalnya langsung siaga begitu ada orang asing yang mendekat kepada Gio
“Enyahlah! aku sedang tak ingin” Lanjut Gio kasar.
“Aku bisa membuatmu puas. Kau tak ingin memberiku kesempatan?” Goda wanita itu yakin. Dia merasa memiliki cukup jam terbang untuk memuaskan Gionardo.
“Enyahlah!”
Gio menolak wanita tadi karena menurutnya tidak menarik. Wanita itu berada di bawah standarnya. Melihat wajah Gio yang menegang wanita itu segera menyingkir karena tau betapa kejamnya lelaki itu sekali pun pada seorang wanita.
Gio memberikan kode jari kepada lelaki yang berada tepat di sampingnya. Dia adalah Fransesco anak dari asisten ayahnya yang sangat setia.
“Apa tidak ada wanita lain yang lebih menggoda?”
“Tidak ada Tuan. Anda sudah mencoba hampir semuanya” Jawab Fransesco setelah memandang sekeliling. Bar langganan Gio jarang diikunjungi oleh wanita. Kalau pun ada, wanita itu merupakan wanita bayaran yang bekerja di sana atau mungkin para wanita yang tinggal di dekat sini dan mencari hiburan.
“Carikan yang cantik dan perawan aku tidak mau wanita bekas. Kalau perlu kita bisa membayarnya”
“Baik, Tuan”
Karena bosan Gio berdiri dan bersiap meninggalkan bar itu. Hari ini suasana hatinya sedang tidak baik. Gio mengeluarkan rokok dan menghisapnya dalam. Di depan bar yang ada di kota Roma seorang wanita berjalan sambil membawa sekantong belanjaan. Wanita itu terlihat sangat cantik natural dengan tubuh yang menggoda. Mata Gio tidak pernah salah menilai wanita. Dia berani bertaruh jika wanita itu memiliki tubuh seksi di atas kasur.
Gio memberhentikan asistennya “Selidiki wanita itu aku menginginkannya”Kata Gio kepada Fransesco. Sekalipun ingin menyergapnya secara langsung. Gio tidak akan memakakan kehendaknya pada wanita. Sejauh ini mereka yang mengemis agar Gio mau meniduri mereka. Memberi pengalaman tak terlupakan. Gio sangat handal dalam hal memuaskan perempuan.
Fransesco memberi kode pada salah satu pengawal Gio untuk menghampirinya “Ikuti wanita itu, jangan sampai kehilangan jejak”
Pengawal yang diberi misi segera berlari mengejar wanita yang diinginkan Gio.
Tak lama lelaki itu kembali dengan wajah takut “Maaf Tuan saya kehilangannya di persimpangan.”
“Bodoh” Gio mencengkram kerah lelaki itu dan menghempaskannya ke tanah.
“Cari sampai dapat beserta segala informasi tentang dirinya”
Ini sangat jarang terjadi Gio sangat menginginkan wanita yang baru dia lihat dalam beberapa menit.
“Jika kau tidak dapat. Aku akan membunuhmu” Ancamnya
Fransesco membantu lelaki itu berdiri “Jangan sampai gagal lagi. Atau aku yang akan membunuhmu” Kata Fransesco
Gio menyalakan rokok lagi dengan pematiknya lalu berjalan meninggalkan bangunan bar di ikuti semua pengawalnya. Fransesco memberi kode kepada pengawal lainnya untuk menyiapkan mobil untuk anak emas bos besar.
***
Sesampainya di rumah mewah dan besar miliknya sendiri. Gionando masuk ke ruang kerja dan meminta Frensesco memanggil salah satu anak buahnya yang memiliki kemampuan menggambar. Gio yang meminta agar ada lelaki yang hebat menggambar untuk memudahkanya mencari musuh atau mata - mata di sekitarnya. Lelaki itu masuk ke ruang kerja Gio dengan buku gambar dan pensil
“Silakan dijelaskan yang kau inginkan Tuan” Kata Fransesco dan memberi tanda untuk bersiap kepada lelaki itu.
“Dia memiliki tubuh tinggi yang dibalut pakaian yang tidak terlalu bagus. Tapi bukan itu poinnya. Dia memiliki dada besar yang menggoda dan bokong indah. Aku benar - benar tidak bisa membayangkan ketika dia berbaring di ranjang tanpa sehelai benang”
Fransesco mendengar penjelasan Gio yang tidak bisa di mengerti. Bosnya ini memang bodoh dalam mengungkapkan isi hati.
“Apa bisa lebih spesifik?” Kata Fransesco hati - hati.
Gio mencoba mengingat - ingat “Hidung mancung dan bibir seksi. Aku melihatnya dari samping darimana aku tahu dengan jelas?” Katanya kesal.
“Intinya cari saja sampai dapat” Titah Gio
Fransesco berdiri dan membungkukan sedikit badannya pada Gio. “Ayo keluar” Ajaknya pada bawahan tadi.
“Panggil Elena kesini” Pinta Gio sebelum Fransesco keluar.
Fransesco membawa salah satu pelayan muda yang cukup cantik dengan tubuh langsing ke hadapan Gio.
“Keluarlah” Katanya pada Fransesco
Elena menunduk menghadapi Gio yang memandangnya dengan tajam. “Apa ada yang bisa saya bantu, Tuan?” Kata Elena.
Gio mengambil Elena dari orang tuanya yang berhutang padanya dan menyuruhnya bekerja sampai hutang kedua orang tuanya lunas. Menurut Gio dia cukup murah hati, dia sudah membayar wanita itu di muka sekarang tinggal wanita itu bekerja dengan baik di istana milik Gio dan melakukan apa saja yang Gio minta.
“Tentu saja.. aku ingin…” Gio beranjak dari duduknya dan memeluk Elena dari belakang. Gio bisa merasakan jika wanita itu menegang dalam pelukannya “Aku ingin kau memuaskanku, kau tau kan caranya” Bisiknya.
Elena bisa merasakan sesuatu yang mengeras di belakangnya. Dia tidak bisa menolak Gio, jadi Elena membiarkan Gio melakukan yang dia mau terhadapnya. Termasuk melucuti semua pakaian Elena dan membuangnya asal. Gio mendorong Elena ke sofa yang dia duduki dan memandang tubuhnya dari atas kebawah.
Bolehlah untuk sekali pakai.
Elena terdiam dan memejamkan matanya. Dia takut pada Gio dan tatapannya yang seperti pemangsa. Gio melepas pakaiannya dan memposisikan sesuatu di depan Elena “Hisaplah” Katanya. Elena ragu beberapa saat
“Cepatlah. Jangan membuang waktuku”
Elena berusaha semampunya sekalipun beberapa kali dia merasa ingin muntah ketika benda itu masuk ke kerongkongannya. Dia menikmati pemandangan Elena yang berjongkok tepat di selangkangannya dan memaju mundurkan kepalanya. Gio mengangkat tubuh mungil Elena dalam gendongannya, memposisikan kakinya mengangkang dan Gio memasukan barangnya di dalam milik Elena, sehingga gadis itu memekik sakit disertai desahan nikmat ketika Gio mulai menggerakan tubuhnya dengan Elena dalam gendonganya dan mengalungkan tanganya di leher Gio. Malam yang cukup panas untuk mereka.
***
“Keluar dari sini aku sudah selesai” Kata Gio sambil melempar pakaian Elena. Elena memandang lelaki di depannya. Sekali pun Gio sudah melecehkannya, tapi dia mengagumi wajah lelaki itu yang seperti malaikat jatuh serta kemampuannya yang membuat Elena merasa candu. Elena mencampai puncak beberapa kali karena permainan Gio yang tahan lama.
Melihat Elena memandangnya. Gio menatap tajam wanita itu “Keluar sebelum aku seret. Jangan berharap lebih hanya karena aku sudah menikmatimu” Ingatnya
Gio bisa merasakan tatapan Elena kepadanya. Tatapan itu bukan tatapan benci melainkan tatapan kagum terhadapnya dan dia tidak merasakan apapun kepada pelayan itu. Semua yang dia lakukan bukan atas dasar perasaan. Itu kebutuhan.
Elena memakai bajunya dan keluar dari ruangan Gio dengan perasaan kecewa, karena perlakuan dingin lelaki itu. Fransesco memandangnya sesaat, lelaki itu berjaga di depan ruang kerja Gio dari tadi dan sepertinya mendengar jelas desahannya. Elena merasa pipinya memanas dia segera berlari menuruni tangga rumah Gio menuju ke kamar yang ada di belakang dapur.
”Hanya karena sudah memakainya bukan berarti kau lepas tugas. Kau harus tetap membawa wanita itu kehadapanku.” Pesan Gio begitu melihat Fransesco di luar ruangan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!