NovelToon NovelToon

AMBIVALENSI LOVE

Bab 1

JONATHAN YOHVE SHEEHAN POINT OF VIEW:

🌺🌺🌺

Panggil saja aku Jo, orangtuaku biasanya memanggilku dengan sebutan itu. Aku terlahir dari orangtua yang memiliki kemampuan dalam bidang teknik.

Daddyku seorang arsitek dan mommyku seorang insinyur teknik sipil. Sebenarnya keluargaku memiliki sekolah yang sangat bagus dari kalangan siswa menengah ke atas, hanya saja sekolah nya SMA atau senior high school. Sedangkan aku lebih tertarik dengan SMK atau Vocational high school.

Alhasil, aku sekolah di salah satu SMK swasta yang menyediakan jurusan geomatika. Entahlah, bakat mommyku lebih menurun padaku. Aku pintar dalam menghitung titik koordinat dan titik azimuth daripada menata keindahan bangunan seperti daddyku.

Masih SMP saja aku sudah mahir dengan alat yang bernama theodolite. Itu bukan karena kebetulan, tapi aku sering berkumpul dengan tante dan mommyku. Aku punya tante yang juga seorang insinyur teknik sipil dan dia sering mengadakan kerjasama dalam sebuah pembangunan bersama mommyku. Namanya tante Mika, aku cukup dekat dengan nya karena dia menganggapku seperti anaknya sendiri.

Tante Mika tidak memiliki seorang anak, padahal usia pernikahannya dengan Om ku sudah cukup lama. Itu alasan nya kenapa tanteku sangat menyayangiku seperti putra nya. Dia juga menyayangi adik perempuanku yang masih kelas X SMA. Aku dan adikku beda sekolah, adikku berada di sekolah milik keluarga kami yang dari siswa kalangan menengah ke atas itu.

Geomatika adalah istilah ilmiah modern yang berarti pendekatan terpadu dalam mengukur, menganalisis, mengelola dan deskripsi lokasi dan data kebumian yang sering disebut dengan data spasial. Intinya geomatika ini adalah anak mata mata pelajaran dari teknik sipil.

Dan ini sudah ketiga kalinya aku pindah sekolah. Aku pindah sekolah karena banyak hal yang tidak masuk dalam logikaku dan itu membuatku tidak nyaman akan hal itu.

Mommyku bilang aku adalah jenis anak yang sulit beradaptasi, mungkin itu salah satu factor kenapa aku selalu berpindah sekolah jika tidak cocok dengan pikiranku.

“Semoga dalam urusan perempuan kamu bisa beradaptasi dengan satu perempuan saja, boy,” celetuk mommy.

“Aku tidak memikirkan perempuan sama sekali, mom. Belum terpikir disini,” kataku sambil menunjuk kepalaku sendiri.

“Jadi kamu belum pernah punya pacar, boy?”

“Actually, Yes,”

“Sebaiknya begitu, tapi aku penasaran dengan tipe perempuan yang kamu cari?” Tanya Mommy.

“Sepertimu, mom. Aku tidak suka perempuan manja, aku suka perempuan pekerja keras sepertimu,” kataku sambil memeluk bahu mamaku dari belakang.

“Siapa bilang mama ini tidak manja?” Tanya mommyku.

“Dalam sudut pandangku seperti itu, mom,” sahutku.

“Jangan pindah sekolah lagi, takutnya tidak ada lagi sekolah yang mau menerimamu,” kata mommy.

“Janji, ini yang terakhir kalinya,” kataku mulai menyantap makanan yang ada di meja makan.

“Hari ini kamu akan memasuki sekolah barumu, boy?” Tanya daddy yang tiba tiba muncul di meja makan.

“Begitulah, dad,” jawabku santai.

“Jangan bikin masalah lagi supaya tidak pindah sekolah lagi,” kata daddy.

“Yes, dad,” sahutku.

“Good morning, mommy, daddy dan kakakku tercinta,” suara cempreng adik perempuanku juga ikut nimbrung di meja makan ini.

“mommy masak apa?” Tanya adikku lagi.

“Makan saja, suaramu membuatku kenyang,” celetukku.

“Kakak…” rajuknya cemberut sambil menghembuskan napas kasar.

“Cepat ganti rokmu itu, kakak tidak akan mengantarmu jika kamu masih memakai rok itu,” kataku kesal.

“Kakak, kenapa kakak tidak tau trend sih. Kenapa aku punya kakak kaku sepertimu, semua temanku pakai rok seperti ini,” kata nya merengek, semakin cempreng saja suara nya.

“Tidak diatas lutut seperti itu, kakak tidak suka,” kataku.

“Daddy,” katanya merajuk menatap daddyku.

“Sudahlah, Briana. Ganti rokmu, kakakmu benar itu tidak sopan,” kata Daddy.

“Baiklah…” kata Briana sambil melangkah lagi menuju kamar nya dengan sedikit menghentakkan kakinya pertanda dia kesal.

“Masih SMA pakaian sudah seperti itu, apa mommy dulu seperti itu juga?” tanyaku.

“Tidak, mommy anak baik baik,” elak mommy.

“Tidak apa nya? Kamu juga pernah memakai rok begitu,” sahut daddy.

“Tapi kan aku mengganti nya, Bi,” sahut mommy.

“Itu karena aku yang menyuruhmu, kalau tidak? Kamu pasti sudah berelenggang ria mengunakan rok di atas lutut itu,” kata daddy sambil menyantap makanan nya.

Kami berempat memang sering berdebat dengan beberapa hal sepele. Dan itu bukan membuat kami terpisah, perdebatan kecil seperti ini membuat keluarga kami semakin akrab.

Aku berangkat ke sekolah dengan membonceng Briana dan mengantar nya dulu ke SMA nya.

Briana Revita Sheehan, dia adalah satu satu nya adik perempuanku. Dia tumbuh menjadi perempuan pemberani tapi manja. Hobby nya membuat konten youtube, dia seleb gram yang memiliki follower banyak. Apapun yang dia posting pasti banyak yang mengomentari nya.

Seharusnya Brianna masih kelas IX SMP, tapi karena dia terlalu cerdas maka nya dia mengikuti kelas akselerasi dan bisa menempuh SMP hanya dalam waktu dua tahun. Dan lihatlah gadis itu sekarang memasuki kelas X SMA.

“Hi, Brianna,” sapa beberapa teman cewek nya yang centil centil itu. Tapi aku tidak tertarik sama sekali dengan beberapa cewek itu. Briana membalas sapaan teman nya dengan melambaikan tangan nya.

“Terimakasih, kak. Apa kamu tidak mau berkenalan dengan teman temanku?” tanya Briana padaku.

“No,” jawabku singkat.

“Menyebalkan! Padahal mereka fans beratmu,” kata Briana kesal.

Aku hanya diam dan meninggalkan mereka begitu saja untuk melanjutkan perjalananku ke sekolah baru. Suasana pagi ini cukup dingin di kotaku karena tadi malam memang hujan dan sekarang juga mendung. Aku masih melajukan motorku dengan kencang.

SPLASH…………

Aku benar benar tidak sengaja melewati jalanan yang penuh air itu. Motorku melaju dengan kencang hingga air nya mengenai seorang gadis yang memakai peralatan serba pink. Berambut lurus sebahu, dengan bando pink yang bertengger di atas poni nya.

“Hey, berhenti kamu orang gila!” teriak gadis itu.

Spontan aku memberhentikan motorku dan menoleh ke arah nya. Aku mulai membuka helmku kemudian berucap “SORY!”

“Kamu pikir cukup dengan kata sory? Kamu sudah membuatku basah kuyup begini,” katanya dengan penuh kemarahan.

Terlihat dari wajah nya yang putih itu berubah jadi merah.

“Lalu aku harus apa?” tanyaku mulai menuruni motor dan menghampiri nya.

“Apa aku harus ke sekolah dengan baju basah? Sial sekali bertemu denganmu,” gerutu nya.

“Maaf, kalau aku di sini hanya untuk mendengarkan omelanmu. Jangan sekarang ya, ini hari pertamaku sekolah di sekolah baru. Ambillah ini jam tanganku sebagai ganti ruginya, ini jam tangan mahal,” kataku meraih tangan nya dan menaruh jam tanganku di tangan nya.

Aku meninggalkan nya yang masih menganga nggak percaya. Apa dia menganga karena ketampananku? Tapi dia bukan tipeku.

Dilihat dari penampilan nya yang serba pink, dia terlihat seperti gadis manja. Mengingatkanku pada Briana saja. Aku bisa gila jika di rumahku ada dua gadis manja seperti itu. Cukup Briana saja yang seperti itu.

Karena dialog singkat dengan gadis tadi, aku terlambat pada hari pertamaku. Di pintu gerbang sekolah sudah ada beberapa guru yang menyambut kedatangan kami.

Pak Wiji selaku pihak kesiswaan, dia menghukumku dengan menyuruhku hormat di bawah tiang bendera. Setelah seperempat menit aku berdiri, datanglah gadis pink tadi yang menatap tajam ke arahku. Pak Wiji juga menghukum nya dengan hormat bendera seperti yang ku lakukan. Untung saja udara nya mendung jadi nggak begitu panas.

Like, comment and vote 🌼🌼🌼

Singkat ya permintaanku 😇

Bab 2

Jonathan Point of view:

🌿🌿🌿

Karena dialog singkat dengan gadis tadi, aku terlambat pada hari pertamaku. Di pintu gerbang sekolah sudah ada beberapa guru yang menyambut kedatangan kami. Pak Wiji selaku pihak kesiswaan, dia menghukumku dengan menyuruhku hormat di bawah tiang bendera.

Setelah seperempat menit aku berdiri, datanglah gadis pink tadi yang menatap tajam ke arahku. Pak Wiji juga menghukum nya dengan hormat bendera seperti yang ku lakukan. Untung saja udara nya mendung jadi nggak begitu panas.

“Ternyata kita satu sekolah?” tanyaku pelan sembari melirik nya. Dia hanya diam saja tidak menjawab ucapanku.

“Cepat sekali nyampe sini?” tanyaku lagi agak lebih keras.

“Bukan urusanmu, awas ya kalau sampai aku masuk angin,” gerutu nya.

“Ya, berjemur di sini biar bajumu kering,” celetukku.

“Ini bahkan mendung, mana bisa kering,” kata nya mulai melotot kesal kepadaku.

“Jangan galak galak, bukan nya sudah ku ganti rugi,”

“Aku tidak mau barangmu, akan ku kembalikan,” sahutnya.

“Itu jam mahal loh,”

“Aku tau,” jawab gadis itu singkat.

“Mana mungkin kamu tau, brangkat sekolah aja jalan kaki,” ledekku.

“Aku jalan kaki dari rumah untuk mencapai jalan raya dan mencari angkutan umum, bukan berarti aku ini miskin. Kalau aku miskin, mana mungkin aku bisa sekolah di sini,” celetuk nya.

Sejenak aku memikirkan kata katanya. Dia benar, mana mungkin dia sekolah di sini kalau memang miskin.

“Lalu? Kenapa naik angkutan umum?”

“Bukan urusanmu, memang nya aku harus cerita semua padamu,” kata gadis itu ketus.

Setelah hukuman selesai, kami berjalan untuk memasuki kelas. Gadis itu merogoh saku nya dan memberikan jam tanganku tadi, dia menarik tanganku dan menaruh jam tersebut di telapak tanganku.

“Simpan saja, aku nggak butuh,” katanya cuek.

“Zea…” sapa seorang cowok pada gadis itu.

Zea? Jadi nama nya Zea?

“Ya,” jawab nya singkat.

“Kenapa bajumu kotor begitu?” Tanya cowok itu lagi.

“Bukan urusanmu,” jawab nya masih dengan wajah kesal melewati cowok itu begitu saja.

Ada ya perempuan sedingin itu? Apa sifat dingin itu keturunan? Jangan jangan ibu nya lebih dingin dari dia. Aku bergidik ngeri membayangkan ibunya.

Aku memasuki kelas baruku, aku juga mulai memperkenalkan diri karena aku siswa baru. Semua siswi bersorak kecuali gadis bernama Zea tadi. Dia bahkan mengacuhkanku yang sedang memperkenalkan diri.

Aku mulai melangkahkan kakiku menuju bangku yang masih kosong ketika guru mempersilahkanku untuk duduk. Aku berjalan melewati gadis itu.

BRUGH….

Aku terjatuh tersungkur di depan gadis bernama Zea itu. Seluruh kelas menertawakanku ketika aku terjatuh. Aku tau kenapa aku jatuh, kaki gadis bernama Zea itu sengaja terjulur ke samping untuk membuatku jatuh.

Dia tersenyum padaku sambil menjulurkan lidahnya sebentar. Aku bangkit berdiri dan mengabaikan ejekan teman sekelasku. Aku masih berdiri tepat di depan Zea, aku membungkukkan badanku dan membisikkan sesuatu di telinga nya.

“Jaga cara dudukmu, celana dalam pinkmu terlihat. Besok besok pakailah luaran, apa kamu lupa memakai luaran untuk hari ini?” tanyaku berbisik pelan sekali.

Wajah nya memerah dan dia mengepalkan tangan nya dengan kuat.

BUGH….

Mendaratlah tinju nya di hidungku hingga berdarah. Aku meringis mengusap darah yang mengalir di hidungku.

“Zea, Ibu tau kamu juara ilmu beladiri jujitsu, tapi nggak buat mukul orang sembarangan. Ayo ikut Bu Eva ke ruang guru,” kata Bu Eva.

Dia berdiri dan menatapku kesal, tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut mungil nya itu. Jujitsu’? Apa itu ilmu beladiri yang dari jepang itu? Jadi gadis itu pintar beladiri?

“Kamu juga Jo,” tambah bu Eva.

Kami berdua mengikuti bu Eva ke ruang BK. Guru bimbingan konseling tersebut bertanya banyak sekali pertanyaan, ini masih hari pertama dan aku harus masuk ke ruang BK.

“Kenapa kamu memukul Jonathan?” Tanya Bu Eva.

Zea hanya diam tidak menjawab satupun pertanyaan, mulut nya benar benar terkunci.

“Coba ceritakan yang terjadi,Jonathan,” kata Bu Eva.

“Saya hanya berjalan tapi kaki nya terjulur ke samping hingga saya jatuh,” kataku sedikit melirik ekspresi apa yang akan keluar dari wajah gadis itu.

“Kamu nggak bakalan jatuh kalau kamu jalan nya hati hati, lihat sana sini dan nggak nylonong gitu aja,” cerocosnya dengan tatapan penuh dendam.

“Mazea, minta maaf pada Jo,” kata Bu Eva.

“Dia juga harus minta maaf ke saya, Bu,” sahut nya.

“Salah apa aku?” kataku.

“Banyak! Aku nggak akan terlambat kalau nggak ketemu kamu,” gerutu nya.

“Lalu kenapa kamu tadi meninju Jo?” Tanya Bu Eva.

“kata katanya tidak sopan, Bu,” kata Zea.

Dia diam tapi menatapku kesal.

“Aku hanya memperingatkanmu untuk menjaga cara dudukmu, coba lihat kakimu mencelakaiku,” kataku membela diri.

Setelah berdebat dengan cukup lama. Hasil nya adalah kami berdua mendapatkan point, jika point melakukan kesalahan itu semakin banyak maka terpaksa pihak sekolah memanggil orangtua kami. Kami kembali ke kelas dalam keadaan hening. Dia bahkan melenggang dengan santai nya di depanku dan menganggapku tak ada.

Itulah sekelumit kisahku di hari pertama kali sekolah di sekolah baruku. Tidak ada hal menarik yang bisa ku ceritakan di rumah. Yang ku bisa hanya duduk di depan tivi dan menonton tayangan nickelodeon sambil makan kue buatan mommy tadi pagi. Mommyku tidak akan pulang jam pulang sekolah, dia perempuan yang sibuk dengan proyek nya bersama tante Mika.

“Kenapa kayak orang galau gitu sih?” Tanya Zizi.

Dia adalah putri dari manajer daddy tapi entahlah kenapa dia memanggil daddy dan mommy juga pada kedua orangtuaku. Umur nya beberapa tahun lebih tua dariku. Tapi kami masih terlihat seumuran.

“Aku ketemu cewek aneh, Zi," sahutku.

"Panggil aku kakak, aku lebih tua darimu," sahut Zizi.

"Males," sahutku singkat.

"Cewek aneh kayak apa? Bukan kayak Briana kan?"

"Hampir, tapi gaya nya doank, serba pink. Aku benci cewek manja," kataku bergidik.

"Benci dan cinta itu beda tipis, manja itu beda sama aneh, Jo," sahut Zizi.

"Tapi nggak seluruh nya mirip Briana, Zi. Brianna ceria, sedangkan dia dingin kayak es batu. Apa sikap dingin itu keturunan ya, Zi?" tanyaku.

"Ada beberapa orang yang memang bersikap seperti itu tapi bukan berarti hatinya juga dingin, Jo," sahut Zizi.

"Gayamu ngomong uda mirip psikolog saja," celetukku.

"Iyalah, aku kan memang mahasiswa jurusan psikolog. Ada beberapa type dan jenis orang yang sedang ku pelajari. Termasuk kamu, seseorang yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru," sahut Zizi.

"Pulang sana dah, aku nggak mau jadi bahan observasimu," kataku malas.

"Aku kesini kan nyari uang, Jo. Aku mau minta uang sama mommy," celetuk Zizi.

"Dia bukan mommy mu, berhentilah menganggap orangtua ku seperti orangtuamu," kataku malas.

Like, like, like... 😀

Comment, comment, coment... 😀

Vote, vote, vote.... 😀

Kasih bintang lima juga ya... 🍂🍂🍂

Bab 3

MAZEA POINT OF VIEW:

🐰🐰🐰

Ini jam pelajaran ketiga, kami semua mengikuti kelas agama islam. See, aku melihat sekeliling tapi tidak ada cowok gila bernama Jo kemarin.

Apa dia bukan seorang muslim? Dilihat dari nama nya sih bukan, apa dia seorang nasrani? Sepertinya sih begitu, apa sekarang dia sedang mengikuti kelas agama di ruangan lain.

Aku memang muslim tapi bukan muslim yang terlalu taat sampai harus memakai hijab. Aku hanya muslim biasa yang lebih bersifat nasionalis. Tapi aku tetap melaksanakan sholat lima waktu dan tetap bisa mengaji ala kadar nya.

Aku ijin untuk ke toilet sebentar ketika semua siswa sibuk menghafalkan beberapa surat pendek yang ada di dalam Alquran.

Dengan santai nya aku melenggang menyusuri beberapa lorong sampai di halaman belakang sekolah. Dan lihatlah apa yang ku temukan, aku melihat Jo sedang memanjat pagar tembok yang begitu tinggi.

Dia benar benar bisa berada di atas situ? Apa dia punya kekuatan super milik spiderman? Apa di telapak tangannya ada jerat rumah laba laba. Dengan cepat aku memotret ulahnya yang sedang berada di atas pagar dan siap melompat keluar.

Dia menoleh ke belakang dan berhenti melompat karena melihatku yang sedang mengambil gambar nya.

“Hey, apa yang kamu lakukan?” tanya nya mengerutkan kening.

“Hanya mengambil gambarmu,” sahutku.

“Bukan nya kamu sedang pelajaran, kenapa mengikutiku sampai kesini?”

“Iseng saja, aku akan menyerahkan fotomu ke guru BK,” sahutku.

“Jangan macam macam, ini terakhir kali nya aku pindah sekolah,” kata nya kesal sambil melompat ke bawah dan berjalan pelan di sampingku.

“Bukan nya ini juga waktu nya pelajaran untukmu,” kataku.

“Ku mohon hapus fotoku,” kata nya sambil mengusap wajah nya.

“Baiklah, setelah ku serahkan foto ini ke bu Eva pasti langsung ku hapus,” kataku sambil berlari meninggalkannya menuju ruang BK.

Dia berlari mengejarku dan sampailah aku di ruang BK. Aku menceritakan seluruh kejadian secara detail pada Bu Eva. Jonathan duduk dengan mengusap wajah nya frustasi di sampingku.

“Jelaskan Jo!” kata Bu Eva.

Jonathan hanya diam saja sambil menundukkan kepala nya.

“Kamu bukan muslim kan?” Tanya Bu Eva.

“Bukan,” sahut nya.

“Tapi kami sudah menyiapkan guru agama Kristen untukmu, ruangan juga sudah tersedia,” sahut Bu Eva.

“Saya bukan Kristen,” sahut Jo.

“Apa katholik?” Tanya Bu Eva.

“Bukan,” jawab nya singkat.

“Lalu apa agamamu? Hindu atau budha?” Tanya Bu Eva heran.

“Saya Atheis,” jawab nya yang membuat kami berdua menganga tak percaya.

Aku benar benar bertemu dengan cowok gila di sini. Dia bahkan tidak mempercayai lima agama yang ada di Indonesia. Atheis adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan dewa dewi.

“Jangan bercanda jo! Apa orangtuamu nasrani?” Tanya Bu Eva.

“Ya, orangtua saya nasrani, tapi bukan berarti saya harus nasrani juga kan, bu? Setiap jiwa memiliki hak untuk memilih,” sahut Jo.

“Tapi ini Indonesia Jo, Indonesia ini Negara berketuhanan. Bahkan ada di sila pertama pancasila, ketuhanan yang maha Esa,” kata bu Eva.

“Bahkan pejuang Indonesia dulu tidak semua nya berketuhanan kan, bu? Pasti ada beberapa orang yang juga atheis,” sahut Jo.

“Tapi kan kita sudah merdeka dan ada pancasila sebagai pemersatu bangsa, sama saja kamu meremehkan sila pertama dari pancasila, besok akan ku panggil orangtuamu. Ini masalah nya sudah jauh karena menyangkut kepercayaan Jo, kalau memang tidak bisa diperbaiki maka akan kami kembalikan kamu ke orangtuamu,” kata Bu Eva.

“Apa arti nya saya akan dikeluarkan dari sekolah ini?” Tanya Jo.

“Jika kamu masih belum meyakini ada nya Tuhan,” sahut Bu Eva.

“Itukan masalah hati, Bu. Bahkan orangtua tidak bisa mengubah hati saya,” kata Jo.

“Kalau begitu kita selesaikan besok bersama orangtuamu,” kata Bu Eva.

“Jangan panggil orangtua saya, Bu,” sahut nya cepat.

“Kenapa?” Tanya Bu Eva sambil memainkan bolpoin nya.

“Saya tidak mau mengecewakan mereka lagi. Ini terakhir kali nya saya pindah sekolah,”

“Lalu?”

“Saya akan ikut kelas agama Kristen sesuai agama yang tertera di ijasah saya sebelum nya,” sahut nya.

Kami berdua berjalan menuju kelas tanpa suara, selalu saja kami bertemu di waktu yang tidak tepat dengan masalah yang di luar nalarku.

“Apa kamu tidak percaya jika Tuhan itu ada?” tanyaku memberanikan diri.

“Hem…” jawab nya menggantung.

“Kenapa bisa begitu? Meskipun orangtuamu nasrani, pasti mereka akan menjelaskan padamu jika Tuhan itu ada,” kataku.

“Apa kamu bisa menjelaskan padaku seperti apa wujud Tuhan,” sahut Jo.

Sekarang aku hanya diam mencoba mencari jawaban. Tapi aku hanya siswa SMK dengan pengetahuan agama yang cukup minim juga. Hanya seorang muslim yang jauh dari kata taat. Sesekali aku menggaruk kepalaku untuk mencari jawaban di otakku.

“Apa kamu pernah melihat pesawat terbang di atas langit?” tanyaku.

“Ya,”

“Apa menurutmu pesawat itu terbang dengan sendiri nya tanpa ada yang mengendalikan?”

“Tentu saja ada pilot di dalam nya,”

“Apa kamu melihat pilot nya dari bawah sini?” tanyaku.

“Tidak,”

“Anggap saja Tuhan sekarang juga sedang mengendalikan kita meskipun kita tidak sedang melihatbnya,” sahutku.

Dia hanya diam mencoba mencerna setiap kata dariku. Semoga dia cukup pintar untuk mencerna perumpamaan sederhana yang ku berikan.

“Begini contoh sederhana nya, proses terjadi nya semua makhluk di dunia ini pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk meciptakan diri nya sendiri kan? Coba kamu lihat kursi taman itu, pasti ada yang membuat nya. Kemudian dinding itu, pelapis nya, atap nya bahkan lantai nya, tidak ada satupun yang ada di ruangan ini muncul dengan spontan atau secara kebetulan. Mereka dibuat oleh pencipta mereka, termasuk aku dan kamu pasti ada yang menciptakan,” kataku mencoba mencari contoh paling sederhana.

Dia menatapku tajam cukup lama dan itu membuatku sedikit gugup. Ehm… Aku berdehem untuk menetralkan suasana.

“Seperti nya kita harus kembali ke kelas, setelah ini pelajaran produktif. Kamu tidak mau dikeluarkan dari sekolah ini kan?” tanyaku.

“Sebenarnya aku punya segala nya, di keluarkan dari sinipun aku masih bisa mencari sekolah lain lagi,” sahut nya.

“Jangan sombong, aku benci orang sombong,” kataku kesal.

Seenaknya saja dia mengukur segala nya dengan duniawi.

“Aku bukan ingin menyombongkan diri, tapi itu fakta nya,”sahut Jo.

“Terserah,” kataku berlalu meninggalkan nya, aku benci omong kosong nya. Dia tetap mengimbangi langkahku.

“Kalau kamu bisa sekolah di sini, kenapa kamu waktu itu harus mencari angkutan?” Tanya nya.

“Sudah ku bilang bukan urusanmu,” sahutku ketus.

“Bukankah kamu tau semua tentangku tadi, kenapa kamu tidak ingin memberitahu tentangmu?”

“Asal kamu tau saja ya, aku tidak pernah ingin tau tentangmu. Aku tau tentangmu karena tidak sengaja. Dan apa kamu pikir aku bisa dekat dengan sembarang orang? Saling mengetahui bukan berarti dekat, dan dekat bukan berarti teman,” kataku.

" Dasar es batu,” celetuk nya.

Seketika aku menoleh pada nya.

“Tidak bisakah kamu sedikit meleleh?” Tanya nya lagi.

“Es batu??? Berani nya kamu, ” tanyaku kesal.

“Lalu aku harus memanggilmu apa? Es krim? Es krim terlalu lembut untukmu, setidak.nya es krim masih lembut meskipun dia dingin. Es tube kali ya?” kata Jo masih sibuk menyebutkan beberapa jenis es.

“Aku punya nama,” celetukku.

“Siapa? Aku harus memanggilmu apa?”

“Zea,” jawabku malas.

“Es Zea,” kata Jo terkekeh.

“Berhenti mengejek namaku, apa kamu ingin mendapatkan pukulanku lagi?”

Dia tersenyum menatapku.

“Simpanlah pukulanmu untuk orang orang brengsek, bukan orang baik sepertiku," kata nya.

Cih, baik katanya? Omong kosong macam apa itu, menyebalkan sekali!

like, comment and vote, please... 🤭

Mohon dukungan nya ya guys 🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!