NovelToon NovelToon

SECRET SUGAR DADDY

Bab 1 TERNYATA KAU MASIH PERAWAN.

Hemmmz..." selimut tebal halus yang nyaman aku rasakan menggesek permukaan kulitku tanpa penghalang tanda jika saat itu aku tidak mengenakan pakaian sama sekali.

"Akh... sakit," aku merasakan saat itu nyeri menyelimuti seluruh tubuhku di mana aku seolah tidak memiliki tenaga sama sekali untuk bergerak dari tempatku berada terutama tepat di bagian bawah pusarku atau di bagian inti milikku aku merasa disana seolah tengah membengkak dan begitu perih aku rasakan tapi aku mengabaikannya begitu saja aku tidak menghiraukannya.

Pagi itu aku terbangun begitu saja ketika aku merasa silau cahaya matahari mulai menerpa wajahku menusuk kedua mataku meskipun saat itu aku masih memejamkan kedua mata dan perlahan aku mengusapnya beberapa kali usapan hingga aku bisa membuka kedua mataku dengan sempurna namun saat aku membukanya, aku melihat punggung datar terbuka tubuh lelaki yang datar dan postur tubuh begitu sempurna meskipun dari belakang.

"Hemz..." aku merasa jika saat itu aku masih bermimpi dan aku masih betah berada di alam mimpiku tersebut dan jika aku sadar aku tengah bermimpi Aku benar-benar tidak ingin bangun apalagi membuka mata.

"Deg," tiba-tiba jantungku seolah berhenti berdetak ketika aku melihat lelaki itu menolehkan wajahnya ke belakang menghadap ke arahku yang saat itu masih terbaring di atas pembaringan.

"Oh Tuhan kenapa lelaki yang aku lihat itu begitu tampan? Apakah dia seorang malaikat yang engkau turunkan untukku? Oh sepertinya aku salah, sepertinya aku masih berada di alam mimpi dan aku harus menikmatinya," gerutuku dalam hati ketika aku melihat sosok lelaki yang saat itu tengah sepenuhnya membalikkan tubuhnya menghadap ke arahku lalu jantungku kian berdegup kencang dan nafasku mulai memburu ketika aku melihat lelaki itu mulai melangkahkan kakinya mendekat menuju ke arahku.

Aku melihatnya duduk di sampingku tepat di tepian ranjang yang aku tempati cukup dekat dengan tubuhku bahkan seolah tidak berjarak tubuh kami berdua. Aku masih mengerjapkan mataku beberapa kali seolah Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat saat itu. Sedangkan lelaki itu malah menatapku dengan penuh kehangatan dan menyunggingkan senyuman di bibirnya ia tampak tidak mengedipkan mata menatapku, pancaran hangat itu bisa aku rasakan meskipun wajahnya terkesan dingin.

"Kau tidak apa-apa? kau baik-baik saja?" pertanyaan lelaki itu yang ia lontarkan untuk pertama kalinya yang aku dengarkan setelah aku membuka mata lebar-lebar dan menyadari jika memang saat itu bukanlah sedang berhalusinasi ataupun bermimpi.

"Akh... emb... aku baik-baik saja, apa yang terjadi kemarin malam?" aku bertanya seolah aku tidak mengingat apapun setelah melewati malam panas kami berdua.

"Emb... perlukah aku mengingatkannya? akh... aku tahu! pasti aku kurang memuaskanmu ya? sampai-sampai kau melupakan apa yang terjadi antara kita kemarin," lelaki itu tampak menundukkan wajahnya sembari menampakkan ekspresi sedihnya di sana bahkan beberapa kali ia menggelengkan kepalanya aku bisa melihat ekspresi yang ia perlihatkan padaku.

"Hemz..." aku masih menghela nafasku aku selalu tidak percaya dengan apa yang aku lihat dan aku alami. Bahkan tatapan mataku masih mengedarkan pandangan melihat area sekitar ruang kamar tersebut yang ternyata memang tidak familiar. Aku dikejutkan oleh suara serak lelaki itu lagi yang begitu berat dan datar.

"Sial!" ternyata dari tadi lelaki itu tengah mengamatiku dan dia tahu jika saat itu aku sedang mengedarkan pandangan mataku untuk melihat area sekitar.

"Kau tidak tahu hotel ini?"

Aku hanya menggelengkan kepala ketika dia bertanya padaku karena memang aku tidak tahu hotel tersebut.

"Kau yang memilih hotel ini semalam, kau melupakannya?" ucap lelaki itu dengan tangan yang mulai memainkan jemarinya sendiri.

Aku tidak menjawabnya tapi aku sedang berperang dengan pikiranku sendiri, aku mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padaku semalam dan kedua mataku langsung membelalak begitu saja ketika aku menyadari bahwa aku semalam harusnya telah bekerja paruh waktu di salah satu tempat hiburan malam dan aku bertemu dengan teman kuliah ku yang tengah mengadakan pesta di sana kemudian ia memberiku segepok uang melemparkannya ke arahku lalu aku menangkapnya. Tapi syaratnya aku harus meminum minuman yang ada di gelasnya, lalu aku mengiyakan syarat itu karena memang aku membutuhkan banyak uang. Tapi aku tidak tahu kenapa aku berakhir di kamar hotel ini bersama seorang lelaki. Aku tidak tahu.

"Akh!" aku tersentak karena mendengar rintihanku sendiri dimana aku merasa jika area inti kewanitaanku benar-benar begitu perih bahkan aku tidak tahu kenapa aku bisa memekik.

"Hemz..." aku melihat lelaki yang masih duduk di sampingku itu mendengus beberapa kali.

"Istirahatlah. Kau pasti masih kelelahan, semalam staminamu begitu kuat aku harusnya tahu jika itu adalah pengaruh minuman yang kamu teguk sebelumnya tapi ya sudahlah semua sudah terlanjur. Aku merasa puas karena kau begitu jujur mengatakannya,"

Aku masih berusaha untuk mencerna kata-kata yang lelaki itu ucapkan seolah aku telah berpikir Apa maksud dari perkataan yang lelaki itu katakan barusan. Namun belum sempat aku bertanya lelaki itu sudah beranjak dari tempatnya kemudian berjalan menuju ke arah kamar mandi.

Aku mulai membenahi selimut yang menutupi tubuhku aku menariknya hingga menutupi sebatas ketiakku. "Akh!" barulah aku menyadari jika saat itu aku tidak mengenakan pakaian.

"Apakah kami semalam berhubungan seks?" aku masih bertanya dalam hati tapi pertanyaan itu langsung bisa aku jawab sendiri karena memang kenyataannya perut bagian bawah milikku rasanya benar-benar terasa mengganjal tidak karuan dan tidak nyaman serta area kewanitaanku yang terasa perih serta panas saat itu sudah menjadi bukti bahwa aku semalam telah melakukan hubungan panas di atas ranjang bersama dengan lelaki itu.

Aku langsung mengedarkan pandangan mataku mencari pakaian yang semalam aku kenakan dan setelah aku menemukannya aku lalu menyibakkan selimut yang menutupi tubuhku. kedua mataku langsung membelah lalap begitu saja ketika aku melihat bercak kemerahan yang seolah seperti tetesan di atas sprei putih yang aku tempati. Mulutku menganga karena aku tahu itu tandanya aku sudah tidak suci lagi.

Lalu aku mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka tanda lelaki yang tadi ada di sana keluar dari dalam kamar mandi. Buru-buru aku menutupi tubuhku lagi dengan selimut tersebut seolah aku juga berusaha untuk menutupi bercak ceceran darah yang ada di bawah tubuhku tersebut.

"Kau tidak perlu menutupinya aku sudah tahu," ucap lelaki itu yang langsung melemaskan tubuhku begitu saja saat aku mendengarnya dimana aku berusaha bersusah payah menutupinya tetapi ternyata lelaki itu sudah melihatnya.

"Aku sudah melihat setiap inci kulit tubuhmu lalu apalagi yang kamu harus tutupi dariku," ucap lelaki itu lagi yang membuatku langsung merasa begitu lega di mana aku mengira jika lelaki itu tidak mengetahui jika saat itu adalah kali pertamanya aku melakukan hubungan seks dengan seorang lelaki. Aku terlalu malu ketika diusia ku yang harusnya sudah beberapa kali putus dengan beberapa orang lelaki itu nyatanya belum pernah sekalipun berkencan.

"Kau masih perawan." ucapnya lagi.

Bab 2 SUARA ITU BEGITU...

"Duar!" bagai petir yang menyambar di siang bolong ketika aku mendengar ucapan lelaki itu yang benar-benar tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

"Kau harus tenang. Kau tidak perlu gugup atau pun merasa malu, apa salahnya kalau kau masih menjaga kesucianmu sampai detik di mana kamu belum tidur dengan lelaki ini," Aku berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri jika aku tidak boleh merasa gugup dan sejenisnya karena hal itu wajar-wajar saja. Meskipun kenyataannya aku yang paling dirugikan di sini.

"Tapi ini benar-benar gila! aku berakhir tidur dengan lelaki yang tidak aku kenali sama sekali?" aku masih menggerutu dan mencerna semuanya meskipun nyatanya aku tidak bisa mengembalikan keadaan.

"Drrrrrtttt... drrrrrt...." suara getaran ponsel membuyarkan semua lamunanku. Aku segera mencari keberadaan ponselku ada di mana. Dan tatapanku tertuju pada lantai yang ada di bawah kedua kaki lelaki itu.

"Akh... haruskah aku meminta tolong padanya? kondisiku saat ini sangat memprihatinkan," aku mulai mengeratkan kedua tanganku untuk memegangi ujung selimut yang masih menutupi seluruh tubuhku di sana dan aku tidak mungkin untuk melonjak begitu saja hingga turun dari atas ranjang dan mengambil ponsel itu.

Namun ternyata lelaki itu yang langsung mengambil tas berisi ponselku dari lantai di bawahnya. Aku bisa melihat lelaki itu menatap pada layar ponselku untuk beberapa saat seolah lelaki itu begitu penasaran dengan orang yang tengah menghubungiku.

"Dr.Dika," aku bisa melihat bibir lelaki itu perlahan mengucapkan nama tersebut, buru-buru aku langsung merangkak ke arahnya dan langsung mengambil ponsel itu dari tangannya karena aku jelas tahu Dr.Dika adalah dokter yang menangani ibuku. Tanpa pikir panjang aku langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Iya, halo Dokter,"

"Apakah ini wali dari nyonya Dera?"

"Iya! ada apa dengan mamaku Dokter?" aku langsung menjawab tanpa menunggu lebih lama lagi, jantungku sudah mulai berdegup kencang dan tidak karuan aku begitu khawatir apa yang akan dokter itu katakan padaku tentang keadaan mamaku saat ini. Bahkan aku mengabaikan lelaki yang ada di sampingku dan aku tidak menghiraukan lelaki itu yang ternyata sedari tadi telah menatap ke arahku seolah tengah menyimak percakapan antara aku dan juga seseorang yang ada di seberang panggilan telepon.

"Tolong anda segera kemari. Kami membutuhkan persetujuan anda untuk melakukan tindakan selanjutnya," aku mendengar dokter itu mengatakan bahwa keadaan mamaku terkesan begitu mengkhawatirkan dan harus secepatnya dilakukan tindakan yang membutuhkan persetujuan dariku. Tidak membutuhkan waktu lagi aku langsung mengiyakan apa yang Dokter itu katakan.

"Oke, baiklah dokter Aku akan segera tiba di sana," aku langsung menyudahi panggilan tersebut begitu saja dan melonjak dari atas pembaringan tanpa melihat area sekitar dan seketuka lupa rasa malu meskipun saat itu aku tidak mengenakan apapun untuk menutupi tubuhku. Bahkan lagi-lagi aku mengabaikan pandangan lelaki itu yang ternyata sedari tadi tengah menatap ke arahku kemudian menatap setiap gerak yang aku lakukan.

Aku langsung memunguti pakaianku yang tercecer di lantai begitu saja tanpa menghiraukan lelaki itu yang masih terdiam mematung di tempatnya. Aku segera membawanya berlari masuk ke dalam kamar mandi dan tidak berselang lama aku langsung keluar dari ruang kamar tersebut begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun pada lelaki yang saat itu masih menatap keberadaanku hingga aku benar-benar keluar dari ruangan yang ia tempati.

Setelah beberapa saat aku menyetop lalu menaiki salah satu taksi yang lewat akhirnya aku sampai di rumah sakit dengan cepat. Aku menyusuri setiap lorong yang aku lewati untuk segera tiba di tempat di mana mamaku di rawat. Dan setelah beberapa saat ternyata dokter yang tadinya menelponku langsung bisa aku temui di sana dan dokter itu pun segera mengatakan banyak hal padaku dan juga kemungkinan terbesar yang akan terjadi atas tindakan selanjutnya yang akan mereka lakukan setelah aku menyetujuinya.

Aku hanya bisa mendengarkan setiap kata yang dokter itu katakan seolah tidak bisa mencerna setiap kata yang ia katakan padaku. Aku tidak peduli apa yang dokter itu katakan yang aku tahu tindakan selanjutnya yang akan para medis itu lakukan pada mamaku adalah untuk menyelamatkan nyawa mamaku. Akhirnya aku pun langsung menyetujui apa yang dokter itu ucapkan. Aku langsung menandatangani berkas yang ada di tangan salah satu suster yang ada di samping Dokter tersebut tanpa membaca lembaran itu terlebih dahulu karena yang aku inginkan adalah kesembuhan dari mamaku.

Tidak berselang lama aku melihat salah seorang petugas kesehatan yang mendatangiku dengan membawa lampiran yang tadi sempat aku bubuhi tandatangan di sana. Aku yang saat itu tengah menunggu di ruang tunggu segera terperanjat dari tempatku berada.

"Ada apa lagi suster?" aku bertanya pada suster yang menghentikan langkah kakinya tepat di hadapanku.

"Maaf nyonya, sepertinya Anda harus memberi deposit paling tidak separuh dari jumlah uang untuk tindakan operasi tersebut. Kami tidak bisa melakukan operasi itu sebelum ada uang jaminannya. Maafkan dengan prosedur di rumah sakit ini nyonya kami hanya melakukan tugas saja," aku mendengar ucapan suster tersebut dan bak petir menyambar di kepalaku aku seolah tidak pernah berpikir sampai sejauh itu yang aku pikirkan adalah mamaku segera mendapatkan pertolongan dengan jalan operasi karena kangker yang dideritanya. Aku terdiam mematung di tempat ketika aku menyadari jika ternyata uang yang harus aku bayarkan itu tidaklah sedikit dan aku sadar jika aku tidak memiliki uang sebanyak itu untuk jaminan operasi mamaku.

"A... aku... aku tidak..." suaraku tergagap seolah aku tidak bisa untuk mengungkapkan kenyataan bahwa ternyata aku tidak memiliki uang sama sekali.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang aku harus meminta tolong pada siapa? di kota ini aku hanya hidup bersama dengan mamaku saja sedangkan saudara Mama semuanya jauh dan tidak tahu kabar beritanya. Lalu aku bisa mengumpulkan berapa banyak uang jika aku bekerja di tempat hiburan malam itu lagi? Apakah hanya satu malam saja aku bisa mendapatkan uang untuk uang deposit? akh... uang itu!" aku membelalakkan mataku lebar-lebar ketika aku menyadari bahwa harusnya aku mendapatkan segepok uang semalam karena sudah menghabiskan segelas minuman beralkohol yang semalam aku teguk.

Kepalaku langsung berputar-putar aku merasa seluruh ruangan tersebut tampak mengitariku ketika aku menyadari bahwa ternyata aku juga kehilangan uang tersebut karena aku tidak sadarkan diri dan berakhir tidur bersama dengan lelaki yang tidak aku kenali di tempat asing dengan lelaki asing pula. Aku terduduk begitu saja di kursiku lagi dan aku bisa melihat suster perawat itu pergi meninggalkanku aku tidak penasaran kenapa wanita itu pergi.

"Kalian lakukan saja operasinya. Masalah biaya aku yang akan menanggungnya," samar-samar aku mendengar suara seorang lelaki dari luar pintu.

Bab 3 RAFANDRA ERLANGGA.

Seketika itu pula aku terperanjat dari tempat ketika aku mendengar seseorang tengah memerintahkan pada suster yang tadi menghampiriku di sini. Aku langsung berlari keluar begitu saja seolah ingin tahu siapa lelaki itu. Namun ternyata lelaki itu sudah pergi dan aku hanya melihat sekilas punggungnya saja dan lelaki itu masuk ke dalam ruangan operasi.

"Suster, Apakah aku boleh tahu siapa lelaki tadi?" aku bertanya pada suster yang saat itu masih berada di sana karena memang suster itu ingin memberitahuku sesuatu tampak dari wajahnya yang tidak tertekuk seperti tadi. Aku melihat sedikit senyuman di ujung bibir suster tersebut sebelum ia membuka bibirnya untuk memberitahuku.

"Oh lelaki tadi, dia adalah dokter Rafandra. dan saya di sini juga ingin memberitahukan pada anda bahwa prosedur untuk memulai operasi mama anda sudah sempurna. jadi saya akan membawa berkas ini segera dan memprosesnya agar Mama anda segera mendapatkan penanganan secepatnya,"

Dia berbalik pergi dan melangkah begitu saja meninggalkanku tanpa menunggu jawaban dariku. sedangkan aku hanya terdiam mematung di tempat ketika aku mendengar apa yang wanita itu katakan seolah aku begitu terkejut dan tidak bisa berkata-kata lagi. Bahkan untuk mengucapkan terima kasih pun aku tidak bisa mengucapkannya dan aku hanya bisa melihat suster itu beranjak pergi meninggalkanku.

"A... apa apa yang barusan suster itu katakan? semua prosedur untuk operasi mamaku sudah lengkap? tapi bagaimana Apakah Dokter Rafandra itu yang membantuku?" aku masih menggerutu didalam hati seolah Aku tidak percaya dengan apa yang terjadi pada hidupku karena beberapa saat lalu aku meratapi nasibku karena sudah kehilangan kesucianku serta kehilangan segepok uang yang aku dapatkan setelah aku tidur dengan seorang lelaki asing. Tapi saat ini aku merasa begitu lega karena aku tidak perlu khawatir tentang operasi mamaku karena semuanya sudah bisa dilaksanakan tanpa harus menunggu uang yang aku setorkan.

"Akh... aku harus mencari tahu di mana rumah dokter Rafandra itu aku harus berterima kasih padanya dan aku merasa penasaran kenapa dokter Rafandra bisa membantuku?"

Aku langsung berlari begitu saja menuju ke tempat ruangan mamaku berada dan aku melihat mamaku ternyata sudah dipersiapkan untuk melakukan operasi seperti apa yang tadi dokter yang merawat mamaku sebutkan. Aku mengikutinya. suster perawat membawa mamaku menuju ke ruangan operasi. aku duduk menunggu di kursi tunggu yang ada di depan ruangan operasi tersebut dan tatapan mataku langsung tertuju pada sosok yang melintas di depanku.

"Dokter Dika?" mulutku langsung terkatup rapat begitu saja ketika melihat ternyata dokter Dika tidak masuk ke dalam ruangan operasi tersebut.

Aku langsung berhambur menuju ke arah dokter Dika sembari sedikit berlari karena dokter Dika sudah beberapa meter jauh di depanku. aku langsung menghentikan langkah kaki dokter Dika dengan cara memanggilnya. dan ternyata panggilanku itu berhasil. dokter Dika berhenti kemudian berbalik menghadap ke arahku.

"Ada apa ya?"

Aku seolah mengabaikan pertanyaan dokter Dika tersebut karena aku masih mengatur nafasku yang memburu. dan ketika aku sudah berhasil mengendalikannya aku pun mulai bertanya pada dokter tersebut.

"Dokter Kenapa dokter juga ada di sini lalu Siapa yang mengoperasi mamaku sekarang?" aku mencoba bertanya secara baik-baik meskipun kenyataannya Aku benar-benar ingin sekali memberondong banyak pertanyaan pada dokter tersebut karena setahuku dokter itu adalah dokter yang menangani mamaku.

"Oh Nyonya belum tahu ya pembaruannya? di rumah sakit ini ada dokter muda yang baru saja kembali dari luar negeri dan begitu menjanjikan. jadi operasi Mama Anda adalah operasi kedua yang dokter itu tangani. Oh ya harusnya Nyonya bisa melihat daftar nama dokter yang melakukan operasi di luar ruangan operasi," aku mendengarkan setiap ucapan yang dokter Dika sampaikan padaku dan aku bisa mengerti itu.

"Lalu apakah mamaku sekarang ditangani oleh dokter lain selain dokter?" aku mencoba bertanya kembali karena aku tidak tahu dokter lain selain dokter Dika dan aku tidak memiliki nomor telepon dokter lain selain dokter Dika yang biasanya memberitahuku secara langsung mengenai kondisi mamaku ketika aku sedang sibuk bekerja paruh waktu.

"Anda tenang saja Nyonya Saya masih menjadi dokter Mama anda nanti kalau sudah ada pergantian dokternya saya akan menginformasikan langsung kepada anda. Apakah masih ada yang ingin anda tanyakan?"

Aku hanya bisa menggelengkan kepala saja ketika dokter itu bertanya balik karena aku sudah cukup puas dengan jawaban yang dokter Dika katakan padaku. akhirnya dokter Dika pun berlalu pergi dari hadapanku Aku segera berlari menuju ke arah ruangan operasi itu lagi untuk mencari tahu siapa dokter yang ada di dalam sana yang saat itu Tengah menangani operasi mamaku.

"Dokter Rafandra?" mataku membelalak lebar ketika aku membaca nama dokter yang bertanggung jawab di dalam ruangan operasi tersebut di mana operasi yang ada di dalam sedang berlangsung.

Aku tidak tahu apakah ini suatu kebetulan atau tidak. Karena aku tahu dokter Rafandra pula yang tengah membantuku menyelesaikan masalah keuangan untuk operasi tersebut dan aku juga merasa begitu terkejut karena dokter tersebut pula yang telah memimpin operasi di dalam sana.

Aku langsung memantapkan diri untuk mencari tahu tentang dokter tersebut karena aku harus berterima kasih padanya tentang semua yang dokter itu lakukan pada mamaku.

3 jam lamanya operasi itu berlangsung dan akhirnya lampu merah yang menyala di atas pintu ruangan operasi itu pun mati tanda operasi yang sedang berlangsung di dalam sana sudah selesai.

Aku melihat salah seorang lelaki dengan pawakan atletis dan lumayan tinggi keluar terlebih dahulu dari ruangan tersebut dengan memakai masker di wajahnya menutupi sebagian wajahnya dan aku hanya bisa melihat dokter tersebut yang tengah mengenakan kacamata melirik sekilas ke arahku dan melewatiku begitu saja. aku pun langsung tahu jika ternyata dokter itu pastinya adalah dokter yang memimpin operasi karena ia keluar dari ruangan itu terlebih dahulu mendahului yang lainnya.

Namun karena aku begitu penasaran dengan keadaan dan kondisi mamaku akhirnya aku hanya bisa mengabaikannya saja meskipun nyatanya Aku ingin sekali berlari menuju ke arah lelaki tersebut dan bertanya siapa namanya.

Akhirnya salah seorang perawat datang menghampiriku memberitahuku untuk menunggu di ruang kamar mamaku karena mamaku akan dipindahkan ke ruangannya kembali. Barulah saat itu aku memberanikan diri untuk bertanya pada suster tersebut tentang lelaki yang pertama keluar dari ruangan itu.

"Tunggu dulu suster saya ingin tahu siapa lelaki yang keluar tadi?"

"Oh... itu adalah Dokter yang memimpin operasi Mama anda nyonya, dia adalah Dokter Rafandra Erlangga,"

Aku hanya menganggukkan kepala beberapa kali seolah aku sudah mengerti itu, lalu aku meminta perawat itu untuk memberitahuku di mana ruangan tempat istirahat dokter itu berada setelah melakukan operasi. Perawat itu pun lalu memberitahuku ruangan yang biasa dokter Rafandra tempati dan aku pun segera menuju ke tempat itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!