Karenina, wanita cantik yang biasa dipanggil Nina itu saat ini berusia 25 tahun dan sedang bekerja di sebuah perusahaan. Nina mempunyai kakak laki-laki bernama Nino, yang berusia 29 tahun. Nina dan Nino tidak pernah akur, selalu saja bertengkar tapi walaupun seperti itu mereka berdua saling menyayangi satu sama lain.
Bisma Hutama, pria tampan berusia 27 tahun dan merupakan pewaris tunggal dari perusahaan milik keluarganya. Bisma dan Nina dulu adalah pasangan kekasih, namun tanpa ada alasan yang jelas tiba-tiba Nina meninggalkan Bisma membuat Bisma mengalami kesedihan yang mendalam.
"Pagi, Ma, Pa!" sapa Nina dengan cerianya.
"Pagi, sayang," sahut Mama Venna.
Nina mencium pipi kedua orang tuanya, tapi Nina sengaja melewati kakaknya yang saat ini sudah menyodorkan pipinya untuk dicium. Nina langsung duduk dan menyantap sarapan yang sudah disediakan Mamanya itu.
"Hai bocah, kamu tidak menciumku?" kesal Nino.
"Idih, ogah," ketus Nina.
"Oh gitu ya, oke nanti pulang kerja naik taksi saja kakak gak mau jemput kamu," umpat Nino.
"Siapa takut," sahut Nina.
Nina menjawab dengan santai karena dia tahu jika kakaknya itu hanya mengancam padahal kenyataannya, Nino akan standby di depan kantor tempat Nina bekerja.
"Ma, Pa, sepertinya nanti Nina akan pulang telat soalnya harus lembur lagi banyak kerjaan," ucap Nina.
"Jangan terlalu capek Nak, ingat dengan kesehatan kamu," ucap Papa Indra.
"Tenang saja Pa, Nina kuat kok," sahut Nina dengan senyumannya.
"Alah, kuat apanya? yakin, paling-paling pulang kerja akan mengeluh sakit pingganglah, sakit kakilah, ujung-ujungnya minta dipijitin," ledek Nino.
"Apaan sih, kaya kakak gak pernah minta dipijitin saja," sahut Nina.
"Sudah-sudah, kalian itu ya, memangnya tidak bisa kalau setiap pagi itu kalem tidak bertengkar terus," ucap Mama Venna.
"Kak Nino yang mulai duluan," tuduh Nina.
"Sudah, habiskan sarapan kalian dan segera berangkat bekerja," ucap Papa Indra.
Nina dan Nino pun selesai sarapan, keduanya segera pamit untuk berangkat bekerja. Nino membawa motor dan boncengan dengan Nina. Papa mereka mengalami stroke dan tidak bisa bekerja lagi, jadi mau tidak mau Nina dan Nino yang harus bekerja.
"Pegangan, nanti jatuh," seru Nino.
Nina pun melingkarkan tangannya di perut Nino. Tidak sedikit teman-teman kantor Nina mengira kalau Nina dan Nino pacaran, tapi setelah dijelaskan sekarang semuanya tahu jika Nino adalah kakak Nina. Tidak membutuhkan waktu lama, mereka pun sampai di tempat kerja Nina.
"Selamat pagi, Kak Nino!" sapa Gisel.
"Pagi," sahut Nino dingin.
"Dingin banget, sedingin cuaca pagi ini," goda Gisel.
Nina melepaskan helmnya dan memberikannya kepada Nino. Tanpa banyak bicara, Nino langsung tancap gas pergi menuju tempat kerjanya. Lagi-lagi Gisel mencebikan bibirnya karena untuk kesekian kalinya Nino mengabaikan dirinya.
"Sudah, ayo kita masuk pekerjaan kita sudah numpuk," ajak Nina sembari merangkul pundak Gisel.
Nina dan Gisel sudah lumayan lama bekerja di perusahaan itu. Mereka merupakan satu tim, termasuk Rendra dan yang lainnya. Mereka bekerja di bagian pemasaran dan divisi pemasaran terkenal dengan orang-orangnya yang asyik dan humoris.
"Selamat pagi, semuanya!" sapa Nina dan Gisel bersamaan.
"Pagi, Nin sini deh, ada kabar gembira," ucap Rendra.
"Kabar gembira apa?" tanya Nina.
Semua orang berkumpul di meja kerja Rendra. "Besok ada audisi karyawan terbaik, dan setiap divisi diwajibkan mencalonkan satu orang karyawan terbaiknya," sahut Rendra.
"Audisi buat apaan?" tanya Nina.
"Minggu depan pemilik baru perusahaan kita akan pulang dari luar negeri dan kebetulan perusahaan ini belum menyiapkan sekretaris untuk Pak Bos baru. Tadi Pak Tohir memberikan info jika Pak Bos menginginkan karyawan terbaik untuk dijadikan sekretarisnya," sahut Rendra.
"Ya, terus?" tanya Nina kembali.
"Kita sepakat dari divisi pemasaran ingin mencalonkan kamu," sahut Rendra.
"Idih apaan, enggak-enggak aku gak mau, Gisel aja sana," tolak Nina.
"Yaelah, si Gisel itu telmi yang ada dia bakalan kalah duluan," ledek Hilmi.
"Astagfirullah, mulutmu jahat sekali untung aku orangnya gak baperan," kesal Gisel.
"Ya memang kenyataannya seperti itu," sahut Hilmi.
"Dasar pria jahat." Gisel memukul lengan Hilmi.
Nina pun duduk di meja kerjanya dan Rendra mengikuti Nina, lalu duduk di samping Nina. "Ayolah Nin, bukanya kamu butuh penghasilan lebih? kalau kamu jadi sekretaris Pak Bos, gaji kamu akan naik dan katanya Pak Bos akan memberikan gaji lebih jika sekretarisnya bisa bekerja dengan baik," sahut Rendra.
"Gak mau ah, aku 'kan belum tahu Pak Bos baru kita seperti apa. Jika dia orangnya galak bagaimana? yang ada aku bakalan stres bekerja bareng dia," keluh Nina.
"Ayolah Nin, semangat!" teriak Hilmi dengan mengepalkan tangannya.
"Tapi kalau seandainya aku terpilih, aku gak bakalan bertemu dengan kalian lagi dong," ucap Nina sedih.
"Astaga, kita masih kerja satu kantor kali, hanya kerja saja yang gak satu ruangan jika makan siang 'kan kita masih bisa bersama," sahut Rendra.
Nina terdiam sejenak, memang benar apa yang dikatakan Rendra jika saat ini dia sedang membutuhkan uang lebih. "Ya sudah, aku ikutan audisi," sahut Nina dengan senyumannya.
"Nah, gitu dong itu baru Nina yang aku kenal penuh semangat dalam bekerja," puji Rendra.
Rendra sudah lama menyukai Nina, namun dia tidak berani mengungkapkan cintanya kepada Nina. Rendra takut Nina menolaknya karena dia sempat mendengar jika Nina untuk saat ini sedang fokus terlebih dahulu mencari uang dan belum kepikiran untuk mencari pasangan. Rendra memilih memendam perasaannya dan mencari waktu yang tepat untuk mengatakan perasaannya kepada Nina.
***
Waktu pun berjalan dengan sangat cepat, waktu sudah menunjukan pukul 19.00 malam. Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan ada pesan masuk dari Nino.
"Ckckck, katanya gak mau jemput," gumam Nina.
Nina pun segera menyelesaikan pekerjaannya begitu pun dengan yang lainnya. "Guys, pekerjaannya kita selesaikan besok saja, sudah malam kita pulang," seru Rendra.
"Oke."
Rendra merupakan supervisor di bagian pemasaran, dia sudah 10 tahun bekerja di sana sedangkan Nina baru 2 tahun.
"Nin, kamu dijemput sama kakak kamu tidak?" tanya Rendra.
"Iya, dia sudah ada di bawah," sahut Nina.
Rendra mematikan lampu ruangan, lalu mereka berempat keluar dari ruangan pemasaran bersama-sama. Seperti biasa, mereka berjalan sembari bercanda satu sama lain. Hingga tidak terasa mereka pun sampai di lobi dan mereka berpisah di sana.
Nina menghampiri kakaknya. "Katanya gak mau jemput?" ledek Nina.
Nino memakaikan helm kepada Nina dan memberikan susu kotak kesukaan adiknya itu. "Sudah jangan banyak tanya, buruan naik," ucap Nino.
Nina mendelikan matanya, dia pun segera naik ke atas motor kakaknya. Tangan yang satu melingkar di perut Nino dan yang satu memegang susu pemberian Nino. Baru saja dia meminum sedikit susunya, dia langsung teler saking capeknya.
Susu dari tangannya jatuh membuat Nino kaget dan langsung menghentikan motornya. Dilihatnya dia sudah bersandar di pundak Nino dengan mata yang terpejam. Nino pun menarik kedua tangan Nina untuk berpegangan.
"Kamu ini, memangnya tidak bisa ya tidurnya tahan dulu sampai rumah," kesal Nino.
"Bawel," ketua Nina.
Nino sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuan adiknya itu. Dia pun kembali melajukan motornya dengan kecepatan sedang karena takut adiknya jatuh. Walaupun mereka tidak pernah akur dan selalu bertengkar, tapi Nino sangat menyayangi adiknya lebih dari apa pun.
*
*
*
Hallo guys, apa kabar? selamat natal dan tahun baru ya semoga di tahun 2025 kita semua diberikan kesehatan dan semakin sukses untuk kalian semua. 🤲🤲
Dikarenakan Nina tertidur, mau tidak mau Nino harus menurunkan kecepatan motornya karena dia harus memegang motor dengan satu tangan sedangkan tangan yang satunya memegangi tangan Nina.
"Astaga, ribet banget. Kapan sih kamu tidak menyusahkan kakakmu ini, selalu saja bikin susah," gerutu Nino.
Hingga satu jam berlalu, Nino baru sampai di rumah dan ternyata Mama mereka sudah menunggu di teras. "Kalian ke mana saja sih? Mama khawatir banget," keluh Mama Venna.
"Lihat Ma, nih bocah ketiduran di motor makanya Nino harus pelan-pelan bawa motornya," kesal Nino.
"Astagfirullah, Nina," ucap Mama Venna geleng-geleng kepala.
"Tolong Mama pegangin dia dulu, Nino susah mau turun ini."
Venna pun segera memegangi tubuh putrinya itu, setelah Nino turun dan membuka helm, dia pun menggendong Nina di punggungnya. Venna hanya bisa tersenyum, Nino sebagai kakak sangat menjaga sekali adiknya walaupun kadang-kadang Venna harus menahan pusing jika keduanya sudah tidak akur. Perlahan Nino merebahkan tubuh Nina di atas kasur.
"Dasar pelor, dibawa saja gak bangun-bangun kalau sampai ada culik, kelar hidup kamu," kesal Nino.
"Nino, gak boleh ngomong gitu ah," ucap Mama Venna.
"Habisnya kalau sudah tidur, dia susah banget bangun," ketus Nino.
"Sudah sana kamu mandi, habis itu makan," titah Mama Venna.
Nino pun segera keluar dari kamar Nina, sedangkan Venna menyelimuti tubuh Nina. Venna duduk di samping Nina, lalu diusapnya kepala Nina dengan penuh kasih sayang.
"Maafkan Mama Nak, kamu dan Nino harus bekerja demi kami," gumam Mama Venna.
Venna mencium kening Nina, dan setelah itu keluar dari kamar Nina.
***
Keesokan harinya...
Audisi untuk pemilihan sekretaris baru Bos dimulai, Nina mengikuti tahap demi tahap apa yang sudah diperintahkan oleh pihak HRD. Hingga setelah seharian mengikuti audisi, terpilihlah tiga kandidat kuat untuk berebut posisi menjadi sekretaris bos baru. Tiga orang itu adalah Nina, Intan, dan Rossa.
"Tahap akhir akan diputuskan besok, karena besok Pak Bos akan pulang dari Amerika dan langsung ke sini untuk mengetes kalian bertiga jadi persiapkan mental kalian dan berpenampilanlah semenarik mungkin," ucap HRD.
"Baik, Pak," sahut ketiganya serempak.
Intan dan Rossa menatap Nina dengan tatapan sinis namun Nina tidak memperdulikannya dia pun segera pergi ke ruangannya. Teman-teman Nina sudah menunggu dengan perasaan cemas hingga pintu ruangan pun terbuka dan semuanya menghampiri Nina.
"Bagaimana Nin, kamu lulus 'kan?" tanya Gisel.
"Pasti kamu yang keterima jadi sekretaris Pak Bos kita yang baru 'kan?" timpal Hilmi.
"Astaga, berisik banget kalian. Keputusannya besok, dan katanya Pak Bos sendiri yang akan menilai," sahut Nina.
"Hah, Pak Bos bakalan pulang besok? jadi penasaran seperti apa wajah Pak Bos baru kita. Apa dia masih muda atau sudah tua ya," ucap Gisel.
"Namanya Bos, pasti sudah tuwir lah jadi jangan berharap banyak," sahut Hilmi.
"Siapa yang besok bersaing sama kamu?" tanya Rendra.
"Itu si Intan orang dari produksi sama si Rossa orang dari Gudang," sahut Nina.
"Hah, si Intan yang menor itu? yaelah, dia itu cuma jago dandan kalau kerja hasilnya nol," ledek Gisel.
"Si Rossa juga sama, tapi aku pikir kamu bakalan kalah sama si Rossa, Nin," ucap Hilmi.
"Lah, kamu ngedo'ain Nina kalah?" Gisel menoyor kepala Hilmi.
"Bukan begitu, si Rossa itu penampilannya seksi banget mana badannya bohai lagi, kalau Pak Bos kita jelalatan pasti dia bakalan menang," sahut Hilmi.
"Mudah-mudahan Pak Bosnya fair gak lihat dari fisik tapi lihat dari prestasi," ucap Gisel.
"Lah, kalau masalah fisik Nina juga cantik kok gak kalah sama artis-artis," sambung Rendra.
"Ah, kamu paling bisa kalau memuji orang," sahut Nina sembari memukul paha Rendra.
Hari ini Nino tidak bisa jemput karena ada pekerjaan yang harus dia urus, mau tidak mau Nina pulang bersama Rendra. Nina tidak mau merepotkan siapa pun, berbeda dengan Rendra yang sangat menantikan momen seperti ini.
"Nin, malam minggu jalan yuk!" ajak Rendra.
"Jalan ke mana?" tanya Nina.
"Jalan ke mana saja, terserah kamu," sahut Rendra.
"Bukanya aku gak mau, tapi gak bisa jalan malam-malam kamu tahu sendiri 'kan bagaimana Kak Nino," sahut Nina.
"Bagaimana kalau aku main ke rumah kamu? boleh gak?" pinta Rendra.
"Boleh."
"Serius?" tanya Rendra kembali.
"Iya, serius. Kalau mau main, main saja," sahut Nina.
"Oke kalau begitu, hari sabtu aku main ke rumah kamu ya," ucap Rendra bahagia.
Nina tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Hingga tidak lama kemudian mereka pun sampai di depan rumah Nina.
"Terima kasih ya, Ren. Maaf sudah merepotkan," ucap Nina.
"Sama-sama, enggak kok gak merepotkan justru aku senang jika aku bisa anterin kamu pulang," sahut Rendra dengan senyumannya.
Nina pun segera keluar dari mobil Rendra dan dengan cepat masuk ke dalam rumah. Sebenarnya Nina tahu akan sikap Rendra yang berlebihan seperti itu makanya dia selalu menolak ajakan Rendra karena Nina takut Rendra akan mengucapkan sesuatu yang selama ini dia sangat hindari. Nina masuk ke dalam kamarnya dan duduk di ujung ranjang.
"Mudah-mudahan kamu bisa memaafkan aku," batin Nina.
Entah apa yang sedang Nina pikirkan, yang jelas sampai saat ini Nina masih merasa bersalah terhadap masa lalunya.
***
Pagi-pagi sekali, Nina sudah bangun dan bersiap-siap karena pagi ini dia harus sampai kantor tepat jam 07.00 pagi.
"Tumben sudah bangun, Nak?" tanya Mama Venna.
"Hari ini Bos baru Nina akan datang ke kantor, dan Nina itu menjadi salah satu kandidat yang dipilih jadi sekretaris Bos. Sekarang penentuannya karena Bos baru yang akan menilainya dan Nina akan ditanya langsung oleh beliau," sahut Nina.
"Oh, semoga semuanya berjalan dengan lancar," ucap Mama Venna.
"Amin. Kalau begitu Nina berangkat dulu, tolong bilangin sama Kak Nino kalau Nina berangkat naik taksi."
"Iya, nanti Mama bilangin sama kakak kamu."
Setelah pamitan, Nina pun segera berangkat ke kantor. Nina dan dua kandidat lainnya disuruh langsung masuk ke dalam ruangan HRD karena Bos akan datang sebentar lagi. Sedangkan karyawan lainnya diperintahkan berbaris di lobi untuk menyambut Bos baru mereka.
Tidak lama kemudian, sebuah mobil mewah pun berhenti di depan kantor. Semua karyawan langsung menoleh ke arah mobil. Seorang pria tampan, tinggi, dan putih keluar dari dalam mobil membuat para karyawan wanita melotot.
"Astaga, serius itu Bos baru kita? tampan sekali," gumam Gisel.
"Busyet, aku kira sudah tuwir," balas Hilmi.
Pria tampan bernama Bisma itu berjalan dengan gagahnya, dia tidak memperdulikan karyawan wanita yang melihatnya. "Di mana ruangan HRD?" tanya Bisma.
"Mari Pak, ikut saya," sahut Pak Rusli.
Bisma pun mengikuti langkah Rusli yang merupakan Manager di perusahaan itu. "Aku yakin, Nina bakalan melongo," ucap Gisel.
Nina meremas tangannya sendiri, entah kenapa dia merasa sangat gugup. Hingga akhirnya pintu ruangan itu terbuka, ketiganya menoleh ke arah pintu. Betapa terkejutnya Nina saat melihat siapa yang datang, begitu pun dengan Bisma yang ikut melotot tidak menyangka mereka akan bertemu kembali.
Bisma duduk di kursi yang sudah disediakan, pandangan Bisma tidak lepas kepada Nina. Sedangkan Nina menundukkan kepala, dia tidak mau sampai bertatap mata dengan Bisma.
"Pak, ini adalah tiga orang kandidat yang kami sudah pilih. Mereka sangat kompeten dalam bekerja, yang ini namanya Intan dari bagian produksi, ini Rossa dari bagian gudang, dan ini Karenina dari bagian pemasaran," ucap Pak Zul.
Bisma kembali memperhatikan satu persatu, Intan dan Rossa terlihat cari perhatian dan dari gestur tubuh mereka terlihat sekali jika mereka berusaha menggoda Bisma. Berbeda dengan Karenina yang dari tadi menundukkan kepalanya. Nina menggenggam pulpen dengan sangat erat, dia sedang memikirkan sesuatu.
Tiba-tiba Nina bangkit dari duduknya membuat semua orang melihat ke arah Nina termasuk Bisma. "Maaf Pak, sepertinya saya mengundurkan diri dari audisi ini. Rasanya saya belum siap, mungkin saudara Intan dan Rossa lebih pantas untuk mengisi jabatan sekretaris. Kalau begitu, saya pamit," ucap Nina dengan sopannya.
Intan dan Rossa tampak menyunggingkan senyumannya karena merasa saingan mereka sudah berkurang satu. Nina melangkahkan kakinya, tapi baru saja beberapa langkah tiba-tiba terdengar suara bas yang sangat Nina kenal.
"Tidak ada yang boleh keluar dari ruangan ini!" tegas Bisma.
Nina langsung menghentikan langkahnya. "Saya sudah putuskan, yang jadi sekretaris saya adalah dia," tunjuk Bisma kepada Nina.
"Nina, kamu terpilih menjadi sekretaris Pak Bisma," ucap HRD.
Nina membelalakkan matanya dan langsung membalikan tubuhnya. Intan dan Rossa ikut terkejut juga, Nina memberanikan diri untuk menatap Bisma. Mata yang dulu terlihat penuh cinta itu sekarang terlihat tajam dengan rasa benci yang sangat besar.
"Maaf Pak, saya tidak bisa," tolak Nina.
"Kamu berani menolak permintaan saya? baik, kamu boleh resign dari perusahaan saya namun saya akan membuat surat keterangan tidak baik supaya tidak ada perusahaan yang mau menerima karyawan pembangkang seperti dirimu!" tegas Bisma.
Lagi-lagi Nina membelalakkan matanya, bisa-bisanya Bisma berubah kejam seperti itu. Nina sadar, dulu dia bersalah karena sudah menghilang dan memutuskan Bisma hanya lewat pesan tapi Bisma tidak perlu sejahat ini kepadanya. Bisma pun bangkit dari duduknya.
"Rapatnya sudah selesai, dan saya sudah memutuskan siapa yang menjadi sekretaris saya," ucap Bisma.
Bisma pun melangkahkan kakinya, tapi dia menghentikan langkahnya tepat di samping Nina yang masih berdiri mematung. "Kamu sudah mulai bekerja menjadi sekretarisku," ucap Bisma.
Bisma pun keluar dari dalam ruangan itu, tapi Nina masih berdiri. "Nina, kamu ikuti Pak Bisma!" tegur HRD.
"I--iya, Pak," sahut Nina tersadar.
Nina pun dengan cepat mengikuti langkah Bisma yang cepat itu. Jantungnya berdetak tak karuan, kali ini dia merasa takut kepada Bisma. Mereka memasuki ruangan Bisma dan Bisma langsung duduk di kursi kebesarannya sedangkan Nina berdiri dengan menundukkan kepalanya.
Bisma memperhatikan Nina dari ujung kepala sampai kaki. "Ternyata hidup kamu baik-baik saja, syukurlah mungkin sekarang kamu sudah puas membuat hati seorang pria hancur lebur," ucap Bisma dengan dinginnya.
Nina langsung mengangkat kepalanya dan menatap Bisma. Bisma kembali bangkit dari duduknya dan menghampiri Nina, lalu berdiri di hadapan Nina membuat Nina seketika memalingkan wajahnya ke arah lain. Bisma tersenyum ketus, kala melihat reaksi Nina.
"Beri aku satu alasan, kenapa dulu kamu mencampakkan aku?" ucap Bisma.
"Jawaban aku akan tetap sama seperti 7 tahun yang lalu, aku pergi karena aku sudah tidak mencintaimu lagi," sahut Nina dengan mencoba menahan air matanya supaya tidak jatuh.
Bisma mengepalkan tangannya, bahkan rahangnya sudah mulai mengeras. "Apa itu sifat asli kamu? setelah apa yang aku lakukan dan berikan kepadamu, lalu kamu dengan kejamnya pergi meninggalkanku? kamu tahu, seberapa hancurnya hati aku waktu itu!" bentak Bisma.
Nina memejamkan matanya mendapat bentakan dari Bisma. "Apa arti 2 tahun bersama? ternyata selama 2 tahun menjalin hubungan, aku tidak ada artinya sama sekali di hati kamu, kamu adalah wanita paling jahat yang pernah aku kenal dan aku sangat membenci kamu," ucap Bisma penuh amarah.
Hati Nina begitu ngilu mendengar kata-kata itu, tapi Nina sadar dia memang pantas mendapatkannya. Tiba-tiba Bisma mencengkram wajah Nina membuat Nina kaget.
"Rasa sakitku belum sepenuhnya menghilang, dan saat ini aku dipertemukan kembali denganmu itu artinya semesta mendukungku untuk membalas semua yang sudah kamu lakukan kepadaku di masa lalu," ucap Bisma dengan seringainya.
Bisma pun menghempaskan wajah Nina, Bisma kembali duduk. Dia melemparkan map ke hadapan Nina.
"Aku minta laporan mengenai perusahaan ini, dan laporan itu harus selesai sore ini juga," tegas Bisma.
Nina mengambil map itu lalu dia keluar dan duduk di meja kerjanya yang berada di depan ruangan Bisma. Bisma mengusap wajahnya kasar saat Nina keluar dari ruangannya. "Sial, kenapa aku tidak bisa membenci wanita itu?" batin Bisma dengan kesalnya.
Sedangkan Nina, dia dengan cepat mengusap air matanya yang tiba-tiba jatuh. Entah kenapa hatinya begitu sangat sakit mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Bisma. Bisma yang dulu begitu lembut dan penyayang, sekarang berubah menjadi kasar dan kejam.
"Ya, Allah kuatkan hamba dalam menjalani semua ini," batin Nina.
Nina sadar, jika semua ini salah dirinya. Dia yang sudah membuat Bisma berubah seperti itu. Tapi, dulu dia meninggalkan Bisma karena ada sesuatu yang tidak bisa Nina ungkapkan sampai saat ini.
Setelah merasa sedikit tenang, Nina pun mulai mengerjakan tugas pertamanya dari Bisma. "Sepertinya tugas ini tidak akan selesai sampai sore," batin Nina.
Menjelang makan siang, Nina masih mengerjakan pekerjaannya hingga dia pun merapikan pekerjaannya karena dia ingin makan siang terlebih dahulu. Pada saat dia bangkit dari duduknya, ternyata bersamaan dengan Bisma yang keluar dari ruangannya.
"Mau ke mana kamu?" tanya Bisma.
"Sudah jam makan siang Pak, aku mau makan siang dulu," sahut Nina.
"Pekerjaan kamu sudah selesai?" ketus Bisma.
"Belum Pak, nanti habis makan siang aku lanjut lagi," sahut Nina.
"Lanjutkan pekerjaan kamu!" tegas Bisma.
"Tapi Pak----"
"Apa, mau membantah lagi? mau aku pecat dari sini!" geram Bisma.
Nina menggelengkan kepalanya, dia pun terpaksa kembali duduk dan melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Bisma, dia hari ini harus pulang ke rumah karena tadi pagi dia langsung ke perusahaan dan belum sempat pulang ke rumah. Nina hanya bisa menghela napasnya panjang, mana perutnya lapar sekali.
Rendra dan Gisel sudah beberapa kali menghubungi Nina namun Nina harus menolak ajakan teman-temannya, tidak lupa dia juga mengatakan kalau dia sudah makan supaya mereka tidak khawatir dengan keadaan Nina.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!