“Ibu!!!”
Dengan nafas tersengal dan keringat yang membasahi tubuhnya, Yona terbangun di tengah malam yang sunyi. Ia langsung menggapai segelas air putih yang selalu di letakkan dekat meja lampu.
Kerongkongan Yona langsung basah setelah menghabiskan segelas air sampai tandas. Namun tak membuat degupan jantungnya masih belum stabil. mimpinya baru saja terasa sangat nyata. Bayangan sang Ibu yang sudah lama meninggalkannya terlihat jelas. Dan wanita itu seperti sedang kesakitan, lalu meminta pertolongan padanya.
Yona mengusap wajahnya dengan kasar. Ia memutuskan pergi ke balkon kamarnya untuk mencari angin. Siapa tahu bisa menghilangkan rasa cemas yang masih menguasai hatinya.
Sudah enam belas tahun Yona tinggal berdua dengan ayahnya. Ibunya pergi meninggalkannya sejak usianya masih lima tahun. Danita memilih hidup dengan pria lain dan tidak mau lagi merawatnya. itulah cerita yang ia dapat dari sang ayah, juga neneknya.
Meskipun selama tinggal bersama sang ayah yang merupakan pengusaha sukses, namun tak membuat Yona melupakan sosok yang sudah melahirkannya. Sewaktu masih duduk di bangku sekolah, ia berjanji pada dirinya sendiri kelak akan mencari ibunya. Dan kini di saat usianya sudah menginjak dua puluh satu tahun, Yona mulai mencari sang Ibu.
Sebenarnya niatan untuk mencari ibunya sudah Yona lakukan sejak ia lulus sekolah. Namun karena penjagaan ketat dari sang ayah, sangat menyulitkan Yona. Jarvis, ayah Yona sangat protektif pada putrinya. Pria itu memberikan pengawasan ketat pada Yona agar tidak terjadi apa-apa dengan putrinya itu.
Hingga akhirnya sekarang Yona baru bisa melakukan pencarian itu. meskipun belum bisa menemukan titik terang sama sekali.
Dua bulan yang lalu Yona diam-diam menyewa seorang detektif untuk membantunya mencari di mana ibunya berada. Namun sampai saat ini belum ada kabar apapun..
“Aku yakin Ibu masih hidup. Aku akan terus berusaha mencarinya,” gumamnya sambil mengesah pelan.
Malam yang sunyi, membuat Yona enggan kembali masuk ke dalam kamarnya. Terlalu nyaman di balkon karena sibuk memikirkan ibunya. Hingga ia tidak menyadari ada seseorang dari bawah yang entah sejak kapan mengawasinya.
“Yona, tidurlah! Kenapa kamu di sana?” teriak seorang pria paruh baya namun masih terlihat tampan.
Deg
“Ayah?” gumam Yona terkejut saat mendengar suara teriakan ayahnya di samping garasi.
“I..iya Yah. Yona masuk,” jawabnya gugup kemudian ia segera berdiri dan masuk ke dalam kamar.
Yona menutup kembali pintu balkon. Meskipun rasa kantuknya belum datang, ia memaksakan diri naik ke tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Namun tiba-tiba saja terdengar suara pintu kamarnya terbuka.
Cklek
Jarvis masuk ke dalam kamar putrinya yang sengaja tidak dikunci. Firasat Yona benar kalau sebentar lagi ayahnya pasti menghampirinya di kamar.
“Ayah?” ucap Yona lirih.
Pria berpostur tubuh tinggi kekar yang hanya mengenakan kemeja warna dark grey itu duduk di bibir ranjang putrinya. Jarvis mengamati wajah putrinya yang sepertinya baru saja bangun. Tapi kenapa malah berada di balkon.
“Kamu sakit?” tanyanya penuh perhatian. Menempelkan punggung tangannya di kening Yona.
“Nggak, Ayah!” jawab Yona.
“Kenapa di balkon? Ini sudah larut malam, Yona. Bisa sakit kamu nanti kalau kena angin malam,” ujar Jarvis masih menunjukkan raut wajah yang cemas.
“Ehm, tadi Yona tiba-tiba terbangun. Kemudian tidak bisa tidur lagi, Yah. Akhirnya ke balkon buat cari angin,” jawab Yona bohong.
Yona tidak akan mengatakan kalau ia baru saja mimpi buruk. Khawatir jika ayahnya mencecar berbagai pertanyaan, dan ia tidak bisa berbohong lagi.
“Ayah baru pulang? kenapa larut begini pulangnya?” tanya Yona mengalihkan topik pembicaraan.
“Iya. ada pekerjaan yang membuat Ayah harus lembur. Tapi setelah selesai, Ayah tidak langsung pulang,-“
“Ayah mampir ke mana?” sahut Yona menatap tajam sang ayah. Khawatir kalau ayahnya berbuat macam-macam.
Jarvis terkekeh mendengar pertanyaan putrinya. Kemudian mengusap lembut kepala Yona sambil menggelengkan kepalanya.
“Ayah tidak pergi ke mana-mana, Yona. Apa kamu mencium bau alkohol? Ayah juga tidak mabok. Tadi Ayah mampir sebentar ke rumah nenek. Sore tadi mendapat kabar kalau nenek sedang kurang enak badan. Ayah mampir sebentar, nggak taunya ketiduran di sofa kamar nenek. Ya, baru pulang sekarang akhirnya,” jawab Jarvis sambil memberikan senyuman hangat pada Yona.
“Nenek sakit? Besok pagi aku akan ke sana,” ucap Yona.
“Ya sudah, sekarang lebih baik kamu tidur lagi. Ayah juga mau tidur,” pamit Jarvis.
Yona menatap punggung ayahnya yang semakin jauh dan akhirnya keluar dari kamarnya. Dia percaya kalau ayahnya memang tidak pernah macam-macam dengan pergi ke tempat hiburan malam. Yona juga heran, ayahnya masih tampan dan tidak terlalu tua di usianya yang sudah empat puluh tujuh tahun namun tidak memiliki keinginan untuk menikah lagi. apa yang membuat pria itu memutuskan untuk menjadi single father. Yona tidak tahu.
Pagi harinya Yona sedang sarapan bersama ayahnya di ruang makan. Sudah menjadi pemandangan biasa di pagi hari, Yona dan Jarvis sarapan bersama sebelum melakukan rutinitasnya.
“Ayah kok pakaiannya seperti itu? apa tidak pergi ke kantor?” tanya Yona heran.
“Hari ini Ayah santai. Nanti siang baru ke kantor. sekarang mau ngantar tuan putri ke kampus,” jawab Jarvis dengan tersenyum simpul pada Yona.
“Apa?” Yona terkejut.
Tidak biasanya Jarvis meluangkan waktunya dengan mengantarnya pergi ke kampus. Terkadang pria itu mengantar Yona sekalian berangkat ke kantor kalau memang sedang tidak padat jadwalnya. Tapi, untuk sekarang agak aneh saja bagi Yona. Apa jangan-jangan ayahnya mengetahuinya kalau diam-diam sedang mencari sang ibu.
“Kenapa” kok kelihatannya kamu tidak suka begitu diantar ayah? Apa jangan-jangan putri ayah ini sedang ada janji dengan pacarnya?” Jarvis melempar pertanyaan dengan tatapan penuh selidik.
“Tidak, Yah! Bukan begitu. Aku tidak punya pacar. Ya sudah, nanti aku juga sebentar kok ke kampusnya.” Yona menjawab sambil mengerucutkan bibirnya.
“Nah gitu dong, Sayang. Bukannya semalam kamu mau jenguk nenek juga? ya sekalian saja setelah dari kampus kita ke rumah nenek,” ucap Jarvis.
Yona hanya mengangguk lemah. Di akhir masa perkuliahannya yang sebentar lagi wisuda, Yona memiliki banyak waktu luang. Rencananya hari ini ia akan menemui detektif suruhannya untuk menanyakan hasil perkembangan pencariannya. Namun karena ayahnya yang akan mengantar ke kampus, akhirnya Yona mengurungkan niatnya untuk bertemu detektif itu.
Usai sarapan mereka berdua segera berangkat. Yona duduk di samping ayahnya yang sedang mengemudikan mobil. Sekilas, Yona dan ayahnya seperti pasangan “sugar” yang lagi trend. Apalagi penampilan Jarvis yang masih sangat modis.
“Kenapa kamu memperhatikan Ayah seperti itu?” tanya Jarvis yang kini sudah memakai kacamata hitamnya.
“Aku nggak tahu bagaimana reaksi mahasiswa nanti kalau lihat Ayah seperti ini? bisa-bisa mereka nanti naksir Ayah,” jawab Yona sambil menggelengkan kepalanya.
“Jangan khawatir! Ayah tidak akan terpikat oleh siapa pun,” ucap Jarvis percaya diri.
Keduanya kembali diam. Jarvis fokus dengan kemudinya. Sedangkan Yona menatap jalanan yang pagi ini cukup padat dengan kendaraan.
Tiba-tiba saja ponsel Yona berdering. Ada panggilan dari detektif sewaannya. Ia tidak berani menerima panggilan itu karena ada ayahnya. Akhirnya ia menolaknya.
“Kenapa tidak diangkat, Yon?” tanya Jarvis heran.
“Ehm, nggak penting kok, Yah. Nanti juga ketemu di kampus,” jawab Yona berbohong.
Jarvis hanya mengangguk, kemudian fokus lagi ke jalanan. Tak lama kemudian ada pesan masuk ke ponsel Yona.
“Nanti malam kita bertemu di Club Dark Rose.”
.
.
.
*Happy Reading!!
Mobil yang dikemudikan Jarvis sudah memasuki halaman kampus di mana Yona selama ini menempuh pendidikannya. Pria itu memarkirkan mobil di parkiran mahasiswa. Yona terheran-heran melihat ayahnya. Ia kira hanya diantar sampai depan kampus, rupanya sang ayah ikut masuk ke dalam dan memarkirkan mobilnya di sana.
“Kenapa bengong begitu, Yon?” tanya Jarvis membuyarkan lamunan putrinya.
“Serius Ayah ikut ke kampus? Ayah nggak sengaja ingin tebar pesona ke mahasiswa kan? Ayah nggak berniat cari daun muda kan?” tanya Yona dengan tatapan menyelidik.
Jarvis tergelak mendengar berbagai macam pertanyaan tuduhan dari putrinya. Ia tidak membenarkan semua pertanyaan itu.
“Kamu jangan khawatir! Ayah tidak ada niat apa pun mengantar kamu ke kampus. Kebetulan Ayah memiliki teman lama yang merupakan dosen di sini. maka dari itu Ayah sekalian mau ketemuan di sini,” jawab Jarvis jujur.
“O ya sudah kalau begitu. Selamat reunian dengan teman lama Ayah. Aku langsung ketemu dosen dulu. nanti kalau sudah selesai, aku hubungi Ayah,”
Jarvis mengangguk kemudian Yona keluar dari mobil yang kemudian disusul oleh Jarvis. Baru saja Yona berjalan beberapa langkah dan di belakangnya ada sang Ayah, beberapa mahasiswa yang ada di tempat parkir itu langsung terpesona oleh ketampanan ayahnya. Yona menoleh ke belakang sambil menatap jengah pria itu. tatapan tajam Yona pada Jarvis memberi isyarat agar pria itu tidak macam-macam di kampus. Jarvis pun menanggapinya dengan anggukan kepala dan acungan jempol.
Yona sudah bertemu dengan dosen pembimbingnya. Bulan depan ia akan melakukan sidang skripsi, jadi ada beberapa keperluan yang dibahas dengan dosennya untuk persiapan sidangnya nanti.
Selesai bertemu dengan dosen pembimbingnya Yona tidak langsung menghubungi ayahnya. Melainkan mencari tempat untuk menghubungi detektif sewaannya.
“Halo! Kenapa kita harus bertemu di Club?” tanya Yona langsung melayangkan protesnya.
“Karena saya bekerja di sana nanti malam, Nona,” jawab lelaki di seberang sana.
Yona hanya mengesah pelan. Dia tahu kalau lelaki itu memang punya pekerjaan sampingan sebagai bartender. Namun menurut data dirinya yang ia dapat, pekerjaan lelaki itu selalu berhasil jika masalah tentang mencari seseorang.
“Ya sudah, aku akan ke sana nanti malam,” jawab Yona akhirnya.
Yona kini harus menyusun rencana matang bagaimana caranya agar bisa keluar nanti malam. apalagi ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di sebuah Club malam. maklum saja, selama ini Yona memang hidup dalam sangkar emas. Jadi, kehidupannya lempeng sekali, tidak ada naik turunnya seperti roller coaster.
Demi bisa menemukan sang Ibu, Yona terpaksa harus berbohong pada ayahnya. Meski terbesit rasa bersalah pada ayahnya, namun Yona akan tetap melanjutkan pencariannya itu.
Drt drt drt…
Ponsel Yona berdering. Ada panggilan dari ayahnya. Harusnya ia yang lebih dulu menghubungi pria itu, tapi kenapa Jarvis yang justru menghubunginya?
“Ya, halo Ayah?” sapa Yona.
“Apa kamu masih lama? Ayah baru saja ada telepon, harus ke kantor sekarang juga. apa lebih baik nanti kamu dijemput sopir saja, Sayang?” tanya Jarvis.
“Tidak perlu. Nanti aku naik taksi saja dan langsung ke rumah nenek.” Yona tersenyum tipis seperti baru saja menemukan ide.
“Oh ya sudah baiklah. Ayah pergi sekarang kalau begitu,”
Setelah panggilan itu berakhir, Yona menghubungi temannya. Dia akan melobi temannya itu agar nanti malam bisa keluar rumah. ternyata teman Yona juga sedang ada keperluan di kampus. Ya, karena mereka kuliah di tempat yang sama. Hanya saja beda jurusan. Yona menunggu sebentar, tak lama kemudian temannya datang.
“Hai, Ell!” Yona melambaikan tangannya saat melihat Ellen sedang mencari keberadaannya.
Ellen segera menghampiri Yona. Mereka berdua berpelukan sebentar karena lama tidak bertemu. Berbasa-basi sebentar sebelum akhirnya Yona mengutarakan maksudnya.
“Bagaimana kalau nanti kamu diikuti bodyguard?” tanya Ellen.
“Tidak akan. Sudah lama aku tidak mendapatkan pengawasan dari bodyguard. Karena ayah sudah percaya kalau selama ini aku adalah anak baik-baik,” jawab Yona.
“Percaya diri sekali!” Ellen mencebikkan bibirnya.
“Ya sudah, nanti malam aku jemput kamu. Semoga tujuan kamu mencari ibu kamu berhasil,” lanjut Ellen.
Yona mengangguk. Setelah itu keduanya berpisah. Ellen masih ada urusan dengan dosennya, sedangkan Yona akan pergi ke rumah neneknya.
***
Taksi yang mengantar Yona sudah sampai di depan rumah sang nenek. Nenek Yona yang tidak lain ibu dari Jarvis tinggal bersama seorang pembantu saja. wanita renta itu tidak mau tinggal bersama putra semata wayangnya karena tidak ingin meninggalkan rumah yang penuh kenangan itu.
“Eh ada Mbak Yona!” sapa seorang pembantu yang kebetulan sedang ada di depan rumah.
“Iya, Bik. Apa nenek di dalam? Kata ayah, nenek sedang sakit?”
“Iya, Mbak. Biasa sakitnya nenek Ruth, karena kangen putranya. Sekarang beliau sudah sehat. Mbak Yona masuk saja!”
Yona mengangguk, kemudian masuk ke dalam rumah. tampak seorang wanita renta sedang menonton televisi. Wanita yang memakai kacamata itu tidak menyadari kedatangan cucu satu-satunya karena sedang fokus dengan acara televisi yang sedang ditonton.
“Nek!” panggil Yona, dan seketika Nenek Ruth menoleh.
“Yona? Kamu kah itu? astaga… ke mana saja kamu tidak pernah main ke sini? dasar cucu bandel!” cerocosnya sambil menerima pelukan sang cucu.
Yona hanya meringis lucu. Ia mengatakan pada sang nenek kalau akhir-akhir ini memang sedang sibuk menyiapkan sidang skripsinya. Nenek Ruth pun akhirnya paham dan memakluminya.
Yona dan neneknya menghabiskan waktunya dengan ngobrol sana-sini. wanita itu sangat menyayangi Yona, karena memang Yona cucu satu-satunya. Nenek Ruth memiliki dua orang anak, namun sayangnya anak keduanya sudah meninggal di saat usianya masih remaja.
“Apa nanti ayahmu akan jemput ke sini?” tanya nenek Ruth.
“Iya, Nek. Setelah pulang dari kantor langsung jemput Yona.”
“Semalam Jarvis mampir ke sini melihat nenek. Kata Bik murti, ayah kamu sampai ketiduran di sofa kamar nenek. Jadi pulangnya kemalaman,” ujar nenek Ruth.
Yona mengiyakan apa yang dikatakan sang nenek. Mereka terus ngobrol, sampai akhirnya Yona mengungkit sedikit masa lalu ayahnya dengan sang ibu. siapa tahu ada sedikit titik terang mengenai ibunya. Meskipun sejak dulu neneknya terlihat tidak suka dengan ibu Yona.
“Tidak perlu lagi kamu menanyakan tentang wanita itu, Yona! Dia bukan ibu yang baik. dia tidak lebih dari seorang pela cur.” Nenek Ruth bicara dengan geram.
Begitu juga dengan Yona. Ia tidak terima dengan ucapan neneknya mengenai sang ibu. namun jika ibunya memang wanita baik-baik dan ingat anaknya, tidak mungkin wanita itu pergi meninggalkannya. Apa ada alasan lain yang membuat ibunya pergi meninggalkannya? Padahal dulu Yona pernah mendengar kalau ibu dan ayahnya menikah karena keduanya saling mencintai dan sudah lama menjalin hubungan sebagai pasangan kekasih. Banyak sekali pertanyaan di benak Yona mengenai masa lalu ibu dan ayahnya.
.
.
.
*Happy Reading!!
Usai dari rumah neneknya, Yona pulang dijemput oleh ayahnya. Jarvis hanya singgah sebentar untuk menanyakan keadaan ibunya, setelah itu pulang.
“Yah, nanti malam aku ada undangan pesta ulang tahun dari salah satu teman,” ucap Yona saat sedang dalam perjalanan.
Yona berusaha tenang dan tidak gugup, karena ini pertama kalinya ia berbohong pada ayahnya. Semoga saja ayahnya tidak tahu.
“Pukul berapa berangkatnya? Biar nanti diantar sopir,” tanya Jarvis santai.
“Tidak perlu, Yah! Nanti aku dijemput sama Ellen. Pulangnya juga sepertinya malam, aku akan menginap di rumah Ellen sekalian,” ujar Yona.
Jarvis tampak diam tidak langsung mengiyakan atau pun memberi pertanyaan runtut pada Yona.
“Oh ya sudah kalau begitu. Ayah hanya berpesan, tetap jaga diri baik-baik,” ucap Jarvis kemudian menoleh sejenak ke arah Yona. Mengembangkan senyum tipis.
Yona mengedipkan matanya beberapa kali. Tidak percaya dengan jawaban ayahnya. Semudah itu ayahnya memberikan ijin. Namun ia tidak ingin banyak tanya. Intinya untuk rencana awalnya ini berjalan mulus. Konon katanya jika memiliki rencana sesuatu dan memulainya lancar tidak ada hambatan, pasti selanjutnya juga akan berjalan lancar.
Sesampainya di rumah, Yona bergegas masuk ke dalam kamarnya. Dia harus bersiap untuk pergi ke acara pesta bohongannya, dan akan menghubungi Ellen kalau ayahnya sudah memberi ijin. Tak lupa Yona juga membawa baju ganti untuk menginap di rumah Ellen.
Tiba saatnya Yona berangkat. Ellen sudah datang beberapa menit yang lalu. Perempuan itu sedang menunggunya di ruang tamu. Ellen juga ikut acting dalam kebohongan Yona. Ellen mengenakan gaun pesta. Untung saja penampilannya tidak terlalu mencolok. Begitu juga dengan Yona.
Setelah berpamitan pada ayahnya, Yona dan Ellen segera berangkat. tempat yang dituju mereka ada sebuah Club kenamaan yang ada di pusat kota. Baik Yona maupun Ellen sama-sama belum pernah menjejakkan kakinya di tempat hiburan malam tersebut.
“Yakin kamu akan masuk sendirian, Yon?” tanya Ellen memastikan.
“Yakin. Aku hanya bertemu dengan detektif itu. kebetulan dia juga bekerja sebagai bartender, jadi aku cuma ngobrol sebentar dengannya. kamu jangan khawatir, Ell!”
“Ya sudah, aku tunggu di rumah. kalau ada apa-apa, cepat hubungi aku! aku akan siap siaga menjemputmu,” ujar Ellen layaknya seorang pengawal pribadi Yona.
Yona hanya terkekeh mendengar ucapan temannya itu. tak lama kemudian Yona keluar dari mobil dan segera masuk ke Club tersebut. sedangkan Ellen sudah memacukan mobilnya meninggalkan tempat hiburan malam itu.
Suasana malam minggu sangat ramai sekali pengunjung yang datang ke Club. Yona menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menuju pintu masuk. Sesekali ia juga melihat penampilannya sendiri yang masih dalam batas aman.
Suasana Club sangat ramai dan dentuman musik yang memekakkan telinga cukup mengganggu Yona. Dia tidak tahan berlama-lama di tempat ini. matanya menelisik mencari seseorang. Lampu kelap kelip di tempat itu juga menghalangi penglihatan Yona untuk menemukan Ansel, si detektif.
“Ke mana sih, Ansel?” gumam Naomi melihat ke arah meja bartender namun tidak ada lelaki yang ia cari.
Tadi Yona sudah mengirim pesan pada Ansel dan lelaki itu menjawab kalau sudah ada di Club. Mungkin Ansel sedang ke toilet. Begitu menurut Yona. Akhirnya Yona memutuskan menuju meja bartender, memesan minum. Namun sebelum melangkah ke sana, tubuh Yona hampir terhuyung saat ada pengunjung Club baru datang.
“Eh, sialann!!” umpat Yona dengan wajah geram yang ditujukan pada seorang pria berbada tegap, namun dia tidak bisa melihat wajahnya.
Pria itu berjalan begitu saja tanpa menoleh ke arah Yona. Bahkan suara umpatan Yona saja tidak ia dengar. Dengan menahan marah, Yona melanjutkan langkahnya menuju meja bartender.
“Hai, sudah lama?” sapa Ansel yang tiba-tiba muncul.
“Sudah lumayan. Aku mau pesan minum yang tanpa alkohol!”
Ansel mengangguk kemudian membuatkan mocktail untuk Yona. Setelah itu mengajak Yona duduk di salah satu tempat yang nyaman. Karena masalah ini harus ia bicarakan dengan serius.
“Cepat katakan, ada hasil penemuan apa?” tanya Yona tidak sabar.
“Tidak banyak. Tapi semoga ini bisa membantumu, Yona. Kamu cari orang yang bernama Madam Jolie. Dia dulu seorang mucikari. Memiliki rumah bordil cukup terkenal yang berada di ujung kota,” ujar Ansel.
“Apa? mucikari?” tanya Yona terkejut.
Kalau dia harus mendatangi seorang mucikari, apa itu artinya memang ibunya dulu seorang pela cur? Ada seberkas rasa sakit di hati Yoa jika memang itu kenyataan tentang masa lalu ibunya. Dan dirinya adalah anak seorang pela cur. Meskipun demikian, Yona tidak akan berhenti sampai di sini saja. ia tidak akan menyerah begitu saja. belum tentu juga masa lalu ibunya seperti itu.
“Iya. itu informasi yang aku dapatkan. Seorang pria yang dekat dengan ibu kamu dulu sering datang ke rumah bordil milik Madam Jolie. Entah orang itu masih aktif di sana atau sudah ada penerusnya,” jawab Ansel.
“Terima kasih, Ansel. Semoga informasi yang kamu beri bisa mempertemukanku dengan ibuku. Aku sudah mentransfer sisa bayaran kamu,” ucap Yona sambil memegang ponselnya dan mengirim uang sisa pembayarannya untuk Ansel.
“Ok. Terima kasih banyak, Yon! Senang bekerjasama denganmu. Minuman ini gratis buat kamu. Lanjutkan minummu, kalau mau lanjut happy happy, silakan! Aku akan melanjutkan pekerjaanku,” Ansel segera beranjak dari tempat duduknya.
Yona mengangguk samar kemudian meminum minuman yang sudah dibuatkan oleh Ansel tadi. ia segera menghabiskan minumannya agar bisa secepatnya meninggalkan tempat ini. tempat yang tidak mungkin Yona kunjungi lagi.
Usai menghabiskan mocktail, Yona meraih tasnya dan segera keluar dari Club itu. jalan keluar tidak sama seperti jalan yang ia lewati saat masuk tadi. kali ini ia harus melewati sebuah lorong nyang cukup minim pencahayaannya. Sebelum sampai lorong, Yona mendengar suara tembakan dari dalam Club yang cukup nyaring. Sontak saja suasana berubah menjadi mencekam. Pengunjung Club tampak berhamburan keluar untuk melarikan diri. Yona sempat menoleh sebentar, ada beberapa orang berpakaian serba hitam sedang mengangkat pistol. Orang-orang itu berjalan menuju ke arahnya, lebih tepatnya ke ruangan VIP yang dekat dengan pintu keluar. Tak banyak berpikir, Yona pun ikut berlari seperti pengunjung lainnya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu dengan dirinya.
Suasana semakin menegangkan saat lagi lagi terdengar suara tembakan. Yona yang takut sekaligus panik, membuat ia salah jalan dan langsung masuk begitu saja pada sebuah ruangan yang terbuka.
Baru saja Yona memasuki ruangan itu, tiba-tiba ada seseorang yang membekap mulutnya dan menarik tubuhnya dengan cepat ke sebuah lorong kecil untuk bersembunyi.
Yona tidak mengerti dan siapa pria yang sedang membekapnya itu. namun beberapa saat kemudian Yona mendengar suara langkah kaki beberapa orang.
“Ke mana dia? bukankah tadi kamu bilang dia masuk ke salah satu ruangan VIP?” tanya seorang pria.
“Iya. memang aku melihatnya dia masuk ke ruangan ini. kemudian disusul pelanggannya yang akan melakukan transaksi,”
Yona semakin ketakutan. Takut jika nyawanya akan melayang karena tembakan dari orang yang tidak ia kenal. Nafasnya memburu, ia memberanikan diri mendongakkan kepala menatap pria yang sedang membekap mulutnya.
Dua pasang mata itu saling menatap dalam kegelapan. Tatapan yang dalam dan menimbulkan gelenyar aneh pada diri mereka masing-masing. Yona sontak memeluk erat pria itu kala suara langkah kaki orang-orang yang bicara tadi semakin mendekat.
.
.
.
*Happy Reading!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!