Rara Maharani Putri merupakan gadis cantik yang memiliki sifat lembut, penuh empati, dan tekad yang kuat. Meskipun wajahnya memancarkan kecantikan yang memikat, Rara lebih dikenal karena kebaikan hati dan ketangguhannya dalam menghadapi kesulitan hidup. Ia tidak mudah menyerah, meskipun seringkali merasa tertekan oleh keadaan sekitarnya.
Di balik kecantikannya, Rara memiliki jiwa yang mendalam, penuh perhatian terhadap orang lain, dan selalu berusaha untuk mencari kebaikan dalam setiap situasi, meskipun ia sering merasa ragu dengan masa depannya.
Rendra Wijaya, memiliki sifat keras, egois, dan materialistis. Ia lebih mementingkan kekayaan dan status sosial daripada kebahagiaan atau kesejahteraan keluarganya. Rendra cenderung memanipulasi orang-orang di sekitarnya, termasuk Rara, untuk mencapai tujuannya sendiri.
Meskipun ia seorang ayah, ia tidak menunjukkan kasih sayang atau perhatian yang tulus terhadap anaknya, dan lebih sering memanfaatkan Rara untuk kepentingannya pribadi. Sifatnya yang keras membuatnya sulit berempati, dan ia selalu berfokus pada bagaimana mendapatkan keuntungan dari situasi apapun, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain.
Begitupun Ibu tirinya Kartika Wijaya, ia menggantikan posisi nyonya dikediaman Wijaya setelah ibu kandung rara meninggal saat melahirkan rara. Sifat Kartika dan rendra sama saja, mereka lebih mengutamakan status sosial dan kenyamanan hidupnya dari pada hubungan keluarga yang sejati. Ia tidak terlalu peduli dengan perasaan Rara dan lebih memilih untuk mendukung keputusan-keputusan yang menguntungkan dirinya sendiri. Kartika cenderung menunjukkan sikap yang lebih protektif terhadap anaknya Rani Wijaya, dan sering kali membiarkan Rara berada di bawah tekanan dalam keluarga. Meskipun tampaknya ia berusaha menjaga keharmonisan keluarga, ia lebih sering mengabaikan kebutuhan emosional Rara demi menjaga citra dan kenyamanan hidupnya.
...****************...
Hari ini, tidak seperti biasanya mereka kompak berbelanja di mall untuk memenuhi kebutuhan rara dan rani. Rara sangat bahagia atas perubahan ayah, ibu tiri dan saudari tirinya. Kegembiraan terpancar indah dari senyuman manis rara ketika mendapati ibu tirinya selalu memprioritaskan kepentingannya saat ini.
"Rara kamu cantik jika memakai gaun ini" ucap Kartika ketika menunjukkan baju yang setengah terbuka di dada kepada rara
"aku tidak suka bu.. Bajunya terlalu terbuka" tolak rara
"udah coba aja sana " ucap rani menyodorkan pakaian tersebut dan mendorong rara masuk kedalam ruangan fitting baju
Senyuman sinis terpancar dari wajah mereka bertiga melihat kepolosan rara.
Lima menit kemudian rara keluar dengan pakaian berwarna hitam diatas lutut yang memperlihatkan kakinya yang indah serta bagian atas yang memamerkan sedikit dada serta menonjolkan lekukan tubuh yang memikat.
"rara nggak nyaman bu" ucapnya sambil menutupi bagian yang terbuka
"upss sorry.. Aku udah bayar loh ra, pakai aja deh ra, jangan buang buang uang.. Kasian ayah perusahaan lagi nggak stabil" ucap rani berusaha membuat rara tidak menolak
Dengan malasnya rara menganggukkan kepalanya.
Kini mereka telah tiba di kediaman wijaya, pembantu dikediaman tersebut telah menyiapkan makan malam untuk pemilik rumah.
"nyonya tuan.. Makan malam sudah tersedia" ucap bi Inah pembantu dikediaman Wijaya
tanpa mengucapkan sepatah katapun mereka berjalan langsung menuju meja makan. Kecuali rara, ia pasti selalu mengucapkan terimakasih kepada bi Inah yang telah memenuhi kebutuhannya selama ini.
"makasih banyak bi" ucap rara
"sama sama non.. Non, ini kok pakai baju kurang bahan sih.. Nanti masuk angin loh" ucap bi Inah
"ayah yang beliin aku bi, tumben seharian ini ayah ibu dan rani baik banget sama aku" ucap rara antusias bercerita
Ya ampun non rara.. Pasti mereka merencanakan sesuatu.. Gusti.. Kenapa orang baik selalu saja mendapatkan cobaan
"non sebaiknya ganti baju dulu" ucap bi Inah dianggukkan oleh rara
"rara kamu mau kemana?" tanya Rendra
"mau ganti baju yah" ucap rara
"makan dulu sini, nanti ganti baju" perintah Rendra
Karena seharian rara tidak dimarahi oleh ayahnya, Dengan patuh ia menurut karena ia tidak ingin Rendra kembali marah jika rara menolak.
"bi inah.. Tolong belikan saya beberapa keperluan yang ada di catatan ini" ucap kartika menyodorkan catatan kecil dan ATM untuk bi Inah
"baik nyonya" ucap bi Inah tanpa curiga, kemudian pergi meninggalkan kediaman wijaya
"rara" panggil Rendra menatap rara yang sedang lahap menyantap makan malamnya
"iya yah" ucap rara dengan hati hati
"rara sayang ayah?" tanya rendra
"spontan rara terdiam dan menatap semua keluarganya
"iya yah" jawab rara singkat
"rara.. Kalau kamu sayang ayah, kamu bantuin ayah ya nak"
"bantuin? Bantuin apa yah?" tanya rara
"Wijaya Group saat ini sedang tidak stabil.. Membutuhkan dana yang cukup banyak" ucap Rendra
"lalu?" tanya rara
"rara tolongin ayah ya buat bujuk klien ayah.. kamu harapan ayah ra, kalau rani dia lagi sibuk ngurusin skripsi nggak mungkin ayah ganggu dia, sedangkan kamu yang lebih hebat dan pintar dari rani pasti bisa, kuliah saja kamu bisa tamat tiga tahun, membujuk klien ayah kamu pasti bisa ra" jelas Rendra membujuk putrinya
"kapan yah?" tanya rara
"nanti kamu akan ketemu dia kok,kamu mau ya ra.. Ayah janji, ayah, ibu dan rani bakalan baik dan nggak kasar lagi sama kamu" ucap Rendra
rara terdiam sejenak mencerna setiap ucapan Rendra.
"ayolah ra.. Kali ini aja, nanti kalau aku udah ga sibuk lagi aku yang bakalan gantiin tugas kamu buat ketemu klien" ucap rani
"baiklah aku akan berusaha semampu aku" ucap rara tanpa rasa curiga sedikitpun
"kamu memang saudari terbaik aku" ucap rani memeluk rara
"sebagai bentuk kerjasama kita, mari kita bersulang " ucap rani memberikan segelas jus jeruk kesukaan rara
Mereka pun bersulang meminum jus tersebut hingga habis tanpa rasa curiga.Namun, tak lama setelah itu, sesuatu yang aneh mulai merayap. Kepalanya terasa berat, seolah ada kabut yang mulai menyelimuti pikiran-pikirannya. Penglihatannya mulai kabur, dan suara-suara di sekitarnya terdengar jauh. tubuhnya terasa semakin lemah, tak mampu menahan kesadarannya yang perlahan menghilang.
"Dasar wanita bodoh!" ucap rani
Flashback on.
Saat rara sibuk berbicara dengan bi inah, dengan sigap rani memasukkan obat tidur kedalam jus Milik rara. Dari awal kedekatan mereka hanya dimanfaatkan untuk kepentingan perusahaan semata, Rendra berniat menjual rara kepada salah satu klien hidung belang yang haus akan kepuasan.
Flashback off.
"bu, mobil sudah siap?" tanya rani
"mobil sudah didepan.. Ayok yah angkat rara" ucap kartika
Tidak menunggu lama, Rendra mengangkat tubuh anaknya menuju halaman rumah.
ternyata disana telah menunggu sebuah mobil yang akan membawa mereka pergi jauh dari kediaman wijaya.
Dua pulu menit kemudian, Rara mulai tersadar dari obat bius yang diberikan oleh rani. Rendra menyadari bahwa rara sudah sadarkan diri
"dasar! Rani tidak becus! Seharusnya beri dia obat yang dosisnya lebih tinggi" kesal rendra
Namun seketika amarah Rendra menghilang ketika telah bertemu dengan seorang pria paruh baya.
Rara berusaha untuk mengontrol kesadarannya, suara hiruk pikuk diluar sana seakan akan tertelan jauh dari mendengarnya. Saat ini yang ia dengar hanyalah percakapan ayah dengan seorang pria paruh baya.
Rara tersadar dari tidurnya, ia memperhatikan kondisi disekitarnya, kondisi yang tidak pernah ia lihat selama ini.
"ini bar?" gumam rara sendiri
seorang pria paruh baya dengan jas mahal menghampirinya. Ia memperkenalkan diri sebagai Darmawan Surya, pengusaha kaya yang selama ini menjadi mitra bisnis Rendra.
Darmawan tersenyum lebar, tetapi tatapannya membuat Rara bergidik. “Ayahmu mengatakan kau gadis yang spesial. Aku setuju. Kau sangat cantik,” katanya dengan nada penuh arti.
Rendra, yang berdiri di dekat mereka, tertawa kecil. “Pak Darmawan tertarik untuk menjadikanmu istri, Rara. Kau harus berterima kasih. Dia akan menyelamatkan keluarga kita dari kehancuran.”
Rara membelalak. “Ayah, apa maksudnya? Aku bukan barang yang bisa kau jual!”
Rendra menatapnya dingin. “Kau tak punya pilihan. Ini untuk keluarga kita. Jangan buat malu. Bukankah kamu tadi sudah setuju akan membantu keluarga kita?!”
Rara merasa terjebak. Saat Darmawan semakin mendekat, ia mencoba mencari cara untuk kabur. Dengan panik, ia berdiri dari kursinya dan mendorong dermawan hingga jatuh kemudian berlari keluar bar.
Dengan amarah yang memuncak, Rendra mengejar rara tanpa henti-hentinya dengan berbagai umpatan yang ia lontarkan kepada putri kandungnya.
Rara tidak memperdulikan umpatan sang ayah, ia terus berlari hingga menabrak beberapa orang di jalan. Di luar, kakinya terus melangkah tanpa tujuan, hingga ia tersandung dan jatuh di trotoar.
Rara berusaha untuk bangkit namun kakinya terkilir akibat tersandung tadi, dengan perlahan rara bangkit dan berjalan dengan tertatih.
Air matanya jatuh berderai mengingat kejadian tadi, ia tidak menyangka ayah kandungnya sendiri akan menjual dirinya kepada orang lain.
Kini rara tiba di sebuah halte bus yang terletak tidak jauh dari tempat ia tersandung tadi, rara tidak mampu lagi untuk melangkahkan kakinya.
"bunda.. Rara takut.. ayah tega menjual rara" ucapnya dengan tubuh yang gemetar
Hujan deras mengguyur malam itu, menyisakan dingin yang menggigit tulang. Rara masih setia duduk di halte tersebut meratapi nasibnya. Matanya bengkak dan merah, air mata terus mengalir tanpa bisa ia hentikan. Pikirannya dipenuhi oleh kata-kata tajam ayahnya tadi yang mana keputusan sepihak yang menghancurkan hidupnya.
"Ini demi kebaikan keluarga kita. Kau hanya perlu patuh."
Bayu Aditya Kusuma, yang kebetulan melintasi halte itu setelah lembur kerja, memperlambat langkahnya ketika melihat sosok perempuan dengan bahu berguncang pelan. Rasa iba menyeruak dalam dadanya. Ia ragu sejenak, namun nalurinya mendesaknya untuk mendekat.
"Maaf, kamu nggak apa-apa?" tanyanya pelan, menunduk sedikit agar bisa melihat wajah Rara di balik rambutnya yang basah.
Rara mendongak dengan ekspresi penuh keterkejutan. Mata mereka bertemu dan Bayu bisa melihat jelas luka di balik tatapan itu.
"Aku nggak tahu harus ke mana," ucap Rara lirih. Suaranya bergetar, entah karena dingin atau ketakutan yang masih mencengkeramnya.
Bayu menarik napas dalam. "Kamu nggak bisa di sini sendirian. Boleh aku antar pulang, atau ke tempat yang aman dulu?"
Rara menggeleng cepat, air matanya kembali mengalir. "Aku nggak punya rumah lagi. Ayahku... dia menjual aku..." Suaranya pecah sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya.
Bayu tertegun, amarah membuncah dalam dirinya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana seorang ayah tega melakukan hal seperti itu. Tapi sekarang bukan waktunya untuk bertanya atau menyalahkan. Gadis ini membutuhkan bantuan.
"Oke," kata Bayu, berusaha tenang. "Kalau kamu nggak keberatan, kita cari tempat untuk istirahat dulu, ya? Ada teman yang bisa aku hubungi untuk bantu."
Rara menatap Bayu dengan ragu. Ia tidak tahu apakah ia bisa mempercayai pria asing ini. Tapi, di balik tatapannya yang penuh ketegasan, ada sesuatu yang membuatnya merasa aman.
"Aku... aku ikut," gumamnya akhirnya.
Bayu mengangguk, melepas jaketnya untuk menutupi tubuh Rara yang menggigil. Malam itu menjadi awal pertemuan mereka, dua jiwa yang dipertemukan oleh luka, di bawah derasnya hujan yang menjadi saksi bisu.
Rara merasa hidupnya seperti berada di ujung jurang. Setelah ayahnya , Rendra Wijaya mencoba menjualnya kepada seorang pengusaha kaya, ia melarikan diri tanpa tahu ke mana harus pergi. Di tengah pelariannya, ia bertemu Bayu Aditya Kusuma, pria muda yang rara sendiri tidak tau asal usulnya.
Di perjalanan menuju rumah temannya, bayu pun menanyakan apa penyebab ayahnya menjual anaknya sendiri.
"gila tu orang tua, anak kandung sendiri mau dijual ke pria hidung belang? Wah parah sih" ucap bayu
"oh ya perkenalkan nama saya Bayu Aditya Kusuma kamu bisa panggil saya bayu" ucap bayu memperkenalkan dirinya
"kamu dari keluarga Kusuma Corporation?" tanya rara
"bukan.. Kusuma Corporat milik kakak ku.. Arga Mahendra Kusuma.. Dia yang melanjutkan perusahaan ayah.. Sedangkan aku hanya mempunyai organisasi dibidang sosial" ucap bayu
"Bright Feature Foundation?" tanya rara
"yap.. Kurang lebih seperti itu" ucap bayu
rara tersenyum simpul "sama saja.. Sama sama anak dari bapak kusuma orang terkaya yang memiliki tahta tertinggi di negara ini" ucap rara
Bayu hanya diam tidak menjawab ucapan rara.
"Rara Maharani Putri. Panggil saja rara" ucap rara memperkenalkan dirinya
"baiklah rara.. Salam kenal, istirahatlah nanti ketika sudah tiba akan aku bangunkan " dengan patuh rara memejamkan matanya, ia yakin bayu tidak akan berbuat aneh aneh kepada dirinya.
Malam itu, Bayu membawa Rara ke sebuah rumah kecil di pinggir kota, milik temannya, Nia Kartika. Nia adalah seorang seniman muda yang hidup sederhana tetapi memiliki hati besar. Rumahnya dipenuhi lukisan-lukisan berwarna cerah, menciptakan suasana yang menenangkan.
“Nia, ini Rara. Dia butuh tempat untuk bersembunyi sementara,” kata Bayu ketika mereka tiba.
Nia, yang sudah mengenal Bayu sejak lama, langsung mengerti situasinya. “Tentu saja. Rara, anggap saja rumah ini rumahmu sendiri. Aku tidak punya banyak, tapi kau aman di sini,” katanya dengan senyuman tulus.
Rara merasa canggung pada awalnya, tetapi keramahan Nia membuatnya perlahan merasa nyaman. Di hari-hari berikutnya, Rara mulai membantu Nia di rumah, bahkan ikut melukis untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Bayu sering datang mengunjungi mereka, membawa makanan dan memastikan Rara baik-baik saja.
Namun, di balik semua itu, Bayu tahu ini bukan solusi permanen. Ia harus menghadapi Rendra dan memastikan Rara tidak akan dipaksa kembali ke dalam hidup yang penuh tekanan itu.
“Rara, aku janji, aku akan melindungi mu. Tapi kau juga harus belajar melawan. Kau tidak bisa terus berlari,” kata Bayu suatu sore ketika mereka sedang duduk diruang tamu rumah tersebut.
Rara menatapnya, melihat ketulusan dan keberanian yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Dengan bantuan Bayu dan dukungan dari Nia, Rara mulai membangun kekuatan untuk berdiri sendiri, menghadapi ketakutannya, dan mengambil alih hidupnya.
"Baiklah.. aku akan melawan.. Besok aku akan kembali kerumah meminta hak aku yang selama ini tidak pernah aku permasalahkan" ucap rara
"benar ra.. Apalagi kamu kan anak kandung pemilik Wijaya Group, seharusnya kamu yang lebih banyak memiliki hak dibandingkan anak ibu tiri kamu" ucap nia
"besok aku temani kamu ke kediaman wijaya "
"nggak usah bayu, selama ini aku sudah merepotkan kamu, aku sendiri yang akan mendatangi rumah tersebut, aku akan kumpulkan semua tenaga ku untuk melawan mereka" ucap rara dengan semangat
"baiklah.. Aku tunggu kabar baiknya " ucap bayu
Di rumah kecil itu, di tengah tawa dan perjuangan, Rara mulai menemukan secercah harapan baru, sebuah cahaya yang mungkin akhirnya bisa ia genggam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!