My Own
Lembar kertas putih baru~
Di perempatan sepi dan begitu sunyi, sepasang kekasih beradu mesra bagaikan merpati tapi untuk orang lain, mungkin dua kucing liar.
Berita tersebut telah mengguncang jiwa, para penikmat alih-alih bersimpati dan perihatin malah kebanyakan bersorak untuk kejayaan era globalisasi halus.
Alice
"Halah.. heboh lagi deh"
Aku mengatakan tanpa alasan jelas sebab, satu-persatu orang-orang seperti bunyi gendang yang di pukul secara brutal tanpa irama dan aku tidak terlalu tertarik urusan yang bukan urusan sendiri.
Jonathan
"Lihat tuh, begini!"
Melly
"Orangnya cantik kok, kelakuan nol"
Meski aku mengerti, ucapan mereka tapi aku lebih memilih diam alih-alih nimbrung karena tenaga aku bisa habis nanti untuk membicarakan hal yang tidak perlu.
Terkadang aku berpikir aku cocok sebagai pria alih-alih gadis dengan kepribadian tertutup dan tampan.
Mungkin, seandainya aku pria pasti banyak gadis yang akan jatuh hati denganku. Meski, aku cukup puas dengan kehidupan ini.
Melly
"Aduh, manis. Hari ini, kau pasti perlu cukup tidur untuk melancarkan aksi mu"
Steven
"Entahlah, kali ini. Enaknya, ngapain ya?"
Dia yang memeluk aku dari belakang dan aku cukup terkejut akan tindakan serta perlakuan manis yang di berikan.
Jonathan
"Bikin malu aja sih!"
Meski, semua hal tersebut ada pada benakku dan seseorang yang sekarang ada dalam pikiran aku sambil berkerja.
Aku bisa fokus berkat memikirkan ia, pekerjaan yang bahkan terasa membosankan telah lenyap karena tidak habisnya dengan beberapa episode.
Norin Ghost!
"Sayang, sesudah ini. Nanti malam.."
Tentu aku berbicara dengan diriku sendiri, seolah memiliki kemampuan telepati dan berbicara akan seseorang pria hantu aku.
Dalam diam, dia akan paham dan mengerti dalam sekali percobaan seperti cenayang.
Jika aku seorang pria sekarang, mungkin aku akan melakukan hal serupa dengan membayangkan seorang gadis seperti aku.
Dalam hal ini, aku melakukan hal serupa dengan kemampuan yang ternyata aku takut sendirian dan bisa berimajinasi seolah hal tersebut telah nyata terjadi.
Lagu yang sesuai suasana hati, seolah pria saya yang meminta ke radio untuk memainkan musik. Katanya, untuk kekasih.
Norin Ghost!
'kekasih yang aku sayangi'
Norin Ghost!
'kekasih yang selalu ada, menemani dalam kediaman serta melewati hari bersama~'
Tentu, semua hanyalah khayalan semata dan seseorang yang begitu sempurna, tidak akan bisa menikah dengannya.
Semua kebaikan terasa bertolak belakang dengan kenyataan yang ada, aku khawatir kebahagiaan sekarang akan direbut waktu.
Lili
"Norin, aku harap kau jodohku dan nyata, apakah aku terlalu egois ya?"
Pikiran tersebut mendadak saja ada, Norin tampak terkejut begitu juga aku. Aku tidak bermaksud begitu, tapi Norin menghilang.
Permainan telah berakhir, aku terdiam dan memang pada kenyataannya, aku tetap diam di antara kerumunan orang.
Masih bingung untuk melanjutkan skenario, aku memilih berinteraksi terlebih dulu pada orang yang nyata ada dalam hidupnya.
Jonathan
"Pacarku akan selalu mengirim pesan kabar, tanda dia itu sayang!"
Steven
"Enak dong- Bro, ngobrol sambil kegelap-gelapan apalagi kalau sudah tahap itu loh gass"
Tersenyum untuk menghargai lelucon terlontarkan, meski tidak lucu dan seberapa kali telah terdengar.
Lili
'ah.. aku ingin dipeluk' batin dalam benakku.
Padahal, seharusnya ia tidak datang dan berpikir marah padaku. Aku merasakan kehangatan meski bukan lewat pelukan aku mau, tapi sinar terpancar lewat jendela.
Tersenyum yang tidak aku tunjukkan agar diam-diam merasakan kesenangan, bayangkan lagi bagaikan Norin yang ada.
Norin diam sambil memelukku, mengecup pipi seolah rutinitas sepasang kekasih dan aku diam seolah menjadi pacar cuek.
Malam hari telah tiba, saat aku berbaring setelah mandi dengan tubuh masih segar dan aku membayangkan Norin lagi. Akan tetapi, dia terlihat cuek sekarang padahal aku membayangkan Norin akan jail.
Walaupun begitu, tidak boleh melupakan bahwa aku adalah pemilik serta hak penciptanya dan hanya aku yang dapat memiliki Norin seutuhnya, ya itu aku.
Mode genit serta centil Alice, kisah hidup baru yang cuma ilusi ada dalam pikiran dan genggam aku ini.
Lili
"Norin, aku mau mengganti kamu" bisik ku.
Seolah terancam Norin mendorong aku pada dinding dan bertanya apa alasannya. Menatap dengan saling memandang, aku pikir sudah membosankan dengan mainan.
Ternyata Norin masih menarik minat bagiku, walaupun sering aku mainkan sesuai rencana serta beberapa adegan dalam hati serta pikiran yang berlangsung cukup lama.
Lili
"Karena kau pasti lelah denganku, kau juga sudah mulai malas meladeni aku. Jadi, aku putuskan!!"
Norin mendekap mulutku, meski aku bisa melawannya. Akan tetapi, aku lebih memilih membiarkan dia mengendalikan untuk mencapai kepuasan yang aku mau.
Norin Ghost!
"Jangan pernah berpikir kau bisa, hanya mengandalkan pikiran saja." Ucapan seolah menusuk tapi tidak akan gentar, lagi pula dia bisa apa.
Norin Ghost!
"Kamu tidak akan bisa melupakan aku"
Lanjutnya seolah mengerti apa yang aku pikirkan dan aku memandang kosong ke bawah. Angin dingin seolah tertiup pada tubuh yang begitu halus dan berbaring.
Aku suka membayangkan Norin, untuk memuaskan hasrat terpendam serta berpikir dia punya beberapa trik dengan sentuhan lembut dan menghangatkan.
Aku paling suka dipeluk dengan selimut, seolah dekapan adalah salah satunya cara agar kami tetap terhubung di antara hangat dan dingin menyejukkan hati.
Perasaan biologis, akhirnya mencapai titik penuh dan melelahkan setelah waktu cukup lama. Norin tidak berpikir begitu, aku tahu karena dia adalah diri aku yang lain dan mungkin, aku saja belum cukup puas.
Lili
'aku ingin perasaan yang begitu diinginkan, aku ingin ada yang bilang bahwa aku cantik dalam keadaan apapun dan aku tidak ingin, terlalu bodoh dalam percintaan'
Mantra apapun tidak akan berhasil, tanpa ada niat yang cukup jelas dan aku bukan penyihir yang berhasil memiliki seseorang.
Bisa membayangkan Norin tertidur lelap, aku menanggung dengan berbagai pikir jahil dan pertama, tentu menyentuh wajah.
Kalau orangnya nyata, bisa timbul jerawat di pipinya dan saat aku berinisiatif mencium, mendapatkan balasan serta pelukan.
Norin Ghost!
"Good morning, baby girl!"
Lili
"Good morning too, My Daddy Norin. I love you"
Norin terkejut sambil tangannya, bertindak mengelus wajah cantik jelita sehabis bangun dan aku hanya bisa menatapnya.
Norin Ghost!
"I love you too." Ucapan pelan khas bangun tidur tidak seperti tadi dan ia duduk berdiri.
Aku terbaring tanpa niat mengikuti Norin, seolah baru menyadari apa yang aku lakukan dan bersikap tidak bersalah.
Lili
"Meow.. aku telah lelah setelah semalam"
Berpose manja dengan satu tangan di wajah dan berkedip sambil memberikan senyuman. Norin tidak marah, tidak akan marah juga karena perasaan membaik kita.
Norin bersandar di sebelah tempat aku berbaring dan berkata sambil tersenyum, tidak apa-apa untuk istirahat.
Dia mengendong aku yang sesuai harapan, tapi aku mengetahui ketidak mampuannya. Aku terpaksa bangun berkat memikirkan Norin, berjalan rasanya masih lemah serta lesu dan terus memikirkan dia.
Dia berjalan di belakang seolah mendorong lembut untukku, segera ke kamar mandi.aku bersikeras untuk menjadi keras kepala.
Lalu, beberapa adegan terlintas dalam benakku hingga langsung saja aku masuk. Mungkin, akan lebih tepatnya Norin heran karena aku mendadak bersemangat.
Walaupun begitu, Jangan lupakan aku terhubung dengan Norin lewat pikiran. Setelah memberitahu dia, seberapa mesum aku dan berpikir Norin tersipu merona malu.
Setelah rutinitas di toilet, aku ke ruangan yang terlihat begitu sepi dan sunyi. Agak sedih tapi aku terbiasa dengan ada Norin serta tidak melupakan seseorang yang masih nyata, Gentala.
Lili
"Gen, ngapain?" Tanyaku yang melihat di luar jendela rumah.
Gentala
"Loh ya, itu pakaian pakai yang bener dong. Mirip gembel aja loh" balasnya ketus.
Lili
"Terserah gue dong, orang aku yang pakai"
Gentala tidak terima dan malah masuk ke rumah seenaknya, aku terkejut sekaligus takut karena tidak pernah disentuh senyata.
Lili
"Asah.. Lo ngapain coba??"
Aku bener-bener tidak mengharapkan ini, di situasi bener-bener digendong oleh orang yang begitu nyata tapi aku suka dan malu.
Lebih memalukan dari pada pipis di celana, aku hanya menutup wajah cantik setelah keluar dari kamar mandi.
Gentala
"Apa-apaan sih loh? Kayak nggak pernah digendong begini, Lo jelek kalau malu!"
Gentala terkejut sedikit dan tersenyum seolah mengejek, tapi itu bener-bener menghilang ketegangan antara kami berdua. meski begitu, laki-laki tersebut cukup lembut untuk membaringkan aku di ranjang dan menatap pekat.
Tidak peduli seberapa banyak aku, bayangkan wajah Norin berapa kali dan adegan yang bisa aku lakukan.
Lili
'sangat gugup, aku takut dipandang segitunya ya' batinku sambil mendorong lembut tubuhnya.
Gentala tidak melepaskan aku, malah mencengangkan pergelangan tangan dan membisikkan.
Gentala
"Apa kamu tau, apakah kesalahanmu?HM?tahu tidak sih, kenapa aku bisa masuk?"
Perasaan merinding dan menggigil dalam jiwa, rasanya ingin berteriak untuk lepaskan.
Hal yang merupakan kebiasaan aku berpikir tanpa sengaja terucap hingga timbul kesalahpahaman dalam benak Gentala.
Tanyanya membuat aku ketakutan, padahal Norin tidak nyata dan aku akan dianggap gila dalam benak Gentala. Akan tetapi, tunggu sebentar.
Lili
"Bener, kenapa? Cemburu ya?"
Tanyaku kali ini, takut bercampur paniknya aku tapi mungkin tidak terlihat dimatanya. Nada yang aku keluarkan begitu tenang, seolah kebenaran tapi di selimuti bohong.
Setelah itu, Gentala berdiri tanpa mengatakan apapun dan pergi dari hadapan seolah tidak ada yang pernah terjadi.
Aku terbaring lemas di ranjang sambil menatap atap ruangan dan menyelusuri, setiap detail hingga yakin aku sendirian berada di kamar.
Menutup mata sejenak dan Menganti pakaian, hal tidak terduga terjadi ada hembusan angin dingin saat aku telanjang.
Bisa aku bayangkan hanya Norin cemburu, mengeluarkan aura dingin menggenggam botol minuman hingga pecah seperti karakter yang pernah ada dalam benakku.
Tanpa sepengetahuan dariku, Gentala ternyata belum pergi dan malah berada di depan pintu seolah menunggu aku.
Kami tidak mengatakan sepatah katapun, saling memandang satu sama lain hingga genggam tanganya menyadarkan aku untuk pergi terasa tidak sabaran.
Aku terus memanggilnya, tapi tidak ada sautan terdengar seolah dia tuli bikin kesal saja dan aku mengikuti langkah kakinya.
Lili
"Pagi-pagi begini, bikin bete aja. Malah lapar lagi" Gumam aku sambil menyentuh perut karena terasa begitu lapar apalagi semalam tidak makan.
Akhirnya, gentala mau berhenti di tempat berjualan camilan lokal seperti odading dan cakueh.
Aku cuma cari tempat duduk terdekat, seolah setelah kehabisan tenaga karena berlarian tadi dan membiarkan gentala mengurus urusan sendiri.
Entah kenapa, aku malas menanggapi gentala sekarang karena tidak menyahut saat aku panggil tapi semua itu lenyap.
Aku mengambil tapi tidak langsung aku makan dan mencari uang dalam saku dan aku teringat, bahwa tas ketinggalan.
Menundukkan penuh kekesalan, aku harus bersabar mengingat citra yang aku bangun sampai sekarang.
Lili
"Gentala, aku nggak bawa uang"
Ucapannya, membuat aku terdiam. Dalam hati telah memaki-maki karena kesalahan gentala yang secara brutal membuat ku oleng yang terburu-buru itu.
Ucap aku terdengar sedih karena sudah kelaparan malah di ajak olahraga pula, lebih buruk lagi dimana martabat aku sekarang.
Gentala duduk di sisi aku menundukkan serta merajut, aku pikir gentala tidak akan pernah memikirkan 'ah tidak jadi galau'.
Gentala
"Makan" katanya sambil tangannya, seolah menyapi aku yang penuh curiga.
Lili
"Apa? Mau ledekin aku? Emang aku.."
Gentala
"Memang bocah!" Balasnya cepat, seolah memotong omongan aku terasa dianggap lambat dan aku memakannya lahap, tanpa sadar mungkin karena terlalu lapar.
Aku menjadi rakus, mencari makanan seperti bubur atau nasi kuning tapi yang aku temukan hanya baso tahu.
Tiba-tiba aku kecewa karena tidak bisa menguras dompet gentala yang sering kali, membuat darah tinggi aku naik tingkat.
Setiap bersama gentala, rasanya aku telah melupakan seseorang yang memang tidak akan pernah muncul kecuali aku berpikir. Sesudah menghabiskan makanan kami.
Akhirnya aku bisa berangkat kerja pada runitinas biasanya, aku lakukan. Bertemu rekan serta teman seumuran pada definisi ini.
Sebenernya, aku cukup bersyukur menjadi orang biasa tapi keserakahan kesenangan dan kemewahan lain adalah kebohongan saat aku bilang tidak menginginkannya.
Bahkan traveling yang orang-orang bilang, membuat aku semakin tertarik untuk melakukan perjalanan di luar sana dan bertemu jodoh yang sebenarnya.
Lili
'Norin, tolong temani aku'
Lili
'norin, kau tidak nyata dan kamu cuma semacam ilusi yang aku buat'
Dalam bayangan tidak bersuara tanpa ada, keberadaan serta kesunyian abadi ini. Ada jeritan yang tidak mungkin terdengar kecuali beberapa orang menganggapnya delusi.
Norin Ghost!
'tolong, jangan katakan itu!'
Norin Ghost!
'tidak boleh, sayang dan aku tidaklah bodoh seperti yang ada dalam pikiran mu'
Wanita yang mengerikan serta racun yang menggoda, dia juga telah memanggil aku yang sebatas ada terbentuk harapannya.
Dia bisa semanis kelihatan, tapi dia seram saat begitu sendirian seolah kedua mata bersinar terang diantara kedua matanya.
Dia sebenarnya begitu rewel dan berisik, bahkan menganggu sepantasnya perempuan tapi tidak pernah mau menunjukkan sisi aslinya secara publik.
Terkadang lucu, melihat bagaimana reaksi dia berpikir seperti perempuan padahal dia memang perempuan tapi bersikap menjadi pria yang tangguh dan bijaksana.
Aku ingin menyampaikan beberapa hal, tapi aku harus berpikir tidak bisa melakukan secara insiatif karena aku bisa membaca kedalam pemahaman dari lingkungan sekitarnya.
Kesadaran ini, entah datang darimana tapi aku agak tidak menyukainya karena berbentuk energi kegelapan tapi 'tuan-ku' seperti akan tertarik akan hal baru.
Mengubah apa yang membosankan, harus di dasarkan niat dengan jelas dan akan aku bujuk 'dia' untuk meningkatkan kekuatan.
Lili
"Norin, kemarin. Peluk aku!"
Master telah memanggil, aku pun menjawab panggilannya dan siap untuk episode selanjutnya..
Norin Ghost!
'master, apa yang akan kau lakukan hari ini?'
Cinta tidak cukup dengan perasaan~
Makan bersama bukan hal yang aneh, setiap hari juga bisa makan bersama saat aku berpikir tentang Norin dalam benakku.
Entah kenapa, aku merasakan perasaan menggebu-gebu untuk berusaha lebih baik padahal aku sudah puas untuk saat ini.
Lili
"Norin, apakah perasaanku tersalurkan padamu juga?"
Niat hati ingin mempertanyakan begitu, tapi teringat kembali bagaimana Norin tidak bisa berekspresi seperti membeku membuatku bungkam dan hanya bisa tersenyum.
Norin Ghost!
"Kenapa senyum-senyum sendiri? Udah nggak waras ya?"
Lili
"Sembarang, kalau ngomong!!"
Hampir melupakan gentala yang berada di sebelah aku, hanya bisa memalingkan wajah dan mengcauhnya, dalam diam.
Mempercepat makanan agar bisa sendirian, gentala mungkin menatap aneh dan berkata untuk pelan-pelan saja.
Tersedak dengan kecerobohan sendiri, aku mulai terbatuk-batuk hingga rasa perih menyerang Terogong kan, meningitis air mata serta malu menyerang apalagi ada gentala disini.
Gentala
"Minum" katanya sambil mengelus punggungnya.
Aku bahkan tidak bisa berpikir apapun, selain keselamatan aku sendiri apalagi teringat sesosok Norin yang perlahan-lahan aku merasakan kehilangan atasnya.
Norin Ghost!
"Syukurlah.."
Entah siapa yang mengatakan gentala atau mungkin, aku tanpa sadar memandangnya.
'gentala agak tampan ya' pikirku.
Seolah merasakan tatapan yang aku tunjukkan, gentala menatap aku juga dan tersenyum sambil bertanya.
Gentala
"Kenapa baru sadar aku sangat tampan?"
Jawab aku mengakui, seolah kebenaran dan rasa solidaritas agar gentala tidak berkecil hati dengan penampilannya.
Gentala
"jelas dong, siapa dulu orangnya!"
Lili
"Iya deh, anaknya mama!"
Habis itu, aku mulai meledek dan kami saling menyerang seperti berdebat hingga tidak hentinya, aku tersenyum bersemangat karena berbicara dengan menyenangkan.
Gentala mendadak saja berhenti, menatap dan aku hanya bisa menunjukkan keheranan.
Gentala
"Kamu juga cantik kok"
Bluss...
Aku merona malu tapi sepertinya, gentala tidak menyadarinya karena pasti dia hanya melihat aku menunduk saja sambil menutupi wajah karena mendadak hangat.
Tidak berhenti, gentala mendadak maju yang berpikir mungkin aku menangis terharu atau apa yang jelas, rasanya jantungku berdetak kencang.
Gentala menyentuh kening secara bergiliran aku dan dirinya. Aku tidak ingin melepaskan tangan dari wajah tapi gentala malah menahan kedua tanganku dan berakhir, gentala yang melihat seberapa kacaunya.
Aku menatapnya, begitu dekat dan hampir saja, seperti berciuman. Bahkan tidak boleh, tidak jadi melakukan aku tetap merasakan gugup saat gentala mengadukan keningnya.
Rasanya begitu menebarkan sekali, tubuh terasa begitu lemas dan untungnya dia mau menahan tubuh yang seolah kehilangan roh.
Gentala
"Dasar si lemah ceroboh!!!"
Kalau biasanya, aku pasti bakal tidak terima dengan ucapannya itu. Akan tetapi, sekarang aku bener-bener tidak punya tenaga lagi untuk sebatas membalasnya.
Waktu terus berlalu tanpa kesadaran, sebab sesudah kejadian tersebut aku tidur atau mungkin pingsan dengan situasi ini.
Aku terbangun kembali, gentala masih ada dan aku hanya menatap sekitar tanpa niat untuk berbicara sepatah katapun. Seolah, aku merindukan sesuatu tapi aku tidak begitu ingat siapa orang spesial itu.
Panggil aku, gentala hanya diam sambil mendekatkan tubuhnya pada aku tapi kali ini, tidak terasa ekstrim seperti tadi.
Aku memeluk lehernya, lengan aku tergantung begini dan gentala membalas pelukan memeluk sambil mengusap punggung.
Rasanya aku ingin menangis, tapi aku tidak mengetahui apa yang aku tangis dan tidak ingat kapan terakhir, aku bisa begitu manja padanya. Aku seperti gadis kecil yang menerima pelukan seorang ayah.
Lili
'aku merindukan ayah'
Bener juga, aku telah kehilangan sesosok orang penting kehidupan anak perempuan semasa kecil dulu dan gentala,..
Lili
'tunggu, kenapa menjadi gentala?'
'rasanya bukan gentala, tapi siapa ya?'
Tidak mengingatnya, aku merasa hancur ada dalam lubuk hati yang terdalam dan mengasihi diri yang begitu menyedihkan.
Gentala ada disini, dia nyata serta bisa aku peluk saat aku bersedih begini. Dia penting, hal yang pasti aku membutuhkannya.
Sejak hari itu, aku menjadi lebih pemalu saat berada di dekatnya dan menghindari sebisa aku lakukan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Meski, begitu aku berusaha kalem saat kita harus bersama.
Tidak mungkin, aku ketakutan dengan serangga kecil seperti cicak begini. Kalau gentala lihat pasti terkejut, berapa lemah dan petakut aku ini.
Kaget dengan pemikiran aku sekarang, rasanya ada perubahan tapi yang pasti adalah aku tidak seperti sekarang yang mulai melemah tanpa ada seseorang.
Mungkin, aku hanya kelelahan saja dan aku mengistirahatkan diri di tempat istirahat. Gentala datang menjemput yang lebih mengejutkan aku lagi, aku merasa tidak kenapa-napa ataupun sakit.
Rekan-rekan kerja menatap aku dengan aneh serta bersemangat seolah-olah aku pacaran dengan gentala saja, tapi itu tidak mungkin karena dia hanya teman baikku.
Lili
'teman yang tidak bisa dinikahi, apalagi pacar'
Lili
'aku juga, tidak ingin kehilangan gentala dalam pertemanan denganya'
Lili
'walaupun aku bilang begitu, tidak akan ada yang paham selain aku sendiri'
Lili
"Gentala, mampir di pojok dulu"
Dia menuruti ucapan aku, merasa bingung tapi dia tetap diam seolah tidak peduli. Aku membeli buah-buahan secara impulsif dan cukup banyak untuk dua orang.
Gentala
"Hey, tunggu dulu"
Aku menghiraukan panggilannya, kembali dengan beberapa jajanan yang telah ada aku beli dan menitipkan padanya juga.
Gentala
"Ini, nggak salah?"
Barulah aku tersadar apa yang aku lakukan, aku begitu boros membelanjakan uang. Meski, tidak masalah membelikan uang yang aku bawa karena aku masih punya simpanan dan aku kehilangan kendali tadi.
Lili
"Nggak apa-apa, ayo pulang!"
Walaupun aku mengatakan terdengar santai, tapi sebenarnya aku akan menyesali apa yang sudah aku lakukan sekarang saat secara impulsif aku begitu boros.
Semua terasa terbayar hasil kerja keras aku, melihat bagaimana bahagianya gentala dan orang-orang yang aku bagikan juga. Mereka sebenarnya tau, seberapa pelit aku pada sendiri tapi mereka tetap senang meski agak tidak percaya.
Bahkan mereka mulai menggoda aku telah punya pacar, gentala yang menatap sekilas hanya diam dan menikmati makanan.
Pada sekarang, sudah ramai dengan banyak orang tapi aku merasa perlu berhati-hati dan santai nyaman disaat begini.
Karakter seseorang bisa terlihat saat Geme, seberapa fokus dan marahnya nanti saat merasa terganggu pada main. Tidak buruk, bersenang-senang dengan mereka.
Aku malah mulai agresif pada gentala yang membuatnya, kewalahan dan aku sempat tidak memperdulikan sekitar karena pada fokus bermain pada layar televisi.
Lili
"Gentala, mau makan disuapin"
Lili
"Gentala, peluk aku dong~"
Tentu, aku mengucapkannya sambil berbisik padanya agar tidak terdengar dan gentala merasa aneh terlihat tidak nyaman. Tetap saja, dia menuruti ucapan aku hingga kami bisa berpelukan tanpa mempedulikan.
Salah satu orang melihat kami, tapi aku mengisyaratkan diam dengan satu jari pada mulut karena begitu mengerti mengangguk kepala dan aku mulai tertelap dalam pelukannya, kenyamanan hangat laki-laki.
Sesudah aku bangun tidak ingat apapun, aku sudah berada di kamar saja dan tanpa mengetahui siapa yang memindahkan aku.
Waktu terasa masih begitu pagi pada jam 4, aku melakukan runitinas biasa dan melihat gentala masih ada dengan keadaan tertidur.
Mendekati gentala yang tidur pada sofa, melihat sekeliling ruangan terbilang rapi serta bersih seolah tidak ada kekacauan sehabis semalam. Aku menatapnya gentala, mengira dia sudah berkerja keras.
Tidak enak hati menganggu dia tertidur, tapi ada keinginan yang kuat aku perlahan dekat disampingnya dan mencium keningnya.
Berpikir gentala tidak akan bangun karena kelelahan semalam dan aku merasa tidak cukup puas menjahilinya, langsung saja aku melancarkan aksi.
Lili
"Gen, genteng deh. Aku suka aromamu"
Aku membiarkan kepalaku untuk mengusik wajah serta tangannya, seolah minta dimanjain seperti seekor kucing yang lapar.
Dia tetap saja tertidur malah membuatku, lebih bersemangat dan bisa melepaskan hasrat penggoda dalam diriku ini.
Sekarang saja, aku tidak mengetahui hasrat yang aku miliki baik atau buruk karena aku tidak bisa membedakan pada saat begitu bersemangat. Berpikir mungkin bakat alami, wanita memiliki sebagai makhluk penggoda.
Maka, tidak mengherankan perempuan bisa menjadi racun bagi pria yang merupakan sesuatu yang aku pelajari. Bahkan mungkin, aku menjadi berpikir.
Terlalu terhanyut dalam pikiran, aku tidak sadar gentala bangun dan mendorong aku yang terkejut serta tidak menyadari kapan dia berada di atasnya tubuh aku.
Aku hampir tergagap tapi tidak bisa bilang maaf, seolah tersangkut dalam teronggok. Menatapnya penuh rasa takut, tanpa sadar aku meneteskan air mata dengan tangan di tahannya.
Gentala
"Apa yang coba kau lakukan?"
Gelisah menyelimuti hatiku, aku hanya bisa menangis tanpa suara dan dia mulai luluh, menghela napas hingga kami duduk berdua.
Niat hati ingin meminta maaf padanya, tapi sulit bagiku yang berpikir salah gentala yang bangun tidak bilang atau kenapa harus minta maaf, aku tidak merasa ada yang salah.
Dia yang mengambil keuntungan dariku, seorang gadis akan menerima banyak kerugian saat berdua dengan laki-laki.
Pertanyaan terlontarkan, membuat aku tambah canggung dan ingin sekali, bilang salah dia karena membuat aku takut begini hingga tidak bisa mengucapkan apapun.
Rasanya aku salah denger, tidak mungkin kami yang salah mendengar sesuatu dan saling memandang satu sama lain hingga tertawa melenyapkan situasi canggung.
Gentala
"Aku kekamar mandi dulu!"
Lili
'waduh, kelepasan omong deh' batinku.
Gentala
"Nggak akan lama kok" ucapan Gentala sambil mengelus kepala dan hanya terdiam diperlukan begitu.
Setelahnya, gentala buru-buru pergi begitu saja meninggalkan aku sendirian dan aku membenturkan kepala pada sandaran sofa.
'berapa bodohnya aku, beruntung gentala menganggap aku takut sendirian' batinku.
Melihat jam yang masih pagi, aku tersadar harus siap-siap untuk berkerja juga dan tidak punya banyak waktu memikirkan hal yang lain.
Kami hampir terpentur dan aku berhasil, menjaga keseimbangan tubuh serta masuk sesudah gentala keluar. Tanpa terduga, gentala dengan iseng membuka pintu.
Aku berteriak marah karena begitu kaget dengan apa yang dia lakukan, malah pelaku tertawa senang seolah lucu sesudah membuat aku lengkel di pagi hari.
Setelah kami sarapan dan berangkat ke tempat kerja masing-masing. aku tidak sangkah, akan menjadi bahan gosip selanjutnya.
~Sepertinya tambah memory~
Lili
"Siapa apa ya? Kalau omong yang jelas dong!" Balasku pura-pura tidak mengerti
Melly
"Itu loh, cowok jemputan kemarin!"
Aku tersedak batuk, tidak menyangka orang akan berterus terang padaku karena aku mengira dia akan merasa jengkel. Lebih buruk lagi, dia tambah bersemangat saat aku menyangkal pernyataannya.
Lili
"Dia tukang ojek langganan!"
Melly
"Enak ya, tapi kok orangnya masih muda ya"
Lili
"Karena dia temanku!"
Melly
"Udah punya pacar belum? Kenali dong, lain kali jodohku!"
Lili
'jodoh pala mu!' batinku.
Lili
"Sorry, mungkin dia punya pacar juga!"
Kebingungan aku, sebenarnya mengatakan antara kebenaran dan kebohongan kali ini. Akan tetapi, sesuatu yang pasti aku tidak ingin memperkenalkan gentala.
Gentala
"Bisa-bisanya, kamu kenalin orang seperti alien itu, Padaku?" Tanya gentala dalam imajinasi lili dan terus berlanjut hingga pada adegan gentala meninggalkan lili karena pacarnya.
Lili
'hatiku terasa sakit, meski hal tersebut tidak terjadi pada kenyataannya' batinku.
Melly
"Kalian pacaran ya?"
Lili
"Nggak, aku nggak punya pacar!"
Melly
"Bohong! Kapan jadian?"
Lili
"Kalau bener, kami pacaran terus kenapa?" Tanyaku terasa jengkel ditanya terus.
Lili
"PJ apaan?" Tanya aku heran tidak memiliki pengalaman tentang sesuatu hubungan.
Jonathan
"CK, Pajak Jadian!!"
Lili
"Pacaran juga perlu bayar pajak ya?" Tanya aku kaget berpikir pemerintah pasti tidak menyetujui pacaran padahal yang aku ingat.
Melly
"Ya lah, di tunggu traktiran ya lili!" Ucapannya sambil menepuk bahuku.
'Hadeh, ternyata minta ditraktir toh. Aku kira apa, negara lain yang populasinya sedikit berkurang bukan berada di negara ini' batinku menghela napas karena berbeda sekali dengan negara yang aku tempati malah sangat meningkat pesat anak-anak.
Walaupun begitu, aku tetap positif kepikiran bahwa tidak buruk juga untuk mentraktir orang-orang telah berkerja keras denganku. Anggap saja, ucapan rasa syukur telah diterima kerja dan sedekah untuk diri sendiri pada orang lain.
Setelah aku belanja lagi, kali ini secara online dengan memikirkan secara serius uang yang aku punya dan berpikir aku perlu diet juga, sebab gentala adalah orang yang sering bawel terhadap makanan.
Selama aku punya alasan untuk tidak jajan, mungkin dia juga akan berhenti rewel karena tidak mungkin juga dia mau traktir aku terus.
Semua orang yang aku traktir berterima kasih di tempat kerja, bahkan mendoakan aku untuk langgeng pada hal yang aku kira mereka salah mengira hubungan yang aku maksud.
Seperti aku tersenyum menganggap teman, lain halnya dengan mereka mengira pacar. Tidak ingin merusak suasana hati, aku lebih memilih diam saja.
Waktu tidak terasa berjalan begitu cepat, aku tetap merasakan semangat dalam diri. Sesudah sampai rumah, bukannya rebahan seperti kebiasaan dan aku malah menari di halaman rumah yang ada taman.
Tanpa alunan lagu tapi terdengar ada dalam jiwa seolah telah merekam lagu-lagu yang sangat begitu pas dengan suasana hati.
Setiap gerakan terasa elok dan aku sambil membayangkan gerakan apa yang akan aku lakukan selanjutnya, berhenti.
Aku terdiam sejenak menatap gentala, berdiri diam ditempat dia bisa melihat aku yang tidak mengetahui kapan keberadaan.
Seolah-olah menyadari apa yang aku lakukan, gentala berniat pergi tapi aku mencegahnya pergi dengan memeluk dari belakang dan dengan nada manja.
Lili
"Tolong, temani aku bermain ya?"
Gentala begitu jelas kebingungan terlihat dari kediaman dan aku pun, tertawa saling berhadapan. Aku mengambil tangannya, biarkan aku mengelilingi dari lengan dan berputar-putar hingga tidak sengaja terjatuh.
Untungnya dia sigap menangkap aku, pada akhirnya kami menari bersama saat fajar seolah malu dengan apa yang kami lakukan.
Kami tidak berhenti, kegelapan malam tanpa cahaya tidak bisa menghentikan kami untuk menari dan bernyanyi alas-alasan. Mencapai puncaknya akan kepuasan, aku pikir kami bersenang-senang tapi tidak menyangka hanya aku yang bergembira diri.
Lili
"Wong do you, aku menatap kau!"
Lili
"Les me go, kau tidak akan bisa memiliki ku~"
Tarian terus berlanjut hingga tidak sadar ada yang mengamati, entah yang lihat seekor burung sekedar lewat atau kucing kecil yang tersesat.
Aku memberi sentuhan agar kamu bisa menangkap aku sekarang, lemah tidak berdaya tapi berusaha kuat diantara kesendirian tanpa dirinya.
Biarkan putaran demi putaran menguasai hati yang begitu gelisah, diselidiki setiap asa apa yang aku miliki sekarang.
Lili
"Biarkan aku menjadi milikmu, seutuhnya~!"
Wajah cantik yang penuh keringat disertai, hembusan angin dingin yang kuat dan aku menatap penuh rasa haus akan hasrat.
Aku membiarkan pria yang didepan aku, menopang bagian belakang tubuh ku sementara aku menyentuh wajah tampan dalam rangkuman tangan milikku.
Perlahan-lahan aku mengetuk pundaknya, mengunakan jari-jari yang terasa lentik dan dia menatap bagian mana yang aku sentuh. Seberapa menyenangkan untuk mencoba, pria yang sekarang begitu pendiam ini.
Lambat Laun, dia terlihat begitu lelah tapi masih bertenaga dan saat aku mendekati wajahnya. Seolah mengetahui apa yang aku coba lakukan, dia mendorong mendudukkan aku yang termenung.
'aku mengira gentala tidak tertarik padaku, tidak mungkin bagi kami bersama karena dia sudah punya pacar' batinku melamun.
Gentala pergi tanpa mengatakan sepatah katapun, melebihi rasa sakit setelah dibuai kesenangan yang aku nikmati sekarang dan perasaan terjatuh dari ketinggian ini.
Aku menyadari perasaan aku terhanyut pada saat bersama gentala serta aku suka, tidak ingin kehilangan dan tidak berdaya ini.
'Maafkan aku, telah menyukaimu' batinku pada pandangan udara yang kosong serta bayangan yang ada dalam benakku ini.
Diantara kesunyian yang aku pikir abadi, terdengar bunyi berdering teleponku dan aku mengangkat tanpa keraguan.
Steven
"Apakah anda berniat untuk bergabung bersama kami dik?"
Lili
"Mungkin, salah sambung dan aku masih memiliki pekerjaan. Jadi, tidak berminat untuk menjadi Admin!"
'kirain siapa, ternyata nomor telepon iseng.' batinku setelah mendapatkan nomor tidak dikenal.
Walaupun begitu, berkat hal yang tidak sengaja aku jumpa mengalihkan perhatian yang sempat tadi telah aku lupakan. Jadi, dari mana orang itu bisa mendapatkan nomor orang lain ya dan beruntung aku tidak kena tipu.
Setelah menghela napas sejak, aku melanjutkan kegiatan memasak untuk makan malam sendiri ditemani televisi. Menikmati dalam kesendirian begini, rasa campur aduk yang aku rasakan.
Terkadang aku berpikir seberapa sedihnya, orang-orang yang tidak bisa seberuntung aku yang hidup bisa makan enak dan memiliki tempat tinggal seperti sekarang.
Bahkan berpikir tidak ada yang bisa bertahan hidup seperti aku bila tidak bisa berpikir jenius dan berapa bersyukurnya. Meski, aku cukup membanggakan diri dan sempat tersenyum malu sendiri begini.
Tanpa terasa makan didepan aku telah habis saja, aku melamun dan bersandar pada sandaran sofa dengan membiarkan televisi menyala.
Perasaan kekosongan datang, aku seolah bingung harus melakukan apa tapi tahu dengan kesadaran masih tersisa. Aku males untuk sekedar bicara tapi rasanya, harus mengatakan sesuatu untuk memecahkan kesunyian yang membuat aku terlelap dalam tertidur ini.
Keyakinan akan mimpi membuat aku berhasil memasuki dunia penuh ilusi ini, tidak ada yang nyata sekarang dan aku berada di zona yang tidak termasuk nyata dalam kehidupan ini.
Aku mengintai sekeliling dimana tempat tidak bisa aku datangi, selain berada disini. Hutan yang indah disertai pohon-pohon berwarna ungu yang pernah aku lihat dalam sosial media dan berjalan-jalan di sekitar.
Lalu, aku menemukan pakaian cantik yang sekarang di kenakan dan berharap bisa seterusnya, begini pada pantulan di danau.
Raga terasa begitu ringan seperti aku terbuat dari boneka kapas tapi cukup cantik dalam bentuk patung kaca yang rapuh dan berpikir aku bisa pecah kapan saja.
Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, aku bergegas pergi menemukan keimutan serta keindahan lain yang tidak bisa aku jumpai.
Ada sekor kucing putih bermata biru cerah, ada kelinci putih juga berwarna serupa dan peri yang terbang di sekitar aku lewati, bermacam-macam warnanya.
Kebahagiaan aku rasakan seolah tidak ingin bangun dari mimpi yang terasa begitu asik, saat aku berputar-putar mencoba menari tanpa sengaja aku menginjak sesuatu yang kecil hingga menghancurkan tubuh yang aku miliki.
Terdiam aku termenung tidak menyadari apa yang terjadi, aku coba meneriaki para peri dan hewan-hewan yang aku jumpai untuk meminta pertolongan tapi mereka seolah mengacungkan diriku yang cacat.
Tidak peduli seberapa waktu telah berlalu, ada seseorang yang saat itu melewati aku dan membawa aku bersama dengan tidak berdaya.
Aku pikir akan menjadi panjang dirumahnya, kayak hewan-hewan yang dikeremasi rusa atau kabret beruang dalam tontonan pemburu di kartun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!