["Mesya, akhir pekan ini libur gak?"]
Sebuah notifikasi pesan masuk terlihat dari ponsel milik Mesya yang bergetar di atas meja. Mesya yang baru saja kembali dari dapur melihat ponselnya menyala pun segera mengeceknya.
"Pesan dari Kak Sandi? Tumben sekali Kak Sand menghubungiku. Ada apa ya?" Ucap Mesya penasaran.
["Libur kak Sand, ada apa?"] Balas Mesya
["Mau ke Bandung gak? Besok Sand libur"]
Sebuah pesan Sandi yang mengajak Mesya untuk pergi ke Bandung sontak membuat Mesya senang tak terkira. Karena bagaimana tidak, Bandung menjadi tempat yang selama ini paling ingin sekali Mesya kunjungi karena terkenal dengan keindahan alamnya, namun karena Mesya gadis yang jarang main keluar terlebih itu jauh membuat keinginan pergi ke Bandung nya pun belum terlaksana hingga saat ini.
Sandia Putra, atau lebih akrab dipanggil dengan nama Sandi itu adalah sosok pria berusia 33 Tahun yang dekat dengan Mesya setelah ia mencoba mengajari Mesya bermain biola. Sosok pria bertubuh tegap dengan warna kulit sawo matang itu sudah menjatuhkan hatinya sejak lama kepada Mesya, namun meski telah lima Tahun berlalu Sandi tak berani mengungkapkan perasaannya.
Beberapa waktu yang lalu Sandi sempat bertekad untuk mencoba mengutarakan perasaannya dan mengajak Mesya untuk berpacaran, namun menyadari Mesya mungkin tak memiliki perasaan apapun kepadanya membuat ia mengubur harapan itu jauh-jauh.
["Dimana Sand harus menjemput kamu?!"]
Sandi kembali mengirimkan pesan setelah Mesya setuju pergi ke Bandung bersamanya, setelah mendapat izin dari orang tua nya malam itu Mesya segera mengemas semua barang bawaannya.
["Di depan gang yang belokan sebelum Masjid itu saja"] Balas Mesya.
["Oke"]
Pesan singkat keduanya berakhir setelah Mereka memutuskan untuk mengemas semua barang-barang keperluan mereka. Karena jarak yang perlu di tempuh cukup jauh dan akan memakan waktu, keduanya memutuskan untuk berkemah dan menginap di Bandung selama satu malam.
*****
#Keesokan paginya
Mesya mengenakan jaket berwarna rubi dengan setelan celana cargo berwarna cokelat menenteng tas kecil di tangannya berlari menghampiri Sandi yang sudah menunggunya di pinggir jalan.
"Wah barang bawaan Kak Sand banyak sekali" Ucap Mesya setelah melihat isi depan motor Sandi penuh dengan tumpukan tas yang berisi barang bawaannya.
"Iyalah,, kita kan akan berkemah. Jadi tentu saja barang-barang yang harus di bawa cukup banyak, termasuk tenda" jawab Sandi dengan santai.
Sandi menyodorkan helm kepada Mesya untuk dikenakannya. Keduanya berangkat pada pagi dini hari dan beristirahat di Cianjur untuk mampir sarapan.
"Kamu mau sarapan apa, Mesya?!"
"Haaa,,, apa?!"
Suara angin yang berhembus ditambah dengan helm yang hampir menelan kepala Mesya itu membuat pendengarannya sedikit samar-samar.
"Kamu mau sarapan apa?!" Tanya kembali Sandi dengan nada sedikit tinggi.
"Hmmm.. kita sarapan bubur aja Kak Sand" teriak Mesya saat telinganya mulai berdengung.
Sandi memberhentikan motornya di samping penjual bubur ayam yang angkring di depan masjid. Setelah izin pergi ke toilet sebentar, Mesya memesan dua mangkuk bubur untuknya dan Sandi.
Sambil memakan sarapan keduanya pun mengobrol. Bahkan setelah lima tahun berlalu, hari itu untuk pertama kalinya Mesya dan Sandi berpergian bersama terlebih berniat menghabiskan waktu bersama selama dua hari penuh.
"Pacar kamu gak akan marah kan Sand ajak kamu jalan-jalan?!" Tanya Sandi
Mesya yang tengah memakan bubur di samping Sandi pun menoleh ke arahnya.
"Aku gak punya pacar Kak Sand, tenang aja" Jawab Mesya.
"Terus emang orang tua kamu tidak marah Kalau Sand ajak pergi, terlebih menginap loh"
"Mereka kan kenal Kak Sand, jadi mereka percaya sama Kak Sand. Kalau ada apa-apa denganku, mereka pasti akan menyusul ke rumahnya Kak Sand dan memarahi kak Sand" Jelas Mesya
Sandi hanya menganggukkan kepalanya, ia merasa jika Mesya tak pernah berubah. Mesya selalu membuat dirinya merasa nyaman dengan kepolosan dan tingkahnya itu, sehingga selama lima tahun Sandi selalu menunggu Mesya dan berharap akan mendapatkan Mesya suatu saat nanti.
Keluarga Mesya memang cukup mengenal baik keluarga Sandi, terlebih Kakak perempuan pertama Mesya yang telah menikah dan tinggal di desa yang memang dekat dengan rumah Sandi. Kakak perempuan Mesya mengenal baik seperti apa keluarga Sandi, sehingga mendapat kabar Sandi mengajak Mesya pergi bermain pun tidaklah menjadi suatu masalah untuk mereka. Justru keluarga Mesya sangat berharap jika Mesya bisa bersama dengan Sandi. Sayangnya Mesya gadis yang keras kepala dan sulit di atur, terlebih perihal pria.
"Memangnya pacar ka Sand sendiri gak marah ngajak aku keluar?!" Tanya kembali Mesya
Sandi mengangkat alisnya, dan dengan santai menjawab jika dirinya masih lajang hingga saat itu.
"Kenapa kak Sand masih lajang?! Bukankah kemarin aku dengar kak Sand mau menikah ya"
Sandi hanya terdiam, meski kabar itu benar namun hal yang tidak diketahui Mesya adalah wanita yang ingin Sandi lamar adalah dirinya. Satu bulan sebelum Sandi berniat melamar Mesya lima tahun lalu, Sandi mendapat kabar jika wanita yang ia sukai itu telah dilamar oleh lelaki lain dan akan segera menikah. Hal itu pun yang membuat hubungan keduanya renggang dan Sandi memutuskan untuk menjauh dari Mesya.
Namun siapa yang menyangka jika rumor itu tidaklah benar, dan selama lima tahun itu juga Sandi baru mengetahui kebenarannya jika wanita yang ia sukai itu tidak menerima lamaran lelaki yang datang melamarnya.
"Hei!! Kak Sand?? Mengapa melamun sih"
Mesya yang melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Sandi menyadarkan Sandi dari lamunannya.
"Aku sudah selesai makan" Ucap kembali Mesya
"Eh iya, yasudah Sand bayar dulu ya"
Sandi beranjak dari tempat duduknya untuk membayar sarapan mereka. Setelah selesai sarapan keduanya melanjutkan perjalanan dan tiba di Bandung pada pukul 11.00 dengan suasana hamparan kebun teh yang luas.
"Wah Kak Sand, ini indah sekali" Teriak Mesya yang tersenyum bahagia.
"Kamu menyukainya?!"
"Iya, aku sangat menyukainya. Ini indah sekali"
Sandi hanya tersenyum sambil kembali melajukan motornya menuju puncak. Setibanya di puncak Mesya bergegas mengambil foto pemandangan saat Sandi tengah sibuk memarkirkan motornya.
"Kak Sand ayok kita kesana!!" Ajak Mesya
"Iya tunggu sebentar"
Sandi berjalan diikuti Mesya dari belakang menuju pintu masuk utama tempat wisata kebun teh tersebut. Sepasang kaki kecil mengenakan sepatu berwarna putih dan tubuh yang mungil itu berjalan di belakangnya membuat Sandi tersenyum kecil.
Tubuh Sandi yang memang terbilang tinggi, tegap, dan berisi membuat Mesya yang bertubuh mungil itu seperti anak kecil di matanya. Sepanjang hari keduanya mengabiskan waktu bersama sebelum pergi ke tempat berikutnya untuk berkemah, Sandi mengambil banyak foto menggunakan ponsel dan kamera yang ia bawa. Sehingga kini galeri ponsel yang selama lima tahun itu kosong telah terisi oleh foto-foto Mesya, wanita yang dicintainya.
Setibanya di tempat berkemah, Sandi yang tengah melakukan registrasi berpapasan dengan teman masa SMA nya yang hari itu pun kebetulan akan berkemah.
"Eh Sandi?!...kamu Sandi kan? bagaimana kabar kamu? Kebetulan sekali kita bertemu di sini" Ucap gadis yang tengah duduk di bangku samping parkiran.
Sandi menyadari jika wanita yang memanggilnya itu adalah Hilda, teman waktu SMA nya dulu. Sandi melihat Hilda berkemah bersama dengan beberapa teman lainnya juga, mereka memutuskan untuk memasang tenda berdekatan agar mereka bisa bergabung bersama.
"Boleh kan?!" Tanya Hilda
"Tentu saja" jawab Sandi.
Sandi berjalan bersama mereka untuk mencari tempat memasang tenda. Hilda yang berjalan di samping Sandi terlihat diam-diam melirik ke arah Sandi dan tersenyum.
"Kak Sand!!" Teriak Mesya yang sudah pergi ke tempat berkemah sebelumnya.
Mendengar teriakan suara perempuan yang memanggil nama Sandi sontak membuat Hilda membulatkan matanya. Ia melihat Mesya yang melambaikan tangannya ke arah Sandi dan Sandi pun tersenyum ke arahnya.
"Sandi?!.....dia siapa?!"
*********
Sandi?!....dia siapa?!"
Hilda refleks melontarkan pertanyaan dari mulutnya saat menyadari jika Sandi datang bersama dengan seorang wanita.
"Oh, iya. Dia Mesya" Jawab Sandi.
"Pacarmu?!!" Tanya kembali Hilda yang semakin penasaran.
"Bukan"
Ekspresi Hilda yang sejak tadi gelisah mulai santai saat mendengar jawaban terucap dari Sandi. Bagaimana tidak, Hilda adalah wanita yang menyukai Sandi sejak masih SMA. Namun karena Hilda yang saat itu terpaksa dinikahkan oleh orang tua nya membuat dirinya harus mengubur perasaannya terhadap Sandi.
Setelah dua tahun berumah tangga Hilda justru mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya, sehingga hal itu membuat dirinya memutuskan untuk berpisah. Dan hari itu Hilda kembali merasakan perasaan jatuh cinta ketika bertemu dengan pria yang ia sukai saat waktu SMA, meski sedikit kesal dengan kehadiran Mesya yang datang bersama dengan Sandi namun mendengar jawaban jika Mesya bukanlah kekasihnya membuat Hilda sedikit lega.
"Kak Sand!! Aku sudah membeli mie yang Kak Sand minta" Ucap Mesya yang memberikan kantung berisi beberapa bungkus Mie.
"Terima kasih ya Mesya" Ucap Sandi.
Mesya berjalan membuntuti Sandi dan membantunya untuk memasang tenda, Hilda yang berada tak jauh dari tempat Sandi terus memperhatikan keduanya dan mulai merasa cemburu dengan kedekatan mereka.
****
"Ayo masukan tas kamu ke dalam tenda"
Sandi mengambil tas bawaannya dan memasukannya ke dalam tenda. Melihat Mesya yang ikut memasukan tas nya ke dalam tenda yang sama dengan Sandi membuat Hilda menyadari jika keduanya berada di dalam satu tenda yang sama.
Pada malam hari Sandi yang tengah memasak Mie melihat Mesya mengeluarkan sekantong baso dan menunjukkannya kepada Sandi. Melihat kedekatan Sandi dan Mesya membuat Hilda dipenuhi rasa kecemburuan yang membara di hatinya. Saat hendak mendekati keduanya, langkah Hilda terhenti saat mendengar sebuah kalimat terucap dari mulut Sandi yang seketika menghancurkan hatinya.
"Mesya, apakah kamu mau menikah dengan Sand?!!"
Mesya yang tengah membuka bungkus bumbu mie itu pun menoleh ke arah Sandi yang duduk di hadapannya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun Mesya melanjutkan menuangkan bumbu mie ke dalam mangkuk yang dimana hal itu membuat ekspresi Sandi seketika menunjukkan kekecewaan.
Ya, itu lah yang paling ditakutkan oleh Sandi selama ini. Perasaannya tak terbalas. Namun hal itu tidak membuat Sandi marah kepada Mesya, ia tahu betul mungkin dirinya terlalu terburu-buru mengungkapkan perasaannya sehingga Mesya belum siap dengan usianya yang masih muda.
"Haha sudahlah... Lupakan apa yang baru saja Sand katakan. Apakah bumbu nya sudah selesai?!"
Mesya mengangguk dan memberikan mangkuk berisi bumbu mie di dalamnya.
"Wah baso yang kamu bawa juga sepertinya enak ya" Ucap Sandi yang mencoba mencairkan suasana.
Setelah makan mie bersama, Mesya masuk ke dalam tenda setelah udara semakin dingin. Disusul dengan Sandi yang membawa segelas susu, Mesya meminum susu pemberian Sandi sampai habis.
"Mengapa Kak Sand ingin menikah dengan Mesya?!"
Sandi yang tengah merapihkan tempat tidurnya seketika terdiam saat mendengar pertanyaan dari Mesya untuknya.
"Mesya bukan wanita baik, Mesya juga tidak sempurna, terlalu banyak kekurangan pada diri Mesya, dan...."lanjut Mesya
"Sand cinta sama kamu, Mesya" potong Sand menjawab pertanyaan Mesya.
"Tapi kenapa?!...."
"Sand tidak punya alasan mengapa Sand mencintai kamu... Karena jika cinta membutuhkan alasan, maka cepat atau lambat cinta itu juga akan hilang saat yang menjadi alasan cinta itu tumbuh berubah sewaktu-waktu"
Mesya hanya terdiam, Sandi tahu betul jika gadis dihadapannya itu tengah merasakan kegelisahan. Namun sesuai dengan janji yang ia buat, Sandi tidak akan melakukan hal apapun meski mereka tidur dalam satu tenda yang sama.
"Istirahatlah... Ini sudah sangat larut"
*****
Semilir angin yang menyentuh lembut telapak kakinya membuat Sandi terbangun dari tidurnya. Sandi membuka matanya secara perlahan dan merasakan badannya tertindih oleh sesuatu.
Saat pandangannya mulai jelas Sandi sontak terkejut karena Mesya tidur di dalam pelukannya. Meski memiliki banyak teman perempuan, bahkan beberapa kali gagal dalam percintaan Sandi tak pernah sekalipun berada sedekat itu dengan perempuan terlebih memeluknya.
Sandi seketika gemetar ketakutan, ia takut jika dirinya telah melakukan sesuatu tanpa sadar kepada Mesya. Namun posisi tubuh Sandi yang berada di ujung sisi tenda membuat dirinya sulit bergerak saat Mesya menghimpit tubuhnya.
"Mesya!! Mesya hei!! Bangun!!"
"Eehmmm" gumam Mesya
Sebagai seorang pria normal Sandi tentu saja terpancing saat gadis yang ia cintai itu menggesekkan tubuhnya semakin membenam di dada Sandi.
"Mesya hei!!"
Bahkan di saat seperti itu Sandi berusaha mengangkat kedua tangannya agar tidak menyentuh Mesya. Namun Sandi semakin tersulut oleh nafsu saat wajah Mesya itu mendongak dan tangannya mulai merangkul tubuhnya.
"Kak Sand,,, dingin"
Suara lirih Mesya yang mengigau membuat Sandi merasakan seluruh tubuhnya memanas, bagaimanapun Sandi pria normal dan manusia biasa, bahkan kini usianya telah menginjak kepala tiga. Teman sebayanya banyak yang telah menikah dan juga memiliki anak, sedangkan Sandi memiliki pacar pun tidak.
Setiap merasa bertemu dengan wanita yang menurut ia cocok, maka Sandi akan langsung mengajaknya menikah. Namun, beberapa kali Sandi mendapatkan penolakan sehingga hal itu yang menjadi ketakutan Sandi untuk memulai hubungan baru.
Sandi tak sanggup menahan hasratnya, ia meraih leher bagian belakang Mesya dan menarik tubuh Mesya hingga sepenuhnya dalam dekapannya.
Wajah Mesya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Sandi. Menatap gadis cantik dihadapannya itu membuat nafas Sandi memburu dan detak jantungnya semakin berdebar cepat.
"Tidak!! Jangan lakukan ini Sandi!! Jangan" batin Sandi yang mencoba menyadarkan dirinya sendiri.
Pergerakan dari Mesya yang tiba-tiba membuat Sandi sepenuhnya tak berdaya, tanpa sadar Sandi langsung mencium bibir merah Mesya yang masih setengah sadar itu. Bibir kecil yang terasa lembut dan hangat itu hampir membuat Sandi tak bisa mengendalikan dirinya, namun hingga akhirnya Sandi tersadar dan melepaskan pautan bibirnya. Ia menghela nafasnya yang terengah-engah dan segera menjauhkan tubuh Mesya dari dekapannya.
Sandi yang tengah gelisah berlari ke luar tenda, ia membuka jaket yang dikenakannya dan membiarkan udara dingin meresap dan mendinginkan seluruh tubuhnya.
"Mengapa kamu melepas jaket mu, Sandi?!"
Hilda berjalan datang melewati tenda Sandi dengan membawa termos kecil ditangannya. Melihat Sandi yang hanya mengenakan kaos berwarna hitam tanpa memakai jaket itu berhasil menarik perhatiannya. Hilda duduk disamping Sandi dan memberikan segelas air hangat kepadanya, Hilda bahkan membantu mengenakan kembali jaket yang sempat Sandi buka.
"Tidak Hilda!! Biarkan tetap seperti ini sebentar" Pinta Sandi.
Hilda hanya menuruti apa yang dikatakan Sandi dan kembali meletakan jaket milik Sandi ke atas kursi lipat disampingnya. Mendapati Hilda yang duduk di sampingnya membuat Sandi semakin gelisah, tanpa alasan apapun Sandi meminta Hilda untuk segera pergi meninggalkannya sendirian.
"Tapi Sandi...."
"Aku mohon Hilda!! Pergi!!!"
Hilda melangkah meninggalkan Sandi sendirian di depan tendanya. Awalnya Hilda berpikir jika Sandi mungkin tengah bertengkar dengan gadis yang ia bawa bersamanya, namun siapa yang menyangka Hilda mendengar gadis itu memanggil Sandi dari dalam tenda dan membuat Sandi bergegas masuk kembali ke dalam tendanya.
"Apa aku benar-benar tidak memiliki harapan lagi, Sandi?" Batin Hilda yang merasa kecewa.
Di dalam tenda Sandi melihat Mesya memegang ponselnya dan memberitahukan jika kakak perempuan sandi meneleponnya. Setelah menerima panggilan tersebut ekspresi wajah sandi seketika berubah cemas dan tiba-tiba mengajak Mesya untuk segera pulang.
"Tapi kenapa Kak Sand?!"
Tanpa menjawab pertanyaan dari Mesya, Sandi merapihkan semua barang-barangnya satu persatu begitu pun Mesya yang membantu berkemas meski dalam kebingungan.
*****
"Apa yang terjadi dengan mamah?!"
Sandi berlari memasuki kamar tempat Ibu nya terbaring. Kedua kakak perempuannya bersama keluarga yang lain pun ada menemani Ibunya.
Santi, kakak perempuan pertama Sandi yang telah melihat kedatangan sandi pun pamit keluar untuk mencari makan. Namun saat keluar pintu kamar, Santi melihat Mesya yang tengah tertidur di kursi tunggu di depan kamar rawat tersebut.
"Eh..siapa dia?!"
Santi menatap wajah Mesya dari dekat dan mengenali jika itu adalah Mesya adik dari teman masa SMP nya, Suci. Kakak perempuan pertama Mesya.
"Kenapa si Sandi gak bawa dia ke dalam. Bener-bener deh tuh bocah"
Santi mencoba membangunkan Mesya dari tidurnya, menyadari seseorang membangunkannya Meysa membuka matanya dan melihat Santi tengah tersenyum ke arahnya.
"Kenapa di sini?! Ayok masuk ke dalam" Ajak Santi
"Tapi gak ada yang jagain tas Kak Sand"
"Udah biarin, tas gak berharga ini. Paling isinya panci semua"
Santi menggandeng tangan Mesya dan mengajaknya masuk ke dalam kamar rawat. Setibanya di dalam, Santi sontak menegur Sandi yang membiarkan Mesya duduk di luar dan tidak membawanya ikut ke dalam.
Sebelumnya, Mesya lah yang memang tidak ingin ikut ke dalam karena merasa pakaiannya kotor dan belum diganti. Namun karena Santi yang mengajaknya ke dalam membuat Mesya enggan untuk menolak ajakan dari kakak perempuan Sandi itu.
"Sandi, siapa dia?!" Ucap sang Ibu yang melihat kedatangan Mesya.
"Mah, dia adiknya si Suci. Mamah kenal kan? Teman Santi waktu SMP" Ucap Santi
"Dia pacar kamu, Sandi?!"
"Buk...bukan Mah"
"Lalu kenapa kalian barengan pulang dari Bandung?! Kalian kemah bareng?!...."
"Ya, tapi...bukan....."
"Mamah setuju kalau kamu sama dia, dia adiknya Suci kan? Mamah kenal baik sama Mamah nya Suci. Tapi kok mamah gak pernah tahu ya Suci memiliki adik seusia dia"
"Mah....sudahlah, Sandi gak pacaran sama Mesya. Sandi hanya...."
"Oh nama kamu Mesya?!...ayok kesini Nak"
Mesya berjalan mendekat ke ranjang rumah sakit tempat Ibu Sandi berbaring. Nirma meminta Susan putri keduanya mengambilkan tas miliknya, merogok isi tas itu Nirma mengeluarkan kotak cincin dan memberikannya kepada Mesya. Mesya yang mendapatkan itu tentu saja terkejut, terlebih di saat Nirma meminta Sandi untuk memasangkannya di jari Mesya.
"Eh,,, ini!! Ini maksudnya apa?!" Batin Mesya.
"Maaahh!!!....." Keluh Sandi
Nirma terlihat kecewa saat Sandi putra bungsunya itu menolak untuk memasangkan cincin di jari Mesya. Sandi sendiri bukan tak ingin memasangkan cincin di jari Mesya atas permintaan ibunya, namun secara tidak langsung ibunya meminta mereka untuk bertunangan saat itu juga. Sedangkan semalam saat Sandi berniat mengajak menikah Mesya pun, respon dari Mesya tidak lah sesuai yang dia harapkannya.
"Ibu,,,,, ibu salah paham. Mesya dengan Kak Sand tidak ada hubungan apapun, kami hanya kebetulan main bersama ke Bandung dan..."
"Tapi putra mamah sangat menyukai kamu, bahkan di dalam kamarnya mamah pernah melihat foto kamu terpajang rapi di mejanya. Karena itu waktu kamu masuk mamah merasa gak asing sama kamu. Hanya saja anak ini bodoh, dia gak pernah berani mengungkapkannya" Jelas Nirma
Mendengar pernyataan dari sang ibu, Sandi tersipu malu. Karena rahasia yang selama ini ia sembunyikan di bongkar oleh ibu nya begitu saja dihadapan wanita yang selama ini ia sukai.
Mesya yang mendengar hal itu sontak menoleh ke arah Sandi, sosok pria yang selalu ia anggap sebagai kakak laki-laki nya itu ternyata sudah lama menyimpan perasaan terhadapnya.
*****
"Sebenarnya kamu itu maunya sama siapa, Mesya?! Yang ini ditolak, yang itu di tolak, bahkan sekarang Sandi juga kamu tolak?! Mau sampai kamu begini Mesya?!"
Ibu Mesya terlihat tengah berbicara kepada Mesya dihadapan seluruh keluarga, termasuk Suci yang berada di ruang keluarga bersama mereka.
Suci menerima kabar dari Santi jika ibunya ingin melamar Mesya untuk Sandi, Suci pun menyarankan Mesya untuk menerima Sandi, karena bagaimana pun mereka mengenal baik keluarga mereka. Sehingga saat Mesya bersama dengan Sandi mereka tidak akan merasa khawatir.
"Sandi pria yang baik, Mesya. Kakak tidak memaksa kamu, tapi jika bisa kamu sama Sandi saja" Ucap Suci
"Iya benar sekali, Mesya. Sandi sudah dewasa, punya pekerjaan juga, keluarganya juga baik" Ucap Dini, kakak perempuan kedua Mesya.
Mesya hanya terdiam saat seluruh keluarganya menyarankan dirinya untuk menerima lamaran Sandi, bahkan Gandi yang biasanya menentang dan ikut campur pada setiap pria yang Mesya kenalkan kini hanya diam seakan-akan Gandi pun setuju.
Mesya menelan saliva nya, ia tahu betul jika Sandi adalah pria yang baik dan dewasa. Namun usianya dengan Sandi yang terpaut cukup jauh mungkin menjadi alasan mengapa Mesya tak merasakan perasaan cinta melainkan hanya sebatas menganggap Sandi sebagai Kakak laki-lakinya.
"Aku akan pikirkan lagi...." Lirih Mesya
Mesya berjalan masuk ke dalam kamarnya, ia duduk di ujung tempat tidur dan merenungi semua yang diucapkan oleh keluarganya. Mesya ingin sekali menerima perasaan Sandi untuknya, hanya saja ia tahu betul melihat usia Sandi yang sudah kepala tiga membuat Sandi pasti ingin segera menikah. Sedangkan Mesya yang masih berkuliah dengan mengandalkan beasiswa tidak bisa menikah sebelum benar-benar menyelesaikan study nya.
"Apa yang harus aku lakukan?!... Aku tidak mungkin menghentikan pendidikan ku dan menikah dengan Kak Sand. Terlebih...."
Mesya memikirkan sosok pria yang ada di hatinya, pria yang menjadi kakak tingkatnya di kampus. Sejak pertama kali memasuki organisasi, Mesya bertemu dengan Ajiz yang kebetulan berada di organisasi yang Mesya masuki. Mesya menjatuhkan hatinya sejak pertama kali melihat Ajiz, namun setelah begitu lama mengejarnya Mesya belum juga bisa mendapatkannya karena Ajiz sosok yang friendly dan memiliki selera tinggi.
Mesya yang hanya seorang gadis biasa dan tak memiliki paras yang begitu cantik menjadi sosok yang tak pernah terlihat dalam pandangan Ajiz. Sehingga meski Mesya telah berusaha mendekati Ajiz, tak sekali pun berhasil meluluhkan hati Ajiz.
Mesya merasa gelisah, hatinya begitu berkecambuk dengan pikirannya yang terus menghantuinya. Di tengah kesedihannya Mesya mendapatkan sebuah notifikasi di ponselnya yang menunjukkan pesan grup organisasi yang ia masuki.
["Besok siang kita kumpul ya, ada yang perlu kita bahas untuk acara yang akan kita adakan"]
Mesya hanya merenung dan tak merespon satu pesan pun dari grup Whatsap tersebut. Mesya yang biasanya sesekali ikut nimbrung kini hanya diam dan kembali menutup ponselnya.
["Kemana si Mesya?! Nanti dia harus datang ya sekaligus membahas surat-surat yang diperlukan untuk acara kali ini"]
Pesan yang menyebut namanya di grup tak berhasil mengalihkan perhatian Mesya. Saat itu Mesya hanya ingin membaringkan badannya, menjauhkan dirinya dari ponsel, dan tidak ingin dihubungi oleh siapapun. Bahkan beberapa temannya melakukan panggilan kepada Mesya, namun Mesya justru menolaknya dan mematikan ponselnya.
"Tolong berikan aku ketenangan sebentar saja" Gumam Mesya.
Mesya menatap langit-langit kamarnya dan perlahan memejamkan matanya. Namun sesaat kemudian Mesya mendengar pintu kamarnya di ketuk sehingga membuat ia kembali membuka matanya.
"Sekarang apa lagi!!!????" Ucap Mesya yang mulai geram.
Mesya beranjak dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamarnya dengan kesal. Terlihat Suci berdiri di depan pintu kamarnya dan mengatakan ada orang datang yang ingin bertemu dengannya.
"Siapa?!" Tanya Mesya
"Keluarlah dulu, nanti kamu juga akan tahu...." Jawab Suci singkat.
Mesya menghela nafas kasar dan berkata akan keluar sebentar lagi, di tengah pikirannya yang kacau Mesya semakin kesal saat ada orang yang tiba-tiba datang terlebih kakak perempuannya tidak mengatakan itu siapa.
Mesya mengganti bajunya dan berjalan keluar kamar untuk menemui tamu tersebut. Namun setibanya di ruang tamu Mesya terlihat kesal setelah mengetahui orang yang datang untuk menemuinya itu.
"Mau apa kamu kemari??!!"
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!