NovelToon NovelToon

Aku Masih Perawan

1. Hari Bahagiaku

Hari ini aku merasa sangat bahagia, karena aku bisa menikah dengan laki laki yang sangat aku sukai semenjak aku SMA. Dia adalah kakak kelasku waktu aku SMA, lima tahun yang lalau. Waktu aku SMA mungkin dia tidak menyukaiku, karena aku memiliki badan yang berisi bisa di bilang gendut. Sejak Kak Vino lulus kami tak pernah bertemu lagi. Tapi setahun belakangan ini takdir seperti mempertemukan kami kembali.

Singkat cerita pertemuan kami berdua itu memang tidak di duga, dimana kak Vino sudah menjadi orang yang sukses dalam dunia bisnisnya. Aku belum tahu banyak tentang kak Vino seperti apa, yang aku tahu dia adalah laki laki yang sempat mejadi idola para wanita waktu SMA dulu.

Hari ini aku Rahmadhania yang usianya genap 22 tahun, menikah dengan Vino Subagyo pria yang usianya terpaut 3 tahun dari ku yaitu 25 tahun, tapi dia sudah menjadi laki laki yang sukses dalam karirnya.

Tepat di hari pertama kali kami bertemu kembali, di tanggal 25 Januari kami pun melaksanakan acara akad Nikah. Kalian tahu? hari ini aku sangat sangat bahagia, dan aku tidak menyangka bahkan semua serasa mimpi, aku bisa menikah dengan laki laki yang cukup aku cintai dalam hati tanpa aku utarakan kepada siapa pun. Walaupun ada teman dekatku bernama Delia yang tahu kalau aku menyukai kak Vino.

Ooh ya, acara akadku di laksanakan di sebuah hotel ternama di kota H, tamannya indah bahkan orang orang yang datang pun sepertinya teman bisnis kak Vino dan papah mertua ku, ya itu Om Nugraha Subagyo dimana keluarga Subagyo ini adalah salah satu orang ternama di kota H, beliau juga salah satu teman bisnis kakak iparku bang Kahfi, itu loh suami dari kakaku yang bernama kak Nakia yang biasa di panggil Kia.

Ia aku ini adalah Rahma adiknya kak Kia, yang dulu sering di panggil beruang madu sama kak Kia. Aku sangat bahagia keluargaku lengkap semua di hari bahagiaku, bahkan keluargaku, kakak dan aa ku mereka doyan banget nih ngencengi aku karena di usia muda ku aku sudah menikah dengan laki laki yang sudah sukses seperti kak Vino, walau aku tahu kalau ibu mertua ku tidak menyukai aku, tapi aku yakin suatu saat mamah mertuaku akan menyukai aku.

.

.

.

Pesta pernikahan pun telah selesai, tepat pukul sepuluh malam kami sudah masuk ke dalam kamar, di mana kamar di dalam hotel di hias dengan begitu indah. Banyak bunga mawar berwarna merah dan putih bertaburan di mana mana. Saat aku masuk pertama kalinya, hatiku merasa berbunga bunga, jantungku berdebar sangat kencang, tatkala laki laki yang aku sukai mendekatiku.

Ya, baru pertama kali ini aku begitu dekat dengan kak Vino dari setahun yang lalu kita baru bisa sedekat ini, walau kakak ku pernah memberi tahu aku, kalau untuk tidak pacaran tapi aku masih suka ketemu kak Vino secara diam diam, walaupun kami tetap menjaga jarak hehehe. Awalnya belum ada obrolan apapun di antara kami tapi saat ini aku merasa sangat malu dan canggung di dekat kak Vino. Apa lagi saat tadi setelah akad, pertama kalinya bibir kak Vino mampir ke kening ku.

Aku gak bisa mengungkapkan bagaimana perasaan ku, desir darahku seakan berjalan cepat menghujani setiap anggota tubuhku, jantungku berpacu semakin tak karuan sehingga saat tadi aku tersenyum kecil tatkala bibir pink kak Vino mampir di keningku, bau dari kak Vino sudah sangat aku kenal setahun belakangan ini. Beda ya kalau anak orang kaya harumnya pake banget, dan hal yang aku suka adalah mata elang kak Vino yang begitu indah, hidungnya yang mancung dan kulitnya yang halus tidak seperti aku yang seperti nya kurang perawatan.

Kami duduk di tepian tempat tidur, awalnya aku cuma bisa cengar cengir saat kak Vino duduk berdekatan dengan ku.

"Nia, kamu gak gerah?" Hal pertama yang ia tanyakan saat kami berdekatan.

Aku hanya bisa menjawab dengan menggelengkan kepalaku.

Bagaimana aku mau merasa gerah yang ada saat ini aku merasa panas dingin, apalagi saat kak Vino menurunkan suhu ruang menjadi angka 18 derajat Celcius.

Oh iya, kak Vino memanggil ku lain dari pada yang lain loh, dia memanggil ku dengan panggilan Nia yang biasanya semua orang memanggilku dengan panggilan Rahma. Emang bedanya serasa dia laki laki spesial double telor.

Kak Vino mulai memegang tangan ku saat ia mulai memiringkan tubuhnya untuk melihat ke arah wajahku. Jantungku pokoknya makin dag dig ser rasanya.

"Nia!" Panggil kak Vino saat aku masih malu malu.

"Setelah kita menikah, mamah meminta kita untuk tinggal bersama mamah dan papah,... kamu tidak ke baratan kan?"

Sabung kak Vino yang aku sahuti dengan sebuah anggukan. Jujur aku belum berani menatap mata kak Vino sedekat ini sekarang, jantungku rasanya mau copot. Apalagi tangan lembut kak Vino sambil memegang kedua tangan ku.

"Syukurlah kalau kamu tidak ke beratan... ooh iya, rencana bulan madu kita kakak undur dulu ya... karena kakak ada pekerjaan penting di dua bulan ke depan... kamu tidak mempermasalahkan nya kan?"

Lagi lagi kak Vino menanyakan hal hal yang bersangkutan dengan kami berdua kepada ku, jelas saja aku akan mengiyakan apa perkataan kak Vino. Aku gak akan membantah kok, karena aku ingat akan pesan kakak kakaku dan kedua orangtuaku, kalau sudah menjadi istri harus nurut atau taat kepada suami. Kecuali hal yang melanggar agama yang boleh tidak kita turuti.

Aku belum berani mengeluarkan suaraku saat ini, kala jawaban itu cukup dengan isyarat dari tubuhku.

Saat kak Vino sudah mengutarakan apa yang ingin dia sampaikan, kini giliranku yang meminta restunya.

"Kak Vino." Panggilku

"Iya, kenapa?" Jawabnya saat ini kak Vino sedang membuka jas pengantin yang tadi ia kenakan. Sedangkan kan aku masih duduk setia di pinggir kasur.

"Apakah setelah kita menikah Rahma boleh tetap bekerja?... tapi kalau kak Vino melarangnya Rahma akan nurut kok!" Pertanyaan itu lolos dari kedua bibirku, karena aku harus juga mempertanyakan hal ini agar aku dan kak Vino tidak salah paham kedepannya.

"Boleh, kakak gak akan melarang kamu bekerja, atau bergaul dengan teman teman kamu... dan kakak harap kamu juga jangan melarang atau membatasi pergaulan kakak dengan teman teman kakak iya." Jawab Kak Vino di ikuti kesepakatan yang memang harus juga aku sepakati, toh yang aku tahu kak Vino hanya mempunyai teman laki laki dan jadi aku tidak perlu khawatir tapi aku belum tahu siapa saja teman perempuan nya.

.

.

Satu jam berlalu kami pun sudah rapih begitu juga dengan aku yang sudah menggunakan baju tidur yang sudah kakak ku siapkan untuk ku. Tapi aku merasa malu saat ini, aku tidak berani ke luar dari kamar mandi karena aku merasa malu saat menggunakan baju tidur yang sangat tipis ini.

Saat di kamar mandi aku sempat mengumpat kepada kak Kia yang sudah memasukan baju tidur ini ke dalam koperku, dan saat aku membukanya di dalam kamar mandi, aku tidak ingin menggunakannya ingin rasanya aku buang baju tidur ini ke dalam tong sampah. Tapi aku teringat oleh perkataan kakak ku, kalau kita harus bisa membuat senang hati suami kita. Disitulah akhirnya aku memberanikan diri untuk mengenakan lingerie berwarna biru muda ini.

Dengan hati yang tak karuan akhirnya aku memberikan diri untuk keluar dari kamar mandi, dengan kedua tangan ku aku buat menyilang untuk menutupi kedua belah dadaku yang terekspos begitu jelas. Sumpah aku malu sekali saat ini. Pelan pelan aku berjalan dan saat aku melihat sekeliling kamar, aku tidak menemukan kak Vino di dalam.

Hemmm... aku menarik napas pelan dan aku buang dengan sembarang. Hatiku merasa lega karena tak ada kak Vino di dalam. Tapi lama kelamaan hatiku bertanya tanya kemana kak Vino pergi, saat itu aku berpikir mungkin kak Vino pergi untuk mencari makanan karena tadi sempat ia mengeluh lapar kepadaku.

Jam sudah menunjukan pukul 12 malam, aku belum menemukan kak Vino yang kembali ke kamar, saat ini aku sudah berganti pakaian karena aku merasa sia sia saja bila aku menggunakan baju kurang bahan ini di suhu yang menurutku sangat dingin. Aku teringat kalau seharian ini aku belum melihat ponselku, dan akhirnya aku memutuskan untuk mencari ponselku yang aku simpan siang tadi di dalam lemari hotel.

Aku mencarinya dan setelah aku buka banyak sekali teman teman ku masa aku SMA mengucapkan selamat kepadaku di grup Alumni, tapi tidak banyak pula yang tidak percaya kalau aku menikah dengan kak Vino, bahkan ada yang berkomentar kalau aku memelet kak Vino.

Aku duduk di tempat di tempat tidur dan aku tidak menghiraukan komentar negatif beberapa teman temanku tersebut. Hingga aku baru bisa membaca kiriman pesan singkat dari kak Vino yang ia kirim empat puluh lima menit yang lalu, kak Vino mengatakan.

" Nia, maaf ya kalau di malam pertama kakak harus meninggalkan kamu,... kakak ada urusan pekerjaan yang harus kakak urus malam ini juga. Kakak pergi bersama Dimas kok, kamu tidur duluan aja ya... selamat tidur peri kecil ku."

Begitulah pesan singkat yang kak Vino sampaikan, hatiku merasa lega, saat kak Vino mengabarkan kemana ia pergi bahkan hati ini merasa tenang saat tahu dia pergi bersama sahabatnya Dimas. Bukan hanya itu kak Vino juga mengirim kan foto saat ia di kantor bersama kak Dimas, yang aku tau mereka memang sangat lah dekat semenjak SMA dulu.

Hatiku mulai tenang dan akhirnya mataku merasa lelah saat aku membuka setiap chat yang sudah masuk ke ponselku, bahkan ada beberapa pesan yang belum terbaca olehku, karena mataku sudah mulai terasa lelah. Hingga akhirnya aku pun tertidur.

2. Membangunkanmu

Keesokan pagi.

Tepat pukul empat tiga puluh aku terbangun, karena alarm di ponsel yang semalam sengaja aku atur agar aku tidak telat dalam melaksanakan sholat shubuh. Aku meraba raba keberadaan ponselku, namun tangan kiriku menyentuh seseorang yang sepertinya tidur di sisi kiriku.

Aku masih mengira kalau pagi ini aku terbangun dan berada di rumah kedua orang tua ku. Tapi setelah mataku samar samar melihat seorang pria tidur bersamaku, nyaris aku akan berteriak sekeras mungkin. Namun kamar hotel yang aku tempati saat ini, mengingatkanku bahwa diriku sekarang sudah menjadi istri dari laki laki yang aku cintai. Hingga kedua bibirku melukis senyum indah mengingat pernikahan ku kemarin yang berjalan lancar tanpa hambatan layaknya jalan tol.

Aku beranjak dari atas tempat tidur untuk melaksanakan tugasku sebagai hamba, senyuman itu terus menghiasi bibirku. Tanpa memikirkan sejak kapan kak Vino tidur di sebelah kiriku?. Ooh iya, aku sampai lupa kalau semalam aku sudah berganti baju tidur hingga akhirnya aku melihat kembali diriku di cermin.

Senyumku terus mengembang tatkala aku melihat cincin yang kini melingkar di jari manisku, aku bisa melihat kak Vino tidur satu kasur dengan diriku, membuat aku merasa dalam mimpi saja, sampai aku mencubit pipiku untuk membuktikan bahwa ini bukan mimpi. Sakit, tandanya memang bukan mimpi tapi Ini nyata.

Aku berjalan menuju kamar mandi untuk mandi, hal itu biasa aku lakukan bila aku hendak sholat shubuh. Mandi pagi, bagi keluarga ku itu wajib, karena selain menyegarkan mandi pagi juga akan membuat kita dijauhkan dari berbagai macam penyakit penyakit.

Kurang lebih dua puluh menit aku menghabiskan waktu untuk mandi dan berwudhu, lanjut aku melaksanakan sholat shubuh. Selesai aku menunaikan kewajibanku sebagai hamba, aku melihat wajah tampan kak Vino yang masih tertidur lelap, ingin rasanya aku membangunkannya namun aku masih ingin menikmati wajahnya yang tampan, dimana ini kali pertamanya aku melihat laki laki yang aku cintai sedang tertidur. Wajahnya yang putih agak kemerah merahan, alisnya yang hitam dan hidungnya yang mancung membuat aku tak ingin berhenti menatap wajahnya.

Jam sudah menunjukan pukul lima lima belas, waktu shubuh sudah berlalu setengah jam. Aku bergegas merapihkan mukena dan meletakkannya di sofa, lalu aku mencoba menyalakan lampu dimana aku tadi sholat dengan pencahayaan yang redup. Lampu pun aku nyalakan, kak Vino pun memberikan reaksi tak nyaman sepertinya.

Ia mengambil bantal dan menutup wajahnya lagi untuk mengindari cahaya lampu. Aku berjalan mendekati nya mencoba untuk membangunkannya agar melaksanakan sholat shubuh, setau aku kak Vino pernah sholat waktu kami pernah berjalan berdua di sebuah mall beberapa bulan lalu, tapi pernah sesekali ia menolak ajakan ku untuk sholat dengan alasan baju yang ia kenakan kotor, ya aku memaklumi itu karena ia memberikan alasan akan sholat saat ia tiba di rumah.

Aku duduk di tepian tempat tidur dan jujur jantungku seakan berpacu dengan cepat ketika tanganku mulai menyentuh bagian kaki kak Vino, ini baru kaki loh, bagaimana dengan anggota tubuh yang lainnya?.

"Kak, bangun... sholat shubuh dulu!" kataku sambil terus menggoyangkan kakinya.

Sekali dua kali kak Vino hanya bereaksi tak ingin di ganggu sepertinya. Tapi aku masih berusaha untuk membuatnya terbangun, dan saat yang ketiga kalinya aku di buat kaget karena kak Vino begitu marah saat aku membangunkannya lagi.

"Apa sih, jangan ganggu gue... gak tau apa kalau gue baru tidur sejam yang lalu." Teriaknya sambil menutup kembali kepalanya dengan bantal.

Deg, jantungku hampir copot rasanya, saat mendengar teriakan kak Vino. Jujur aku sangat kaget, karena di keluarga ku aku tidak pernah mendengar ayah atau abangku teriak kepadaku. Walaupun pernah sih aku di teriaki oleh pak satpam di sekolah beberapa kali karena telat masuk sekolah, tapi aku dan Delia sahabatku, nekat manjat pagar sekolah. Bahkan belum lama juga aku sempat di teriaki oleh atasan ku di kantor karena salah mengerjakan laporan.

Aku belum berhasil membangunkan Kak Vino, hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengambil ponselku dan membaca Qur'an, walau di antara dua anak ayah dan ibu, aku yang paling manja dan kurang agamais, tapi jangan salah aku gak pernah ketinggalan untuk meluangkan waktu membaca Al Qur'an, walau awal awalnya aku juga suka kena marah oleh ayah kalau sehari ketauan gak ngaji.

Aku baca perlahan sampai akhirnya aku akan menyelesaikan setengah halaman, kak Vino terbangun dan masuk ke kamar mandi. Hatiku merasa lega ketika melihat kak Vino sudah terbangun.

.

.

.

Jam menunjukan pukul sepuluh pagi, aku dan kak Vino pergi meninggalkan lalu pulang menggunakan mobil kak Vino menuju rumah orang tua kak Vino. Tak banyak perbincangan diantara kami karena kak Vino sibuk menjawab telepon yang sepertinya itu dari kantornya. Aku sadar diri kalau aku menikah dengan laki laki yang memang sukses dalam bisnisnya jadi wajar saja bila kehadiranku kadang seperti tak ada.

Untuk menghilangkan kejenuhanku dalam perjalanan, aku memainkan gawai ku melihat dan membalas chat yang masuk yang belum sempat aku balas semalam. Aku tersenyum tatkala melihat chat dari Delia dimana ia mengirimkan kumpulan foto foto kami berdua waktu sekolah yang ia rangkum menjadi sebuah video, awalnya aku tersenyum lebar tapi setelahnya tak terasa air mataku menetes saat membaca setiap kata yang Delia tulis dalam video tersebut.

Persahabatan kami sudah sudah sepuluh tahun, walau terkadang ada marah, kecewa jengkel dan tawa yang kami berdua ciptakan. Aku membiarkan air mataku jatuh tapi seseorang sudah menyekanya, saat aku lihat itu adalah tangan Kak Vino. Jantung seakan berhenti tatkala melihatnya kak Vino begitu dekat denganku, tangannya yang lembut menyapa pipiku.

"Kamu kenapa? maaf ya kalau tadi pagi aku sudah membuat kamu sedih... apa kamu masih sedih?" Tanya Kak Vino yang mengira aku menangis karena kejadian tadi pagi saat dia memarahiku.

Aku masih dalam keadaan setengah sadar, rasanya seperti mimpi saja. Lagi lagi ini pertama kalinya ada laki laki menyeka air mataku, yang biasanya menyeka air mataku kalau bukan kak Kia, Delia atau pun ibu dalam menghibur ku kala ada masalah yang aku hadapi. Tapi ini adalah kak Vino, laki laki yang aku cintai yang sudah menjadi suamiku saat ini.

"Aku sedih bukan karena kakak kok... ada debu yang masuk ke dalam mataku jadi mataku terasa perih." Jawabku bohong.

"Huh, jantungku serasa akan copot ketika perhatian kecil kak Vino ditunjukan kepadaku. Ahh, begini kah rasanya bila kita mendapatkan perhatian dari laki laki yang kita cintai?" Kataku dalam hati.

Kak Vino kembali duduk di kursi pengemudi, ia mengendarai mobilnya kembali dengan fokus ke depan namun bibirnya tetap basah karena mengajak ku terus mengobrol. Banyak hal yang kak Vino tanya kan kepadamu dari mulai aku masuk SMA dulu.

Aku menceritakan kepadanya prihal pertama kali aku melihat kak Vino waktu SMA dulu, waktu kak Vino masih menjadi ketua OSIS yang menjadi idola para wanita. Mungkin dalam hati kak Vino merasa lucu dengan mendengar ceritaku, gadis gendut yang diam diam suka kepadanya. Sepanjang jalan aku hanya menceritakan waktu aku SMA, kak Vino hanya merespon dengan anggukan bahkan kadang ia tersenyum tatkala aku menceritakan kejadian lucu di sekolah dulu.

Waktu itu aku dan Delia terlambat masuk ke kelas karena saat jam istirahat kami berdua pergi ke sebuah toko buku karena mencari buku yang di tugaskan oleh guru Fisika, saat kami tiba di sekolah gerbang sekolah sudah di kunci, dan security sekolah tidak mau membukakan gerbang untuk kami berdua, sampai akhirnya kami memohon dan berjanji akan memberikan sebungkus rokok untuk pak security bila ia mau membukakan gerang untuk kami berdua.

Tapi rayuan kami tidak mempan sampai akhirnya kak Vino dan teman kelasnya yang akan keluar dengan menggunakan motor karena ada perlombaan yang akan mereka ikuti, hal itu aku dan Delia gunakan untuk bisa masuk ke sekolah. Dari situ aku merasa sangat tertolong oleh kak Vino walau pun kami harus berlari secepat mungkin agar security tidak menyadari kalau kami berdua sudah masuk secara diam diam.

.

.

.

Hati ku mulai dag dig dug saat mobil kak Vino sudah terparkir di garasi rumah kak Vino. Manik mataku berkeliaran melihat sekeliling luar rumah kak Vino yang begitu luas, jangankan halamannya yang luas rumahnya pun begitu besar yang sepertinya tanah rumah ini mengalahkan tanah kebun yang ayahku miliki bisa di bilang dua kali lipatnya.

Aku masih mematung karena masih terpesona dengan kemegahan dalam rumah orangtuanya kak Vino. Pantas saja kedua orang tua kak Vino minta kami untuk tinggal di sini. Ini sih bisa menampung satu RT warga di daerah rumahku!.

Kak Vino menyentuh tanganku dan menggenggam tanganku sampai aku menatap kearah tanganku di genggam olehnya, kemudian aku melihat wajah kak Vino yang tersenyum manis kepadaku, ihhh... ini sih kalah dengan rasa manis lolipop yang suka aku emut.

3. Roti Sobek

Kami berdua masuk ke dalam rumah, tak lupa aku mengucapkan salam saat pintu berwarna putih nan tinggi itu di buka oleh seorang ibu ibu yang mungkin usianya tidak beda jauh dengan ibu ku.

"Bi Sarni tolong bawain koper ini ke kamar saya ya!" kata kak Vino memberikan perintah kepada bibi yang sepertinya itu asisten rumah tangga di sini.

Aku tersenyum kepadanya, sebelum ia menggambil koper dari tanganku.

"Gak usah bi, biar ini saya saja yang bawa." Larang ku saat tangan bibi itu akan menyentuh koperku. Namun bi Sarni tetap memaksa mengambilnya, mungkin mendengar perintah dari kak Vino.

"Gak apa apa, non... ini sudah menjadi tugas saya di sini."

Jawabnya dengan begitu santun. Tapi aku kurang suka saat bibi tersebut memanggilku dengan panggilan non.

"Panggil saya Rahma aja, bi!"

Sahutku yang aku merasa seperti nona besar saja yang memiliki banyak perhiasan mahal ketika mendengar panggil itu.

Bi Sarni pun membawa dua koper itu menuju kamar kak Vino, saat aku sudah memasuki ruang tamu di sana, kak Vino sudah memberikan ciuman pipi kepada sang mamah.

Mungkin itu sudah menjadi kebiasaan di rumah ini. Aku menghampiri sang mamah mertua yang memang selalu kelihatan cantik dan rapih saat di rumah, beda dengan aku yang apa adanya.

Aku meraih tangan mamah mertuaku berniat untuk menyalaminya, namun mamah mertua ku langsung menariknya, entahlah, mungkin dia merasa jijik denganku. Aku sadar diri kok kalau mamah mertuaku tidak menyukai aku.

Aku diam dan berpura pura untuk basa basi kepadanya. Namun baru saja aku akan membuka mulutku tapi mamah mertuaku sudah berdiri dan pergi begitu saja dari hadapanku.

Aku hanya bisa mengelus dada mencoba untuk sabar. "Ingat Rahma ini baru awal mula kamu beradaptasi dengan lingkungan rumah ini, berserta sifat sifat orang yang ada di rumah ini.

"Nia, kamar kita ada di atas ya!" Teriak kak Vino yang sudah ada di lantai dua bersama bi Sarni yang sudah ada di pertengahan tangga.

"Iya, kak!" Jawabku singkat.

Di rumah aku tidak melihat papah mertuaku, walau pun ini adalah hari libur, mungkin pak Nugraha ada di tempat lain di rumah ini. Aku melangkah menaiki tiap anak tangga dan aku selalu merasa kecil ketika aku melihat rumah kak Vino. Jadi menurut ku wajar saja bila mamah mertuaku tidak menyukai ku, anak dari kalangan keluarga sederhana yang tinggal di suatu Desa.

Seperti di sinetron sinetron menantu yang miskin pasti akan diperlakukan tidak baik oleh mertuanya. Tapi dalam hati aku meyakinkan bawah semua itu tidak akan terjadi padaku.

"Non... itu kamarnya Den Vino!" Pikiranku teralihkan saat mendengar ucapan bi Sarni yang memberi tahu dimana kamar kak Vino.

"Baik, bi. Terima kasih ya... dan maaf bi, panggil saja saya Rahma jangan pake non nya ya, bi!" Pintaku yang lagi lagi bi Sarni memberikan senyum kikuk.

"Gak apa apa atuh, non... Non Rahma kan istrinya den Vino, jadi wajar kalau bibi manggil non Rahma gitu."

Jawab Bi Sarni yang sepertinya merasa berat menghilangkan kata NON di setiap memanggilku.

Aku mengetuk pintu kamar kak Vino yang sudah tertutup.

Tok... tok... tok.

Aku membukanya seraya mengucapkan salam saat masuk, dan aku tidak melihat kak Vino di dalam nya. Lagi lagi mataku berkeliaran melihat sekeliling kamar yang akan menjadi tempat istirahat ku bersama kak Vino.

"Ini sih tiga kali lipat dari kamar aku bahkan lebih... luas banget kamarnya."

Ucapku saat aku melihat isi kamar kak Vino yang begitu tertata dengan rapih, aku melihat lemari berwarna abu abu yang mempunyai banyak pintu yang sudah di pastikan itu lemari untuk semua pakaian kak Vino. Lebih dari satu toko sepertinya isi lemari itu.

Saat aku melangkah mendekati kasur yang ukurannya besar pula, tiba tiba aku mendengar suara orang yang sedang mandi di dalam. Sudah di pastika itu pasti kak Vino.

Bukan kah saat shubuh tadi dia sudah mandi? dan sekarang kenapa dia harus mandi lagi? pantas saja dia memiliki kulit yang putih ke merah merahan dan halus. Seharian saja mandi bisa beberapa kali, tidak sepeti aku yang mandi hanya dua kali dalam sehari pagi dan sore, kecuali aku merasa gerah saat siangnya mungkin bisa mandi lagi. Ini kak Vino baru beberapa jam yang lalu dia mandi sekarang sudah mandi lagi.

Aku berdiri di sisi jendela dekat balkon kamar, melihat pemandangan dari dalam. Di sini terasa indah bisa melihat pemandangan yang ada di bawah dari atas sini.

Udaranya juga sejuk dan aku bisa melihat dari jendela ini setiap mobil yang memasuki rumah, dan aku melihat ada mobil berwarna silver memasuki gerbang. Aku ingat mobil itu pernah kak Vino pakai saat ia menjemput aku saat aku pulang kerja.

Aku berbalik badan dan saat itu pula aku melihat kak Vino yang baru ke luar dari kamar mandi, dengan handuk putih yang di lilitkan ke pinggang. Aku mematung tanpa bergerak, kedua mataku menatap setiap air yang jatuh membasahi dada kak Vino yang memilki kotak kotak seperti roti sobek yang ingin aku gigit kapan saja.

Salivaku ku telan dalam dalam, jantungku berpacu semakin cepat tatkala kak Vino mulai berjalan mendekatiku. Semakin dekat semakin mendekat, huhhh... jantungku rasa mau copot dari tempatnya. Kak Vino semakin terlihat tampan dan begitu menyegarkan.

"Yaa Tuhan, kalau saat ini aku pingsan, kak Vino apakah akan menolongku?" Aku berbicara sendiri sampai akhirnya kak Vino menutup gorden jendela yang ada di belakang ku. Bau sabun dan sampo menyeruak dengan begitu dekatnya.

"Nia!?" Lamunanku terhenti saat kak Vino memanggil diriku dimana kini kak Vino sedang menggambil baju di dalam lemari.

Sejak kapan kak Vino berada di situ, sampai aku sendiri tidak sadar kalau bukan kak Vino memanggil nama ku.

"I_i... iya, kak!" Sahutku yang masih merasa amnesia.

"Kamu bisa taruh baju baju kamu di lemari sebelah kanan ya... sebelah kiri ini untuk pakaian pakaian kakak." Kata kak Vino yang memberi tahu dimana aku bisa menata baju baju yang aku bawa.

"Iya, kak." Jawabku singkat.

Aku sampai lupa menyiapkan baju untuk kak Vino yang sudah selesai mandi, aku masih ingat kebiasaan ibu dikala ayah yang sedang mandi, ibu pasti sudah menyiapkan baju yang akan ayah gunakan.

Besok besok aku akan berusaha untuk melakukannya untuk kak Vino. Janjiku dalam hati.

Kak Vino masuk ke ruangan yang ada di pokok kiri, yang sepertinya itu adalah ruang ganti. Aku duduk di sofa yang bersebrangan dengan kasur. Aku masih setia menggunakan jilbabku, jujur aku belum berani untuk membuka jilbabku di depan kak Vino, aku tidak akan membukanya bila kak Vino tidak memintanya, itu prinsip ku.

Dan saat kemarin malam pun aku tidur dengan menggunakan jilbab instan karena aku takut bila ada pelayan yang mengetuk pintu, pikir seperti itu.

Tiba tiba ponsel ku berdering, dan aku tidak tahu nomer siapa itu, karena belum terdapat nama kontak saat aku melihat layar di ponselku. Awalnya aku tak menghiraukannya, karena aku tau biasanya itu panggilan dari layanan provider dari sim kart yang aku punya.

Kedua kalinya nomer itu memanggil sampai ke tiga kalinya aku hanya bisa menatap layar ponselku sampai akhirnya kak Vino yang sudah duduk di sampingku meminta aku untuk mengangkatnya.

"Angkat aja, Nia. Siapa tahu itu telepon penting." Titahnya yang membuatku menoleh kepadanya, entah sejak kapan kak Vino tiba tiba ada duduk di sampingku.

"Tapi, nomer ini aku gak tau, kak!" Jawabku yang harus terus waspada karena sekarang banyak motif penipuan.

"Dia menelpon kamu beberapa kali pasti ada hal yang penting... udah angkat aja... kalaupun ada yang jail atau penipuan kan ada kakak di samping kamu." Kata kak Vino yang membuat aku merasa nyaman karena merasa di lindungi.

Aku menekan tanda telpon yang berwarna hijau, dan aku kaget ketika mendengar suara seseorang yang telah lama tak aku dengar suaranya, karena ia pergi meninggalkan Indonesia demi pendidikannya.

"Assalamu'alaikum, Rahma!" Ucapnya saat pertama kali aku menempelkan ponselku di telinga kiriku.

"Wa'alaikum salam." Jawabku yang membuat aku teringat akan email yang pernah ia kirim ke padaku, yang mengatakan bahwa ia akan meminang saat dirinya sudah pulang ke Indonesia. Aku tak bisa memahami apa yang aku rasakan sekarang.

"Barokallahu laka wabaroka 'alaika wajama'a bainakumaa fii khoirin... Semoga Allah memberkahi mu di waktu bahagia dan memberkahi mu di waktu susah, dan semoga Allah menyatukan kalian berdua dalam kebaikan." Kurang lebih seperti itulah artinya.

Lalu kak Yazid menabahkan satu kalimat lagi dibelakangnya.  "Selamat menempuh hidup baru ya, Rahma".

Serrr, aliran darahku seakan berhenti sejenak di bagian kepalaku. Aku ingat benar saat saat kami selalu bertengkar saat ada pertemuan keluarga.

Yazid adalah anak dari ayah angkat kakak iparku, yang bisa di bilang dia adalah adik ipar kak Kia yang tak sedarah dengan kak Kahfi.

Aku terdiam sejenak, dan aku tersadar saat kak Vino mencium punggung tanganku berkali kali. Dalam diri tubuh ini seperti nya merasakan hal hal yang terkadang membuat jantungku berdebar, karena merasa sedih dan lain sisi aku merasakan debaran jantung itu karena bahagia karena saat ini suamiku muli menyentuh diriku.

"Siapa temen kerja kamu, atau temen kuliah?" Tanya kak Vino yang sedang memainkan cincin yang ada di jari manisku, seakan hal itu mengingatkan ku bahwa aku sudah memilik suami, jadi gak perlu lagi memikirkan perasaan seseorang seperti kak Yazid.

Tak lama aku dan kak Yazid berbicara di telepon. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk turun ke bawah untuk mencari aktifitas yang bisa aku lakukan di rumah ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!