Sruupp
sruup
sprupuuuk
Terdengar gelak tawa setelah suara itu ada. Alora ikut meringis menyadari jika minuman yang sedang diseruput olehnya telah tandas tak tersisa lagi. Lalu tangannya berniat mengambil minuman yang berada di depannya, namun dengan sigap sang pemilik segera menjauhkannya.
"Pelit banget anjir," gerutunya kesal.
"Bodo, lo nya nggak tahu diri, udah ditraktir masih mau ngrampas punya gue," protes Karina seketika membuat bibir seksi milik Alora maju ke depan.
"Itungan banget," decaknya sebal.
"Ya gue bukan Jesi ya? yang duit di dompetnya nggak abis-abis, lagian masih mendingan elo dari pada hidup gue," cerocos Karina malah mengadu nasib dengan Alora.
Gadis itu jelas saja menggeleng, ia sedang tidak ingin mendengar keluhan apapun dari salah satu temannya itu. Kepalanya sudah cukup pusing memikirkan hidupnya selama ini.
Jesi dan Karina merupakan teman Alora, ada satu lagi teman Alora namanya Haikal tapi sering disapa Aboy karena memang pembawaannya yang kemayu.
Di antara mereka berempat Jesi merupakan gadis yang paling beruntung, hidupnya serba berkecukupan bahkan bisa dibilang mewah, kedua orang tuanya memiliki salah satu hotel di kotanya, sementara Karina harus kerja paruh waktu untuk menyambung hidup juga memenuhi kebutuhannya.
Haikal alias Aboy di antara tengah-tengah mereka, keluarganya kaya, tetapi karena perilaku menyimpang cowok itu membuatnya harus tinggal terpisah dengan kedua orang tuanya. Setiap hari mendapat nasihat jelas saja akan ditolak untuk anak seusianya. Alih-alih merenung cowok itu justru kabur dan memilih tinggal sendiri, ia tidak akan khawatir karena atm miliknya akan selalu penuh. Ada neneknya yang memperlakukannya layaknya anak kecil meski kini ia sudah menginjak 17tahun lebih 8 bulan.
Alora? kehidupan gadis itu tidak seberuntung Jesi juga tidak seburuk Karina yang harus bekerja untuk dirinya sendiri. Alora tinggal bersama dengan kaka perempuannya dan juga ayahnya. Ibunya telah tiada sejak Alora masih kecil. Bisa dikatakan kehidupan Alora dibiayai oleh kakanya, karena gaji yang didapat oleh ayahnya hanya cukup untuk membayar cicilan rumah juga mobil untuk beliau bekerja. Selebihnya hidup Alora serba pas-pasan.
"Mana lagi tuh berdua lama banget?" kesalnya mencari-cari keberadaan kedua temannya yang belum juga datang.
"Kaya nggak tahu aja pasti lagi pasang bulmat cetar itu si Aboy." Karina ikut melirik ke sekitar kafe meski telah menjelaskan demikian kepada gadis di depannya.
Tidak lama setelahnya kedua orang yang ditunggu datang, Karina langsung melambaikan tangan membuat mereka berlari kecil menghampiri.
"Kenapa tuh anak?" tanya Jesi. Pasalnya Alora terlihat sedikit murung, wajah ceria yang biasa ditunjukan gadis itu seakan raib diganti dengan wajah murung yang membuat siapa saja yang melihatnya merasa kasihan.
"Tahu, tadi b aja padahal," jelas Karina.
"Lo kenapa si Ra? mikirin utang?" tanya Haikal langsung.
"Mana ada, gue cuma lagi mikirin kak kak Luna aja," jelasnya.
"Kenapa kak Luna?" tanya Haikal.
Meski ia beda sendiri tetapi bisa dikatakan di antara mereka Haikal paling peka. Paling keIbuan juga tentunya.
Alora menggeleng, ia tidak berniat menceritakan kepada teman-temannya. Atau memang belum saatnya saja. Lagian ia keluar untuk menenangkan hati dan pikirannya, mana mungkin ia akan menyia-nyiakan karena pikiran konyolnya.
"By the way gue ada hadiah buat kalian." Jesi mengeluarkan paper bag yang sudah berisi kaos berwarna putih untuk teman-temannya.
Itu oleh-oleh dari orang tua Jesi karena baru saja pulang dari pari.
"Cakep nih, gue demen yang gratis-gratis gini," komentar Alora sukses membuat mereka menyoraki Alora.
Sekitar pukul 5 sore. Alora sudah tiba di rumahnya. Ayahnya sudah pulang terlebih dahulu, sementara kaka perempuannya itu belum terlihat, hari ini hari minggu dan biasanya memang Aluna akan pulang malam ketika jalan bersama dengan teman-temannya.
"Kak Luna belum pulang yah?" tanya Alora, setelahnya gadis itu ikut duduk di depan ayahnya yang sedang berkutat dengan layar laptop di depannya.
Ini yang Alora tidak suka. Meski hari libur, ayahnya akan tetap sibuk dengan pekerjaan kantornya. Jarang sekali ia melihat ayahnya tenang disaat hari libur kerjanya.
"Sebentar lagi mungkin, kamu sudah makan Ra?" tanya pak Darma, ayah Alora.
Alora mengangguk dengan helaan napas cukup dalam, itu reaksi karena kakaknya belum juga pulang, ia jadi kepikiran dengan obrolan ibu-ibu komplek tadi pagi yang tidak sengaja ia dengar, dan itu menyangkut tentang kakanya.
"Ara ke kamar dulu Yah, nanti kalau Ayah mau makan biar Ara siapin," tukasnya berlalu meninggalkan ayahnya setelah mendapat anggukan kepala dari lelaki paruh tersebut.
Keesokan harinya. Alora sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia buru-buru pagi ini karena kesiangan bangun.
"Syalan emak-emak komplek, gue kena dampaknya," decaknya sebal. Semalaman Alora susah tidur karena pikirannya penuh perkataan ibu-ibu komplek mengenai kakanya.
Sampai ia ke bawah terlihat Aluna yang sedang menuangkan air minum untuk ayahnya. Gadis itu tersenyum melihat kedatangan Alora.
"Tumben siangan Ra?" tanya Aluna dengan tangan sibuk menyiapkan sarapan.
"Nggak bisa tidur gue," jawabnya sekenanya.
"Galau ya?" ledek Aluna sukses membuat Alora berdecak.
Enak saja Aluna berkata demikian, ia tidak bisa tidur karena terus memikirkannya, bukan galau karena putus cinta, lagian Alora tidak punya pacar, bahkan gadis itu sama sekali belum pernah pacaran meski sekarang sudah kelas 3 SMA.
"Yah, Ara duluan ya?" pamitnya, setelah itu ia melirik ke arah Aluna yang mengernyit bingung dengan sikap adiknya itu.
"Sensi banget si?" gumamnya menggelengkan kepala.
Sampai di sekolah. Alora bisa bernapas dengan lega mengetahui jika pintu gerbang masih terbuka, ia mengatur napasnya setelah memarkiran motor matic miliknya.
"Untung aja gue masih keburu," leganya.
Hidung Alora mengendus-endus saat tanpa disengaja ia mencium aroma asing yang menyeruak di hidungnya. Harum enak dan Alora mendadak menyukai harum itu. Dengan bodohnya, Ia mulai mengikuti titik harum tersebut, sampai matanya terbuka secara normal Alora baru bisa berdiri dengan terpaku.
Glek
Seketika Alora menelan salivanya susah saat mendapati seseorang yang baru saja keluar dari mobilnya. Ia tidak pernah berpapasan sedekat itu dengan cowok misterius di sekolahnya.
Nanggala Sean Elkandevan. Cowok berbadan tinggi dan memiliki tubuh tegap, juga tidak terlepas dari hoodi hitam miliknya yang selalu setia menutup wajahnya itu digadang-gadang memiliki penyakit kulit yang aneh, itu sebabnya ia tidak pernah melepas hoodi hitam miliknya, bahkan untuk menutupi wajahnya ia sampai menggunakan topi dan masker.
Anehnya pihak sekolah membiarkannya saja. Dan itu sampai sekarang masih menjadi pertanyaan dari para murid-murid.
Segera mungkin Alora membalikan tubuhnya, ia tidak mau sampai melihat kulit Sean yang katanya begitu menjijikan.
Sementara Sean sendiri hanya melirik sekilas ke arah Alora saat melewatinya. Seakan tidak menganggap keberadaan gadis itu di sana.
Berbeda dengan Alora yang kini sedang bergidik ngeri saat tahu bau harum yang hampir membuatnya candu itu ialah si cowok misterius.
"Yakin gue, parfumnya sengaja banget buat nutupin bau busuk di kulitnya," komentar Alora menganggukan kepalanya begitu yakin.
Selesai upacara, Alora dan kedua temannya sedang berbincang di sudut koridor toilet. Meski ia tidak secentil Jesi dan juga Aboy, tetap saja yang namanya perempuan tidak jauh-jauh dari yang namanya make up.
Seperti yang dilakukan oleh ketiga gadis remaja ini, setelah upacara selesai, untuk menyempurnakan kembali penampilannya mereka akan langsung menuju ke tempat sepi untuk membenarkan make up yang sudah luntur karena teriknya pagi tadi saat upacara.
Biasanya ketiganya akan cuek saja untuk membenarkan make up di dalam kelas. Tetapi jika hari senin harus lebih waspada karena banyak anak OSIS yang akan ditugaskan.
"Eh parfum lo baru? wangi juga Jes." Karina mengendus ke arah seragam Jesi.
"Cobain deh biar cowok-cowok pada nempel," jawab Jesi menyerahkan botol parfum baru miliknya.
"Lo nggak Ra?" tanya Jesi melihat Alora yang hanya diam dengan mengamati kedua temannya.
"Ara," ulang Jesi karena tidak mendapat jawaban Alora.
"Apa si?" kesalnya.
"Dari kemarin gue perhatiin lo banyak ngelamun anjir," komentar Jesi diangguki setuju Karina.
"Guys," lirih Alora pada akhirnya.
"Kan bener, pasti ada yang lo sembunyiin, buru cerita mumpung masih ada waktu," titah Karina.
"Kemarin gue nggak sengaja denger ibu-ibu komplek ngomongin kak Luna," ujarnya terjeda.
"Ya terus? nggak salah kan secara kaka lo kan cantik, 11 12 lah sama gue." Jesi tersenyum tipis membanggakan dirinya.
Memang di antara mereka Jesi terlihat lebih menarik, bukan tanpa sebab barang-barang yang melekat di tubuh gadis itu merupakan barang mahal semua. Selain dari keluarga orang kaya, Jesi juga paling sering gonta-ganti pacar. Bisa dikatakan Jesi ialah ratu diantara mereka, otaknya juga cukup mesum.
Sementara Karina terlihat manis dengan sikap sedikit pendiam seperti orang bener, meski terkadang suka sedikit loading, tetapi ia juga paling pintar di antara mereka. Dan otak mesumnya tidak jauh berbeda dengan Jesi.
Alora? gadis itu sebenarnya sangat cantik, hanya saja ia tidak sepopuler Jesi temannya karena memang penampilan Alora lebih apa adanya, normal saja seperti anak SMA biasanya. Riasan pada wajahnya juga tidak setebal Jesi yang tidak bisa keluar tanpa menggunakan softlens pada matanya.
"Ke PDan lo Jes." Karina menggelengkan kepalanya mendengar pujian Jesi untuk dirinya sendiri.
"Udah si? gue mau curhat ini." Alora menghela napas panjang saat kedua temannya sudah menatapnya serius.
"Kalian percaya nggak kalau kak Luna kerja nggak bener?" tanya Alora sukses membuat kedua temannya terperangah.
"Maksud lo nggak bener?" Jesi sengaja memancing agar Alora langsung ke intinya saja.
"Jadi, kemarin gue denger ibu-ibu komplek lagi ngomongin kak Luna, katanya anaknya yang kebetulan sekampus sama kak Luna liat kak Luna lagi duduk sama om-om di lobi hotel, gue jadi kepikiran anjir," jelas Alora diangguki oleh Jesi.
"Gue si sempet curiga juga Ra, secara ya kak Luna sekarang cantik banget anjir, mana barang yang dipake kaka lo branded semua," jelas Jesi tanpa berniat menutup-nutupi kecurigaannya selama ini.
"Yah si bege lo kok gitu?" kesal Karina.
"Ya gimana, gue nggak polos kek lo pada ya?" ujar Jesi.
"Ya lo tenang aja si Ra, siapa tahu feeling gue salah kan? dan tuh ibu-ibu komplek lo cuma iri aja karena anaknya nggak bisa secantik kakak lo." Jesi berusaha menenangkan Alora.
Setelah Jesi mengatakan kecurigaannya selama ini, wajah Alora jadi terlihat berbeda.
"Ara!" panggilnya.
"Gue denger anjir," kesalnya.
"Ya udah ayo masuk kelas. Keburu ngomel nanti ibuk bengkak," ajak Jesi mengemasi alat make up miliknya.
Yang dimaksud ibu bengkak ialah guru yang memiliki tubuh cukup gempal, namanya bu Rosa. Jesi sering mendapat hukuman karena terlalu wow penampilannya untuk anak sekolahan.
"Oh, jadi kaka lo jadi pemuas om-om Ra?"
Seketiga Alora dan kedua temannya terkejut melihat adanya ke dua gadis cantik yang muncul secara tiba-tiba.
Elkavira dan Adista. Kedua gadis yang paling populer di sekolah. Selain Jesi mereka juga primadona Sekolah.
"Heh, ngapain ondel-ondel pada di sini?" semprot Jesi melihat keberadaan kedua rivalnya.
Meski Jesi termasuk deretan gadis populer di sekolah. Namun bukan berati ia akrab, justru jika ketiganya bertemu pasti akan ada perselisihan.
"Emm apa ya? dibilang nguping tadinya nggak mau nguping si? tapi berhubung ada gosip menarik. Bukan gosip juga kali ya? bisa juga fakta kan? jadi kita nggak sengaja denger deh," ujar Elkavira dengan senyum liciknya.
"Gue mohon kalau kalian denger, jangan kasih tahu siapa-siapa ya?" pinta Alora berhasil membuat Jesi melongo.
"Ra, apaan si mohon-mohon gitu?"
Jesi tidak terima jika Alora sampai memohon dengan kedua gadis di depannya.
"Tenang Ra, kita nggak bakal ngomong siapa-siapa kok, soalnya udah gue rekam, so...yang ngomong bukan kita. Tapi benda canggih ini," ujar Adista dengan tawanya.
"Ish, dasar licik lo pada, mana HP lo?" Jesi mencoba merebut ponsel milik Adista yang digunakan untuk merekam percakapan mereka tadi.
"Apa si badut jalanan, jangan norak deh." Adista berusaha menyembunyikan ponsel miliknya.
"Lo yang norak, apa-apa rekam, pengen viral lo?" Jesi mulai tersulut emosi.
Pada dasarnya, gadis itu memang tidak akan pernah bisa akur dengan mereka.
"Yang viral bukan gue lagi, tapi kakanya Alora. Siapa tahu Alora ikut kecipratan viral juga kan?" ejek Elkavira tersenyum meremehkan.
"Bangsat lo berdua." Jesi berniat menarik rambut Elkavira. Namun niatnya segera terurungkan mendengar teriakan Alora.
"Stop!" teriaknya.
"Jes, lo nggak perlu cari masalah sama mereka. Gue nggak mau lo dihukum gara-gara gue," ujarnya.
Jesi memutar bola matanya jengah, kalau sudah seperti ini mode baiknya Alora pasti yang muncul.
"Dan gue minta sama kalian, tolong hapus itu. Gue bakal lakuin apa aja asal kalian mau hapus," ujar Alora sontak membuat Elkavira dan Adista tertawa.
Sementara Jesi melongo mendengar ucapan Alora yang terkesan ceroboh dan juga bodoh pastinya.
"Ara, jangan bego deh," peringat Jesi.
Namun melihat Alora yang terdiam akhirnya Jesi menyerah, ia juga kesal karena Alora mendadak pasrah saja.
"Terserah lo deh Ra, gue ke kelas," finalnya.
Karina bingung harus tetap berada di sana apa menghampiri Jesi yang sedang kesal.
"Lo susul gih," titah Alora diangguki Karina.
"Duluan Ra," pamitnya.
Setelah tinggal bertiga saja. Alora kembali menghela napas dengan begitu dalam. Ia tidak mau nama kakaknya jelek dan membuat ayahnya kepikiran atau bisa saja jatuh sakit, selama ini kakanya yang banyak membantunya untuk bisa bersekolah dan bertahan hidup sampai detik ini.
Tidak ada salahnya kan kalau Alora kini berusaha mengambil tindakan agar nama kakanya tetap baik.
Apapun akan dia lakukan selama nama baik kakanya tetap aman. Meski ia tidak menampik jika ia sendiri merasa marah setelah mendengar hal itu. Tetapi jika sampai orang lain tahu itu kesalahannya yang tidak hati-hati menceritakan kepada kedua temannya tadi. Alora akan sangat merasa bersalah.
"Gimana Ra? gue boleh kan bagi-bagi cerita sama yang lain?" ujar Elkavira menyeringai.
"Jangan, gue bakal lakuin apa aja asal kalian hapus rekaman itu," jawab Alora.
"Takut benget lo?" ejek Elkavira dengan seringainya.
"Oke, gue bakal hapus rekaman yang tadi," ujar Adista.
Alora menghela napas lega, sebelum akhirnya kembali dipermainkan oleh dua siswi populer itu.
"Tapi dengan syarat," lanjut Elkavira.
Alora mulai gelisah jika sudah menyangkut persyaratan, keduanya terkenal licik, tidak mungkin syarat yang mereka berikan akan memudahkan Alora.
"Tapi janji kan setelah itu kalian bakal hapus rekamannya?" selidik Alora diangguki keduanya.
"Lo tenang aja, kita nggak akan ingkar," ujar Adista.
"So, apa syaratnya?" tanya Alora sedikit waas-was.
"Gampang banget, lo harus pacaran sama Sean dan wajib banget kirim foto lo sama dia kalau kalian udah jadian," ujar Elkavira sukses membuat Alora melongo.
"Sean? cowok misterius itu?" tanya Alora diangguki keduanya.
"Iya, gampang kan? gue juga bakal kasih gift gede ke lo kalau lo berhasil pacaran sama Sean, gue kasih lo 10 juta deh, lumayan kan sementara waktu kakak lo nggak harus jual tub-"
"Gue setuju," potong Alora sebelum Elkavira melanjutkan ucapannya.
Ia tidak akan rela jika siapapun mengatakan yang tidak-tidak tentang kakanya, sekali pun itu merupakan sebuah kebenaran.
"Bagus, nanti gue share lock ke lo alamat Sean, lo pasti malu kan deketin dia di sekolah? kita permudah," ujar Elkavira, setelahnya gadis itu pergi bersama dengan Adista.
"Bye Alora, jangan lupa share fotonya ke kita." Adista mengedipkan sebelah matanya sebelum kepergiannya.
Alora memejamkan matanya setelah keduanya pergi. Ia sedikit merutuki dirinya yang mudah saja menyanggupi syarat dari Elkavira dan Adista. Tetapi memang pilihannya sangat berat, jika ia tidak menyanggupi tentu saja mereka akan menyebarkan rekaman tentang kakanya.
"Pacaran sama cowok misterius itu?" Alora bergidik ngeri mengingat kejadian tadi pagi.
Hanya berpapasan saja sudah membuatnya takut apa lagi sampai pacaran.
"Tapi gue dapat 10 juta juga kan? lumayan lah gue tabung buat kuliah nanti," ujarnya. Jika bisa, Ia tidak ingin membuat kakaknya terbebani lagi karenanya, dan sampai membuat Aluna kerja tidak benar untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Setelah pulang sekolah. Alora mulai mencari alamat yang sudah Elkavira dan Adista kirimkan. Tadi ketika pulang Jesi masih dalam keadaan marah dengannya, Alora sudah mencoba untuk memperbaiki, namun agaknya Jesi keras kepala.
Dan Alora berniat menuntaskan urusannya terlebih dahulu, sebelum akhirnya nanti berniat membujuk Jesi lagi agar tidak marah dengannya.
Di tengah perjalanan, Alora mengumpat kesal karena bensin di motornya ternyata habis. Namanya juga cewek, ia tidak akan sedetail cowok untuk urusan kendaraan, bahkan motor matic yang ia beri nama si pinky itu pernah menginap di bengkel karena Alora tidak rajin menyervisnya.
"Ini alasan gue pengen punya duit sendiri, pengen ganti motor juga anjir," dumelnya turun dari motor, ia mulai mendorong motor maticnya untuk mencari pom bensin terdekat.
Beruntung sekitar 15 menit ia mendorong motor miliknya. Alora menemukan yang dibutuhkan untuk motornya, membuatnya semakin semangat untuk kembali melajukan motor buntutnya itu.
"Berangkat," ujarnya melajukan kembali motornya setelah bensin terisi penuh.
Beruntung ia selalu membawa dompet kecil miliknya kemana-mana, jika tidak mungkin ia harus merelakan betis kakinya bengkak untuk mendorong motor sampai ke rumahnya. Dan menunda niatnya untuk mencari alamat rumah Sean.
Ngomong-ngomong tentang itu Alora jadi teringat jika ia sudah hampir sampai, pagar tinggi berwarna hitam kini terlihat di depannya. Ia mengambil ponsel untuk melihat alamat yang tadi dikirimkan oleh Elkavira.
"Bener ini kok," gumamnya.
"Tapi mana rumahnya? gue liat pohon-pohon gede doang anjir," umpatnya kesal.
Tidak lama datanglah seorang satpam yang mungkin saja sedang bertugas di rumah tersebut. Satpam itu menghampiri Alora dan menanyakan tujuan gadis itu.
"Ada yang bisa dibantu nona?" tanya beliau membuka sedikit pagar besar di depannya.
Sebelum menjawab, Alora sempat melirik ke arah depan, ia melihat bangunan megah yang berdiri kokoh di depan sana, cukup jauh memang jaraknya dengan tempatnya berdiri.
"Ehem."
Deheman dari satpam tersebut berhasil membuat Alora terkejut dan mengingat tujuannya datang.
"Maaf pak, bener ini rumahnya Sean?" tanyanya tidak yakin.
"Iya benar, silahkan masuk saja," ujar satpam tersebut berhasil membuat Alora bengong.
Namun segera mungkin ia membawa motor miliknya masuk ke halaman rumah yang dipenuhi pohon rimbun juga rumput luas.
"Serius ini rumahnya? dosa nggak sih kalau gue nggak percaya?" ujarnya melewati halaman rumah yang sangat luas.
Alora bingung mencari pintu rumah tersebut, karena rumah dengan cat putih itu memang tidak terlihat seperti rumah, tetapi bangunan megah yang sering Alora jumpai di tempat-tempat wisata.
"Ini rumah apa gedung DPR si?" gumamnya lagi masih dengan keterkejutannya.
Setelah cukup lama kebingungan mencari pintu rumah tersebut, akhirnya Alora berhasil menemukannya, itu pintu yang tadi sudah ia lewati.
Setelah menghela napas cukup panjang, Alora memencet bel yang terdapat pada pintu besar dan berukir itu. Jika dilihat-lihat tidak terlihat seperti pintu, namun sudahlah tujuan Alora ke situ bukan untuk mengamati pintu di depannya. Tetapi untuk bertemu dengan Sean.
Ngomong-ngomong tentang itu, hati Alora mendadak berdebar, ia gugup akan bertemu dengan cowok yang paling misterius di sekolah, bahkan cowok dengan kulit aneh karena penyakitnya.
Detik berikutnya Alora sudah mengambil antiseptik yang sengaja ia beli tadi ketika berada di minimarket sebelah pom bensin. Tidak hanya membeli minuman untuk motornya, tujuannya jelas agar ia tidak tertular dengan penyakit Sean.
Cukup lama Alora menunggu sampai akhirnya pintu terbuka. Sosok wanita cantik dan tinggi yang muncul di depan Alora. Gadis itu tersenyum dengan paksa. Sejujurnya ia sedikit terkejut dan masih gugup melihat wanita di depannya.
"Maaf, ini benar rumahnya Sean?" tanya Alora sebelum wanita tersebut berucap.
Wanita itu mengangguk, pertanda membenarkan. "Iya, temen aden ya?" tanyanya membuat Alora terbengong sebentar, sebelum akhirnya mengangguk dengan kikuk.
Teman? yang benar saja. Bahkan Alora hanya tahu isu-isu yang beredar saja. Ia sendiri tidak cukup populer seperti Sean, bedanya kepopuleran Sean karena penampilannya yang begitu misterius. Sementara Alora siswi SMA pada umumnya. Alora sangat cantik tapi ia tidak sepopuler itu.
"Silahkan masuk," wanita tersebut mempersilahkan Alora untuk masuk ke dalam.
"Sebentar saya panggilkan aden dulu, nona bisa duduk dulu untuk menunggu," lanjutnya lagi dan Alora hanya mengangguk untuk menjawabnya.
"Wanita secantik itu bekerja di sini?" batinnya.
Cukup lama Alora menunggu, bahkan wanita yang tadi berkata ingin memanggil Sean pun tidak kunjung kembali. Alora mulai gelisah, ia khawatir jika rumah yang kini ia kunjungi bukanlah rumah orang yang dicarinya.
"Gue semakin nggak yakin kalau ini bener rumahnya," batinnya ragu.
Kaki mungilnya mulai berjinjit berniat untuk pergi, entah bermaksud apa Alora sampai sedikit mengangkat bagian belakang pada kakinya, jelas saja langkah ia tidak akan terdengar sekalipun ia berlari kencang atau loncat-loncat, lantai yang ia pijak itu lantai marmer terbaik di negaranya. Alora hanya akan terlihat bodoh jika melakukan hal demikian.
"Fix, gue salah rumah, anjir emang mereka berdua," umpatnya untuk kedua gadis populer di sekolahnya.
Alora melangkah semakin memantabkan niatnya untuk pergi saja. Sia-sia ia sudah membuang waktunya dan menunggu sesuatu yang tidak pasti.
"Nyari gue?"
Suara itu terdengar dan langsung membuat Alora menghentikan langkahnya. Gadis itu masih tetap pada posisinya tanpa berbalik badan atau menoleh. Ada perasaan gugup ketika suara tadi masuk di indera pendengarnya.
Suara yang belum pernah Alora dengar selama ini, meski terbilang sudah satu tahun sejak kepindahan Sean ke sekolahnya, tetapi baik Alora atau pun teman-teman di sekolahnya belum ada yang mendengar suara Sean sejak kedatangan cowok itu. Sangat jarang cowok misterius itu bersuara.
Ini pertama kalinya Alora mendengarnya, tetapi tunggu! suara itu terdengar sangat merdu dan mampu menggetarkan jiwa Alora. Lihatlah gadis itu kini sampai merasa sedikit terbuai hanya karena sebuah suara.
"Mampus, gue beneran salah alamat kalau gini, kenapa bukan anaknya ayah ojak aja si yang ke sini?" ujarnya dalam hati.
Alora terus merutuki dirinya yang sudah salah rumah untuk mencari Sean, meski belum menoleh dengan siapa kini ia berbicara, namun Alora sudah sangat yakin jika itu bukan suara dari seorang Sean. Suara yang baru didengar olehnya sangatlah seksi, khas suara laki-laki dengan kepribadian yang sangat menarik, berbanding terbalik dengan Sean dan segala isu tentangnya.
"So-sorry gue salah orang," ujarnya langsung lari untuk keluar.
Niatnya jelas agar ia tidak perlu bertatap muka dengan orang tersebut, dan akan membuatnya semakin malu. Namun agaknya nasib baik sedang tidak berpihak kepadanya, setengah mati Alora menahan kesal dan malu karena tidak kunjung menemukan pintu keluar. Seingat Alora itu jalan yang sudah ia lewati sebelum berada di ruang tamu, ia sangat yakin jika tadi hanya melewati sebuah lorong cukup luas sebelum masuk ke ruang tamu dengan sofa di dekatnya. Namun kenapa tiba-tiba pintunya tidak ia temukan.
"Sial, ini kenapa jadi kaya labirin gini sih?" gerutunya dalam hati.
"Nyari apa?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!