Aku masih bersenda gurau dengan Oma saat tiba-tiba sebuah benturan hebat menjungkir-balikkan mobil yang aku tumpangi.
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tubuhku terbentur sana-sini bersamaan dengan mobil yang aku pikir sedang terguling jatuh ke dalam jurang.
Untunglah aku memakai sabuk pemgaman, jadi tubuhku tidak terpental keluar dari jendela.
Saat semuanya sudah berhenti, aku merasakan posisi yang salah. Kepalaku berada di bawah, dan aku melihat oma yang juga bersimbah darah sedang berusaha untuk melepaskan sabuk pengaman yang aku kenakan
Oma juga berusaha keras mendorong tubuh kecilku keluar dari dalam mobil melalui jendela yang kacanya sudah pecah.
"Lari Zhia... lari!" aku mendengar suara lamat-lamat itu keluar dari bibir oma.
Kepalaku terasa sakit sekali. Tapi aku mencoba untuk bangkit berdiri.
Aku berjalan kembali ke arah mobil mencoba untuk membantu oma keluar.
Namun saat itulah, aku melihat ada api yang merambat dari arah depan mobil.
"Lari Zhia!!" Sekali lagi oma berteriak kepadaku.
Aku segera lari menjauh saat api itu menghanguskan mobil dan oma yang masih ada di dalam sana.
Aku melihatnya...
Aku melihat semuanya...
Tidak!
Aku tidak bisa menyaksikan ini semua.
Aku ketakutan
Aku segera berlari menjauh dari tempat itu. Masuk ke semak-semak yang ada di sekitar tempat itu.
Kakiku tertusuk duri, kulit tanganku tergores ranting, tapi aku terus berlari hingga pandanganku tiba-tiba buram.
Aku tak melihat pohon yang menjulang di depanku, aku menabraknya dan semuanya menjadi gelap.
*****
Rintik hujan membasahi tubuh mungilku.
Aku mulai bangun karena merasakan hawa dingin dan sakit di sekujur tubuhku.
Hari masih gelap.
Hujan turun rintik-rintik.
Aku tidak ingat, kenapa aku bisa berada di tempat ini.
Lari Zhia!!
Kata-kata itu terus saja berputar-putar di kepalaku.
Kenapa aku harus lari?
Siapa Zhia?
Dan siapa yang mengucapkan kata-kata itu?
Aku berjalan menembus kegelapan dengan kaki mungilku yang kini terasa sangat perih.
Hingga aku mendengar suara deru kendaraan tepat di atas kepalaku.
Aku memanjat bukit kecil di hadapanku dan aku melihat ada jalan beraspal dengan kendaraan yang berlalu-lalang di atasnya.
Dimana aku?
Aku memutuskan untuk berjalan menyusuri jalan aspal tersebut.
Guratan cahaya kuning yang mulai terlihat di ufuk timur, menjadi tanda jika pagi mulai menjelang.
Aku terus menyusuri jalan beraspal di depanku dengan langkah tertatih.
Tak banyak orang yang berlalu lalang, mungkin karena hari masih gelap.
Hingga langkahku terhenti di depan sebuah bangunan luas dengan pagar besi berwarna putih.
Aku melihat ke arah halaman bangunan tersebut yang luas dan ada beberapa arena bermain anak di sana.
Apa ini sebuah taman kanak-kanak?
Aku membuka gerbang kecil tersebut dan menyelinap masuk ke dalam halaman itu.
Ada sebuah kursi panjang di sana, aku merebahkan tubuh lelahku di atas sana.
Aku lelah...
Aku mengantuk...
Aku hanya ingin tidur sekarang.
****
Nuna menekan tombol merah besar di sudut remote tivi.
Tivi menyala, dan gambar pertama yang tampak di layar kaca adalah sebuah mobil yang hangus terbakar.
Sepertinya berita kecelakaan,
Ah, terlalu mengerikan karena mobil yang hangus terbakar, pastilah para penumpangnya tidak selamat.
Nuna sudah akan mengganti saluran tivi, saat di layar kaca menyorot plat mobil yang sudah hangus sebagian, namun masih terlihat jelas angka di plat mobil tersebut.
Dan...
Nomor plat itu...
Nuna mengenalnya, bahkan sangat menghafalnya karena kadang Nuna pun bepergian dengan mobil itu bersama sopir pribadi mami Salma...
Mobil itu...
"Zhia!!" teriak Nuna histeris.
Daffi yang tadinya sudah tertidur lelap, langsung terlonjak kaget saat mendengar teriakan histeris dari Nuna.
Daffi masih tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa Nuna berteriak seperti orang kesetanan.
"Sayang, ada apa?" Daffi mencoba menenangkan sang istri yang kini sudah terduduk di lantai dan menangis serta berteriak histeris.
Nuna berulang kali memanggil nama Zhia dan meracau tak jelas.
"Zhia, Daff. Zhia!" Nuna menarik piyama yang dikenakan oleh Daffi dan menggoyang-goyangkan tubuh sang suami.
"Zhia kenapa, Na? Zhia sedang bersama mami Salma" Daffi berusaha untuk menenangkan sang istri.
"Mami Salma kecelakaan, Daff" jawab Nuna histeris sambil menunjuk ke arah layar televisi.
Namun berita tentang kecelakaan tadi sudah tidak ada.
Tentu saja Daffi semakin bingung.
Dering telpon membuat Daffi terlonjak kaget.
Buru-buru pria itu mengangkat telepon.
Dan yang terjadi selanjutnya...
Daffi sama shocknya dengan Nuna saat mendengar dari telepon bahwa sang mami mengalami kecelakaan.
Flo melangkah masuk ke dalam ruang utama di kantor tersebut.
Flo memang sudah setahun bekerja sebagai staff admin di supermarket besar tersebut.
Namun ia baru pertama kali masuk ke ruangan besar ini.
Ruangan dari pemilik supermarket tempat Flo bekerja.
"Flo?" Tanya seorang laki-laki yang kini duduk membelakangi Flo.
Yang Flo tahu pemilik supermarket ini bernama Kenzo.
"Iya, pak. Saya Flo. Ada apa bapak memanggil saya?" Tanya Flo takut-takut.
Flo merasa tidak berbuat kesalahan apapun, lalu mengapa mendadak dirinya dipanggil ke ruangan ini?
Laki-laki itu memutar kursi yang ia duduki, dan kini tampaklah wajahnya.
Rahang tegas dengan jambang tipis yang rapi. Hidung mancung serta mata yang indah.
Tunggu...
Kenapa Flo seperti familiar dengan wajah pria di depannya tersebut.
Flo seperti akrab dengab wajah itu.
Sejujurnya ini kali pertama Flo berjumpa dengan pemilik supermarket tempatnya bekerja ini.
Tapi kenapa wajahnya begitu familiar?
Pria itu kini berdiri dan mendekat ke arah Flo.
"Silahkan duduk, Flo...
Flossroll?" Ucap pria itu sambil menunjuk ke arah sofa yang ada di sudut ruangan.
Tapi bukan itu yang menjadi masalah.
Bagaimana bisa pria itu menyamakan Flo dengan roti gulung berisi abon yang sedang naik daun itu?
Hei, ini sebuah penghinaan.
Flo ingin mengamuk sekarang.
"Florentina. Nama saya Florentina. Pak!" Ucap Flo tegas.
Pria itu mengulum senyum,
"Ia saya tahu. Galak sekali" gumam pria itu sedikit keras dan cukup bisa di dengar dengar jelas oleh Flo.
Terang saja Flo semakin meradang dengan sikap bosnya tersebut.
Apa semua orang kaya selalu sombong dan suka menghina seperti ini?
"Duduk!" Perintah pria itu sekali lagi.
Meskipun kesal, Flo tetap menurut dan duduk di sofa. Flo sengaja mengambil posisi yang jauh dari bos reseknya tersebut.
"Jadi... ada hubungan apa antara kau dan Zhia?" Tanya pria itu tiba-tiba.
Mata Flo membulat tak percaya.
Kenapa tiba-tiba bos reseknya ini bertanya tentang Zhia?
"Zhia? Siapa?" Flo pura-pura tidak tahu.
"Kezhia. Zhia. Terserah kau mengenalnya dengan nama siapa tapi yang jelas aku yakin ada sesuatu di antara kalian" ucap Pria itu lagi.
"Maaf, saya tidak mengerti" Flo masih bingung.
"Zhia, saudara kembarku tak mungkin kau tidak mengenalnya" Ken menunjukkan foto dirinya bersama Zhia saat mereka berusua lima tahun.
Dan Flo langsung ternganga tak percaya.
Sejak kapan Zhia punya saudara kembar?
Tunggu...
Menikahlah dengan kakakku, Flo. Dia pria yang baik.
Kau hanya belum.bertemu dengannya. Jika kau bertemu dengannya aku yakin kau akan langsung jatuh cinta kepadanya
Hanya kau gadis yang pantas untuk Kenzo. Kau gadis baik, Flo
Mendadak kata-kata Zhia tempo hari berputar-putar di kepala Flo.
Apa kata Zhia?
Baik hati?
Pria sombong kayak gini baik hati.
Ck
Flo berdecak. Hatinya mendadak kesal.
Bahkan Driel sepuluh kali lebih baik dari pria di depannya ini.
"Dulu kami memang bersahabat. Dan itu sudah lama sekali saat kami masih kecil sebelum Zhia pergi untuk selamanya" Flo akhirnya buka suara.
"Dan sekarang?" Kenzo bertanya seakan sedang menginterogasi saja.
"Sekarang apa? Zhia sudah meninggal dua puluh tahun yang lalu, Pak." Jawab Flo sedikit kesal.
Zhia memang kerap menjumpai Flo belakangan ini.
Tapi Flo tak mungkin menceritakannya pada Kenzo.
Flo sendiri kadang menganggap kedatangan Zhia itu hanyalah bagian dari mimpinya. Ya, meskipun Flo sadar saat ia berbicara dengan Zhia itu, Flo belum tidur dan masih terjaga sepenuhnya.
"Jika aku bilang aku bisa berkomunikasi dengan Zhia, apa kau akan menganggap aku gila?" Tanya Kenzo tiba-tiba.
Flo terperangah dengan pengakuan Kenzo barusan.
"Itu bukan urusan saya, Pak" Flo memilih menjawab secara diplomatis.
"Tentu saja ini urusan kamu. Zhia terus memaksaku agar menjadikanmu sebagai istriku.
Dia terus saja mengganggu saat aku sedang berkencan dengan para gadis.
Hidupku tidak tenang belakangan ini karena Zhia terus saja menghantuiku" cerita Kenzo panjang lebar.
Flo yang mendengar cerita "aneh" Kenzo sampai batuk-batuk tersedak ludahnya sendiri.
Apa bosnya ini sudah gila sekarang?
Bagaimana bisa Zhia yang sudah meninggal mengganggu hidupnya?
"Maaf, pak. Tapi apa bapak yakin bapak tidak sedang bermimpi atau mabuk mungkin?" Flo berusaha menahan dirinya agar tidak tertawa.
"Jadi maksudmu aku ngelindur dan meracau, begitu?" Kenzo merasa tidak terima dan langsung menaikkan nada bicaranya.
Flo menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Saya tidak bilang begitu, Pak." Flo mencoba untuk menyangkal
"Zhia mengatakan kepadaku kalau dia juga sering berbicara dan mengobrol bersamamu" tambah Kenzo lagi.
Kali ini nada bicara pria itu sudah normal.
"Jika bapak merasa tidak nyaman, bapak tak perlu menganggap serius kata-kata Zhia. Anggap saja itu adalah mimpi buruk yang seharusnya di lupakan dan di kubur dalam-dalam" nasehat Flo bijak.
"Jadi kamu menolakku?" Sergah Kenzo merasa tak terima.
Mata Flo membelalak,
Astaga,
Apa Flo salah bicara kali ini.
"Maksud saya bukan itu pak..." Flo mulai panik sekarang.
Kenzo sudah mendekat ke arah Flo, jarak mereka kini hanya beberapa senti saja.
"Dengar ya, Florentina. Aku sudah sebulan lebih tidak bercinta dengan para gadis karena Zhia terus saja menghantuiku..." Kenzo menatap tajam ke arah netra milik Flo.
Flo berdecak dalam hati,
'Haruskah pria ini mengatakan hal memalukan seperti ini secara blak-blakan? Dasar pria aneh'
"...dan aku bisa saja menerkammu saat ini juga" Kenzo semakin mendekatkan wajahnya ke arah Flo, membuat gadis itu bergidik ngeri.
Bahkan aroma harum tubuh Kenzo sudah menusuk hidung Flo sekarang.
Aroma maskulin yang menggairahkan.
'Astaga...otakku berhenti berpikiran mesum!' Flo merutuki dirinya sendiri yang malah berpikiran mesum tentang Kenzo.
Ayolah, Flo sedang di situasi genting sekarang.
"Maaf, Pak. Sebenarnya masalah anda apa?" Entah bagaimana ceritanya kata-kata itu bisa meluncur begitu saja dari lidah Flo.
Flo menahan dada Kenzo dengan kedua tangannya agar pria itu tidak semakin mendekat ke arahnya.
Kenzo seakan sadar dengan apa yang ia lakukan.
Cepat-cepat Kenzo menjauhi Flo.
"Maaf, Flo" ucap Kenzo merasa bersalah.
"Aku hanya bingung" lanjut Kenzo. Suaranya terdengar lirih.
"Bolehkah saya bicara mengenai Zhia?" Tanya Flo ragu-ragu.
Ia takut salah bicara lagi.
Kenzo mengangguk,
"Sebulan terakhir, Zhia memang intens menemui saya dan membahas semua hal mengenai pak Kenzo.
Awalnya saya berpikir, saya sedang bermimpi. Mengingat Zhia sudah meninggal dua puluh tahun yang lalu" Flo menghela nafas sebelum melanjutkan ceritanya
"Hingga lama-kelamaan saya sadar kalau saya tidak sedang bermimpi. Saya sudah menolak halus keinginan Zhia yang ingin menjodohkan saya dengan anda. Saya juga menjelaskan kalau saya sudah punya seorang tunangan. Tapi Zhia tetap kekeh dan meminta saya untuk membatalkan pertunangan saya dan menikah dengan anda. Bukankah itu suatu permintaan yang konyol?" Lanjut Flo panjang lebar.
Kenzo berdecak,
"Apa kau tahu, kenapa Zhia memilihmu? Bukan memilih gadis lain?" Tanya Kenzo.
Flo menggeleng dengan cepat.
Ia bahkan tak tahu apapun mengenai Kenzo dan tak pernah mengenal Kenzo sebelumnya
Kecuali tentang Kenzo yang merupakan pemilik supermarket tempat Flo bekerja.
"Aku hanya berpikir kalau Zhia memilihmu karena kita berdua memiliki persamaan" Kenzo mulai menarik kesimpulannya sendiri.
Flo ternganga tak percaya
Hah?
Persamaan?
Persamaan macam apa memangnya?
Dari segi sifat saja, ia dan Kenzo sangat bertolak belakang.
Sepertinya pria di depannya ini mulai berpikiran ngawur.
"Aku hanya berpikir kalau Zhia memilihmu karena kita berdua memiliki persamaan," terka Kenzo yang langsung membuat Flo ternganga.
Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.
"Maaf, Pak. Persamaan apa maksud anda? Saya merasa tak memiliki persamaan apapun dengan anda," ujar Flo sedikit ragu.
"Apa kau masih tidak paham? Kita sama-sama bisa berkomunikasi dengan Zhia. Bukankah itu sebuah persamaan?" Jelas Kenzo yang kini menatap aneh pada Flo.
Flo mengernyit,
"Saya pikir itu bukan sebuah persamaan. Zhia pasti bisa menampakkan dirinya pada siapa saja yang dia mau. Dan secara kebetulan Zhia hanya menampakkan dirinya pada anda dan pada saya. Jadi ini hanyalah sebuah kebetulan, bukan sebuah persamaan," Flo memaparkan teori yang ada di kepalanya.
Kenzo mengangkat tangannya ke arah Flo sebagai isyarat agar gadis itu berhenti berteori karena mendadak kepala Kenzo terasa pening mendengarkan teori rumit dari Flo,
"Baiklah sudah cukup, aku tidak mau mendengar teori rumitmu itu. Jika aku bilang sebuah persamaan, itu artinya itu adalah sebuah persamaan, bukan suatu kebetulan. Kau paham sekarang?" Sergah Kenzo seraya menatap tajam ke arah Flo.
Flo langsung mengatupkan bibirnya dan tidak mau bicara lagi.
Dasar pria aneh!
Flo menggerutu dalam hati.
"Sekarang begini saja, kamu sahabatnya Zhia, jadi tolong katakan pada sahabatmu yang kini sudah berubah menjadi hantu itu untuk berhenti mengganggu hidupku. Aku benar-benar stress dengan kehadiran Zhia yang selalu ada dimana-mana seperti hantu saja," tukas Kenzo yang kini memijit pelipisnya.
Sepertinya pria itu benar-benar stress
"Maaf, Pak. Tapi Zhia memang hantu. Jadi wajar jika dia bisa muncul dimana saja dan kapan saja dia mau," timpal Flo kembali berteori.
"Dan bukankah anda saudara kembarnya? Itu artinya anda yang lebih dekat dengannya. Jadi kenapa anda tidak bicara sendiri pada Zhia dan malah menyuruh saya?" Imbuh Flo lagi yang masih tak mengerti.
"Aku sudah bicara padanya, tapi gadis hantu itu selalu saja memaksakan kehendaknya. Lagipula kalian sama-sama wanita. Bukankah biasanya sesama wanita selalu bicara bahasa wanita atau apapun itu. Aku tidak tahu," jawab Kenzo frustasi.
Bahasa wanita?
Memang apa bedanya dengan bahasa pria dan bahasa manusia pada umumnya?
Bukankah wanita dan pria sama-sama manusia?
Flo bergumam dalam hati sambil menggaruk kepalanya.
"Saya harus berkata bagaimana pada Zhia, Pak?" Tanya Flo yang masih bingung.
"Katakan untuk berhenti mengganggu hidupku dan berhenti menggangguku saat sedang berkencan dengan para gadis" sahut Kenzo cepat.
"Kau tahu, bulan lalu saat aku sedang berkencan dengan pacarku, Zhia tiba-tiba muncul di dalam kamar hotel. Aku sedang mencumbu pacarku, lalu Zhia malah menggelitikiku hingga aku tertawa seperti orang gila," Kenzo mulai bercerita.
"Baiklah saya rasa anda tidak perlu menceritakan detail kejadiannya," gumam Flo yang merasa sedikit risih,
"Tidak! Kau harus mendengar detailnya karena gara-gara Zhia pacarku jadi meninggalkan aku. Pacarku mengira aku sudah gila karena tertawa sendiri padahal tidak ada yang lucu. Bukankah itu mengesalkan?" Lanjut Kenzo yang mulai kesal.
"Itu bukan pacarmu, Ken!" Suara Zhia yang tiba-tiba muncul di ruangan itu sungguh membuat Kenzo dan Flo terlonjak kaget.
Gadis hantu itu sudah duduk di atas meja kerja Kenzo seraya menyilangkan kakinya.
"Dasar hantu! Kau selalu muncul tiba-tiba dan membuatku jantungan," gerutu Kenzo masih dengan wajah yang kesal.
Flo hanya menahan tawanya.
"Kalian berdua baru bertemu, kenapa sudah berdebat sengit seperti ini. Cobalah untuk memulai sebuah perkenalan secara elegant," Zhia sudah turun dari meja kerja Kenzo dan dengan cepat, gadis hantu itu sudah berdiri di antara Kenzo dan Flo.
"Ayo berjabat tangan!" Perintah Zhia pada dua manusia di hadapannya tersebut.
"Kami sudah berkenalan, Zhia. Jadi aku rasa tidak perlu berjabat tangan lagi," tolak Flo cepat.
Zhia langsung bersedekap seraya berdecak,
"Ken! Berikan nomor ponselmu pada Flo. Dan Flo berikan nomor ponselmu pada Kenzo. Kalian harus mulai saling mengenal satu sama lain," perintah Zhia memberi aba-aba
"Kenapa aku harus menuruti kata-katamu?" Kenzo membantah dengan cepat.
"Karena aku saudara kembarmu, Ken! Jika aku bilang kamu harus menikah dengan Flo, itu artinya kamu harus menikah dengan Flo!" Sahut Zhia seraya menatap tajam pada Kenzo.
"Ehem, maaf menyela. Tapi aku tidak bisa menikah dengan Pak Kenzo, Zhia! Aku sudah punya tunangan," Flo ikut-ikutan menolak dan memberi alasan.
"Kau dengar! Aku juga tidak bisa menikah dengan gadis ini. Lihatlah penampilannya! Sama sekali tidak menarik," timpal Kenzo dengan nada mengejek.
"Apa anda baru saja mengejek saya?" Flo merasa tak terima.
"Aku bukan mengejek. Tapi penampilanmu memang biasa saja dan sama sekali tidak menarik," Kenzo mencari pembenaran.
"Sudah cukup!" Zhia berusaha memisahkan dua orang yang tengah berdebat tersebut.
"Driel bukan tunanganmu, Flo. Kalian hanya berpacaran," tukas Zhia cepat yang langsung membuat Kenzo menahan tawanya.
"Dan kamu, Kenzo. Berhenti mengejek Flo! Dia itu calon istri kamu, jadi mulailah bersikap manis kepadanya!" Zhia menuding ke arah Kenzo.
"Kau tidak bisa mengatur-atur hidupku seperti ini, Zhia. Aku tidak mau menikah dengan pria sombong dan resek ini," Flo menolak dengan cepat.
"Apa katamu barusan? Kamu pikir aku juga tertarik dengan gadis pendek dan bawel sepertimu?" Kenzo membalas kata-kata Flo barusan.
Terang saja hal itu langsung membuat Flo meradang,
"Aku bukan gadis pendek!" Bantah Flo merasa tak terima.
Kenzo dan Flo kembali berdebat dan saling mengejek.
"Sudah cukup! Kenzo dan Flo, cukup!" Zhia berteriak hingga memekakkan telinga.
Kenzo dan Flo kompak menutup kedua telinganya karena teriakan Zhia barusan.
"Kalian ini seperti bocah berebut permen saja," gerutu Zhia seraya mengibaskan rambut panjangnya.
Kenzo dan Flo hanya diam tak menjawab. Namun tatapan mata keduanya saling beradu dan menyiratkan sebuah permusuhan.
"Jadi, kalian akan berkencan akhir pekan ini, menjalin sebuah hubungan, dan menikah," ujar Zhia enteng.
Flo mengalihkan tatapan tajamnya pada Zhia.
"Boleh aku bertanya sesuatu, Zhia?" Tanya Flo cepat.
"Tentu saja, Flo. Kau mau tahya apa?" Sahut Zhia santai.
"Kenapa aku harus menikah dengan saudara kembarmu, ini? Bukankah dia punya banyak pacar dan teman kencan? Kenapa kau tidak menyuruh salah satu pacarnya itu saja yang menikah dengannya?" Cecar Flo yang masih menatap tajam ke arah Zhia.
Zhia tertawa sejenak,
"Karena semua teman kencan Kenzo bukanlah wanita baik-baik. Aku hanya ingin menyelamatkan pria malang ini dari jalan kesesatan. Dan kamu, Flo..."
"...kamu adalah gadis baik berhati malaikat yang aku yakin bisa merubah sifat buruk Kenzo," jelas Zhia panjang lebar.
"Apa maksudmu dengan jalan kesesatan? Menurutmu aku sudah tersesat selama ini? Kau itu yang tersesat di dunia manusia. Sudah meninggal duapuluh tahun yang lalu, tapi masih saja ikut campur dengan hidupku. Dan sekarang malah mengatur-atur siapa yang pantas menjadi istriku. Dasar hantu kurang kerjaan!" Gerutu Kenzo yang mulai kesal.
"Aku tidak sebaik itu, Zhia. Aku bukan gadis berhati malaikat seperti katamu tadi. Aku hanya gadis biasa yang aku sendiri yakin kalau aku tidak akan kuat menghadapi saudaramu yang tersesat ini," ucap Flo seraya menunjuk ke arah Kenzo.
"Hey! Sudah kubilang aku tidak tersesat. Ada apa dengan kalian para wanita?" Kenzo menjambak rambutnya sendiri karena pria itu mulai stress menghadapi dua wanita yang jalan pikirannya membuat bingung.
"Baiklah sudah cukup berdebatnya!" Zhia mengangkat tangannya sebagai isyarat agar Kenzo dan Flo diam.
"Kau tetap akan menikah dengan Kenzo dan menjadi istri Kenzo, Flo! Tidak ada penolakan!" Tegas Zhia sekali lagi.
Flo memilih untuk diam saja.
Flo sudah malas berdebat dengan sahabat hantunya ini. Benar-benar hantu yang keras kepala! Sudah berbeda alam tapi masih mengatur-atur hidup Flo seenak jidatnya.
"Dan kamu Kenzo! Mulailah bersikap manis pada calon istrimu!" Zhia ganti menuding ke arah Kenzo.
Pria itu memutar bola matanya.
"Terserah kau saja!" Sahut Kenzo yanag sepertinya juga sudah malas berdebat dengan Zhia.
Sesaat suara menjadi hening.
Flo menarik nafas panjang,
"Apa aku sudah boleh pergi sekarang?" Tanya Flo yang menatap bergantian ke arah Zhia dan Kenzo.
Ya, wajah mereka memang mirip.
Mereka saudara kembar, jadi wajar saja kalau wajahnya mirip.
Dan sifatnya juga sama.
Sama-sama mengesalkan!
"Pergilah sana!" Sahut Kenzo cepat.
"Kenzo!" Tegur Zhia dengan tatapan tidak senang.
"Baiklah! Silahkan pergi, Flo." Kenzo membukakan pintu ruangannya untuk Flo. Dan pura-pura bersikap manis.
Tanpa basa-basi lagi, Flo segera berlalu dan keluar dari ruangan Kenzo. Flo terus saja menggerutu dalam hati.
Kenapa hidupku jadi rumit begini?
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir hari.
Jangan lupa like, komen, dan vote 💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!