NovelToon NovelToon

Feeling Stifled

Prolog

"Pergilah Kanaya! Lupakan semua tentang aku, lepaskan, hempaskan semua perasaanmu. Aku memang tidak pantas untukmu!" Yugi tak sedikitpun ingin melihat Kanaya, meski hatinya tetap berontak ingin memeluknya erat.

"Aku tak bermaksud seperti itu..." Kanaya menangis sambil meraup wajahnya kasar.

"Maaf jika selama ini aku terlalu mengganggumu." Tersenyum kecut.

"Yugi..."

Yugi menoleh, lalu memejamkan matanya tak sanggup dengan tatapan sendu kekasihnya. Ya, Kanaya adalah kekasih yang tak dapat ia resmikan karena suatu hal tertentu. Kanaya sudah menikah, meski pernikahan itu bukanlah keinginannya, namun Kanaya terlalu merasa berdosa jika harus selalu mengkhianati ketulusan hati suaminya.

"Kanaya... oh..." Yugi mengusap kepalanya kasar, menjadikan rambut gondrong sebahu itu bergerak karena hempasan tangannya.

"Aku ingin melupakanmu! Aku sudah berusaha tapi tak bisa!" tangis Kanaya pecah seiring ia tertelungkup duduk di atas pasir itu.

Yugi lelah dengan segala perasaan menyesatkan itu. Persetan dengan statusnya yang baru saja menjadi seorang Ayah, iblis dalam hatinya seolah tengah mempengaruhi hal yang lebih buruk pada nasib rumah tangganya.

Ya, dia dan Kanaya telah sama-sama bersalah dalam hal ini. Keduanya telah menjadi pengkhianat, dan... kenapa perasaan sialan itu harus tertanam pada hati mereka? Kanaya terlalu naif untuk mengakui perasaannya. Ia... ah, Yugi seolah ingin memiliki Kanaya sepanjang hidupnya, wajah Kanaya seolah menjadi candu angan-angan menyesatkan setiap malam. Jangankan ketika memandang wajah Kanaya begitu lama, membayangkannya pun sudah mampu membuat Yugi mandi basah. Tapi Yugi tak ingin memaksa. Ia tak bisa mendapat kehangatan hanya berdasarkan paksaan. Semua harus dari hati nurani.

"Pergilah Kanaya!" bentak Yugi yang membuat Kanaya terperanjat dan semakin banjir air mata.

"Yugi..."

"Pergilah!"

Kanaya berjalan gontai meninggalkan Yugi yang masih mematung di sana. Ia telanjang kaki membiarkan lapisan kulit terbawah itu bersentuhan langsung dengan butiran pasir lembut pinggir Pantai Ujung Genteng Sukabumi. Sesekali gulungan ombak memecah menyentuh pada ujung kakinya.

Yugi menatap langkah Kanaya gontai. Semakin menjauh tubuh jenjang itu meninggalkannya. Tak tampak Kanaya berhenti sesaat, meski hanya sekedar menoleh untuk terakhir kalinya. Bahkan, memanggil namanyapun sudah tidak lagi. Argh... Kanaya... Yugi bertekuk lutut memukul pasir berhamburan sampai ke wajahnya. Rambut gondrongnya berwarna jagung, seakan kontras dengan wajahnya yang tampan, kulit putih tak sedikitpun goyah keindahannya meski telah lama tersengat panasnya mentari. Tubuh indah dengan perawakan sempurna, ia tertawa ketika sutradara mengatakan selesai aktingnya siang ini.

Semua crew berhambur menuju tuannya masing-masing. Tak lepas dari itu, Kanayapun ikut tertawa puas dengan hasil akhir dari cerita yang mereka jalani.

Dalam diam, rupanya Yugi telah memiliki rasa terlebih pada Kanaya. Serasa cerita itu bukanlah hanya sekedar naskah belaka. Ini... Yugi sengaja menulis skenario film ini untuk dirinya dan Kanaya. Ia dan Kanaya adalah teman akrab, dan kerap dipasangkan dalam berbagai judul film. Hingga Yugi menulis sebuah naskah yang menggambarkan isi hatinya. Ia menceritakan kehaluan dalam naskah itu, yang terinsfirasi dari perasaannya pada Kanaya. Yugi tak perduli jika Kanaya tidak membalas cintanya, setidaknya di dalam cerita yang memerankan dirinya dan Kanaya, ia adalah sepasang kekasih yang sulit bersatu, namun terdapat beberapa adegan yang membuat Yugi dapat merasakan jika Kanaya juga mencintainya. Meski itu sekedar naskah. Haha, kehaluan yang sangat hebat, Yugi.

Bahkan setiap malam, sebelum ia tidur, wajah Kanayalah yang kerap ia pandangi. Foto-foto wanita itu telah terpampang memenuhi seluruh tembok kamarnya.

Uh, Kanaya seolah menjadi candu bagi Yugi, wanita itu... Feeling Stifled, Yugi harus menahan perasaannya dalam dunia nyata, ketika ia sadar jika Kanaya telah berdua. Gigit jari deh...

Ungkapan Menyesakan

Yugi Valerga. laki-laki tampan berwajah oval dengan kulit putih sempurna, alis sedikit tebal, mata bulat khas Timur Tengah, hidung mancung, bibir merah sedikit tebal, rambut gondrong blonde dengan sedikit keriting tanpa alat, ah... Sebenarnya ia seorang laki-laki sempurna dengan perawakan khas ahli perenang profesional. ya, olah raga kegemarannya adalah berenang. Dada bidang dengan perawakan sempurna. tinggi 175cm dan berat badan 80kg. Coba lihat otot-otot perutnya yang tampak menggoda. Uh, sayangnya Kanaya tak dapat melihat hal itu.

Yugi sudah siap dengan mobil sportnya. Ia akan datang ke tempat launching film terbarunya bersama Kanaya hari ini. Tempatnya di sebuah gedung bioskop di pusat kota. Ah, wanita cantik itu, cukup membuat Yugi jatuh cinta dengan perawakannya yang mungil dan menggemaskan.

Kanaya tidak tinggi, tubuhnya tidak sesempurna wanita idaman pada umumnya. Ia hanya cantik, dan memiliki pribadi yang menarik dan dapat membuat setiap laki-laki tergila-gila ketika berhadapan dengannya. Gadis berambut kriting ala bangsa latin itu kerap membuat Yugi sulit tidur sebelum melihat wajah Kanaya di balik layar hologramnya. Mata Kanaya, uh... Mata itulah yang membuat Yugi sulit berpaling pada wanita lain. Hidung Kanaya tidak terlalu mancung, tapi bibir mungil berisi milik Kanaya, cukup membuat Yugi terkadang ingin ******* habis keindahan itu.

Sekumpulan wartawan itu mengelilinginya ketika ia baru turun dari mobil sport kesayangannya tepat di depan sebuah gedung berbentuk keong mas di pusat perkotaan. Yugi hanya tersenyum dan mencoba untuk tetap menjaga penampilannya. Ia lihat Kanaya sudah berada tepat di depan pintu masuk gedung itu, bergaun putih menjutai dilapisi bahan tile berbaur mutiara. Kanaya tengah menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan para wartawan di hadapannya.

Yugi sekilas tersenyum, lalu ia berjalan dengan mantap, mengangkat wajah dan menghampiri Kanaya untuk kemudian meraih tangan itu untuk digenggamnya.

"Ah," Kanaya terkejut, lalu kemudian ia kembali bersikap biasa saja setelah tahu jika Yugi berada di sampingnya. "Kamu kemana aja?" bisik Kanaya, "acaranya sudah hampir mulai.

"Aku... emh... gak kemana-mana."

Kanaya kembali pada wartawan yang terus memberondolnya dengan berbagai pertanyaan. Hingga pada pertanyaan yang cukup membuat hati Yugi bersemangat, lalu kemudian lemas kembali.

"Apakah kalian berpacaran? Kalian sangat serasi sekali diberbagai judul film." Reporter itu cukup harap cemas menunggu jawaban.

"Emh..." Yugi sudah siap menjawab.

"Kami hanya berteman," ujar Kanaya yang sukses membuat genggaman tangan Yugi mengendur.

Berteman? Selama ini kita hanya berteman? Ya, apa lagi? Selama ini hanya aku yang memiliki perasaan lebih terhadap Kanaya. Jangan berharap lebih, Yugi. Ia terlalu sempurna untuk kau raih hatinya___Yugi

Yugi melemas, ia berjalan menatap ujung sepatunya yang serasa tidak menapak pada alas gedung itu.

Kanaya mengerutkan dahi ketika tiba-tiba Yugi menjauh darinya. Ia berpamitan kepada para pers itu, lalu berjalan menyusul Yugi sambil menjinjing ujung gaun yang terjuntai ke lantai.

"Ugi, Gi, Yugi." Kanaya menarik ujung jas yang dikenakan Yugi. "Kamu mau kemana?"

Yugi menoleh, "aku.. mau masuk, Mbak."

"Tungguin, kenapa... aku juga kan mau masuk, kenapa kamu malah ninggalin?" Kanaya mengerucutkan mulutnya membuat Yugi tak sanggup melihatnya.

Yugi mengusap wajahnya. "Mbak mau barengan?"

"Iyalah, kita kan pasangan." Kanaya mendelik.

"Tadi katanya teman.." gumam Yugi.

"Kenapa?"

"Enggak, ayok masuk."

Yugi kembali menggenggam erat jemari lentik Kanaya. Tak perduli dengan anggapan Kanaya yang hanya menganggapnya teman biasa. Memang sejak awal cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan saja.

...

"Hallo?" ketika malam-malam Yugi terganggu lelapnya.

"Ugi..." terdengar seseorang terisak di seberang telepon.

"Mbak, kenapa?"

"Dia..."

"Dia kenapa?"

"Dia selingkuhin akuh..."

Oh... Yugi memejamkan matanya. Kanaya... kenapa kau harus mencari cinta yang lain disaat ada seseorang yang mampu mencintaimu dalam diam? Yugi memijat pelipisnya, ini bukan pertama kalinya Kanaya curhat dalam keadaan malam-malam mengganggu lelapnya.

"Mbak kenapa gak cari laki-laki lain aja sih, Mbak?" lirih Yugi.

"Gak bisa.. aku udah terlanjur sayang sama dia..."

"Terus sekarang Mbak ada di mana?"

"Di tempat biasa." Masih terisak Kanaya di sana.

Yugi segera menutup telponnya. Ia meraih jaket pada gantungan kapstok di kamarnya, tak ada gengsi ia hanya mengenakan celana Borjuis selutut turun dari kamarnya. Meraih kunci motor tergeletak di atas kulkas, keluar dari rumah mewahnya.

"Kemana, Den?" tanya penjaga rumah sambil mendorong pintu gerbang.

Yugi tersenyum, "biasa Pak."

Laki-laki paruh baya itu mengerucutkan mulutnya pertanda ia mengerti.

Ini memang bukan pertama kalinya Yugi berani melesatkan motornya malam-malam menembus dinginnya embun menuju Kanaya biasa menghabiskan malam ketika tengah dalam keadaan patah hati. Oh, apa sebenarnya ini? Apa yang Yugi harapkan dalam kondisi seperti ini? Ia mencintai gadis itu dalam diam, tak bisakah ia mengatakan apa yang ada dalam hatinya? Gila! Yugi terlalu gila dengan caranya yang berani mempertaruhkan apa saja demi kekasih orang lain.

"Mbak!" Yugi turun dari motornya.

Kanaya memburu pelukan hangat Yugi Valerga. Melepaskan tangisnya di sana. Membiarkan air mata itu membasahi T-Shirt yang melekat di tubuh Yugi.

Yugi tak pernah membalas pelukan itu. Baginya terlalu sakit jika hanya bisa memeluk tanpa dapat memiliki hatinya. Lagi, Yugi hanya mempu memejamkan mata, mengeratkan gemerutup giginya, mengepalkan kedua tangannya.

"Mbak." Yugi menarik nafas, menenangkan kembali hatinya.

Kanaya melorotkan pelukannya, "sorry. Kamu pasti kesel ya? Aku gangguin terus."

Yugi tersenyum singkat, "gak apa-apa.

"Kamu udah tidur?" menyeka air matanya.

Yugi memejamkan matanya, menarik nafas lebih dalam. "Belum." Tersenyum.

"Aku mau kamu nemenin aku malam ini. Bisa?"

"Apapun itu, Mbak... Kanaya..."

"Thank's kamu teman terbaik aku."

"Ya, teman terbaik." Yugi mengangguk-angguk canggung. Sebutan teman terbaik itu begitu menyayat hatinya.

"Sudah lebih baikan?"

"Entahlah, setiap aku sedih dan kamu ada buat aku, setiap itu pula hatiku merasa lebih tenang." menyeruput minuman yang sejak semula sudah ia pesan.

"Mbak tak bisa coba buka hati untuk yang lain?"

"Memangnya siapa yang mau sama aku? Kamu?" menatap Yugi dengan penuh pengharapan.

Sesaat Yugi berbalik menatap mata gadis di hadapannya. keindahan mata bulat dengan bulu lentik seolah menari dalam kedip, Yugi merasakan lebih dari sekedar cinta.

"Ugi..."

"Enggak," jawab Yugi tiba-tiba.

Kanaya menggigit bibir mendengar ucapan itu. Ia lihat Yugi berpaling darinya, melemparkan pandangan pada rerumputan yang tak begitu tampak karena lampu yang menyinari hanya temaram saja.

"Emh, yaudah..."

Oh, Kanaya... seharusnya kau lebih mengerti dengan semua sikapku padamu. Aku begitu mencintaimu, bahkan mungkin bukan sekedar cinta, tapi rasa ini berlanjut menjadi sayang, mengikat hatiku, menjalar ke setiap sendi kehidupanku, mengunci semua tentang dirimu dalam urat nadiku. Kau, kau bagaikan obat dari segala gundah yang aku rasa. Mencintaimu selama ini, adalah inginku. Memilikimu untukku, adalah harapanku, meski aku tahu itu tak akan mudah bagiku untuk mendapatkan hatimu___Yugi

***

Bersambung...

Foto Dua Bocah

Kanaya menempelkan telunjuk pada bibirnya ketika ia berpapasan dengan pembantu rumah besar itu. Kakinya berjinjit tak ingin terdengar derap langkah ketika ia terus berjalan menuju kolam renang di belakang rumah itu. Kanaya selalu senang datang ke sana, ia bisa dengan leluasa melihat Yugi mempertontonkan keindahan tubuhnya.

Ah, benar saja. Yugi tengah menikmati derap tangan itu meluncur di dalam air. Ia masih menutup matanya, sambil terus melupakan setiap kejadian menyakitkan tentang Kanaya. Yugi hanya ingin, cukup hal baik tentang Kanaya yang ia ingat. Tak perduli jika Kanaya sudah memiliki kekasih, cukup ia hanya ingin mengingat setiap momen bahagia ketika bersyuting dengan Kanaya.

Yugi meluncur menuju pinggiran kolam renang, ia meraih handle tangga stainles, menyeka air pada wajahnya, lalu ia tersentak kaget dengan sudah adanya Kanaya di hadapannya.

"Yaampun, Mbak. Bikin kaget aja."

"Haha... Kamu udah kebiasaan ya, kalo renang suka sambil merem." Menyodorkan handuk pada Yugi.

"Dari kapan Mbak di sini?" merentangkan kedua tangannya ketika Kanaya memakaikan handuk berbentuk jubah mandi itu.

"Sejak tadi." Kanaya memasang simpul tali pada pinggang Yugi. "Seandainya kita suami istri, pasti kayak gini." Kanaya nyengir menggemaskan.

Yugi hanya tersenyum kecil, memamerkan deretan giginya yang berjejer rapih.

"Kamu gak mau nikah, Gi?"

"Mau, tapi nanti." Yugi mereguk minuman yang Kanaya sodorkan.

"Kapan?"

"Setelah Mbak mau sama aku."

Kanaya yang kembali pada simpul tali handuk di pinggang itu tampak berhenti untuk sesaat.

"Haha, bercanda aja kamuh..."

Yugi kembali pada minumannya, dan kemudian ia menaruhnya pada meja bundar di hadapannya.

"Aku beneran, Mbak."

Kanaya berhenti dari tawanya, ia menatap wajah Yugi lekat. Ada getaran dalam hatinya yang ia sulit ungkapkan.

"Kamu serius?"

Sesaat Yugi menghela nafasnya, mana bisa ia benar-benar mengungkapkan isi hatinya pada gadis cantik di hadapannya. Yugi kembali mereguk minumnya, melemparkan pandangan ke arah air itu masih beriak bekas jamahnya. Ia membiarkan Kanaya tetap terayun dalam perasaan yang sebenarnya keduanya tak berani mengakui itu.

"Enggak, aku bohong. Haha..."

Kanaya menggigit bibirnya, kemudian ia tertawa menutupi segala rasa sesak dalam hatinya yang terhimpit oleh ego karena tak sudi mengakui perasaannya sendiri. Kanaya memukul pundak Yugi gemas, ia tak jarang merasa jika semua ucapan Yugi terhadapnya itu hanya sekedar candaan dan godaan semata.

"Aku udah tau kalo kamu bakal ngomong gitu. Hem, kamu pikir aku bakal terpengaruh."

"Haha, lucu banget tadi ekspresinya, bikin gemes..." Mencubit gemas kedua pipi Kanaya.

"Aaawww... Ugi... Sakit ih.."

"Haha, merah kan? Kayak tomat, haha..."

"Ish..."

Kanaya berdiri hendak memukul Yugi lebih keras lagi. Namun ia gagal karena dengan cekatan Yugipun telah berlari lebih dulu. Kanaya mengejarnya sambil kepalan tangan itu berayun berharap akan mengena meski hanya sekali saja. Yugi tertawa, Kanaya merajuk sambil terus berusaha memukul. Yugi tertawa sambil terus berlari meniti anak tangga menuju kamarnya, Kanaya tetap mengejar mengekor di belakang Yugi. Ketika sudah sampai di depan pintu kamar, Yugi berhenti, berbalik menatap Kanaya yang hanya mengacungkan kepalan tangan tanpa memukulkannya.

"Kok gak jadi mukul?" Yugi tersenyum nyeleneh.

"Gak ah..." menurunkan tangannya.

"Mau ikut masuk?" memegang handel pintu.

"Ish.. sana kamu masuk aja, mandi."

"Lho, kan tadi udah."

"Ih, itu beda lagi..."

"Haha, yaudah, tunggu ya..."

"Iya, aku turun dulu." Sambil berbalik dan mulai menuruni anak tangga.

Yugi memperhatikan langkah kaki mungil itu, ia melihat rambut Kanaya bergoyang seiring dengan gerakan tubuhnya yang terus menuruni anak tangga. Sesaat Kanaya terdiam, ia seperti tengah hendak menoleh, namun kemudian ia urungkan juga. Kanaya melanjutkan langkah kakinya, hingga gadis itu sampai di lantai bawah dan duduk di sofa, barulah Yugi beranjak masuk ke kamarnya, menuju kamar mandi untuk membersihkan sisa-sisa air kaporit di sekujur tubuhnya.

Ah, serasa tenang dan sejuk sekali tatkala air dari shower itu menyembur menyirami seluruh tubuhnya yang indah. Yugi mengangkat wajahnya, ia memejamkan mata, merasakan setiap butiran-butiran air itu menyentuhnya dengan pijatan-pijatan ringan.

Jemari itu cekatan memainkan setiap busa lembut melekat pada tubuhnya, kedua tangan menyapu setiap kimia kaporit yang semula melekat pada tubuhnya. Kepalanya mendongak, menepis semua bayangan tentang Kanaya. Ia ingin biasa saja, ia ingin selalu tetap profesional. Tapi.. ah, kenapa rasanya begitu menyakitkan? Yugi menghela nafas dalam, ia raih kembali keran yang membuka air pada shawer di atasnya itu.

Sekali lagi buliran air itu keluar dengan dorongan yang cukup kuat, membersihkan perlahan setiap sisa busa pada tubuh Yugi. Dari mulai, rambut gondrongnya, hingga unjung kakinya, busa itu mengalir masuk bersama air ke dalam lubang tertutup jaring plastik.

Yugi mematikan keran air pada shawer itu, seraya ia mengibaskan rambutnya, membuat butiran air itu berhambur ke segala arah. Yugi meraih handuk, mengeringkan seluruh tubuhnya. Lalu ia mengenakannya, melilitkan handuk itu pada pinggang setelah ia mengenakan celana dalam.

Sesaat langkahnya terhenti ketika pada awalnya ia hendak meraih handel pintu, Yugi mendengar suara isak tangis seseorang. Timbul amarah dalam hatinya selaras dengan keyakinan pendengarannya bahwa itu adalah isak tangis Kanaya. Yugi meraih pintu dengan segera, tak sadar jika ia hanya mengenakan handuk saja. Ia segera keluar kamar dan turun meniti anak tangga, tepat di belakang Kanaya ia hanya mampu berdiri sambil meremas tangan menatap Kanaya terisak sambil menenteng ponsel tertempel di telinganya.

"Enggak... Bukan begitu.." lirih Kanaya. "Aku cape sama kelakuan kamu yang kayak gitu. Kamu tuh gak ngerti... Dia? Dia cuma teman, hanya lawan main akuh.. lha kamu, kamu udah jelas selingkuh di belakang aku.. dia partner aja. Iya, kamu percaya dong... Sayang..."

Tangis Kanaya semakin pecah seiring ia banting ponselnya di atas sofa. Kanaya meraup wajahnya, ia tertungkup di atas lutut yang ditekuk.

Oh... Sial... Yugi benar-benar tak mampu berbuat apa-apa. Kanaya menyeka air matanya, kenapa ia begitu cengeng? Oh...

"Aaaa...!!!" Kanaya menutup matanya sambil menghadap ke arah Yugi berdiri. "Kamu ngapain? Kenapa gak pake baju?" Kanaya mengintip di balik celah jemari.

"Oh, shit!"

Yugi buru-buru berlari menuju kamarnya, merasa merona pipinya karena malu. Ia bersandar di balik pintu yang sudah tertutup rapat, mendongak, tersenyum bahagia. Ia menekan dadanya, membayangkan ketika tadi Kanaya sempat mengintip keindahan tubuhnya di balik celah jemari lentik kecantikan tubuh Kanya.

"Ugi..." Kanaya mengetuk pintu. "Hari ini ada syuting lho, cepetan ya..."

"Iya..."

Kanaya menunggu di luar kamar itu. Ia duduk di bangku yang tersedia di balik tembok pembatas antara dirinya dan Yugi. Sebuah foto terpampang pada tembok polos berwarna putih, dua bocah laki-laki tersenyum manis saling berpegangan tangan. Keduanya memamerkan deretan gigi tersusun rapih.

"Itu Kakak aku." Yugi dengan tiba-tiba datang mengagetkan Kanaya.

"Emh, kamu bikin kaget aja."

"Aku ganteng kan?"

"Yang mana?"

"Itu," menunjuk seorang bocah berambut godrong.

"Kamu dari dulu emang suka rambut gondrong ya?"

"Iya, karena aku ada kelainan."

"Kelainan?"

"Iya, jadi kalo rambut aku dipotong kayak anak pada umumnya, aku bakal jatuh sakit."

"Kok bisa?"

"Entahlah, mungkin memang udah takdir."

"Sampai sekarang masih kayak gitu?"

Yugi mengangguk.

"Terus Kakakmu sekarang kemana?"

Yugi hanya mengangkat bahu. "Aku di sini tinggal sendiri, dan itu sudah berlangsung selama beberapa tahun setelah aku bergabung dengan Dee Management, bergabung dengan dirimu."

"Aku?" Kanaya menunjuk dirinya sendiri.

"Emh, maksudku banyaknya peran denganmu."

"Oh.. eh, kita berangkat sekarang yuk. Nanti keburu telat."

"Iya."

"Ugi..."

"Hem...?"

"Emh....." Kanaya memilin ujung bajunya.

"Kenapa? Hem?" menatap Kanaya penuh kelembutan.

"Gak papa, he..."

Kanaya meraih lengan Yugi dan bergelayut di sana. Ia tersenyum sepanjang perjalanan menuju mobil sport milik Yugi.

"Aku satu mobil sama kamu ya, lagi ngirit bahan bakar soalnya..." merengek.

"Oh, oke." Tersenyum.

Yugi sudah tidak asing dengan tingkah Kanaya yang seperti itu. Baginya, tingkah itulah yang kerap membuatnya merasa rindu dikala mereka berjauhan. Oh... Kanaya... adakah sepintas dalam dirimu perasaan tentang seorang Yugi Valerga? Setitik saja rasa yang mungkin bisa diraih menuju kebahagiaan yang hakiki atas dasar saling mencintai.

Kanaya.. ia sengaja duduk di samping Yugi, kerap berpura-pura tidur dan bersandar di pundak laki-laki di sampingnya. Itu sudah menjadi hal lumrah yang tak pernah dipermasalahkan sama sekali. Yugi senang, Kanayapun nyaman. Sandaran itu seolah menjadi obat dari segala kelelahan yang Kanaya rasakan.

***

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!