Sebelum baca kisah ini, di sarankan baca Perfect Honeymoon.
"Aku tahu kau tidak pernah mencintaiku, tapi aku harap kau bisa menerima putri kita dan menyayanginya sepenuh hatimu." Sebuah kalimat terakhir yang di ucapkan Milena yang kerap di sapa dengan Mimi. "Aku mencintaimu, Logan."
Logan menarik nafas panjang guna mengurai rasa sesak di dada mengingat Milena berjuang keras dan bertaruh nyawa melahirkan putri mereka, terlebih lagi sebelum melahirkan, Milena mengalami insiden kecelakaan mobil yang menyebabkan pendarahan hebat.
Menikah karena perjodohan tidak membuat hati Logan luluh untuk mencintai Milena meski sudah menikah 4 tahun lamanya. Dan bayi itu bisa hadir di dunia ini atas dasar terpaksa, karena kedua orang tuanya terus memojokkannya agar segera memiliki momongan.
Setelah kehilangan Milena untuk selamanya ia baru sadar jika dirinya sangat mencintai Istrinya itu. Milena sudah di makamkan 3 jam yang lalu. Hati Logan kini terasa mendung, hampa, dan sangat kehilangan istrinya.
"Jika waktu bisa di putar kembali. Aku ingin memperbaiki kesalahanku, Mi. Aku sangat menyesal," ucap Logan lirih seraya menatap foto pernikahannya yang terpajang di ruang keluarga rumah mewahnya.
"Aku pikir kau tidak pernah sesedih ini." Suara Aston terdengar mengejek Logan dari arah ruang tamu. Pria tampan dan gagah yang memiliki wajah serupa dengan Logan memasukkan kedua tangan ke saku celana.
"Di mana bayiku?" Logan menoleh, mengabaikan ejekan kembarannya. Setelah pemakaman istrinya, dia tidak kembali ke rumah sakit, melainkan pulang ke rumahnya.
"Dia akan di bawa ibu mertuamu ke Meksiko. Mereka akan merawatnya, karena mereka tahu kau tidak menginginkan bayi itu," jawab Aston, santai, tapi penuh penekanan seraya melihat raut Logan tampak syok.
"Tidak bisa! Mereka tidak berhak atas bayiku! Aku adalah ayahnya, jadi hanya aku yang berhak merawatnya!" ucap Logan tegas, segera beranjak ke rumah orang tuanya. Dia tidak akan membiarkan mereka membawa bayinya.
Logan mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh menuju rumah orang tuanya. Dia sampai tepat waktu.
"Kalian tidak berhak membawa bayiku!" sentak Logan seraya mendekati Danna yang hendak masuk ke mobil sambil menggendong bayinya.
"Logan! Apa-apaan kau ini, datang-datang mengamuk seperti ini!" tegur Lara pada putranya. Terus terang ia merasa malu dengan segala sikap putranya kepada keluarga Danna setelah mengetahui jika selama ini Logan tidak pernah bersikap baik kepada Milena.
"Mommy, ini bayiku, jadi hanya aku yang berhak merawatnya! Aku sudah berjanji pada Milena!!!" jawab Logan tegas dan lugas, sampai urat-urat kecil di lehernya menonjol.
"Kau tidak akan bisa merawat bayimu sendiri. Jadi biarkan Danna membawanya!" Lio bersuara tak kalah tegas, lebih tepatnya membentak putranya.
"Kalian jangan berdebat!" Danna menatap semua orang yang ada di halaman rumah luas dan mewah itu. Lalu pandangannya terarah kembali pada Logan yang tampak kacau. "Kau sudah berjanji pada Mimi untuk merawat bayi ini?"
Logan mengangguk sebagai jawaban.
Danna tidak mau egois, terlebih lagi Logan adalah ayah bayi ini. "Baiklah, rawat bayimu dengan baik, cintai dia setulus hatimu. Jika kau menyakitinya, maka aku akan merebutnya darimu!" ancam Danna terdengar tidak main-main seraya menyerahkan bayi itu kepada Logan.
Logan menerima bayi itu dengan lembut dan hati-hati. Ia tersenyum kecil ketika melihat bayi tidak berdosa itu memiliki paras seperti Milena, sangat cantik.
*
*
Jangan lupa like dan komentarnya ya.
"Daddy, seperti apa wajah Mommy?" tanya gadis kecil yang sedang tidur dalam pelukan ayahnya.
"Mommy sangat cantik sama sepertimu. Kau bisa melihat fotonya," jawab Logan pada putrinya yang kini sudah berusia 5 tahun. Setiap malam, putrinya ini selalu bertanya tentang ibunya.
"Hemm, aku ingin melihatnya langsung, apa bisa? Melihat di foto saja tidak cukup. Rindu Mommy." Gadis kecil itu menjawab dengan nada bergetar, dan wajahnya tampak sendu. Ya, tentu saja, gadis sekecil itu sangat membutuhkan sosok ibu, tapi sayangnya hal itu tidak dapat dia rasakan semenjak dia lahir di dunia ini.
Logan sangat sedih dan merasa bersalah setiap kali putrinya merindukan ibunya. 'Maafkan Daddy, Andai saja dulu Daddy tidak egois, mungkin Mommy-mu masih ada di tengah-tengah kita,' ucap Logan tapi hanya di dalam hati seraya mengusap lembut pipi putrinya.
"Mommy sudah berada di surga, Sayang," ucap Logan, berusaha memberikan pengertian sekaligus menenangkan.
"Surga? Surga itu apa?" gadis kecil nan polos itu mengedipkan kelopak mata berulang kali, menatap ayahnya dengan tatapan lugu, sekaligus menuntut penjelasan.
"Surga itu tempat yang sangat indah untuk orang-orang yang berhati mulia dan baik seperti Mommy," jawab Logan.
Gadis kecil itu menganggukkan kepala, padahal tidak paham.
"Jadi aku bisa bertemu dengan Mommy di surga?" tanya gadis kecil itu sangat polos. "Aku bisa ke surga, Dad?" Dia sangat bersemangat sekali sembari menggoyangkan lengan ayahnya.
"Sayang, jika sudah waktunya nanti kita semua akan ke surga," jawab Logan.
"Ah, jadi kapan waktunya?"
"Masih lama."
"Yahhhh!! Padahal aku sudah sangat rindu dengan Mommy," ucap gadis itu cemberut sedih dan kecewa.
Logan tersenyum perih mendengar ucapan putrinya.
"Mia, ini sudah malam, waktunya tidur, bukankah besok adalah hari pertamamu masuk sekolah?" Logan segera mengalihkan pembicaraan agar putrinya tidak sedih lagi.
Ya, nama gadis itu sama dengan nama ibunya yaitu Milena, hanya saja gadis kecil itu di panggil dengan sebutan 'Mia'.
"Heum, baiklah. Tapi, Daddy besok akan mengantarkan aku 'kan?" tanya Mia, penuh harap.
Logan mengangguk dan tersenyum.
"Yeyyy! Janji kelingking." Mia mengulurkan kelingkingnya dengan penuh bahagia, lalu di sambut oleh Logan.
*
*
Logan keluar dari kamar putrinya setelah memastikan Mia pulas.
"Mia sudah tidur?" tanya Lara pada putranya.
"Mommy kapan datang?" Logan balik bertanya.
"Baru saja, aku dengar besok Mia mulai sekolah, jadi Mommy ingin mendampinginya," jawab Lara, menatap putranya.
"Aku sudah berjanji padanya akan mengantarkannya besok pagi. Mommy tidak perlu cemas," jawab Logan.
"Loh, bukankah kau besok ada acara penting di perusahaan?" Lara mengingatkan putranya.
Logan terkejut, seketika menepuk jidatnya. "Astaga kenapa aku bisa lupa."
"Begini saja, karena kau sudah janji pada Mia, kau bisa mengantarkannya saja ke sekolah, nanti sisanya biar Mommy yang urus," ucap Lara memberikan jalan keluar untuk putranya.
"Baiklah kalau begitu, aku harap Mia mengerti dan tidak merajuk," jawab Logan, penuh harap, tapi jika putrinya itu merajuk maka tamatlah riwayatnya karena Mia sangat susah di bujuk.
"Sifat Mia sangat persis seperti Milena. Manja, dan centil," ucap Lara seraya beranjak dari sana dan diikuti putranya.
"Benarkah?" Logan menatap sendu ibunya, ingatannya berputar pada kejadian di mana ia selalu mengabaikan Milena sekalipun istrinya saat itu sedang mengandung. Ya Tuhan, betapa jahatnya dia selama ini. Logan sangat menyesali semua perbuatannya.
Lara menghentikan langkahnya, menatap putranya sembari menarik nafas panjang. Ia seolah tahu yang sedang di rasakan putranya saat ini. "Semua yang sudah berlalu tidak akan bisa kembali. Tapi, kau sudah membuktikan kalau kau merawat Mia dengan baik, mencintai dan menyayanginya setulus hatimu," ucap Lara seraya meraih salah satu tangan putranya, lalu menggenggamnya erat. "Di sini Mommy juga merasa bersalah, andai saja dulu Mommy tidak memaksamu menikah dengan Milena, semua ini tidak akan pernah terjadi."
"Aku yang salah bukan Mommy. Aku tidak pernah mencintainya karena..."
"Karena aku mencintai gadis pelayan itu 'kan?" Lara memotong ucapan putranya.
"Lebih tepatnya merasa bersalah." Logan sampai saat ini masih berusaha mengelak atas perasaanya pada gadis pelayan itu.
"Merasa bersalah?" Lara mengernyitkan alis.
Baru dua bab tapi udah pada huru-hara aja ya. Jika tidak suka dengan ceritanya langsung skip saja ya, Say. Ini baru dua bab loh tapi dah komplen alur ceritanya. Kecuali udah puluhan bab kalian komplen nggak apa-apa. Sekali lagi skip aja kalau ndak suka sama ceritanya, dari pada nanti malah bikin retensi emak merosot. Mohon maaf ya, dan terima kasih buat pembaca setia atas pengertiannya.
Pagi hari langit Kota London sangat cerah, secerah hati Mia yang sangat bahagia karena hari ini adalah hari pertamanya masuk TK.
"Daddy, aku sudah siap." Gadis kecil dengan rambut kuncir dua dan seragam sekolah warna biru itu sangat cantik da menggemaskan. "Bagaimana aku cantik 'kan?" Mia menggerakan badannya ke kanan dan kiri ketika sang ayah memperhatikan penampilannya.
"Putri Daddy selalu cantik dan mempesona," puji Logan seraya menggendong putrinya dengan satu tangan, lalu mencium pipinya dengan gemas.
"Daddy stop!! Jambang Daddy bikin geli!" protes Mia sambil tertawa tertawa terbahak ketika sang ayah semakin gencar menciumnya.
Logan tertawa melihat putrinya ngos-ngosan karena tertawa, lalu menurunkan Mia. "Kau sudah siap?" tanya Logan, seraya merapikan rambut putrinya yang terlihat sedikit berantakan.
Mia mengangguk sambil mengatur nafasnya karena terlalu lama tertawa. "Aku sudah siap, Dad," jawab Mia penuh semangat.
"Ayo, Daddy antarkan ke sekolah, tapi Daddy tidak bisa berlama-lama karena harus segera ke kantor, tidak apa-apa 'kan kalau GrandMa yang mendampingimu nanti?" tanya Logan sekaligus memberikan pengertian pada putrinya.
Bibir Mia manyun lima senti mendengar ucapan ayahnya. "Daddy tadi malam sudah janji padaku akan mengantarkanku sampai selesai!" rajuk gadis kecil itu sembari melipat kedua tangan di depan dada, dan memalingkan wajahnya, seolah tidak mau menatap ayahnya.
Logan sudah menebak jika hal ini akan terjadi, putrinya merajuk padanya. "Daddy akan menjemputmu nanti, Daddy janji, Sayang," ucap Logan dengan lembut.
"Aku benci Daddy! Lebih baik tidak perlu mengantarku sekalian!" Gadis kecil itu segera berjalan meninggalkan ayahnya ke halaman rumah, dan naik ke mobil di mana GrandMa-nya menunggu di sana.
"Mana Daddy?" tanya Lara, lembut pada cucunya.
"Aku sebal dengan Daddy! Jadi GrandMa saja yang mengantarku!" jawab Mia, kesal.
Lara tersenyum lalu mengelus pucuk kepala cucunya penuh kelembutan. "Kau marah pada Daddy?" tebak Lara.
"Heum!" jawab Mia, ketus dan masih mengerucutkan bibirnya.
Tidak berselang lama, Logan keluar dari rumah menenteng tas sekolah putrinya. "Daddy sudah membatalkan pertemuan dengan Klien. Daddy akan mengantarmu ke sekolah," ucap Logan pada putrinya dengan harapan putrinya tidak merajuk lagi.
"Tidak mau! Daddy pergi saja sana ke kantor, dan jangan pernah pedulikan aku!" Gadis kecil itu jika sudah merajuk sangat susah di bujuk. Lalu memanggil sopir untuk mengendarai mobil ayahnya ke sekolah.
Logan menarik nafas panjang sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal melihat sikap putri kecilnya.
Lara memejamkan matanya sesaat, lalu berkata pada putranya. "Kau tenang saja, Mommy akan menjaga Mia."
"Tapi, Mom..."
"Percaya pada Mommy. Suasana hatinya akan kembali membaik jika sudah tenang nanti," ucap Lara, menenangkan putranya yang tampak cemas. Kemudian ia meminta sopir untuk segera menjalankan mobil itu.
Logan menatap mobil tersebut yang sudah menjauh dari pandangan. Helaan nafas kasar keluar dari bibirnya, pusing dan cemas itulah yang di rasakannya setiap kali melihat putrinya merajuk.
*
*
Sampai di sekolah TK ternama di kota tersebut. Mia turun dari mobil lalu di susul Lara.
Hari pertama sekolah TK banyak drama, anak-anak yang akan masuk ke sekolah banyak yang menangis karena tidak mau berjauhan dengan orang tua.
Lara menatap cucunya yang tampak murung dan tidak ceria.
"Halo, selamat pagi," sapa salah satu guru cantik di sekolahan tersebut.
"Selamat pagi, Ibu Guru. Apa Ibu wali kelas Mia?" tanya Lara, menyambut sapaan guru tersebut.
"Bukan, Nyonya. Wali kelas TK A belum datang, mungkin terjebak macet, " jawab guru itu dengan senyuman ramah, lalu beralih menyapa Mia. "Hai, cantik, boleh tahu siapa namanya?"
"Milena, Bu Guru bisa memanggilku Mia," jawab Mia, malu-malu.
"Baiklah, Mia. Sekarang mari baris di lapangan," ajak guru tersebut seraya mengambil alih tas yang di berikan oleh Lara.
"Apa GrandMa boleh ikut?" tanya Mia, mendongak menatap neneknya.
"Oh, maaf, Mia. GrandMa, tidak boleh ikut, GrandMa akan menunggu di ruang tunggu," jawab guru itu dengan lembut dan ceria.
"Mia 'kan anak hebat. Tunjukan pada Ibu Guru kalau Mia pemberani," ucap Lara menyemangati cucunya yang tampak takut.
"Ah, itu Bu Wali Kelas Mia sudah datang," ucap guru tersebut seraya menunjuk ke arah guru cantik yang berjalan menuju ruang guru sembari menenteng tas.
"Apa wali kelasnya galak?" tanya Mia, polos.
"Ibu Wali kelas seperti ibu peri yang sangat baik. Ayo, kita berkenalan dengannya," ajak guru itu seraya menggandeng tangan mungil Mia ke ruang guru.
Lara tersenyum melihat semangat dan kesabaran para guru di sekolah tersebut dalam menghadapi murid-muridnya. Ia pun segera menuju ruang tunggu, karena ternyata wali murid tidak di perbolehkan memasuki area gedung sekolah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!