Lucy Harlow adalah seorang wanita berusia 28 tahun yang telah berkarir sebagai mata-mata profesional selama lebih dari satu dekade. Dengan penampilan yang tampak biasa, ia telah berhasil menyusup ke dalam berbagai organisasi besar, mengambil informasi penting, dan melaksanakan misi-misi berbahaya tanpa jejak. Keahliannya dalam menyamar, membaca situasi, dan memanipulasi orang membuatnya tak tertandingi dalam dunia spionase.
Dengan rambut coklat gelap yang selalu tertata rapi, mata hijau tajam, dan tubuh ramping yang terlatih, Lucy memiliki kemampuan luar biasa untuk menyesuaikan diri dalam berbagai lingkungan. Ia tidak hanya pandai dalam ilmu bela diri dan taktik penyamaran, tetapi juga mahir dalam berbicara berbagai bahasa dan memiliki pengetahuan luas tentang psikologi manusia, membuatnya selalu selangkah lebih maju dari lawan-lawannya.
Hobi Lucy adalah mempelajari sejarah dan seni bela diri tradisional. Ia selalu berusaha mengasah kemampuannya dengan belajar berbagai teknik dan strategi, bahkan saat tidak dalam misi. Menurutnya, keahlian ini lebih dari sekadar pekerjaan, itu adalah hidupnya.
Suatu hari, Lucy menerima panggilan yang mengubah arah hidupnya. Sebagai anggota dari organisasi mata-mata yang sangat rahasia, dia sering menerima misi berbahaya yang memerlukan keterampilan menyamar dan kecerdasan. Namun, kali ini, misi yang diberikan padanya sangat berbeda. Ia diminta untuk menyamar sebagai pacar palsu dari seorang miliarder muda bernama Evans Dawson, yang dikenal karena sikap dinginnya dan latar belakang misterius.
Tujuan utamanya? Mengungkap identitas seorang musuh yang sedang bersembunyi di bawah kedok dunia bisnis elit. Musuh ini telah lama menghindari pengejaran pihak berwajib, dan satu-satunya cara untuk menariknya keluar adalah dengan mendekati Evans.
Untuk menyelesaikan misi ini, Lucy harus memerankan peran sebagai kekasih Evans dengan sempurna. Itu berarti dia harus menguasai seluk-beluk kehidupan sosial Evans, memahami kebiasaannya, dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Semua itu harus dilakukan tanpa mencurigakan dan tanpa membiarkan perasaan pribadi ikut campur.
Menariknya, Evans sendiri tidak tahu bahwa ia adalah target. Namun, dia juga sedang mencari pacar palsu untuk alasan yang berbeda, ia membutuhkan seseorang untuk menghindari tekanan keluarga dan bisnis yang terus-menerus mencapnya sebagai pria yang tidak pernah menyukai seorang wanita. Kebetulan, ia Tidka ingin terlibat dengan berbagai wanita yang disodorkan oleh keluarga nya, yang menurutnya hanya menyukai harta Evans . Maka, takdir membawa mereka berdua untuk bertemu dalam situasi yang tidak bisa lebih sempurna.
Lucy menganggap tugas ini sebagai salah satu yang paling menantang. Ia berlatih dengan cermat, mempersiapkan segala detail, dari cara berpakaian hingga cara berbicara, agar semuanya berjalan sesuai rencana. Dalam dunia mata-mata, tidak ada ruang untuk kesalahan, dan Lucy tidak berencana mengecewakan organisasi atau dirinya sendiri.
...****************...
Evans Dawson adalah seorang miliarder muda berusia 30 tahun yang memiliki segalanya: kekayaan, kecerdasan, dan pengaruh yang luar biasa. Dikenal sebagai pewaris perusahaan keluarga yang besar dan sukses, Evans hidup dalam dunia yang serba mewah dan penuh dengan ekspektasi tinggi dari orang tuanya serta rekan bisnisnya. Namun, meskipun diliputi oleh kemewahan, Evans selalu merasa terjebak dalam kehidupan yang dirancang untuknya.
Dengan rambut hitam legam yang disisir rapi, mata biru tajam, dan wajah tampan yang seakan-akan terukir sempurna, Evans sering kali membuat wanita terpesona. Namun, di balik penampilannya yang menawan, ada dinding kokoh yang dibangun untuk melindungi dirinya dari dunia luar. Ia adalah pria yang sangat tertutup, bahkan bagi teman-teman dekatnya.
Evans memiliki reputasi sebagai sosok yang misterius. Meski berada dalam pergaulan sosial yang mewah, ia tidak pernah benar-benar menunjukkan minat terhadap siapa pun. Orang-orang yang ada dalam hidupnya tampaknya hanya ada untuk kepentingan bisnis atau sebagai bagian dari citra sosialnya yang sempurna. Ia tidak pernah menjalin hubungan serius dengan siapapun, dan rumor tentang kehidupan pribadinya selalu dipenuhi spekulasi.
Namun, di balik penampilannya yang dingin, Evans memiliki perasaan yang lebih kompleks. Di masa lalu, ia pernah jatuh cinta dengan seorang wanita dari keluarga kaya, tetapi hubungan mereka berakhir tragis karena wanita itu hanya memanfaatkan Evans saja. Sejak saat itu, Evans menutup hatinya untuk cinta sejati, berfokus pada pekerjaan dan bisnis keluarganya.
Kini, Evans menghadapi tekanan besar dari keluarganya dan para pemegang saham perusahaannya yang berharap ia bisa segera menikah dengan wanita yang 'tepat' untuk memperkuat citra keluarga. Tekanan semakin besar ketika orang tuanya mengancam akan mencabut dukungan mereka jika ia terus mengabaikan urusan pernikahan. Tetapi Evans, yang tidak ingin terjebak dalam pernikahan yang hanya didasarkan pada status sosial dan keuntungan, memutuskan untuk mencari jalan keluar yang lebih mudah.
Keputusannya? Mencari seorang wanita yang bisa dijadikan kekasih palsu. Bukan hanya untuk menghindari tekanan keluarganya, tetapi juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa ia tidak bisa dipermainkan. Ia ingin menunjukkan bahwa ia memiliki kendali atas hidupnya, dan jika harus berpura-pura memiliki pacar, maka ia akan mencari wanita yang cukup cerdas untuk memainkan peran tersebut dengan baik.
Evans membuat keputusan untuk mencari seseorang yang bisa menghadapinya tanpa terkesan ingin mengejar kekayaannya. Ia tidak ingin wanita yang hanya tertarik padanya karena status sosialnya atau uang yang ia miliki. Ia mencari seseorang yang bisa tetap berada di sampingnya tanpa terjebak dalam permainan dunia sosial yang seringkali membuatnya merasa terasing.
Ketika kabar mengenai kebutuhan Evans tersebar, banyak wanita dari berbagai kalangan yang tertarik, tetapi Evans tahu bahwa kebanyakan dari mereka hanya mencari kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Dia tidak tertarik pada hubungan yang didorong oleh kepentingan pribadi.
...****************...
Evans Dawson duduk di ruang kerjanya yang mewah, menatap tumpukan dokumen yang belum selesai. Di balik layar, ia merasa terperangkap dalam ekspektasi orang lain, terutama keluarganya yang selalu menuntutnya untuk memenuhi standar yang tidak pernah ia pilih untuk dirinya sendiri. Ia butuh solusi cepat, dan menemukan kekasih palsu adalah jalan terbaik.
Dengan segala sumber daya yang dimilikinya, Evans memutuskan untuk menggunakan layanan agen pencari kekasih palsu yang terkenal di kota. Agen ini dikenal akan kemampuannya menemukan wanita yang tidak hanya cantik, tetapi juga cukup cerdas dan independen untuk memerankan peran tersebut tanpa terjerat dalam kehidupan sosialnya yang penuh tekanan.
Pukul 10 pagi, agen tersebut, yang dikenal dengan nama The Cupid Agency, mengirimkan laporan ke meja Evans. Setelah mengamati profilnya dan memahami persyaratan yang dibutuhkan, wanita yang tidak tertarik pada kekayaan dan statusnya, seseorang yang dapat berperan tanpa menimbulkan kecurigaan, mereka menemukan kandidat yang dianggap sempurna: Lucy Harlow.
Agen tersebut, yang mengetahui rekam jejak Lucy sebagai seorang wanita yang sangat cerdas, mampu beradaptasi dengan berbagai situasi sosial, dan memiliki kemampuan luar biasa dalam menjaga jarak emosional, merasa yakin bahwa Lucy adalah pilihan yang tepat. Dengan latar belakang yang tidak mencolok dan kepribadiannya yang cukup kuat untuk menahan dunia glamour yang melingkupi Evans, Lucy tampaknya adalah solusi untuk masalah Evans.
Agen itu menghubungi Evans dengan penuh percaya diri, memberitahukan bahwa mereka telah menemukan wanita yang memenuhi spesifikasi yang dia inginkan. Lucy Harlow, meskipun tidak dikenal luas, memiliki kualitas yang langka: ketenangan di bawah tekanan dan kemampuan untuk menyamar dengan sangat baik.
Evans membaca laporan itu dengan seksama. Di dalamnya, tertera informasi tentang latar belakang Lucy, keahliannya, dan bagaimana ia dikenal sebagai sosok yang tidak mudah dipengaruhi oleh status sosial atau kekayaan. Itu yang membuat Evans tertarik, dan ia merasa sedikit lega. Mungkin, akhirnya ia bisa melaksanakan misinya tanpa harus merasa terbebani oleh perasaan atau kepentingan pribadi yang tidak ia inginkan.
"Dia tampaknya ideal," pikir Evans, sambil menyesap kopi dari cangkir porselennya. "Sekarang, tinggal bagaimana meyakinkannya untuk ikut dalam permainan ini."
Agen tersebut segera mengatur pertemuan antara Evans dan Lucy, tanpa memberi tahu Evans bahwa wanita yang akan dia temui adalah sosok yang memiliki tujuan tersembunyi, seorang mata-mata yang sedang menjalankan misinya untuk melindungi dirinya sendiri, dan mungkin juga untuk mengungkapkan lebih dari sekadar kehidupan sosial Evans.
Ketika Evans akhirnya menerima informasi lebih lanjut tentang Lucy dan memutuskan untuk bertemu dengannya.
Sementara itu, Lucy mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Evans, dengan penuh kesadaran. Segalanya harus berjalan sesuai rencana, atau misinya bisa hancur. Namun, ia juga tidak bisa menahan rasa penasaran tentang sosok Evans, seorang miliarder muda.
...****************...
Lucy Harlow melangkah memasuki ballroom yang megah, mengenakan gaun hitam sederhana namun elegan, rambutnya disanggul rapi. Meskipun ia tampil layaknya tamu biasa, pandangannya yang tajam terus memindai ruangan. Ini adalah acara sosial mewah yang dihadiri oleh para pengusaha, politisi, dan selebritas papan atas. Di tengah keramaian, ia melihat sosok yang langsung dikenali dari the Cupid agent, Evans Dawson.
Evans berdiri di dekat meja minuman, mengenakan setelan abu-abu yang disesuaikan dengan sempurna, tampak tenang dan penuh wibawa. Dengan anggukan kecil kepada tamu-tamu yang menyapanya, ia menjaga jarak, seperti biasa. Namun, ketika Lucy mendekatinya, ia merasakan sesuatu yang berbeda.
Lucy tersenyum tipis dan memperkenalkan dirinya. "Hello Mr. Dawson, saya Lucy Harlow. Saya diberitahu Anda ingin bertemu dengan saya."
Evans mengangkat alis, memandangi Lucy dari atas hingga bawah dengan tatapan menilai. Ia tidak terkesan pada awalnya, menganggap ini hanya formalitas belaka. "Saya diberitahu Anda memenuhi kualifikasi. Tapi, jujur saja, tapi saya masih merasa ragu."
Lucy menahan diri untuk tidak tersenyum sinis. Sebagai mata-mata, ia sudah terbiasa menghadapi pria seperti Evans, pria yang selalu berpikir mereka memiliki kendali atas segalanya. "Keraguan itu wajar. Tapi saya yakin saya bisa meyakinkan Anda, Mr. Dawson."
Mereka pindah ke sudut ruangan yang lebih sepi untuk membahas rincian pengaturan ini. Evans, dengan nada dinginnya, mulai menjelaskan kebutuhan dan batasannya. "Saya hanya membutuhkan hubungan ini pura-pura namun tampak terlihat realistis. Tidak ada yang boleh tahu ini adalah pura-pura, termasuk keluarga saya. Anda harus menghadiri acara-acara penting bersama saya, dan memastikan tidak ada yang salah. Jika saya hubungi, Anda harus secepatnya datang."
Lucy mengangguk, mencatat persyaratan itu dalam pikirannya. "Saya mengerti. Tapi saya juga punya syarat. Saya perlu ruang untuk menjalankan peran saya dengan cara saya sendiri. Dan tentu saja, pembayaran sesuai kesepakatan."
Evans menatapnya, mencoba membaca ekspresi Lucy, tetapi ia tidak menemukan apa-apa selain kepercayaan diri. "Berapa banyak yang Anda inginkan?" tanyanya langsung.
Lucy menyebutkan angka yang membuat beberapa orang mungkin akan terperangah, tetapi Evans hanya tersenyum tipis. "Itu jumlah yang besar. Tapi jika Anda benar-benar sebagus yang dikatakan, saya rasa itu sepadan."
Pertemuan itu berlangsung singkat. Lucy menunjukkan kepiawaiannya berbicara, mengelola situasi, dan membuktikan bahwa ia tidak akan mudah dikendalikan oleh orang seperti Evans. Di sisi lain, Evans merasa ada sesuatu yang berbeda dari Lucy, dia tidak seperti wanita-wanita lain yang pernah dia temui.
Sebelum mereka berpisah, Evans berkata, "Kita akan bertemu lagi untuk menandatangani kontrak. Saya ingin memastikan semuanya resmi sebelum kita mulai."
Lucy mengangguk, dengan senyum kecil di wajahnya. "Tentu, Mr. Dawson. Saya akan menunggu kabar dari Anda."
Sebelum Lucy dan Evans berpisah, Evans dengan dingin mengeluarkan kartu namanya. Di atasnya tertera nomor pribadinya, nomor yang hanya dimiliki oleh segelintir orang kepercayaannya. Ia menyodorkan kartu itu kepada Lucy dengan gerakan formal.
"Ini nomor saya," katanya singkat. "Jika ada sesuatu yang perlu didiskusikan sebelum kontrak ditandatangani, hubungi saya langsung."
Lucy menerimanya tanpa banyak basa-basi, namun ia tidak ingin meninggalkan kesan dingin seperti yang Evans tunjukkan. Dengan nada santai, ia bertanya, "Bagaimana jika saya memberikan nomor saya sekarang juga? Akan lebih efisien."
Evans terkejut, meskipun tidak menunjukkan ekspresi yang terlalu jelas. Ia mengeluarkan ponselnya, menyerahkannya kepada Lucy. "Silakan."
Lucy dengan cepat mengetik nomornya ke dalam ponsel Evans dan menekan tombol panggil. Dalam hitungan detik, ponselnya yang ada di tas kecilnya mulai berdering. Ia tersenyum tipis, lalu menghentikan panggilan itu.
"Sekarang Anda punya nomor saya juga," ujarnya dengan nada datar namun mengesankan.
Evans menatap layar ponselnya yang menunjukkan nomor baru itu, lalu menyimpan kontak tersebut dengan nama "Lucy Harlow". Ia mengangkat pandangannya kepada Lucy. "Cepat dan efisien. Saya suka."
Lucy hanya tersenyum, sedikit mengangkat alis. "Itu tujuan saya, Mr. Dawson. Memastikan semuanya berjalan secara efektif."
Meskipun percakapan itu tampak sederhana, ada sesuatu dalam interaksi mereka yang terasa berbeda. Evans, yang biasanya sangat menjaga jarak, merasa dirinya sedikit terbuka tanpa alasan yang jelas.
Sementara Lucy, meski tetap tenang, menyadari bahwa dia baru saja membuat koneksi kecil tapi penting dengan target misinya.
Saat mereka berpisah, Evans memegang ponselnya dengan sedikit lebih erat dari biasanya. Ada sesuatu tentang Lucy yang menarik, meskipun ia tidak bisa menjelaskan apa itu.
Lucy tahu bahwa misi ini tidak akan semudah yang dia bayangkan. Evans mungkin terlihat seperti pria yang dingin dan mudah ditebak, tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya sulit untuk ditembus.
Evans, di sisi lain, merasa aneh. Untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit tertarik pada seseorang, meskipun ini hanya hubungan kontrak. Dia mengingat tatapan Lucy, tenang, percaya diri, dan penuh misteri. Tanpa sadar, ia mulai merasa bahwa hubungan palsu ini mungkin akan lebih rumit daripada yang dia bayangkan.
...****************...
Setelah Lucy dan Evans berpisah di luar ballroom, Evans kembali masuk ke dalam pesta, ditemani asistennya, Brandon. Langkahnya mantap, meskipun ekspresinya datar.
"Apakah semuanya berjalan lancar, Tuan Dawson?" tanya Brandon dengan sopan, meskipun ia tampak penasaran.
Evans mengangguk singkat. "Dia kompeten, tapi terlalu percaya diri," komentarnya dengan nada dingin.
Brandon tersenyum kecil. "Sepertinya itu tipe orang yang Anda butuhkan untuk situasi ini."
Evans mendengus pelan. "Mungkin. Kita pergi setelah memastikan semua orang penting sudah puas melihatku di sini."
Brandon mengangguk, mengerti bahwa Evans hanya datang demi menjaga hubungan bisnis dan citranya di mata orang-orang penting.
...****************...
Di sisi lain, Lucy melangkah keluar dari area pesta, mencari tempat yang lebih sepi. Ia berdiri di dekat air mancur taman hotel, mengambil ponselnya, lalu menekan nomor agen yang memberinya misi ini.
"Harlow di sini," katanya langsung begitu panggilan tersambung.
Di ujung telepon, suara agen yang dikenal sebagai Mr. Kane terdengar. "Bagaimana pertemuannya?"
"Sesuai rencana. Saya sudah bertemu dengannya, dan dia tampaknya puas dengan kemampuan saya. Dia ingin bertemu lagi untuk menandatangani kontrak," lapor Lucy dengan nada tenang dan profesional.
"Bagus," jawab Kane. "Pastikan semuanya berjalan lancar. Dawson adalah target utama kita untuk memancing musuh keluar. Jangan sampai hubungan ini terlihat palsu."
Lucy mendengus kecil. "Tentu saja. Saya tahu apa yang saya lakukan."
"Baik. Hubungi saya jika ada perubahan," kata Kane sebelum menutup telepon.
Lucy menatap ponselnya sejenak, mengambil napas panjang sebelum memasukkannya kembali ke dalam tas kecilnya.
Evans berdiri di sudut ruangan pesta, memandang keramaian tanpa minat. Ia tampak tenang, tetapi pikirannya berputar-putar tentang Lucy. Wanita itu memang menarik, namun ia tidak sepenuhnya percaya pada siapa pun yang baru dikenalnya.
Brandon menyadari perubahan kecil pada ekspresi Evans. "Anda tampak banyak berpikir, Tuan Dawson."
Evans menatapnya sekilas dan hanya berkata, "Aku selalu berpikir, Brandon. Itu tugas utamaku."
"Hahaha, memang benar," ucap Brandon dengan tertawanya, yang membuat Evans mendengus dan mengeplak lengannya.
...****************...
Di tengah keramaian pesta, Evans Dawson mencoba mengabaikan ketidaknyamanannya. Keramaian seperti ini memang bukan hal yang disukainya, tetapi ia memahami pentingnya menjaga hubungan dengan para mitra bisnisnya.
“Tuan Dawson!” Sebuah suara berat memanggilnya dari arah bar. Ia berbalik dan melihat seorang pria paruh baya dengan jas mahal mendekatinya, membawa segelas anggur. “Kau hampir tidak terlihat belakangan ini. Sibuk dengan proyek baru, ya?”
Evans tersenyum tipis. “Tuan Harris. Saya tetap sibuk seperti biasa, hanya saja proyek-proyek tertentu memakan lebih banyak waktu dari yang diharapkan.”
Pria itu tertawa. “Sepertinya kau selalu penuh rahasia. Bagaimanapun, aku menantikan kabar baik dari perusahaanmu. Dan, oh, kau harus memperkenalkan pasanganmu di pesta berikutnya.”
Ucapan itu membuat Evans terdiam sejenak, tetapi ia dengan cepat merespons. “Segera, Tuan Harris. Pasangan saya akan hadir di acara berikutnya.”
“Oh, bagus! Itu akan menyenangkan. Sampai jumpa di sana,” ujar Harris sebelum kembali ke kerumunan.
Brandon, yang berdiri di dekat Evans, menahan senyum. “Sepertinya Tuan Harris sangat penasaran, Tuan Dawson. Ini alasan bagus untuk mempercepat kontrak dengan Nona Harlow.”
Evans mengangguk pelan. “Mungkin bukan hanya Tuan Haris yang penasaran. Itu salah satu alasan aku menghubunginya. Kita harus memastikan semuanya benar-benar siap sebelum acara berikutnya.”
Namun, sebelum percakapan mereka selesai, sebuah suara lain menyela. “Evans!” Kali ini suara itu terdengar lebih akrab. Ia berbalik dan melihat keluarganya, ibunya, Eleanor Dawson, dan adik perempuannya, Clara Dawson, mendekatinya dengan antusias.
“Evans, kau tidak memberitahuku bahwa kau akan datang malam ini,” kata Eleanor, ibunya, sambil memeluknya singkat.
“Aku hanya melihat beberapa hal untuk bisnis, Mom,” jawab Evans dengan nada datar.
Clara, yang lebih muda darinya beberapa tahun, menyengir. “Bisnis? Oh, ayolah. Kau tahu Ibu hanya ingin tahu kapan kau akan membawa seseorang yang spesial ke acara seperti ini. Semua orang terus bertanya-tanya tentang kehidupan cintamu!”
Evans menahan desahan. Keluarganya selalu menjadi pengingat bahwa ia tidak bisa terlalu lama melajang. Meski ia menyayangi mereka, tekanan dari keluarga nya untuk segera “menikah” selalu membuatnya merasa terganggu.
“Mom, Clara,” kata Evans, mencoba terdengar sabar, “aku sudah mengaturnya. Kalian akan segera bertemu dengannya, nanti.”
Eleanor memandangnya dengan sorot mata penuh harap. “Kau serius? Akhirnya! Aku sudah hampir menyerah denganmu, Evans.”
Clara menepuk bahunya dengan tawa kecil. “Aku tidak sabar untuk bertemu kakak ipar. Pastikan dia orang yang baik, ya kakak?”
“Evans,” kata Mommy Eleanor dengan lembut, “Mommy hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Kau tahu, Mommy tidak terlalu peduli siapa yang akan kau pilih nanti. Yang penting, wanita itu baik dan bisa membuatmu bahagia.”
“Evans,” kata Eleanor dengan lembut, “aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Kau tahu, aku tidak terlalu peduli siapa yang akan kau pilih nanti. Yang penting, wanita itu baik dan bisa membuatmu bahagia.”
Clara menambahkan dengan senyum kecil, “Iya, benar. Tidak perlu seorang putri dari keluarga miliarder, kok. Asalkan dia menyayangi keluarga ini, itu sudah cukup.”
Evans menatap mereka bergantian, merasakan ketulusan dalam ucapan keluarganya. Mereka tidak seperti kebanyakan keluarga kaya lainnya yang mengutamakan status dan kekayaan calon pasangan. Meski begitu, tetap saja, ia merasa harus memenuhi ekspektasi mereka dengan caranya sendiri.
“Aku tahu,” jawab Evans singkat. “Aku sudah menemukannya, hanya soal waktu saja untuk memperkenalkannya.”
Eleanor mengangguk pelan, menepuk pundak Evans. “Kami tidak mendesakmu, Sayang. Tapi kalau kau butuh saran, kau tahu kami selalu ada.”
Clara menyeringai. “Atau kalau butuh bantuan memilih cincin, aku juga ahli, loh.”
Evans tertawa kecil. “Aku catat itu, Clara. Terima kasih atas tawarannya.”
Evans tersenyum samar, tidak ingin menjelaskan lebih jauh. Di dalam pikirannya, ia tahu bahwa Lucy harus mempersiapkan diri dengan sangat baik untuk peran ini. Menangani keluarganya saja sudah cukup rumit, belum lagi tekanan dari dunia bisnis.
Setelah beberapa saat berbicara dengan keluarganya, Evans akhirnya berhasil melepaskan diri dengan alasan ada pembicaraan bisnis yang harus diselesaikan. Namun, di dalam hatinya, ia merasakan tekanan semakin besar. Hubungan palsu ini harus sempurna, tanpa cela.
Di luar pesta, Lucy menyelesaikan panggilannya dengan agennya, lalu melihat pesan masuk dari nomor Evans yang baru saja ia simpan. Pesan itu singkat dan lugas:
> Pertemuan berikutnya, lusa pukul 19.00 di kantor saya. Persiapkan segala detail yang diperlukan.
Di sisi lain, Lucy masih di luar pesta, memandangi pesan singkat dari Evans. Ia menyimpan ponselnya, lalu berdiri sejenak di bawah langit malam. Dalam pikirannya, "hubungan kontrak ini tampaknya akan lebih rumit daripada yang dibayangkannya. Evans bukan hanya pria kaya biasa, tapi seseorang yang tampaknya memiliki kedekatan kuat dan lebih rumit dengan keluarganya."
Lucy menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam mobil yang menunggunya. Ia menyalakan mesinnya sambil berpikir, "Sepertinya banyak yang menungguku dengan status sebagai kekasihnya nanti. Keluarga nya, rekan bisnis nya, atau musuhnya juga. Aku tidak hanya bermain dengan satu orang, tapi juga seluruh keluarganya dan dunia nya."
Namun, bukannya merasa gentar, Lucy malah tersenyum kecil. Tantangan seperti inilah yang membuat pekerjaannya selalu menarik.
...****************...
Sesampainya di gedung apartemennya yang berlokasi di pusat kota, Lucy menekan tombol lift menuju lantai 30. Unit tempat tinggalnya mencerminkan kehidupan yang ia jalani, modern, minimalis, tetapi jauh dari kesan personal. Hampir tidak ada benda sentimental atau hiasan yang mencerminkan kepribadiannya. Semua rapi, tertata, dan netral.
Ia melepaskan sepatunya di dekat pintu masuk, lalu berjalan menuju cermin besar di ruang tengah. Ia menatap pantulan dirinya sebentar, wajahnya yang dihias dengan makeup sempurna sepanjang malam kini terlihat lelah. Dengan cekatan, ia mulai membersihkan riasan itu, membiarkan wajah aslinya yang polos dan cantik alami terlihat.
Setelahnya, ia menuju kamar mandi. Sebuah ruangan luas dengan lampu redup, bathtub besar, dan rak penuh dengan produk perawatan tubuh. Lucy menyalakan keran air panas, menuangkan minyak esensial lavender ke dalam bathtub, dan menyalakan musik dari speaker kecil di sudut ruangan.
Ketika bathtub terisi penuh, ia masuk dengan santai, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam air hangat yang menenangkan. Lagu kesukaannya, alunan jazz lembut, mengisi ruangan. Di momen seperti ini, Lucy merasa bisa benar-benar melarikan diri dari tekanan pekerjaannya, meskipun hanya sementara.
Satu jam berlalu, dan ia akhirnya keluar dari bathtub dengan wajah segar dan tubuh rileks. Ia mengeringkan rambutnya dengan handuk sambil berjalan menuju lemari. Ia memilih piyama satin berwarna biru tua, pakaian favoritnya untuk tidur.
Setelah itu, ia menuju tempat tidur berukuran king dengan sprei putih bersih. Ia berbaring, menarik selimut, dan menatap langit-langit sebentar sebelum memejamkan mata.
“Selamat malam, Dunia,” gumamnya pelan.
Meskipun tubuhnya lelah, pikirannya mulai memutar rencana untuk pertemuan kedua dengan Evans. Namun, akhirnya rasa kantuk mengambil alih, dan ia tertidur di atas ranjang empuknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!