NovelToon NovelToon

BITE ME IF YOU CAN

# 01

HALLO READER, KETEMU LAGI DI TULISAN AUTHOR YOSHUA, SESUAI JANJI KALI INI OTHOR MAU BERMAIN LAGI MENJELAJAH BERBAGAI DUNIA FANTASI.

TERIMAKASIH SELALU MEMBACA DENGAN SEPENUH HATI, USAHAKAN JANGAN BOOM LIKE UNTUK PARA PENGUNJUNG BARU.

MARI BERIMAJINASI BERSAMA-SAMA

🍄SEMOGA SEMUA BERBAHAGIA🍄🌾

🙏🙏🙏🙏🙏

🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🌾

“Larilah! Larilah sekencang mungkin! Selamatkan bayi kita! Jangan menoleh ke belakang, dan jangan berteduh sekalipun hujan lebat disertai angin. Jangan tergoda oleh apapun, pastikan tujuan utamamu adalah kastil Lemi,” pesan George, saat tubuhnya pun hampir musnah oleh sihir kekuatan jahat Kalkon.

“Tidak! Jangan musnah George, bagaimana aku akan melanjutkan hidupku? Bertahanlah, lihatlah bayi kita yang malang. Hiks … hiks ….” Deras air mata Maltha saat melihat tubuh suaminya melebur sedikit demi sedikit.

“Maltha, sadarlah! Anak kita lebih penting dari apapun! Aku sudah mengirimkan pesan pada Lemi, saat ini dia sedang menyiapkan upacara untuk melindungi Raise Lee dari sihir Kalkon. Aku mohon pergilah.”

“Tapi George ….”

“Aku berikan sisa sihir terakhirku, untuk melindungi perjalananmu menuju tempat itu. Lakukan segera sekarang!” George mendorong tubuh sang istri agar menjauhinya saat Kalkon mulai berjalan kembali untuk mengambil bayi mereka.

Maltha tak ingin meninggalkan sang suami, namun ia pun tak ingin membiarkan sang Kalkon mengambil Raise Lee. Dalam bimbangnya, Maltha berlari secepat mungkin menuju ke kastil Lemi, kakak dari George.

“Meskipun tubuhku telah hampir musnah, tapi aku masih bisa menahanmu dengan ini!” George memaksa tubuhnya melompat untuk menerkam Kalkon.

Pergumulan kembali terjadi. George berhasil mengoyak bagian lengan Kalkon dan membakar sebagian kakinya.

Sang Kalkon, mengerang kesakitan, dengan keras di pukulnya tubuh lemah George, lalu dilemparkannya hingga terpelanting jauh.

“Matilah kau!” Suara berat sang Kalkon saat mengayunkan cakaran kuatnya, tepat mengenai ulu hati George.

“Maafkan aku yang tak bisa bertahan, Maltha …,” ucap lirih George dengan sangat lemah lalu tubuhnya menghilang, benar-benar musnah menjadi debu dan hancur terbawa angin.

“Bayi itu milikku! Akan aku kejar dimanapun kalian menyembunyikannya!” seru sang Kalkon mengendus dan melacak jejak Maltha.

“Perjalanan ini tak seberapa jauh, tapi terasa sangat berat. Bertahanlah sedikit lagi, Sayang. Ibu akan melakukan apapun untuk menyelamatkanmu dari makhluk Kalkon,” gumam Maltha sambil terus mendekap bayi mungilnya, berlari, melesat sesekali melompat dari satu atap ke atap lainnya.

“Nah! Kastilnya sudah mulai terlihat.” Maltha semakin mempercepat gerakannya, rasa lega mulai menghinggapi batinnya saat ia mulai bisa melihat ujung corong kastil milik Lemi.

Dari kejauhan matanya memandang, Maltha melihat seorang bayi lain terlelap dalam sebuah gerobak bayi yang entah kenapa seekor anjing membawanya menyeret-nyeretnya di jalanan kota yang lengang malam itu.

“Apa yang terjadi? Bagaimana bayi itu tak terbangun? Sedangkan hujan rintik seperti ini?” gumam Maltha seraya melirik bayinya sendiri yang sedari tadi didekapnya.

Sesaat ia berpikir dan menimbang, mengingat pesan sang suami, namun naluri keibuannya membuatnya melesat lebih cepat, tatkala matanya pun menangkap seorang ibu yang berlari terseok tanpa alas kaki seraya memanggil-manggil putranya.

“Bayiku … kamu dimana … siapapun tolong bantu aku menemukan bayiku!” seru parau perempuan itu di sisi gang sementara si anjing menyeret kereta bayi itu di gang sebelah pertokoan, sehingga si ibu tak melihatnya.

“Apa kamu mencari bayimu? Bayi dalam keranjang rotan, diatas kereta kecil?” tanya Maltha dengan sikap waspada tak melonggarkan pelukannya pada bayinya sendiri.

“Benar sekali, apa kamu melihatnya? Kakiku terluka oleh serangan anjing liar, aku yakin bayiku pasti dibawanya,” Isak si ibu seraya mengelus lututnya yang terlihat dengan luka menganga.

“Tunggu saja di sini, akan aku bantu mengambil bayimu!”

Maltha kembali melesat mengejar si bayi, lalu meraihnya dengan cepat, tanpa ada perlawanan sedikitpun dari kawanan anjing karena kecepatan Maltha saat mengambil bayi itu.

“Dimana rumahmu? Pergilah sebelum para anjing itu menyadari buruan mereka telah kuambil!” ujar Maltha seraya menyerahkan bayi yang masih tertidur itu.

“Terimakasih banyak! Tapi ….” Dengan tatapan mengiba, wanita yang berpakaian lusuh itu menatap ke bawah kaki dan lututnya yang berdarah, seakan ingin menunjukkan bahwa ia tak bisa berjalan lebih cepat untuk menyelamatkan diri.

“Baiklah aku bantu mengantarmu.” Tanpa banyak berpikir Maltha menolong wanita memelas itu beserta bayinya menuju ke tempat yang tunjuknya.

Sebuah rumah kumuh dengan pintu sedikit reyot, seakan timpang dengan penampakan rumah-rumah di sekitarnya.

“Kamu yakin ini rumahmu?” tanya Maltha memastikan.

Si wanita mengangguk dengan senyum tipis di ujung bibirnya, “Terimakasih perbuatanmu menyelamatkan hidupku, masuklah barang sebentar.”

“Ah, tidak perlu, aku buru-buru harus ke suatu tempat.”

Di saat yang sama bayinya Maltha menangis dengan keras.

“Lihatlah bayimu menangis, aku rasa kamu harus duduk sejenak untuk menenangkan atau menyusuinya.”

Tak ada pilihan lain bagi Maltha selain meneduh sebentar untuk menenangkan bayinya karena ia mengingat pesan lain George yang mengatakan bahwa tangis bayi kita bisa terdengar oleh Kalkon, maka siluman jahat itu akan mudah melacak dari suara tangisnya.

Kalkon adalah bangsa vampir jahat yang disihir menjadi siluman berbulu dengan ukuran tubuh raksasa oleh seseorang. Dan untuk menghilangkan sihirnya itu, maka Kalkon harus memangsa keturunan kesebelas dari si pengutuk.

Kalkon hanya bisa tinggal di tanah-tanah rawa yang lembab, ia tidak bisa tahan lama di daratan tanpa tanah, itulah sebabnya ia akan tersiksa karena harus menahan kelaparan karena tak bisa leluasa mencari mangsa dan darah sebagai penghilang rasa lapar dan hausnya.

Ditambah lagi jika siang hari, Kalkon akan terus mengalami kesakitan hanya karena matahari, meskipun tak terpapar langsung, namun kutukan siang hari itu terus membuat seluruh tubuhnya merasa terbakar.

Itulah sebabnya Kalkon ini mengejar bayi Maltha dengan tujuan menghilangkan sihir kutukan agar bisa kembali menjadi vampir, karena bayi Maltha adalah keturunan kesebelas dari Lazthan, leluhur George yang mengutuk salah satu vampir kerabatnya menjadi Kalkon karena melakukan kejahatan beberapa abad silam.

Setelah beberapa saat berusaha menenangkan, namun tangis bayi dalam dekapannya itu justru semakin menjadi. Hal itu membuat Maltha semakin khawatir dan takut. Dalam kebingungannya itu, Maltha baru tersadar akan sesuatu.

“Aneh, kenapa aku tidak bisa merasakan wanita ini manusia atau bukan? Bahkan tempat yang reot ini terasa sangat dingin?” pikir Maltha. “Tempat apa ini?”

...****************...

To be continue....

#02

Terlambat! Maltha tak menyadari ia telah terjebak oleh sihir Kalkon.

Terdengar keras suara Kalkon tertawa parau dan berat, menggema memenuhi pendengaran Maltha. Saat tersadar, ia telah berada di tengah-tengah rawa yang basah dan gelap.

Bau busuk menyeruak mengganggu penciuman disertai kabut tebal yang mengaburkan pandangan. Maltha semakin erat memeluk bayinya yang menangis kencang.

“Cup … cup sayang, jangan takut, Ibu akan melindungimu!” serunya selayaknya naluri seorang ibu.

Semakin keras dan menggema tawa Kalkon selama menyatu dengan gemerisik suara dedaunan yang bergesekan di rawa yang dingin itu.

Maltha semakin waspada saat samar-samar dilihatnya kaki besar penuh luka berdiri terhenti di depannya.

“Kalkon!” pekik Maltha seraya melesat mundur beberapa langkah.

“Serahkan bayi itu! Maka hidupmu akan aku ampuni!” gertak Kalkon dengan suara berat dan mengancam.

“Tidak! Aku pasti bisa mengalahkan mu dengan mudah! Jangan harap kamu bisa mengambilnya dariku!” gertak Maltha seraya menyeringai menunjukkan taring tajamnya.

“Ha … ha … ha ….! Jangan menyia-nyiakan keabadianmu! Serahkan bayimu, jika kutukanku terhapus, aku tidak akan menolak kecantikanmu!”

“Cih! Aku tidak Sudi!”

“Kurang ajar! Aku adalah leluhurmu!”

Kalkon tampak marah, ia mengayunkan lengan besarnya disertai sihir angin yang sangat kuat, membuat Maltha sedikit kewalahan menahannya.

“Pusaran angin ini, hanya dimiliki oleh klan tertua, siapa Kalkon ini sebenarnya? Apakah dia orang berkuasa dimasanya?” pikir Maltha seraya menahan serangan sihir Kalkon.

Angin itu semakin terasa kuat, disertai suhu panas yang semakin meningkat, tanpa henti Kalkon terus mematahkan langkah Maltha yang berusaha mendekatinya untuk menyerang balas.

Bayi Raise Lee dalam dekapan Maltha pun terus menangis dan semakin kencang menangis membuat konsentrasi Maltha semakin pecah.

Di satu titik lemahnya, Maltha terhempas bersama bayinya hingga punggungnya menabrak beberapa pohon hingga menghancurkannya saking kuatnya hempasan dari sihir Kalkon. Maltha terguling di tanah lembab itu masih seraya mendekap Raise Lee yang terus menangis.

Darah segar mengalir di pelipisnya, baju di bagian punggungnya pun telah koyak. Maltha terengah mengatur napas sesaat, sambil berpikir mencari kelemahan Kalkon.

“Selesaikan untuk menyerangnya, biarkan ku bawakan bayimu.” Tiba-tiba perempuan Kumal yang tadinya ia tolong muncul dihadapan Maltha.

“Tidak! Aku rasa kamu bukan manusia! Kamu siapa?!” gertak Maltha semakin erat mendekap Raise Lee, menjauh beberapa langkah.

“Ha … ha … ha …!” Kembali terdengar tawa parau yang keras, dan saat itulah si wanita kumal itu berubah wujud menjadi Kalkon.

“Sial! Bodohnya aku yang mudah tertipu oleh sihirmu!” sesal Maltha namun percuma.

“Diam sayang, ibu akan melindungimu!” Maltha menyobek bagian bawah gaunnya yang panjang lalu menjadikannya sebagai gendongan bayi, dan menggendong Raise Lee dengan erat di punggungnya.

Maltha bersiap dengan sihir disertai seringai kemarahannya. “Akan kuhabisi kau makhluk siluman!”

Maltha melesat dengan cakaran dan sihir rendah yang dimilikinya, dengan gigih ia terus menyerang Kalkon. Kelebihan yang dimiliki Maltha adalah kecepatan bergerak dan ketepatan menyerang titik-titik lemah.

Kalkon pun terluka, darah hitam mengalir di beberapa bagian tubuhnya yang koyak karena sabetan cakar-cakar tajam Maltha. Kalkon tampak sedikit kewalahan mengimbangi gesitnya gerakan Maltha.

Namun, tangan besar Kalkon berhasil meraih tubuh mungil bayi Raise Lee saat Maltha menyerang bagian depan kaki besar makhluk itu.

Sial! pekik Maltha terlempar menjauh dengan kaki kanan sebagai tumpuan, sedangkan kedua tangan ia rentangkan untuk menjaga keseimbangan.

Tak ingin membuang kesempatannya, Kalkon kembali menyerang Maltha dengan satu pukulan keras dengan tangan kirinya, disertai sihir angin panas yang membuat Maltha benar-benar kewalahan.

Maltha terlempar keras, punggungnya terantuk pada batang pohon yang sedikit runcing sehingga tubuhnya tertancap disana. Maltha mengerang kesakitan, berusaha menarik tubuhnya yang tergantung.

“Ha ... ha … ha … sudah cukup! Aku sudah cukup bersabar, ini saatnya aku menyantap bayi penawar sihir ini! Ha … ha … ha!”

Tak ada lagi kesempatan! Kalkon membuka lebar mulut besarnya, lalu memasukkan bayi Raise Lee yang masih menangis ke dalam mulut itu.

Maltha berhasil mengumpulkan lagi energinya, ia berhasil melesat cepat membebaskan diri dari batang itu, dan berusaha mengambil Raise Lee.

Sialnya lengan kiri Kalkon jauh lebih cepat dari gerakan Maltha yang telah terluka parah, tubuh ibu vampir itu kembali terhempas hingga terantuk pada sebuah batu besar. Darah mengalir deras dari punggung, kening, dada bibir dan hampir sekujur tubuh Maltha.

“Kamu gigih juga, sepertinya kamu harus kubuat hancur agar aku bisa menikmati darah bayi vampir penawar sihir ini,” sentak Kalkon seraya menatap lekat pada bayi mungil yang ia jinjing dengan dua jari besarnya.

Sementara Maltha masih berjuang melawan Kalkon, di kastilnya tampak Lemi sibuk mempersiapkan altar dan segala peralatannya untuk membuat upacara penangkalan sihir Kalkon bagi bayi Raise Lee.

Lilin berbagai ukuran telah ia tata rapi di sekeliling altar besar, dimana di tengahnya ia letakkan keranjang bayi. Simbol-simbol aneh telah ia gambar di papan altar juga mengitari keranjang bayi itu.

“Persiapan telah selesai, lilin sudah kunyalakan, tinggal menunggu Maltha datang bersama bayinya,” gumam Lemi seraya membersihkan kedua tangannya dengan menepuk-nepukannya.

“Ah, pedang leluhur! Aku hampir melupakannya!”

Lemi membuka tangan kanannya, lalu dengan satu sihir kecil, ia berhasil memunculkan sebuah pedang pendek di telapak tangan kanannya.

Lemi kembali berjalan mendekati altar, lalu menancapkan pedang beserta sarungnya itu tepat di atas keranjang bayi, di sebuah guci berisi pasir khusus yang telah ia siapkan sebelumnya.

“Nah, sudah sempurna!” ucapnya puas, lalu berjalan menuju ke pintu utama kastil seraya menunggu kedatangan Maltha.

Namun tiba-tiba sesuatu mengacaukan pendengarannya, seakan ada pusaran gelombang yang begitu kuat membuat telinganya berdengung dan kesakitan.

“Lemi! Tolong aku!”

Terdengar samar dari kejauhan suara memekik itu tak asing baginya.

“Maltha! Sesuatu pasti terjadi padanya!” seru Lemi setelah semuanya kembali normal.

Lemi memusatkan konsentrasi, menerawang penglihatan dan pendengarannya, samar dan gelap ia melihat Maltha yang lemah dengan luka menganga di sekujur tubuhnya, lalu kaki besar Kalkon menginjak tubuh lemah itu menciptakan retakan besar di tanah basah.

“Dimana itu! Aku tidak bisa meraba tempatnya dengan tepat!” seru panik Lemi. “Dimana Raise Lee? Bayi itu dimana?”

Lemi menyambar mantel panjangnya, lalu melesat tanpa tujuan yang pasti, ia masih terus berusaha mengendus dimana kita-kira Maltha dan bayi Raise Lee berada.

Pendengaran Lemi kembali terganggu, seakan tersedot kuat oleh tangis bayi mungil Raise Lee yang memanggil jiwanya. Tangis kecil yang semakin lama semakin jauh dan menghilang.

“Tidak-tidak-tidak!!! Jangan lakukan itu Kalkon sialan!!” teriak Lemi seraya melesat melompat hanya mengikuti nalurinya. “Sial! Dimana aku harus mencari? Tubuh mereka tak bisa terdeteksi olehku!”

“Dimana rawa-rawa itu! Bintang timur, tunjukkan aku sesuatu!” seru Lemi tepat di batas keputusasaannya.

...****************...

Tp be continue....

#03

Lemi masih berusaha mengendus dan merasakan dimana sekiranya gelombang kekuatan Maltha berada, namun rasanya semakin samar dan menghilang.

Dalam keputusasaannya, Lemi meminta petunjuk pada bintang timur. Ada resiko yang harus ditanggungnya di kemudian hari, namun Lemi tak punya pilihan lain.

“Bintang timur! Bantulah aku menemukan Maltha dan bayinya, aku mohon!” seru Lemi tanpa menghentikan pergerakan gesitnya melesat ke sana kemari mencari di semua tempat yang mungkin saja bisa memberinya petunjuk mengenai keberadaan Maltha.

Namun panggilan putus asanya tak ada respon apapun dari alam ataupun zat yang diharapkannya.

“Bagaimana cara memanggil bintang timur yang katanya bisa menjadi jawaban akhir bagi para penjelajah yang tersesat untuk menemukan tujuan akhirnya?” monolog Lemi panik.

Lemi kembali mengingat potongan-potongan pelajaran yang dahulu diberikan oleh para leluhur, guru, juga orang tuanya, hingga akhirnya ia mengingat sesuatu.

Lemi menghentikan langkahnya, ia berdiri tegak di atas pohon itu, lalu menengadah menatap langit gelap malam itu, kedua tangan ia rentangkan, Lemi memfokuskan pikirannya pada satu cahaya malam itu.

Setelah satu hisapan napas panjang, Lemi memejamkan mata, semakin masuk ke dalam konsentrasi untuk memanggil kekuatan keabadiannya.

Kemudian dari kedua telapak tangan Lemi mulai terbentuklah asap putih mengepul, meliuk-liuk dan bergerak berputar seperti lingkaran awan mendung. Lemi semakin berkonsentrasi hingga kedua awan kecil itu bergerak mengitari tubuhnya, semakin besar dan membesar hingga menutupi seluruh tubuh Lemi.

Setelahnya ia merasakan seperti ada cahaya yang sangat terang menyilaukan meskipun saat itu ia dalam kondisi terpejam dan didetik selanjutnya cahaya itu meredup berubah menjadi sangat kecil. Di saat yang bersamaan, bersama gumpalan awan yang semakin membesar itulah, terdengar suara bisikan namun terasa menggema.

“Kamu memanggilku?”

Lemi membuka mata, tepat di depan matanya melayang sebuah cahaya kecil seperti kunang-kunang melayang di antara awan.

Dengan gagap Lemi pun mengutarakan keinginannya, “Bantu aku menemukan istri dari saudaraku, beserta bayinya.”

Pendengarannya kembali kacau, seakan ada kekuatan lain menyedot dan mengacaukannya hingga kepalanya terasa sangat pening. Lemi kembali melihat tubuh mungil bayi Raise Lee melayang di atas mulut Kalkon yang menganga lebar.

“Tidak!!!” seru spontan Lemi seraya memegangi kepala dengan kedua tangannya.

“Aku tahu kekhawatiranmu! Aku bisa menolongmu! Tapi ada konsekuensinya karena kamu telah mengganggu istirahat panjangku!” Kembali terdengar suara seperti gelombang menggema yang sepertinya berasal dari biduk cahaya kecil itu.

“Apapun itu! Bantu aku menyelamatkan kerabatku! Hanya mereka yang tersisa saat ini!”

“Setelah keinginanmu aku berikan, kamu harus memberikan sebagian kemampuan sihirmu, dan untuk mendapatkannya kembali, lakukan perjalanan ke utara, temukan buah persik merah, makanlah dan tidurlah setidaknya lima ratus tahun.”

Lemi sedikit bimbang, mengingat saat itu pasti usianya sudah menjadi ribuan tahun, namun demi menyelamatkan ponakannya, vampir perempuan itu akhirnya pun menyerah pada satu pilihan.

“Baiklah! Akan aku ambil pilihan itu! Tidak ada waktu lagi untuk berpikir!”

Kesepakatan pun membawa Lemi melesat terbawa sihir sang bintang timur, seakan satu hisapan kekuatan tak kasat mata memindahkan tubuh Lemi tepat berada dihadapan Maltha yang tergeletak lemah di tanah dengan lubang yang menganga, tubuhnya setengah hancur karena luka.

“Maltha!” seru Lemi menghambur menuju saudari iparnya itu.

Lemi memangku kepala Maltha perlahan, dengan susah payah Maltha membuka mata dan menjaga kesadarannya, lalu tubuhnya gemetar hebat, dengan pupil mata yang menghilang.

Mulut Maltha terbuka setelahnya, dan sebuah bola kecil seukuran kelereng bersinar berwarna biru keluar dari sana.

“Kakak, ambil ini dan berikan pada putriku, kuserahkan bola keabadianku, tolong selamatkan dia ….” ucap terakhir Maltha menunjuk ke arah Kalkon yang tengah berdiri mempersiapkan ritualnya, hingga akhirnya tubuh Maltha lunglai dan menghilang perlahan berubah menjadi debu dan lenyap terbawa angin.

“Tidak!! Maltha!!” teriak Lemi tak kuasa menahan kecewa dan pilunya seraya meraih-raih butiran debu dari penghancuran tubuh Maltha, berharap masih bisa menyatukannya kembali, namun sia-sia.

Vampir yang telah menyerahkan atau terambil batu cahaya keabadiannya entah karena keinginannya sendiri atau karena dihisap oleh kekuatan lain karena kalah dalam peperangan, maka vampir itu tak akan bisa bertahan lagi, tubuhnya kan langsung hancur menjadi debu.

Lemi meraih bola kekuatan terakhir dari Maltha, menggenggamnya erat lalu berdiri dengan amarah dan tekad kuat melawan Kalkon.

Lemi melesat berusaha menyambar bayi Raise Lee yang diletakkan Kalkon di tengah altar batu, namun Kalkon yang menyadari kehadiran Lemi, mengayunkan lengan besarnya disertai jari dengan cakar tajam dan panjang, hingga membuat Lemi harus bergerak cepat menghindarinya.

“Kurang ajar! Satu lagi pengganggu datang!” Parau dan berat terdengar seruan Kalkon yang beralih fokus menyerang Lemi.

“Kembalikan bayi itu!” tantang Lemi merasa yakin akan bisa mengalahkan Kalkon.

“Ha … ha … ha … ambil saja sendiri jika kamu yakin bisa mengalahkan ku!” balas Kalkon dengan suara kerasnya.

Lemi mengangkat telapak tangan kanannya, membukanya lebar lalu memfokuskan kekuatannya, ia bermaksud memanggil pedang leluhur. Namun sialnya, karena terburu-buru tadi, ia lupa tak mencabutnya dari tanah pengunci.

Pedang leluhur yang telah terlanjur ia tancapkan pada guci yang berisi tanah khusus yang telah dimantrai sebelumnya itu tak akan bisa dipanggil hanya dengan pemanggilan sihir, harus dicabut langsung oleh tangan si pemegang sihir tanah pengunci itu.

Menyadari kebodohannya, Lemi tak punya cara lain, ia hanya bisa menggunakan sisa sihirnya untuk melawan Kalkon karena separuh kekuatannya telah diambil oleh sang bintang timur sesuai perjanjian.

Lemi kembali melesat, seraya melemparkan sihir cahaya ke arah Kalkon, kilatan-kilatan cahaya yang muncul dari kedua telapak Lemi membentuk sabetan pedang, yang beberapa diantaranya berhasil mengenai Kalkon.

Kalkon terjatuh ke dalam lubang tanah yang dibuatnya tadi dimana tubuh Maltha hancur. Lemi tak menyia-nyiakan kesempatan, ia melesat mendekati bayi Raise Lee. Dengan sihirnya ia menyatukan batu keabadian milih Maltha ke dalam tubuh mungil Raise Lee.

Tubuh mungil Raise Lee terangkat ke udara, cahaya biru melingkupi tubuh mungil bayi yang tertidur itu, mungkin sihir Kalkon yang membuat bayi Raise Lee tertidur tenang.

Lemi melesat sedikit mundur, menyipitkan matanya memandang tubuh ponakannya itu, “Apa yang terjadi? Kenapa? Sepertinya ada yang salah! Apa aku keliru?” gumamnya.

Melihat hal itu Kalkon bangkit dan justru tertawa semakin keras, “Ha … ha … ha …!!!” Begitu menggema seakan Kalkon tengah menertawai Lemi.

“Apa yang terjadi?!” bingung Lemi waspada.

“Akhirnya! Akhirnya aku bisa kembali ke wujudku semula! Kekuatan sihirku pun akan menjadi sempurna begitu pula dengan keabadianku! Ha … ha … ha!!” seru puas Kalkon yang perlahan tubuhnya diselimuti oleh awan hitam pekat, bersamaan dengan tubuh Raise Lee yang semakin terangkat ke atas.

...****************...

To be continue....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!