"Bahagia tak selalunya dengan uang, kadang hal kecil membuatmu bahagia tanpa kau sadari kau bahagia saat itu."
Sudah 5 tahun, Liliy tinggal berdua bersama neneknya di sebuah rumah yang besar peninggalan kakeknya 1 tahun lalu. Setelah pertengkaran hebat itu, membuat kedua orang tuanya pisah.
Hari yang dilewati pun selalu suram. Lily mengurung diri di kamar dan tidak tertarik hiruk pikuknya dunia luar. Neneknya mulai bingung dan resah melihat tingkah cucunya yang dulunya ceria dan sekarang selalu menutup diri di semua orang.
Sahabatnya selalu menghibur dan membuatnya tersenyum. Dia membantu sahabatnya keluar dari kesedihan yang membuatnya terpuruk selama ini. Mulai dari mengajaknya ke pasar malam sampai main tebak tebakan hingga larut malam, agar kesedihannya bisa dia lupakan.
Sahabatnya -- Hesti dan Wina-- tersenyum lega, karena melihat senyum sahabatnya itu telah kembali yang sekian lama ia sembunyikan.
Hari ini adalah hari pertamanya ke kampus. Tapi, dia masih setia sama guling dan selimut yang selalu memberikannya kehangatan. Dia menghiraukan alarm yang sedari tadi mengganggu tidurnya dan sempat melemparkannya ke arah pintu.
Waktu pun sudah menunjukkan pukul 07.05 WIB. Neneknya sedang di dapur menyiapkan sarapan sambil memanggil cucu kesayangannya berulang kali. Tapi cucunya menghiraukan panggilan neneknya.
Neneknya pun terpaksa menaiki tangga untuk menggedor gedor pintu kamar cucunya.
"Sayang, bangun, dong! Udah jam tujuh lewat nih. Nanti kamu terlambat ke kampusnya." Ujar nenek sambil ngos ngosan menaiki tangga sambil memegang lututnya. Maklumlah sudah berumur.
Liliy tidak menjawabnya. Neneknya pun membuka pintu kamar dengan heran melihat cucunya begitu malas bangun pagi dan menghampirinya.
" Li... Bangun Nak!" sambil mengelus kepalanya yang masih tertutupi oleh selimut.
Lima menit lagi, Nek!" jawabnya dengan nada ngantuk.
" Ini hari pertama kamu masuk kuliah, sayang." ucap neneknya mengingatkan
"Iya, nek." jawab Liliy dengan muka kesal dan cemberut.
" Awas yah! Kalau terlambat ke kampusnya. Nenek tidak akan kasih uang jajan selama satu minggu." Ancam nenek sambil melirik ke arah selimut dan terkekeh.
" Jangan, Nek! jawabnya sambil lari terbirit-birit menuju kamar mandi, karena tidak ingin uang jajannya melayang begitu saja.
" Maka nya bangun pagi pagi, dong! Masa anak perawan bangunnya siang. Nanti jodohmu kesasar loh sama orang." ledek neneknya.
" Ish, Nek! itu tidak ada hubungannya." Teriak di dalam kamar mandi sambil memonyongkan bibirnya.
" Neneknya terkekeh kecil sambil menggeleng- geleng kepala melihat tingkah lucu cucunya itu.
" Nenek gitu ancamnya, sedikit sedikit yang jajan di potong. Nanti ali mau jajan pakai apa? pakai kertas? Pakai daun? Ya kali nanti dikira nya aku kurang waras sama penjualnya." Gumam Liliy dengan kesal di dalam kamar mandi sambil mengguyur air di badannya.
Setelah semedi selama 10 menit dalam kamar mandi, Liliy menuruni tangga sambil lari tergesa-gesa.
" Nek, Liliy berangkat dulu, ya, takutnya terlambat." ucapnya sambil menyambar sepotong roti di atas meja."
" Kamu tidak sarapan dulu?" tanya neneknya melihat cucunya begitu panik.
" Nanti aja nek di kampus sama teman kalau di kasih uang jajan." jawab liliy sambil melirik neneknya dengan cengegesan.
" Kalau uang jajan pasti nggak bakalan di lupa, tapi di mintanya bangun pagi saja susahnya minta ampun." Protes neneknya sambil menyodorkan uang beberapa lembar uang merah.
ini uang jajannya yah ingat! jangan boros boros," kata nenek ingetin cucunya sambil geleng-geleng kepala
"Siap, Nek." sambil memberi hormat pada neneknya
Lily pun berlari menuju garasi untuk mengambil mobilnya dan tidak lupa mengambil gitar kesayangannya lalu ia tenggerkan Dipundaknya. Lily langsung gas menuju kampus yang lumayan jauh itu. ia menghiraukan rambu lalu lintas, yang dipikirkannya hanyalah tidak ingin terlambat di hari pertamanya masuk kampus.
*** Pekarangan kampus***
sesampainya di kampus, jam tangannya mulai menunjukan pukul 07.33 WIB, itu berarti tinggal dua menit lagi kelas dimulai.
"Hufttt... tinggal 3 menit lagi, semoga dosen belum datang." Batinnya sambil berlari menaiki tangga karena takut dosennya sudah datang.
Bruk... bruk, tiba-tiba ada yang menabraknya dan membuat bukunya berhamburan di lantai.
" M-maaf a-ku tidak sengaja." Ucap laki-laki terbata yang menabraknya sambil membantu merapikan bukunya.
"iya." Jawabnya singkat karena terburu buru tanpa melihat wajah yang menabraknya.
Dan sesampainya di kelas, ternyata di dosennya belum datang, Lily celingak celinguk mencari tempat duduk yang kosong.
" Tiba-tiba sahabatnya -- Hesti dan wina-- pun meneriakinya dari pojok belakang sambil melambaikan tangannya agar terlihat oleh sahabatnya itu.
" Li.... sini!" Teriak Wina dengan lantang.
Lily menoleh dan mencari sumber suara suara yang tidak asing itu. Dan ternyata sahabatnya yang meneriakinya yang membuat seisi kelas itu terdiam dan menoleh kearah Wina.
"Kamu dari mana aja, kok bisa terlambat? Ditelepon dari tadi nggak diangkat angkat." Ngoceh Wina tanpa jeda.
"Duduk dulu Li, Hiraukan aja ngocehnya Wina yang tak berfaedah itu." Pinta Hesti yang melihat Lily ngos ngosan habis menaiki anak tangga.
"Hehee...," Wina membalasnya dengan cengengesan sambil menyodorkan kursi
"Ayo! Ceritakan sama kita kenapa bisa terlambat?" tanyanya lagi dengan penasaran.
"Oke," jawab Lily dengan pasrah.
"Jadi gini tadi....," Ucapan Lily terhenti oleh suara bising dari depan.
Krek... krek, tiba-tiba pintu kelas terbuka dan membuat semuanya kaget bukan kepalang, ternyata dosen mereka sudah datang.
"Ishh... itu dosen udah datangnya terlambat, ganggu kita ngerumpi lagi." Umpat Wina dengan kesal.
"Hussst! Nanti didengar dosen. 'Kan berabe kalau dengar kita lagi ngerumpi. Nanti kita disuruh lari keliling lapangan sampai pingsan. "Bisik Hesti sambil mengisyaratkan telunjuknya di mulutnya.
Seisi ruangan langsung hening dan fokus menyimak materi yang disampaikan dosen.
Satu jam telah berlalu, dan akhirnya dosen itu selesai mengajar dan keluar dari ruangan.
Tiba-tiba Hesti mengajak sahabatnya ke kantin, karena dari tadi cacing di perutnya minta asupan.
"Guys, ke kantin, yuk!" ajak Hesti sambil memegang perutnya.
"Boleh, aku juga lapar dari tadi nih, gara-gara itu dosen ngocehnya lama amat dan nggak peka kalau kita lagi lapar." Celetuk Wina karena menahan laparnya dari tadi.
"Oh iya, Lily masih punya utang cerita sama kita kenapa dia tadi terlambat." Sambungnya menagih jawaban Lily yang sempat terpotong tadi.
"Iya deh, nanti aku cerita di kantin." Jawab Lily pasrah melihat sahabatnya itu celoteh dari tadi.
Sesampai di kantin, mereka memesan banyak sekali makanan dan minuman karena laparnya tidak bisa ditahan lagi.
Sambil menunggu pesanan mereka, Wina antusias bertanya pada Lily mengenai pertanyaannya yang di kacangin tadi.
" Li, cerita dong! kenapa tadi terlambat? tanya Wina yang tidak sabaran.
"Oke, aku tadi kesiangan." jawabnya sambil makan.
"Astagfirullah, aku dari tadi nanya ternyata jawabanmu sesingkat itu?" celetuk Wina dengan kesal dan memonyongkan mulutnya.
"Sabar win. orang sabar disayang dia." ejek Hesti sedikit tertawa.
Hesti dan Lily ketawa terbahak-bahak melihat wajah cemberut sahabatnya itu.
*** Siapakah yang menabrak Lily?***
***Penasaran? Tunggu next partnya yaaa***
" Andai kau mengetahui arti kebahagiaan, kau pasti tidak akan meninggalkannya demi apapun."
Jurusan olahraga basket, udah pasti dong jago basketnya. ketampanan wajahnya yang membuatnya semua kaum hawa di kampus tergila-gila hidung mancung, matanya berbinar dan tatapannya tajam yang membuatnya memiliki ketampanan yang sempurna, siapa lagi kalau bukan Randy Fernando ketua dari jurusan olahraga basket. Dia memiliki dua sahabat yang berbeda jauh dengan sifat Randy -- kevin dan Rio itulah nama sahabatnya. Kevin bersikap dewasa dibandingkan Rio, Rio memiliki sifat kocak yang selalu mencairkan suasana dan kadang dia bulian sahabatnya.
Randy Fernando adalah anak pertama dari dua bersaudara. Dia memiliki adik perempuan yang bernama Sintya yang berumur 5 tahun. Randy anak yang rajin dan orangnya tidak menyukai barang barangnya dikotori dan itu dikecualikan oleh adik kesayangannya itu. Sampai-sampai, debu sekecil apapun tidak dapat ditemukan dalam kamarnya.
Dan dia sangat menyayangi adik satu satunya itu, walaupun adiknya itu sering masuk di kamarnya menghamburkan barang barang kesayangannya dan kadang melelehkan es creamnya di atas kasur dan dia tidak pernah menegur apalagi memarahinya, dia hanya tertawa melihat tingkah lucu adiknya itu. karena bagi Randy, kebahagiaan yang terpenting hanyalah kebahagiaan adiknya.
Jika Randy ada di rumah, Randy lebih banyak menghabiskan waktu pada adiknya, bermain di taman sambil main petak umpet dan ditemani oleh pembantunya Bi Surti yang merawatnya dan sintya dari kecil sampai sekarang. bermain hingga larut malam tanpa sosok orang tua yang mendampinginya.
Kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. kadang orang tuanya bolak balik dari kota karena masalah pekerjaan, jika pekerjaannya banyak di kantor, mereka hanya pulang sekali sebulan, bahkan mereka kadang tidak pulang dalam satu tahun jika pekerjaan benar-benar padat. Dan itu hal biasa yang dirasakan randy karena dari kecil dia dirawat oleh pembantunya yang seperti
orang tuanya sendiri. Kadang Bi Surti merasa sedih melihat anak majikannya itu yang kurang kasih perhatian dari kecil. Bi Surti menganggapnya sebagai anak sendiri karena anaknya seperti Randy yang meninggal 3 tahun lalu.
Saat Randy asyik mengerjakan tugas di taman yang diberikan oleh dosennya, dia dikejutkan teriakan Sintya yang berlari menuju ke arahnya.
"Kak Randy, bantuin Tya menggambar, ya! Aku disuruh menggambar oleh ibu guru di sekolah." Rengek tya dengan memasang wajahnya imut di hadapan kakanya agar dibantu menggambar.
"Hehehe... iya, Dek, kamu pintar sekali menggoda kakak kalau ada maunya." Jawab Randy sambil mengusap kepala adiknya dengan lembut dan membuka earphone nya yang menempel di telinganya.
"Iya dong, kak." jawabnya dengan senyum kemenangan.
"Emang di suruh gambar apa sama ibu gurunya?" tanya Randy
" Tya di suruh gambar bebas kak, tapi Tya bingung mau gambar apaan," keluh Tya karena bingung mau gambar apa.
"Tya gambar saja kakak yang ganteng ini, pasti ibu guru Tya suka ama gambarnya." kekeh Randy yang sempat sempat narsis di depan adiknya.
"Ishh... kakak, aku juga cantik dan imut bilangnya Bi Surti," jawab Tya dengan muka cemberut dan tidak kalah narsis dari kakaknya.
"Kakak cuma bercanda, Dek. Owh iya, gambar aja yang Tya inginkan kalau selesai gambarnya beritahu kakak yahh." ucapnya meyakinkan adiknya yang dari tadi cemberut.
"Oke, siap laksanakan kak." jawab Tya kegirangan sambil memberi hormat pada kakaknya itu.
Kakaknya melanjutkan tugasnya sedangkan adiknya itu menggambar sesuai arahan kakaknya. Setelah beberapa menit berlalu, Tya telah selesai menggambar apa yang dia inginkan dan berlari menunjukkan gambarnya pada kakaknya yang masih sibuk mengerjakan tugas sambil mendengakan musik.
"Kak, ini gambar Tya sudah selesai," teriak Tya sambil menyodorkan hasil gambarnya pada kakanya.
Randy terkejut sambil menoleh ke arah adiknya karena tiba-tiba teriak.
"Gambar Tya bagus sekali," Ujar Randy sambil mengamati hasil gambar adiknya
"Iya dong kak, siapa dulu yang gambar." jawab Tya dengan menyombongkan dirinya.
"Iya.... Tya memang pintar menggambar." jawab Randy dengan senyum bahagia.
"Oh iya... kenapa Tya cuma menggambarkan papa mama sama kakak, sedangkan Tya sendiri tidak ada dalam gambar?" tanya Randy pada adiknya dengan rasa penasaran.
"Hmm... Tya, Tya kangen sama mama dan papa. kenapa ya kak, mama dan papa jarang pulang ke rumah? mama dan papa tidak sayang lagi sama kita yah Kak? Apa karena Tya nakal ya?" celetuk Tya dengan polos mencurahkan isi hatinya sambil menangis tersedu sedu.
Randy terdiam sejenak karena melihat adiknya begitu merindukan sosok mama dan papa, begitu lin sebenarnya Randy yang merindukan sesosok orang tuanya selama ini, tapi dia tidak menunjukannya pada adiknya.
"Tya tidak nakal kok, mungkin papa sama mama lagi sibuk. Kan kalau pulang, Tya di belikan boneka kesukaannya, itu artinya Tya disayang." Ucap Randy menyakinkan adiknya sambil memeluknya erat.
" Hikss... i-ya kak, kakak jangan tinggalin aku ya, aku takut sendiri." jawabnya dengan terisak isak.
"Kakak janji tidak bakalan tinggalin Tya sendirian, kakak pasti jagain Tya," jawabnya menenangkan adiknya sambil memeluknya kembali.
" Janji? Sambil mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking kakaknya.
"Janji! udah, jangan nangis lagi dong, 'kan gambarnya sangat bagus, pasti gambar kamu paling bagus di kelas." Ucapnya memberi semangat adiknya agar tidak sedih lagi.
"Ayo kita masuk, tugas kakak juga udah selesai nih." ajak Randy pada adiknya.
"Tapi gendong ya, kak?" jawab Tya yang manja dan memasang muka manisnya lagi.
"Sini aku gendong, tapi nanti kamu kurangin yaa makanyaa karena kakak tidak kuat lagi gendongnya," Usil kakaknya agar adiknya melupakan kesediaanya.
"Iya, kak," jawabnya kesal sambil menepuk pundak kakanya
************
*** Rumah Lily***
Di sore hari, neneknya sibuk menyiapkan makan malam di dapur, sedangkan Lily berasa di kamar sedang memetik senar gitarnya sambil duduk di kursi yang menghadap senja yang menari seirama alunan petikan senarnya. Bagi Lily, memainkan gitar adalah suatu yang tidak mampu diucapkan oleh lisan akan terucap oleh suara dari setiap petikan. Jiwa Lily seakan menyatu oleh gitar kesayangannya yang di berikan oleh ayahnya saat ulang tahun sebagai kado terindahnya.
Berada jauh dari perkotaan, itu membantunya jauh lebih tenang karena hanya mendengarkan kicauan burung dan suara jangkrik di malam hari. mendengar pertengkaran orang tuanya setiap hati yang membuatnya tertekan dan terpuruk saja. Lily ingin melupakan kenangan masa lalu kelamnya di kota dan memulai lembaran baru bersama neneknya di pedesaan. Lily membaringkan badannya di kasur yang empuk dan pikirannya pun tenggelam dalam banyaknya pertanyaan dalam pikirannya yang tak mampu dia jawab, hingga dia larut dalam lamunan yang dalam.
"Kenapa aku dilahirkan dalam keadaan seperti ini? Apakah orang tuaku tidak menginginkanku? Kenapa mereka hanya memikirkan perasaannya saja tanpa memikirkan perasaanku? Tuhan... apakah ini adil buatku?" Pikirnya tenggelam dalam lamunannya.
"Andai aku dilahirkan seperti orang di luaran sana. Memiliki orang tua yang menyayanginya, bercanda ria disetiap waktu luangnya, saling berbagi cerita ketika ada masalah. Ah... tapi itu semua tidak mungkin aku rasakan, itu hanyalah ilusi yang tidak mungkin terwujud olehku." Pikir Lily masih bergelut dengan pikirannya sendiri.
Tapi aku bersyukur saat ini, aku memiliki nenek yang menyanyangiku, yang merawatku menggantikan orang tuaku dan kadang aku membuatnya kesal tapi dia tidak pernah memarahiku. Menasehati dan menegurku ketika berbuat salah dan berbagi cerita yang aku alami di kampus.
Drett... Det... tiba-tiba lamunannya pudar karena handphone nya bergetar di dalam tas dan ternyata itu telepon grub dari sahabatnya.
"Hufft... Halo, kenapa sih kalian nelepon aku? kalian ganggu jam istirahat aku tau." jawabnya kesal karena lamunannya terganggu sambil menghela napas.
( Kok tiba-tiba marah sih, Neng! Lagi PMS yah?) Ucap Hesti dengan asal tebak karena dia jagonya nebak diantara sahabatnya.
( iya nih, lagi PMS kali! tidak ada hujan tidak ada badai, tiba-tiba kesal aja ama kita.) Ujar wina yang nambahin perkataan Hesti.
"Iya, aku lagi PMS udah dari kemarin, emang kalian ngapain sih nelepon di jam segini? Emang kalian nggak ada kerjaan?" tanya Lily dengan nada malas dan jutek.
( Hesti tuh yang tadinya minta telepon grub, jadi aku ikutin aja," jawabnya dengan nada bersalah.
( Iya, saya tadi minta Wina buat nelepon grub karena ada mau di omongin,) ucap Hesti sambil memperbaiki duduknya dan kata katanya karena jangan sampai tambah merusak moddnya Lily.
"Bilang aja" jawab Lily singkat.
( Gini... jemput ya Black Ladies nama geng sahabatnya besok, jangan sampai telat lagi kayak tadi.) pinta Wina minta dijemput ke kampus.
" Emang mobil kalian kemana?" tanya Lily dengan mempertimbangkan.
( Mobil saya lagi di bengkel, kalau Wina katanya di pakai sama kakaknya.) terangnya hesti.
"Oke, tapi aku tidak janji ya, jangan sampai aku kesiangan lagi kayak tadi." jawabnya Lily.
( Jangan gitu dong, Li. Aku tidak mau terlambat ke kampusnya besok.) jawabnya Wina dengan rada kesal karena sahabatnya sangat malas bangun pagi.
"Kalau gitu telepon aja yah kalau perlu kalian spam ali sampai aku bangun." Ujar Lily.
( Ishh... Dasar Kebo! nanti jodohmu diambil orang loh.) canda Wina yang berusaha mencairkan suasana sambil ketawa.
Hahaha... Hahaha, ketawanya bersamaan tapi paling lantang ketawanya adalah Wina.
"Hahah, biarin. Mending jadi kebo daripada cacing." Balas Lily dengan mengejek sahabatnya dan merasa tenang dibandingkan tadi.
( Emang kenapa kalau cacing? Cacing itu bagus loh, walaupun tinggalnya di tanah tapi dia bantu menyuburkan tanah. Daripada si Kebo, kerjanya cuman tidur dan ngerendam di lumpur.) Wina membalas ejekan Lily. " Hufft... emang susah nebak sifatnya tuh si Lily, kirain tadi mau perang ke 3 tuh gara-gara aku candain, ternyata dia ketawa juga 'kan lega kalau gitu." Gumamnya dalam hati Wina dengan merasa lega.
"Ishh... jijik amat si cacing," jawabnya Hesti dengan jijik.
"Iya, aku juga jijik ama tuh cacing," ucapnya Lily dengan sedikit mual membayangkannya.
"Terserah kalian deh, mau Kebo mau cacing intinya besok kalian harus jalan kaki sampai kampusnya, biar tau rasa kalian. Bukannya sampai kampus malah sampai rumah sakit." Ancam Lily sambil terkekeh kecil sendiri di telepon.
" Sadis amat, Li. Kita 'kan sahabat, masa tega sih," jawabnya Hesti.
( Li, jangan ngambek gitu dong.Emang kamu tidak kasihan sama sahabatmu ini yang cantik jelita dan tidak tertandingi sejagat raya.) gombal Wina sambil menarsiskan dirinya ke sahabatnya.
( Ihhh! aku jijik, emak cacing tuh lagi kepedean.) Ejek Hesti pada Wina yang narsis. " Emang cacing tuh narsisnya nggak ketulungan deh." sambungnya.
" Jangan ngomong gitu hes, nanti pasukan cacing demo ke kita 'kan kita nggak bisa lawan mereka semua," ucapnya Lily mengusili Wina.
hahah... hahaha, tertawa bersamaan dan tidak lama kemudian, neneknya berteriak dari bawah memanggil cucunya.
"Li, udah mau magrib, udah mandi belum?" teriak neneknya dari bawah.
"Sudah dulu ya guys, sudah di panggil sama komandan di bawah nih" jawabnya menyudahi telepon tanpa kesepakatan sahabatnya.
Tut... tut... suara telepon mereka terputus dan Lily langsung menemui neneknya.
( Ee.. kebiasaan tuh si Kebo langsung nutup telepon tanpa kesepakatan kita) ucap Hesti dengan kesal.
( Emang kaya gitu. Untung dia sahabat kita, kalau enggak..., ucapnya gemas sedikit menggantung ucapannya.
( Emang kalau bukan sahabat kita, mau diapain?) tanyanya Hesti.
( Hahaha... aku suruh salto di lapangan lalu push up sambil aku kelitik tanpa ampun.) jawabnya dengan tertawa terbahak bahak.
( Nih sahabatku paling sadis, jadi nggak bakalan ali sadisin," jawabanya mencoba jadi pahlawan di sahabatnya.
( Mulai deh lebay nya, liat kecoa aja langsung lari terbirit-birit. Apalagi buat salto orang. paling kamu tuh yang si salto lalu di kelitilin.) ejeknya Hesti.
( Kecoa 'kan memang geli liatnya.) ucap Wina.
( Iyain deh. Oh iya, aku mau mandi dulu yah, gerah nih belum mandi.) ucapnya Hesti sambil mengibas ngibaskan tangannya karena AC di kamarnya rusak.
( iya sama, aku mau mandi juga.) ucapnya Wina.
( Sampai bertemu besok, yah.) ucapnya Hesti sambil menutup teleponnya dan langsung menuju kamar mandi.
Saat menutup teleponnya dari tadi, Lily langsung berlari turun menghampiri neneknya.
"Iya nek, tunggu!" jawabnya sambil lari karena tidak ingin membuat neneknya menunggu lama.
" ada apa nek?" tanya Lily kepada neneknya karena tidak mendengar teriakan neneknya tadi.
" Udah mandi, Li? Tanya neneknya.
"Udah dong nek, makanya aku udah cantik dan harum. Emang nenek tidak menciumnya?" tanyanya sambil mendekatkan diri pada neneknya. "Harum kan?" tanya nya kembali.
"Iyaa, harum kok cucu nenek. Oh iya, Bantuin nenek bawa piring ke atas meja dulu lalu siap siap salat magribnya." pinta neneknya dengan menunjukkan ke arah piring yang mau diangkat.
"Oke, Nek." jawabnya sambil mengangkat piring ke arah meja makan.
Neneknya tersenyum bahagia karena melihat cucunya rajin salat, walau sesibuk apapun dia tidak akan pernah meninggalkan kewajibannya. setelah salat maghrib, Lily dan neneknya makan di atas meja makan yang besar. Neneknya memulai percakapan menanyakan pengalaman Lily di kampus tadi pagi sambil menyantap makan malam hingga selesai. Seusai makan malam, Lily pamit ke kamarnya karena dia sangat mengantuk dari tadi.
" Berharap untuk dipertemukan untuk sementara itu wajar 'kan? Tapi, jika pengharapanku ini awal dari kehancuranmu, aku berhenti untuk berharap walau luka ini membekas."
*** Rumah Lily***
Pukul 05.22 WIB, Lily bangun salat subuh dan berdoa semoga orang tuanya bisa bersatu kembali dan bisa kumpul kembali seperti dulu lagi. Lily benar-benar merindukan sosok ayah dan ibu, merindukan pelukannya dan merindukan canda canda mereka, merindukan nasehat nasehat mereka ketika aku berbuat salah.
Setelah salat, Lily siap siap ke kamar mandi karena jangan sampai kesiangan lagi. Apalagi dia tidak melupakan kalau mau menjemput sahabatnya di rumahnya masing-masing. Karena rumah sahabatnya lumayan jauh, jadi berangkatnya juga agak pagi.
" Nek, Lily berangkat dulu ya, soalnya nanti singgah jemput Hesti sama Wina dulu sebelum ke kampus." pamit lily ke kampus dan tidak melupakan membawa gitar kesayangannya.
"Hati-hati ya Nak, jangan ngebut naik mobilnya," ucap neneknya selalu ingatkan cucunya.
"Oke Nek, Lily berangkat dulu, ya." Pamitnya sambil mengangkat tangannya seperti meminta sesuatu pada neneknya.
" Mau minta apa? Kayak orang di pinggir jalan aja." kekeh neneknya karena pura-pura lupa memberikan uang jajan pada cucunya.
"Ish... Nenek, masa nggak tahu sih," jawabnya dengan wajah cemberut.
"Ini maksudmu 'kan?" menyodorkan beberapa lembar uang yang diambil dari saku bajunya dan memberikannya ke lily." Owh iya, jangan boros boros apalagi ngebut naik mobilnya." Sambung neneknya sedikit menasehati.
"Siap komandan." Jawabnya sambil memberi hormat pada neneknya lalu berlari menuju garasi untuk mengambil mobilnya yang berwarna hitam itu.
Saat di perjalanan menjemput sahabatnya, jam tangannya menunjukan pukul 07.05 WIB dan butuh sekitar 20 menit sampai di rumah Hesti dan Wina dan menuju ke kampus. Lily menancap gas dan menerobos lampu merah dia tidak mempedulikan ada lobang cukup besar di depannya, dia tetap melaju karena takut terlambat lagi karena sampai di cap sebagai kebo di ruangan padahal dia bangun pagi pagi untuk jemput sahabatnya.
Saat di dalam mobil, Wina tiba-tiba teriak histeris ketakutan
"Li! Jangan ngebut dong, aku takut nih," teriak Wina yang wajahnya bercucuran keringat dingin karena ketakutan.
"Liat tuh si Wina hampir pingsan, kamu nggak kasihan apa sama Wina dari tadi teriak teriak kayak lagi di hutan," tegur Hesti memperhatikan Wina yang keringat dingin.
" Haha... haha, maaf... maaf, soalnya buru buru tadi jadi nggak merhatiin kalian," jawabnya merasa bersalah.
"Nggak apa apa kok, santai aja." jawabnya Wina agar tidak terlalu canggung dalam mobil dan tidak ingin sahabatnya cemas melihatnya.
Tidak terasa sudah sampai di pekarangan kampus dan tinggal 7 menit lagi bel mata kuliahnya di mulai. Untung parkiran saat itu tidak terlalu padat di tempati mobil, jadi Lily langsung memarkirkan mobilnya.
"Alhamdulillah, akhirnya sampe juga. Hes.. hes coba cubit aku deh, kayaknya aku udah mati gara-gara tuh naik mobilnya Lily," tanyanya Wina sambil pengen muntah dari tadi. Tiba-tiba Wina berteriak, "Aduh sakit tau!" teriaknya karena cubitan Hesti sesuai permintaannya untuk memastikannya masih hidup.
"Tuh masih bisa teriak kayak too artinya kamu masih hidup, atau masih mau kucubit biar percaya?" Usilnya dan sambil terkekeh.
"Eeeh, jangan! aku masih mau hidup nanti jodoh aku nyariin lohh kalau aku udah nggak ada" teriaknya sambil cemberut.
"Udah ngerumpinya? kalau udah, ayo kita masuk! Nanti terlambat lagi" potong Lily yang baru keluar dari mobilnya dan menghiraukan drama sahabatnya.
"Ayo deh! aku juga malas lama lama di sini mending ke ruangan aja." ucap Hesti dengan menggandeng tangan Lily dan Wina.
Sesampai di ruangan dan tinggal 5 menit lagi bel masuk, Wina pun memulai ngerumpi sebagai rutinitas pagi sebelum mata kuliah dimulai. karena bagi Wina ngerumpi itu seperti 4 sehat 5 sempurna, tidak lengkap mata kuliahnya sebelum ngerumpi dulu.
" Guys! coba tebak, kemarin aku liat siapa?" tanya Wina antusias.
"Malas nih, masih pagi main tebak-tebakan. Mana kita tau 'kan kita bukan bodyguard kamu." jawab Lily dengan nada malas ngerumpi sambil menenggelamkan wajahnya lagi di lipatan tangannya dan menyumpal telinganya dengan earphones karena tidak ingin diganggu dengan suara Wina yang toa itu.
"Ishh! kamu nggak asyik, Li. Hes, coba tebak aku liat siapa kemarin?" tanyanya wina mengulangi pertanyaannya lagi.
"Hmm... satpam mungkin?" Jawab Hesti dengan asal menebak.
"Bukan itu bambang! teriak nya kesal dengan jawabannya.
" Dosen kiler itu, ya? Yang hidungnya di kacamatain, selalu bawa sisir tapi rambutnya di depan doang yang lebat dan bawa penggaris setiap hari tapi dia dosen bahasa Indonesia" tebaknya sambil tertawa terbahak-bahak membayangkan yang satu itu.
"Bukan dosen itu juga kali" jawabnya sambil tertawa juga membayangkan dosennya itu mengajar tidak ada yang masuk di kepalanya.
"Aduh, aku nyerah deh, dari tadi nebak salah mulu." sambil angkat tangan sebagai isyarat menyerah.
"Sepulang kuliah tuh, aku liat jodohku lagi main basket di lapangan, udah keren, jago main basket lagi, Hmm... aku rela deh lap'in keringetnya tiap setiap hari." Jelasnya Wina dengan sedikit nge-halu masa depannya dengan cowok yang dilihatnya di lapangan basket kemarin sore.
"Emang siapa namanya?" tanyanya penasaran sambil memperbaiki tempat duduknya biar mendekat lagi di Wina dan mulai tertarik pembahasan Wina.
"Kalau nggak salah denger sih, namanya itu Randy. Dia itu senior kita tapi dia jurusan olahraga basket dan dia ketua jurusan olahraga basket dan berkat ketampanannya sempurna itu.
semua cewek-cewek ngejar dia bahkan antri mau jadi pacarnya tapi Randy nya nggak ngubris sama sekali." terangnya Wina yang detail.
"Aku salut deh sama sahabatku yang satu ini, kamu tuh kayak informan CIA ahli dan profesional di TV yang aku tonton semalam," pujinya sambil bertepuk tangan dengan kagum.
"Makasih.... makasih" balasnya dengan bangga.
Sudah 10 menit berlalu tapi dosennya pun belum datang. tiba-tiba salah seorang temannya berteriak mengatakan dosennya tidak masuk karena ada rapat dadakan yang di adakan rektor. Jadi semua isi kelas, dosennya tidak masuk dan seisi ruangan langsung bersorak ria, ada yang langsung pulang dan yang paling banyak ke kantin nongkrong buat isi perut mereka.
"Ke kantin yuk," ajak Hesti sambil memegang perutnya yang keroncongan.
"Ayo! aku juga udah lapar nih, cacing cacing di perutku lagi demo." mengiyakan ajakan Hesti karena cacing di perutnya lagi minta jatah.
"Bangunin dulu tuh, Lily. siapa tau mau ikut juga ke kantin karena jangan sampai kantin udah penuh, baru kita datang" perintah Hesti yang buru buru ke kantin karena dari tadi lapar.
" Li, bangun, kita ke kantin yuk makan! nanti keburu kantinnya penuh" ajaknya nge- bangunin Lily.
" Hmm... kalian pergi duluan aja deh, soalnya aku ngantuk sekali" balasnya dengan malas yang wajahnya masih dalam lipatan tangannya dan pikirnya, kantin ini pasti ramai sekali karena satu kampus dosennya nggak masuk.
"Aku sama Wina ke kantin dulu ya, mau nitip apa? tanyanya Hesti menawarkan sambil mengambil tasnya di atas meja.
"Air mineral aja deh, biar nggak repot," jawab Lily singkat.
"Oke, aku duluan yah?" pamitnya sambil menggandeng tangan Wina.
Hesti dan Wina pun menuju ke kantin depan parkiran yang sudah di penuhi manusia manusia yang lapar.
*** Tetap stay ya, biar nggak ketinggalan cerita menarik nya***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!