"Ah..."
Di dalam kamar dengan suasana remang-remang itu, terdengar suara desa han seorang wanita. Sembari memejamkan mata karena merasakan sensasi aneh di sekujur tubuhnya, wanita itu meremas kuat rambut pria yang saat ini sedang menjilati area privasinya.
"Oh My God!" Wanita itu menggeliat saat jemari sang pria mulai masuk ke dalam sana, memberikan sensasi sakit namun nikmat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Hentikan! Ah!"
"Berhenti Lo bilang?" Pria yang masih mengenakan topeng itu tersenyum. "Tapi kayanya ucapan Lo berbeda dengan reaksi tubuh Lo. Apa gue salah?"
Wanita itu menggigit bibir. Sialan, Alicia! Apa yang sudah kau lakukan? Bagaimana bisa kau menghabiskan malam dengan seorang pria asing?
Pria itu mengangkat tangan untuk melepaskan topeng sang wanita, namun wanita itu, yang adalah Alicia langsung menepis tangannya.
"Tuan, bukankah kita sudah sepakat untuk tidak membuka identitas satu sama lain?"
"Yeah, you're right. I am sorry," Pria itu terkekeh, lantas tangannya yang bebas itu meremas salah satu puncak dada Alicia. Mengulumnya dengan ganas.
"Ah..." Alicia lagi-lagi hanya bisa mende sah nikmat.
Bagaimana awal mula semuanya bisa terjadi? Kita kembali ke beberapa jam yang lalu, saat Alicia, sang wanita sedang bekerja di kantornya.
Brakkk!
Alicia memejamkan mata. Saat ini Bhaskara, bosnya yang terkenal kejam dan dingin, sedang melempar salah satu karyawan dengan map.
"APA INI BISA DISEBUT LAPORAN, HAH?! ANAK SMP PUN BISA MEMBUAT LAPORAN LEBIH BAIK DARI INI!" Bhaskara membentak karyawan itu, disaksikan oleh beberapa karyawan lain beserta tiga orang sekretarisnya, termasuk Alicia.
Alicia menelan ludah. Wah, Pak CEO benar-benar marah kali ini. Ia melirik ke arah sang karyawan yang wajahnya sudah memerah menahan tangis. Kepala pria itu tertunduk dalam, antara rasa malu dan sakit hati.
"KELUAR!" titah Bhaskara, dan tanpa menunggu perintah kedua, karyawan itu langsung berjalan terbirit-birit keluar ruangan.
"Huh.. Benar-benar merepotkan," Bhaskara menyibak rambutnya dengan kasar. Dalam situasi ini, beberapa karyawan wanita yang ada di sana masih sempat-sempatnya melirik kagum.
Tampan sekali, batin mereka di dalam hati.
"Niko, buatkan surat pemecatan untuk karyawan tadi. Kita tidak butuh karyawan tidak becus seperti itu," tukas Bhaskara memerintah sekretaris pertama.
"Baik pak," Niko menganggukkan kepala dan bergegas melaksanakan perintah.
"Rendy, hubungi HRD. Kita harus tau apakah ada pihak luar yang ikut campur dalam perekrutan karyawan," Perintahnya pada sekretaris kedua.
"Baik Pak," Rendy pun segera keluar dari ruangan itu.
"Karyawan lain, silahkan keluar,"
"Baik Pak," Para karyawan yang tersisa pun segera berjalan keluar ruangan sebelum bos mereka kembali berteriak.
Alicia menahan napas. Kini tinggal dirinya dan Bhaskara yang tersisa di ruangan itu. Alicia menghitung di dalam hati. Biasanya Bhaskara akan memberikan perintah juga kepadanya setelah ini.
"Alicia,"
Nah benar kan? Alicia langsung menegakkan punggungnya dan berjalan mendekat. "Ya Pak?"
"Siapkan laporan progres untuk proyek baru yang akan kita mulai minggu depan. Pastikan tidak ada kesalahan. Saya tidak mau mendengar laporan yang mengecewakan lagi,"
"Baik Pak," Seperti kedua sekretaris yang lain, Alicia pun langsung mengangguk dan bergegas pergi untuk melaksanakan perintah. Tapi sebelum Alicia melangkah keluar, Bhaskara kembali memanggilnya.
"Oh ya, tolong suruh OB untuk membuatkan kopi, saya pusing," Ujar Bhaskara sambil menyandarkan punggungnya pada kursi.
Alicia mengangguk. "Kopi hitam pahit kan, Pak? Nanti saya sampaikan ke Mas Jarwo,"
"Ya, terimakasih," Bhaskara berkata sambil memejamkan mata.
Alicia pun segera keluar dari ruangan bosnya itu. Setelah berhasil ke luar dan kembali ke ruang sekretaris, ia pun segera menghela napas lega.
"Ya Tuhan, berlama-lama di dalam ruangan itu membuat nyawaku berkurang setiap detik," keluhnya sembari memegang kepala.
Niko, yang sedang sibuk mengetik surat pemecatan di laptopnya hanya terkekeh. "Kali ini pun CEO kita masih sangat galak, ya?"
"Sangat," Alicia menyandarkan punggungnya ke atas kursi. "Sudah berapa karyawan coba yang dipecat bulan ini? Bisa-bisa perusahaan kita kekurangan karyawan,"
"Mana mungkin? Yang ada malah semakin banyak yang mendaftar ke sini. Karena meskipun tekanannya besar, tapi gajinya tak main-main. Buktinya aku sudah bertahan lima tahun," sahut Rendy.
"Hehe, benar juga sih," Alicia terkekeh. Itu juga alasan kenapa dia bertahan sebagai sekretaris Bhaskara selama dua tahun.
"Oh, ya, kamu disuruh apa sama Pak Bhaskara?" tanya Niko yang membuat Alicia langsung terbelalak.
"Ya ampun, kopi! Astaga, lupa aku. Untung Mas Niko ngingetin. Aduh, mana ya Mas Jarwo? Yah, kok nggak bisa dihubungi sih? Aku izin ke dapur dulu ya Mas!"
"Ya, ya, pergi sana, sebelum kena semprot Pak Bhaskara,"
Mendengar itu Alicia segera berlari menuju dapur. Kalau sampai kena semprot, taruhannya nyawa bos!
"Sebenarnya Pak Bhaskara tuh ganteng sih, tapi marah-marahnya itu loh, bikin ngeri!"
Alicia samar-samar mendengar suara para karyawan wanita saat ia mendekati dapur. Karena Mas Jarwo tidak bisa dihubungi, ia memutuskan untuk membuatkan kopi sendiri.
"Tapi, gue kok malah suka ya liat dia marah-marah gitu? Jadinya seksi," sahut karyawan lain.
"Iya, gue juga! Sayangnya, Pak Bhaskara kayanya ga tertarik deh sama cewek. Buktinya, udah ada berapa banyak karyawan cewek yang udah dipecat gara-gara godain dia,"
"Berarti Mbak Alicia tuh hebat ya. Dia juga cewek, tapi bisa bertahan jadi sekretarisnya Pak Bhaskara,"
Alicia menggelengkan kepala. Loh, kok gue kena juga sih?
"Karena Pak Bhaskara sama Alicia itu sama, sama-sama workaholic! Mereka kecintaannya cuma sama kerjaan doang! Hahaha!"
Lalu terdengar mereka tertawa bersama-sama. Alicia menghela napas panjang. Kalau didiamkan, bisa-bisa mereka semua kena tegur Pak Bhaskara. Alicia tidak ingin melihat ada karyawan dipecat lagi hari ini.
"Permisi," Alicia berdiri di ambang pintu sambil tersenyum. "Dapurnya udah nganggur belum, ya? Kalau udah, gantian dong, saya mau bikinin kopi buat Pak Bos nih!"
Suara Alicia sebenarnya lembut, tapi entah kenapa para karyawan wanita yang ada di sana langsung membeku melihatnya. Lalu tanpa mengucapkan apa-apa, mereka bergegas keluar dari dapur sambil menundukkan kepala.
Hadeh, Alicia membatin. Sok petantang-petenteng, giliran ditantang, kaya ayam sayur..
...----------------...
Pukul enam sore, Alicia baru sampai rumah. Ia membuka pintu dengan wajah lelah.
"Aku pulang..."
"Ya ampun! Alicia, sayangku, cintaku... Baru pulang? Yaelah, lemes amat muka Lo kaya kodok," yang menyambut Alicia barusan adalah Karin, sahabat Alicia yang tinggal bersamanya.
"Ya gimana nggak?" Alicia menghempaskan badannya ke atas sofa. "Lo kaya nggak tau aja bos gue kaya apa,"
"Makanya, jadi orang itu jangan cuma mikirin kerja, kerja, kerja. Sesekali ikut gue dong, kita happy happy,"
Alicia memicingkan mata saat melihat penampilan sahabatnya yang cetar membahana malam ini. "Lo mau karnaval dimana pake dandanan heboh begini?"
"Klub langganan gue ngadain pesta topeng," Karin berkata penuh semangat. "Lo ikut yuk? Sekali-kali lah biar ganti suasana,"
"Gue capek Rin,"
"Yaelah bentar doang kok. Ntar jam sembilan langsung pulang deh. Gue janji. Ya? Ya?"
"Nggak ah," Alicia menggelengkan kepalanya. "Gue mau ngapain ke sana?"
"Happy happy Alicia! Cari cowok biar nggak sepi-sepi amat hidup Lo. Yuk!'
"Nggak dulu deh. Lagian gue juga nggak punya topeng," Alicia masih berusaha mencari alasan. Padahal sebenarnya dia memang malas ikut acara semacam itu.
"Kebetulan banget!" Karin malah bertepuk tangan dengan semangat. "Gue udah beli dua kostum! Satu buat gue, satu buat Lo! Oke? Udah, nggak ada penolakan pokoknya! Lo harus ikut!" Dengan semangat, Karin pun langsung menyeret sahabatnya itu untuk berganti baju.
"Eh, nggak, nggak, gue nggak mau! Kariiiinnnn!"
Pada akhirnya, tetap saja Alicia datang ke pesta dengan paksaan Karin. Meskipun saat sampai di sana, dia langsung menyesalinya.
"Mending aku tidur aja tadi. Ngapain sih pake kesini segala?" keluh Alicia sambil membetulkan topeng bulu-bulunya yang miring. Lampu-lampu neon yang berkelip-kelip ditambah dengan suara musik yang berdentum keras membuatnya pusing. "Mana kostumnya ribet lagi. Duh.."
Sementara itu, Karin sendiri sudah pergi entah kemana. Dia bilang ada mengincar beberapa cowok ganteng. Padahal menurut Alicia, bagaimana Karin bisa membedakan orang itu ganteng atau tidak kalau sama-sama pakai topeng? Tapi Karin tak peduli. Cowok ganteng tuh auranya beda tau! Begitu alasannya.
Alhasil, sekarang Alicia ditinggalkan sendiri di sudut ruangan. Untungnya di tempat Alicia berada sekarang ada banyak makanan dan minuman. Lebih baik makan yang banyak aja deh, batinnya. Ia mencomot beberapa kue yang tersaji dan melahapnya.
"Hm, enak!" Seperti kebiasaan para wanita, kepala Alicia bergoyang-goyang saat lidahnya menemukan makanan lezat. Ia pun mencomot beberapa lagi, dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Permisi," Baru saja menikmati hidup, seorang pria berbadan tinggi mendatangi Alicia. Alicia langsung bersikap waspada. Mau ngapain nih orang?
"Gue boleh duduk di sini?"
Awalnya Alicia tidak bisa melihat pria itu dengan jelas, tapi saat pria itu mendekat, Alicia terperangah. Oh My God, ganteng banget!
Pria itu memang memakai topeng, dengan setelan jas hitam yang tampak mahal. Tapi, menurut Alicia, topeng yang menutupi wajahnya sama sekali tak mengurangi level ketampanannya. Ternyata bener kata Karin, aura cowok ganteng memang beda!
"Eng, boleh," Alicia bergeser sedikit untuk memberi tempat pada pria itu. Pria itu duduk dengan santai di sebelah Alicia, mengambil salah satu gelas minuman dari meja.
"Sendirian aja?" Tanya pria itu.
"Nggak kok, sama temen." Jawab Alicia. Merasa sepertinya dia mengenali suara itu. Tapi siapa ya?
"Lo kelihatan nggak betah," kata pria itu lagi.
Alicia mendengus pelan. "Emang nggak. Gue dipaksa datang ke sini. Kalau tahu bakal kayak gini, mending Gue tidur di rumah tadi."
Pria itu tersenyum kecil, lalu mengangkat bahu. "Sama. Kalau Gue nggak datang, pasti ada yang ngomel-ngomel."
Alicia menoleh, sedikit terkejut. "Jadi Lo juga korban paksaan?"
"Lebih tepatnya ancaman." jawab pria itu santai.
Alicia tertawa kecil. "Iya, Gue nggak paham kenapa orang suka tempat kayak gini. Berisik, lampunya bikin mata sakit. Temen Gue bilang, di sini tuh bisa buat happy-happy abis kerja seharian. Tapi yang ada Gue malah tambah stres mikirin gimana caranya bangun pagi besok. Apalagi bos Gue galaknya minta ampun. Kalau sampe telat, bisa-bisa gue dipecat,"
Pria itu menoleh ke arah Alicia. "Bos Lo segalak itu?"
Alicia mengangguk sambil menghela napas panjang. "Parah. Lo tau? Sebulan ini udah ada puluhan karyawan yang dia pecat hanya karena menurut dia kerjaannya nggak sesuai sama standar dia. Gila kan?"
"Wah," Pria itu tampak terperangah mendengar ucapan Alicia. "Parah juga ya,"
"Iya," Jawab Alicia sambil memutar matanya. "Kalau Gue ketemu sama dia, rasanya nyawa Gue berkurang setiap detik."
Pria itu terkekeh. "Tapi berarti Lo hebat dong, bisa bertahan kerja bareng bos kaya gitu? Berarti kinerja Lo sesuai standar dia,"
Alicia menghela napas. "Kalau itu sih mungkin lebih karena keberuntungan. Gue udah beberapa kali hampir kena omel, tapi entah gimana selalu lolos. Kayaknya nyawa Gue tinggal sembilan dari sepuluh, deh."
Pria itu tertawa, matanya terlihat bersinar di balik topengnya. "Masih mending. Nyawa sembilan kan lebih banyak daripada satu."
Alicia ikut tertawa, merasa sedikit lebih santai. "Tapi tetep aja, Gue ngerasa tiap hari tuh kayak perang. Kalau ada kesempatan, pengen banget Gue cari tempat kerja yang lebih manusiawi."
Pria itu menyesap minumannya dalam diam, seperti berpikir sejenak. "Lo nggak coba buat ngomong langsung sama Bos Lo itu?"
Alicia menatap pria itu dengan mata terbelalak. "Lo pikir semudah itu ngomong sama dia? Astaga, itu sama aja kayak ngajak singa nari balet. Bos gue tuh tipe orang yang kalo lo ngomong sepatah, dia jawab seribu, dan semuanya bikin mental down," keluh Alicia sambil menggeleng tak percaya.
Tawa pria itu pecah mendengar perumpamaan Alicia yang menurutnya lucu. "Seru tuh ngajakin singa nari balet,"
"Jangan ketawa," Alicia mendengus. "Lo nggak tahu seberapa menyeramkannya dia. Kadang gue mikir, bos gue itu manusia beneran atau titisan makhluk dari dunia lain."
Tawa pria itu malah semakin keras, dan kali ini Alicia juga iku tertawa. Ternyata, curhat sama orang random seru juga ya, batinnya. Gue nggak perlu takut ketauan, karena gue pake topeng dan dia nggak kenal gue.
"Eh, Lo—" Ucapan Alicia terhenti saat lampu klub tiba-tiba padam dan musik berhenti. Lalu di atas panggung, seorang pria bertopeng naik sambil membawa mikrofon.
"Yo, guys! Karena malam ini kita lagi pesta topeng, jadi sekarang waktunya kita lanjut ke acara paling seru, yaitu dansa! Semuanya siap?! Ayo, gandeng pasangan kalian, dan kita menari di lantai dansa!"
"Dansa?" Alicia dan pria di sebelahnya sama-sama terkejut. Lalu, alunan musik dansa yang seperti di film bridgerton pun terdengar. Para pasangan yang semula berjoget dengan brutal kini berdansa seperti pangeran dan putri kerajaan.
"Kayanya seru," komentar pria itu sambil menoleh ke Alicia. "Mau coba?"
"Eh?" Alicia terkejut, tak menyangka pria itu akan mengajaknya. "Tapi gue nggak bisa dansa,"
Pria itu menyeringai, lalu bangkit dari kursinya. "Gue juga nggak bisa. Kita joget sebisanya aja,"
Alicia tertawa. Pria itu lalu mengulurkan tangan, dan Alicia menerimanya. Mereka berdua kemudian berjalan menuju lantai dansa.
Pria itu mengambil posisi, tangannya yang besar dengan lembut memegang tangan Alicia, sementara tangan satunya lagi melingkar di pinggangnya. Alicia sedikit terkejut, karena jujur, selama ini dia tidak pernah bersentuhan dengan pria manapun.
"Santai aja," Bisik pria itu. Alicia mengangguk, dan mereka pun mulai bergerak mengikuti alunan musik.
Awalnya, Alicia merasa canggung, tapi lama kelamaan dia menikmatinya. Pria itu juga tampaknya sama. Mereka tertawa lebar sambil menatap satu sama lain.
Baru saja merasa senang sejenak, tiba-tiba lampu kembali padam dan musik dansa kembali mati. Sebuah lampu sorot tampak menyala terang di tengah ruangan, mengarah ke pasangan-pasangan yang sedang berdansa.
“Oke, guys!” suara pembawa acara kembali terdengar dari panggung. "Waktunya Kiss Time! Pasangan yang terkena lampu sorot wajib berciuman. Jangan malu, kalian semua pakai topeng, kan?”
Alicia langsung membeku. Apa yang barusan dia dengar? Kiss Time? Astaga, acara macam apa ini? Dia menoleh ke pria di depannya yang ternyata juga sama terkejutnya.
"Shit!" Alicia bisa mendengar pria itu mengumpat lirih.
"Oke! Jadi kira-kira pasangan mana yang akan berciuman malam ini?!"
Alicia menelan ludah, jantungnya berdegup kencang. Ia melihat lampu sorot itu bergerak perlahan, seperti pemburu yang mengincar mangsanya.
"Jangan-jangan..." Alicia memejamkan mata, berdoa agar lampu itu tidak jatuh ke arah mereka. Tapi seolah doa itu tidak didengar, lampu sorot tiba-tiba berhenti tepat di atas mereka.
"Oh, there we go! Pasangan dengan kostum hitam dan topeng bulu putih! Silakan kalian berciuman!" seru pembawa acara dengan antusias.
Alicia merasakan tubuhnya kaku. Ditambah dengan sorak sorai penonton yang menyuruh mereka segera melakukannya. Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan? Diam-diam, ia menatap ke arah pria yang berdiri di depannya. Entah setan apa yang merasuki Alicia, tiba-tiba saja tatapannya langsung tertuju pada bibir seksi pria itu.
Hm, apa salahnya kan? Lagipula kita kan pakai topeng. Kapan lagi ada kesempatan ciuman sama cowok ganteng? Setan di dalam dirinya mulai membujuk.
Alicia menggigit bibir. Lantas, dengan gerakan cepat, ia meraih kerah jas pria itu dan memajukan wajahnya.
Cup! Sebuah ciuman mendarat pada bibir pria itu.
Alicia memejamkan mata. Saat ini, dirinya seperti wanita murahan yang tak tau malu. Tapi biarlah, toh dia juga hanya akan melakukannya sekali ini.
Tapi, kenapa cowok ini nggak bereaksi apa-apa? Alicia berteriak di dalam hati. Setelah beberapa detik, ia pun melepaskan ciuman itu dan memundurkan wajah. Oh My God, malu-maluin banget!
Alicia sudah bersiap untuk kabur karena rasa malu yang teramat sangat. Namun, tak disangka, pria itu tiba-tiba meraih belakang kepala Alicia, lalu dengan gerakan cepat, ia menarik Alicia kembali ke arahnya. Bibir mereka kembali bertemu, tapi kali ini jauh lebih intens. Alicia membelalakkan mata karena terkejut, namun perlahan ia memejamkan mata lagi. Pria itu melahap bibirnya dengan ganas, membuat Alicia kehilangan akal sehatnya untuk beberapa saat.
Suara riuh dari sekitar mereka terdengar samar-samar, diiringi sorak-sorai dari para penonton yang menyaksikan momen itu. Alicia merasa panas menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia merasa malu, tapi tak ingin berhenti.
Hingga beberapa saat kemudian, pria itu melepaskan tangannya dari kepala Alicia, memberinya ruang untuk bernapas. Alicia berdiri mematung, wajahnya memerah seperti tomat matang.
Pria itu mendekatkan bibirnya pada telinga Alicia, lalu berbisik. "Mau lanjut ke kamar?"
Alicia bisa merasakan jantungnya berdebar kencang saat pria bertopeng itu menuntunnya keluar dari klub. Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, Alicia menurut saja saat ia disuruh masuk ke mobil. Rasanya otaknya malam ini blank, membuatnya tidak bisa berpikir jernih.
"Gue mampir supermarket dulu bentar," ucap pria itu, yang hanya dijawab Alicia dengan anggukan. Lalu dengan langkah terburu-buru, pria itu keluar dari mobil dan masuk ke supermarket.
Sepeninggal pria itu, Alicia malah termenung di dalam mobil. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Haruskah ia lanjut atau menyudahi semua ini? Tapi entah mengapa, Alicia memilih untuk tak keluar dari mobil sampai pria bertopeng itu kembali masuk.
"Sorry, lama ya," Alicia bisa mendengar suara pria itu sedikit terengah-engah. "Agak ngantri tadi,"
"Nggak kok," Alicia menggeleng, lalu tatapannya tertuju pada plastik kecil supermarket yang dibawa pria itu. "Itu...apa?"
Pertanyaan yang seharusnya tak perlu ia lontarkan. Pria itu terdiam sejenak, lalu menggaruk tengkuknya salah tingkah. "Itu...kon dom,"
Glek. Alicia merasa suasana di sekitar mereka terasa panas. Alicia bukannya sok polos atau apa. Dia juga tau maksud ucapan pria itu saat mengajaknya melanjutkan di kamar. Karin bahkan sering menceritakan pengalamannya secara blak-blakan. Hanya saja, Alicia belum pernah mengalaminya secara langsung. Jadi, hal ini terasa baru untuknya.
"Kalau Lo nggak mau, kita—"
"Gue mau," jawab Alicia cepat. Sepertinya memang benar dia sudah kerasukan setan sampai menjawab pun tanpa berpikir panjang.
Pria itu mengangguk, kemudian ia menancap gas dan kembali melajukan mobilnya.
Mobil pria itu berhenti di depan sebuah hotel bintang lima. Pria itu turun dari mobil terlebih dulu dan baru membukakan pintu untuk Alicia. Alicia sedikit terkejut, karena belum pernah ia merasakan princess treatment seperti ini.
Pria itu lalu menggenggam tangan Alicia dengan erat, seolah tak ingin melepaskannya sama sekali. Alicia pun mengekori langkah pria itu dengan patuh. Ia hanya terdiam saat sang pria memesan kamar dan mendapatkan kunci.
"Masih ada waktu kalau mau kabur," ucap pria itu saat mereka berdiri di depan lift. "Lo tinggal lari ke arah pintu keluar,"
Alicia terdiam sejenak, tapi kemudian ia menggelengkan kepala. "Udah Gue bilang kan kalau Gue mau,"
Alicia sendiri tak tahu darimana ia mendapat keberanian itu. Tiba-tiba ia jadi teringat dengan Karin. Sahabatnya itu sekarang dimana ya? Apa dia mencarinya?
Pintu lift terbuka. Pria bertopeng itu menoleh sekali lagi ke arah Alicia sebelum masuk. "Gue kasih kesempatan untuk Lo kabur sekali lagi. Karena kalau sudah di kamar nanti, gue nggak akan memberikan kesempatan,"
Alicia menelan ludah, tapi kemudian ia malah melangkah masuk ke lift duluan. "Ayo," ucapnya sambil menatap lurus sang pria bertopeng.
Pria itu tersenyum miring. "Oke, darling,"
...----------------...
Bruk!
Alicia sedikit terkejut karena pria itu menutup pintu dengan kasar dan terburu-buru. Lalu, tanpa memberikan kesempatan untuknya bertanya, pria itu sudah membungkam bibir Alicia dengan ciuman. Ciuman itu jelas berbeda jauh dari ciuman saat di klub. Pria itu kini menghisap dan mengulum bibir Alicia dengan lebih ganas.
"Hmmphhh!!!" Alicia sedikit kewalahan dengan ritme pria itu. Bagaimana tidak? Alicia adalah jomblo sejak lahir. Dari dulu hidupnya didedikasikan untuk belajar dan bekerja. Pengalaman romantisnya paling mentok hanya dari membaca novel dan menonton film. Jadi pengalaman aslinya dia tidak punya sama sekali.
Tubuh pria itu yang jauh lebih tinggi dari Alicia membuatnya mudah mengangkat tubuh Alicia dalam gendongannya. Kedua kaki Alicia reflek berkait pada pinggang sang pria. Tangan kanan pria itu menopang pan tat Alicia, dan tangan kirinya menahan tengkuk Alicia dengan kuat.
Meskipun awalnya sulit, lama kelamaan Alicia menikmati ciuman panas itu. Kini kedua tangannya sudah melingkar pada leher sang pria, menuntut lebih.
Dengan langkah ringan, pria itu berjalan ke arah ranjang masih dengan membawa Alicia dalam gendongannya. Perlahan, ia menurunkan tubuh Alicia, lalu menimpa dengan tubuhnya sendiri. Alicia sendiri tidak sadar, karena dia masih menikmati ciuman itu.
Sampai pada akhirnya pria itu memundurkan wajah dan melepaskan ciumannya, Alicia baru sadar kalau ritsleting gaunnya sudah terbuka. Pria itu lantas meloloskan gaun Alicia dengan mudah, dan kini tinggal menyisakan dua kain tipis yang menutup bagian-bagian sensitifnya.
Alicia sontak menutup dadanya dengan kedua tangan. Pria itu tersenyum, menyingkirkan kedua tangan Alicia.
"Jangan ditutup, Lo cantik,"
Wajah Alicia sontak memerah. Ia lalu menahan tubuh pria itu dengan kedua tangannya.
"Sebelum kita melakukannya, gue punya beberapa syarat,"
Alis pria itu tampak terangkat satu. "Syarat?"
"Pertama, jangan menghidupkan lampu. Kedua, jangan saling membuka topeng. Gue pengen kita tetap melakukannya tanpa tau identitas masing-masing,"
Pria itu tampak menelengkan kepalanya. "Why?" tanyanya dengan nada heran.
"Gue cuma pengen bersenang-senang malam ini tanpa harus ambil resiko. Deal?"
Pria itu tampak terdiam sejenak, sepertinya agak berpikir. Tapi kemudian ia menyingkirkan tangan Alicia yang menahan dadanya. "Yeah, whatever,"
Alicia tersenyum. Entah kenapa, dia tiba-tiba kepikiran hal itu. Ia belajar dari pengalaman Karin yang pernah tidur dengan seorang pria asing, dan ternyata pria itu sudah beristri. Alhasil, Karin pun dilabrak di kantornya. Alicia tentu tak mau mengambil resiko yang sama. Kalaupun pria itu sudah beristri, setidaknya Alicia tak pernah tau, begitu juga pria itu tak pernah tau wajah Alicia.
Tangan pria itu kini sudah membuka kait penutup dua gunung kembar Alicia. Alicia menahan napas saat kain berwarna hitam itu dihempaskan ke lantai begitu saja. Saat ini, dua asetnya yang tidak terlalu besar itu terpampang nyata di hadapan sang pria.
Lalu, bagai melihat sebuah makanan lezat, pria itu mulai menyantap salah satunya dengan rakus. Tubuh Alicia sontak menggelinjang. Oh My God, sensasi apa ini?
Tak hanya itu, jemari pria itu bermain pada pucuk merah muda Alicia. Alicia menggigit bibir. Gila, gila, gila!
"Jangan ditahan," bisik pria itu dengan suara berat. "Gue pengen denger suara desa han Lo,"
Alicia memejamkan mata. Pria itu makin semangat memainkan dua benda yang ada di depannya.
"Ah..." satu desa han lolos dari mulut Alicia.
"Bagus, Gue suka itu," Pria itu tertawa renyah, lalu ia mengangkat tubuhnya, tampaknya sudah selesai bermain dengan yang di atas. Kali ini, ia beralih ke bagian bawah.
Alicia pasrah saja saat pria itu melepas satu-satunya kain yang tersisa. Alicia merapatkan pahanya, merasa malu yang amat sangat.
"Buka lebar-lebar sayang," Pria itu mengangkat salah satu kaki Alicia ke bahunya. Lalu, dengan gerakan pelan, ia membenamkan wajahnya ke sana.
"Ah..." Alicia lagi-lagi mende sah. Ia meremas kuat rambut pria itu yang saat ini sedang menjilati area privasinya. "Jangan...ah..."
"Oh My God!" Alicia menggeliat saat jemari pria itu mulai masuk, memberikan sensasi sakit namun nikmat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Hentikan! Ah!"
"Berhenti Lo bilang?" Pria itu tersenyum. "Tapi kayanya ucapan Lo berbeda dengan reaksi tubuh Lo. Apa Gue salah?"
Alicia menggigit bibir. Sudah tak sanggup menjawab. Sensasi nikmat itu membuatnya mabuk kepayang.
Pria itu lalu mengangkat tangan untuk melepaskan topeng Alicia, namun Alicia langsung menepisnya.
"Tuan, bukankah kita sudah sepakat untuk tidak membuka identitas satu sama lain?"
"Yeah, you're right. I am sorry," Pria itu terkekeh, lantas tangannya yang kini bebas meremas salah satu puncak dada Alicia. Mengulumnya dengan ganas.
"Ah..." Alicia lagi-lagi hanya bisa mende sah nikmat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!