Senyum seorang gadis tampak tersungging manis di wajah cantik yang tersemat di balik kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya, ditambah dengan bibirnya yang pucat membuat kecantikannya memudar.
Sang gadis asik melamun menatap sang rembulan sembari mengemut lolipop yang selalu menyumbat mulutnya setiap hari dan ... mungkin setiap saat?
Kedua bahu sang gadis tampak naik turun diikuti embusan napas panjang darinya. Tangan kanan mungilnya meraih sunduk lolipop, kemudian melempar tepat ke dalam tong sampah kecil di ujung balkon kamar.
Tangannya kembali meraih permen di dalam saku kemudian mengemutnya kembali, sepertinya mulutnya tidak pernah ia biarkan menganggur begitu saja.
Tatapan sang gadis kembali menatap rambulan begitu lama, senyumnya kembali mengembang sebelum akhirnya setetes cairan bening menetes dari pelupuk mata sipitnya. Ia menangis dalam diam, tak bersuara hanya air mata yang terus terjun dari sarangnya.
"Mama ... apa Mama kangen Ratu di sana? Ratu di sini kangen sama kalian! Kapan kita bisa ketemu? Ratu kangen kasih sayang seorang Mama, Ratu pengen kayak anak lainnya, Ma. Apa kesalahan Ratu sampai-sampai kasih sayang Mama untuk Ratu direnggut begitu saja? Ratu capek, Ma. Ratu pengen bahagia sama kalian, Ratu pengen ketemu kalian, dan ... Ratu pengen nyusul kalian, Ma. Tunggu Ratu di sana." Ia menghapus jejak air matanya dan kembali memancarkan wajah ceria walaupun tentu ia paksakan.
"Ratu sayang banget sama kalian, Ma. Huh ... tapi sayangnya, Tuhan lebih sayang sama kalian. Ratu berharap Ratu segera menyusul kalian di sana, kalaupun Ratu masih harus hidup di dunia ini Ratu berharap ada seseorang yang membawa kebahagiaan di kehidupan Ratu dan Ratu berjanji gak akan pernah menyakiti orang itu," harap sang gadis.
"Tapi di sisi lain Ratu gak tega ninggalin Papa. Nanti Papa kesepian kalau gak ada Ratu, Papa cuma punya Ratu, 'kan? Tapi, kenapa Papa sulit banget kasih perhatiannya ke Ratu? Apa Ratu gak berhak dapat kasih sayang, ya? Ratu rindu kehidupan yang dulu," lirih Ratu mengusap lelehan air mata yang kian membasahi pipi.
Angin berembus seolah mendekap Ratu untuk menenangkannya dari rasa letih. Dalam diam Ratu teringat akan hari-hari yang ia jalani selama ini. Ia terus menelisik, mencari letak kesalahannya berada di mana. Jika dipikir-pikir ia bahkan sudah melakukan segalanya demi mendapat perhatian sang ayah, namun tak pula ia dapatkan.
Menjadi anak yang penurut. Ya, selalu ia lakukan. Apa pun yang Papanya katakan maka itu yang ia lakukan. Mendapat nilai memuaskan. Tentu ia dapatkan, bahkan ia selalu berada di peringkat satu ataupun dua. Menjadi anak yang berprestasi? Sudah jelas. Ia bahkan selalu memenangkan lomba Olimpiade di beberapa bidang studi, mengharumkan nama sekolah.
Namun, nyatanya apa? Tak sedikit pun ia mendapat perhatian dari sang ayah. Sekadar pujian pun tidak sama sekali. Jangankan pujian, dilirik saja tidak. Bahkan segala upayanya terasa begitu sia-sia. Parahnya ia sering dimarahi dan dihukum sang ayah hanya karena nilainya turun sedikit dari biasanya. "Pa, di mana letak kesalahanku sebenarnya? Kenapa Papa selalu memarahiku?"
"Selamat malam dunia tipu-tipu. Ratu harap esok hari akan indah seperti di alam mimpi." Kalimat itulah yang selalu ia katakan di setiap malamnya.
Sungguh dunia terasa tidak adil padanya, di umur yang begitu muda dirinya melewati berbagai cobaan seorang diri tanpa adanya sandaran walaupun hanya sementara.
...Dewasa itu bukan soal usia, melainkan sikap tanggung jawab terhadap apa yang sudah dilakukannya tanpa melibatkan atau menjebak orang lain di dalamnya...
...-Most Wanted Vs Nerd Girl-...
***
Kedua manik hazel elang milik seorang senior berwajah datar bergerak mengawasi pintu gerbang. Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul tujuh tepat. Itu artinya tidak boleh ada siswanya melangkahkan kaki memasuki pintu gerbang.
Hazel elangnya terus mengawasi. Sebelumnya tidak pernah ada yang datang terlambat meskipun itu adalah murid baru karena memang semua siswa terlatih datang tepat waktu. Bahkan berandalan sekolah saja datang tepat waktu walaupun akan ngacir entah ke mana.
Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman sinis di sana. "Hari pertama sudah terlambat."
Ia berdiri menyenderkan tubuhnya di tembok dekat gerban, melipat kedua tangannya di depan dada. Kedua manik matanya terus mengawasi seorang gadis yang tampak tergopoh-gopoh memasuki pintu gerbang.
"Ekhem," dehemnya.
Gadis itu mendongak lalu menatapnya terkejut seakan baru saja bertemu hantu. "Kakak siapa?"
"Sekarang jam berapa?" tanya lelaki dengan almamater maroon-nya.
"Tujuh lebih satu menit, Kak," lirih gadis itu usai melirik ke arah jam tangannya.
Gadis berpenampilan begitu sederhana. Pakaiannya yang biasa, sepatunya yang sedikit basah, dan rambutnya yang dikucir kuda berantakan, dan-kacamata besar yang bertengger di hidung mancungnya. Hmm ... terlihat seperti—nerd girl.
"Terus?" Cowok tegap itu menaikkan kedua alis seraya menatap tajam sang gadis.
Gadis itu hanya mengernyitkan dahinya. Tak tahu apa yang dimaksudnya. Cowok berhazel elang tampak memutar malas bola matanya. "To the point, lo terlambat! Sekolah bel tepat pukul tujuh pagi!"
"T-tapi Ratu cuma lebih satu menit aja kok, Kak. Maafin Ratu," lirih gadis itu seraya meremas roknya.
"Satu menit tetap terlambat! Semenit juga berharga! Sekarang lo terlambat satu menit, kalau gua biarin lo pasti besok lebih terlambat dari itu!" ketus lelaki dengan almamater maroon menunjuk kasar pada jam tangan hitamnya.
"Dan sebagai hukuman lo harus ikut gua!" lanjutnya.
"Maaf, Kak. Tadi Ratu—" Ucapan Ratu terhenti begitu saja. Lelaki di hadapannya membungkamnya.
"Gua gak terima alasan. Terlambat tetaplah terlambat dan lo harus gua hukum. Ikut gua!" Lelaki itu berjalan dan Ratu hanya mengekori seraya menunduk.
"Woi, Raja! Gue cariin ke mana-mana juga, rupanya lo di sini," cakap Nathalie terengah-engah.
Lelaki di hadapan Ratu hanya terdiam. Ia sama sekali tak menghiraukan ucapan Nathalie. Ya, memang sudah hal yang biasa itu terjadi.
"Ja, dia siapa? Kenapa lo bawa dia dan mau lo bawa ke mana?" tanya Nathalie menatap Ratu dari ujung atas hingga ujung kakinya.
"Orang," sahut Raja singkat sembari memutar bola matanya malas.
Nathalie menatap Ratu tak tega. Nathalie sangat tahu temannya itu sangatlah tertib, bahkan kelewat tertib. Raja kembali melangkah dan diikuti oleh Ratu. Raja berhenti tanpa aba-aba membuat Ratu menabrak dan memegang lengan Raja reflek.
Bukannya meminta maaf Raja justru menepis dan mendorong Ratu. Ratu hanya mendengus kesal. Apa yang bisa Ratu lakukan? Ia hanya bisa meruntuki senior menyebalkan di hadapannya.
"Bangun! Cepat berdiri di sana," tunjuk Raja dengan sorot matanya.
Ratu bangkit lalu mengikuti arah yang di tunjuk. Matanya membelalak. "D-di depan sana? Di hadapan banyak siswa? Ratu malu, Kak."
"Itu hukuman buat lo! Cepat, gak usah lelet," perintah Raja dengan nada ketusnya.
"Iy-iya, Kak," cicit Ratu.
Raja kembali bergabung dengan senior yang lain. Raja terus memperhatikan gadis yang tadi ia hukum tanpa mempedulikan seperti apa malunya gadis itu.
"Siapa dia? Ngapain dia berdiri di situ?"
"Pasti dia telat, dong, ya."
"Telat pastinya."
"Culun banget, ih!"
"Wah, bisa gue bully dia!"
"Nah, jadiin bahan bully seru, tuh!"
"Kasihan dia."
"Jujur dia cantik tapi, penampilannya kuno banget. Hidup di zaman apa dia? Manusia purba?"
Begitulah hujatan yang para junior berikan. Ratu hanya diam menunduk seraya terus meremas roknya. Bunda, Ratu malu! pekiknya dalam hati.
"Test ... test ... satu ... tiga ... lima!" Terdengar suara berat milik seseorang.
"Good morning! Mohon untuk diam. Iya, gue tahu gue itu ganteng. Udah diam dulu, oke?" sapa Liam, salah satu anggota gang Raja.
"Huek!"
"Kresek mana kresek!"
"Kaca mana kaca?"
"Bodoamat gue gak lihat, gak dengar!"
"Malu-maluin," bisik Galih pada Raja. Sedangkan Raja? Peduli saja tidak.
"Bodoamat gue ngomong sama tembok, iya ngomong sama tembok!" geram Galih menatap Raja sinis.
"Loh! Iya gue tahu gue ganteng banget tapi, jangan muntah di sini juga, dong. Siapa yang bersihin nanti? Kasihan Pak Bondan bersihin sendirian," ucap Liam.
"Oke. Gue ambil alih aja, ya? Liam turun lo malu-maluin aja," sahut Nathalie. Liam berdecak sebelum berjalan menuruni panggung dan bergabung di samping Raja.
"Pagi, guys! Kita mulai kegiatan MOS kita pagi ini. Sebelumnya perkenalkan nama gue Nathalie kelas XII MIPA 2 dan para senior yang lain akan membimbing kalian dalam MOS tahun ini," jelas Nathalie memamerkan senyum manisnya.
Hazel elang Raja tak hentinya menatap ke arah Ratu, membuat Ratu semakin meremas roknya hingga kusut.
"Oke, udah mulai siang. Kita panggilkan Ketua MOS SMA Gold Garuda—Raja Nathan Daniel! Beri tepuk tangan yang meriah, dong!" seru Nathalie. "Presiden kita akan naik ke panggung, nih!"
Raja melangkah menaiki panggung diiringi tepuk tangan dari ratusan juniornya. "Pagi!"
"Sebelum MOS dimulai kita berdoa lebih dulu. Berdoa mulai!" Raja memejamkan kedua mata abu-abunya, mulutnya berkomat-kamit memanjatkan doa.
"Selesai!" sambungnya.
"Ganteng banget!"
"Gila gans bingit!"
"Pacar gue lewat!"
"Gila banyak banget cogannya di sekolah ini. Makin semangat sekolah gue!"
"Ganssnya OMG!"
"Suaranya adem. Cocok banget jadi calon imam gue."
"Tolong diam! Ekhem ... selamat datang di SMA Gold Garuda. Saya Raja, selaku Ketua MOS di sini akan mengawasi kalian. Saya akan berusaha menjadikan kalian lebih tertib dari sebelumnya. Di sekolah ini tentu terdapat peraturan yang harus kalian patuhi dan salah satunya kedisiplinan datang ke sekolah." Raja terdiam menarik napasnya sesaat.
Ia berbalik menatap Ratu yang sedari tadi tertunduk di belakangnya. Para junior turut menatap Ratu dengan berbagai sorotan. "Kalau kalian melanggar peraturan maka kalian akan mendapat hukuman, dia contohnya!" Raja menunjuk Ratu dengan sorot mata elangnya.
"Dia sudah terlambat datang ke sekolah di hari pertama MOS! Dan sebagai hukuman kalian semua wajib lari keliling lapangan lima belas kali!" Seluruh pasang mata melotot usai mendengar ucapan Raja.
"Kok kita juga?"
"Kan yang telat dia kenapa kita juga dihukum?"
"Pembawa sial!"
"Anak pembawa masalah dia!"
"Diam!" teriak Raja dengan nada ketusnya yang khas.
"Gua hukum kalian karena dia melanggar peraturan yang ada. Satu salah semua salah! Dan untuk itu semua harus berlari mengelilingi lapangan lima belas kali, titik!" tegas Raja bulat.
Banyak yang mengumpat kecil dan menyalahkan Ratu. Ratu terus meremas roknya. Tubuhnya semakin bergetar karena rasa takut dan malunya.
"Gak! Ratu yang salah jadi hanya Ratu yang dihukum bukan mereka! Dewasa itu berani bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuat tanpa perlu melibatkan orang lain!" Entah keberanian dari mana Ratu dapat mengatakannya.
Kini seluruh pandangan tertuju padanya. Raja tersenyum sinis mendengarnya. Ia berjalan mendekati Ratu. "Lakuin kalau lo mampu!"
"Ratu mampu. Pasti Ratu mampu kok!" Ratu mendongakkan kepalanya. Ia memberanikan diri menatap sang senior.
Raja tersenyum kecut akan semangat Ratu yang patut diacungi jempol. "Semua menepi! Dia akan melakukan hukumannya dan jadikan dia sebagai pelajaran untuk kalian."
Tanpa membuang masa, Ratu mulai berlari memutari lapangan yang begitu luasnya. Para siswa dan senior yang lain hanya menatap Ratu yang terus berlari. Keringat sang gadis mulai membanjiri tubuh mungilnya.
Ratu berhasil memutari delapan putaran yang berarti masih tersisa tujuh putaran lagi untuk menyelesaikan hukuman dari Raja.
"Semangat Ratu, semangat! Ratu pasti bisa sampai lima belas kali! Ini cuma tersisa beberapa kali lagi, ayo semangat, Ratu," gumam Ratu menyemangati dirinya sendiri.
Kakinya semakin terasa sangat pegal. Ia terhenti di putaran kesembilan. Ia merasa sesak napasnya mulai memburu. Ia berusaha menyetabilkan napasnya sejenak, namun Raja membentaknya dan terpaksa ia harus tetap kembali berlari.
Ratu terus berlari hingga kini hanya tersisa lima putaran lagi. Ratu kembali terhenti, ia benar-benar merasa letih. Kepalanya mulai berat. Raja terus berteriak, namun suara Raja hanya terdengar samar. Pandangannya mulai membuyar, tubuhnya mulai terhuyung, pandangannya pun menggelap-Ratu jatuh pingsan.
"Dia pingsan!" teriak salah seorang siswi.
Foto di atas ialah penampilan Raja hari ini dengan wajah dinginnya yang khas.
...Zaman memang semakin modern, namun jangan lunturkan etika sopan santun dengan tidak melupakan kata tolong, maaf, dan terima kasih...
...-Most Wanted vs Nerd Girl-...
***
Ratu terus berlari hingga kini hanya tersisa lima putaran lagi. Ratu kembali terhenti, ia benar-benar merasa letih. Kepalanya mulai terasa berat. Raja terus berteriak. Namun, suara Raja hanya terdengar samar. Pandangannya mulai membuyar, tubuhnya mulai terhuyung, pandangannya pun menggelap—Ratu jatuh pingsan.
"Dia pingsan!" teriak salah seorang siswi.
Raja berlari ke arah Ratu lalu membopongnya ke UKS. Membaringkan tubuh Ratu ke atas kasur UKS. Sekilas Raja melirik ke arah Ratu yang berwajah pucat. "Panggil PMR," perintah Raja.
Liam dan Nathalie yang berada di sana lalu bergerak memanggil anak-anak PMR. Raja sempat melirik ke wajah polos milik Ratu yang tampak pucat. Ia lalu berbalik hendak kembali ke lapangan.
Langkah lebar Raja terhenti. "Jangan ada bilang gua yang bawa!"
Nathalie mengangguk paham. Ia sangat hafal tentang Raja. Namun, itu kali pertama Raja mau menolong seorang gadis yang tak ia kenal. Bahkan Raja sangat anti dengan seorang gadis. Tidak, bukannya homo. Hanya saja pemuda berwajah tegas itu terlalu pemilih karena suatu hal yang terjadi di masa lalu.
Disentuh saja ia pasti akan menatapnya sinis. Parahnya ia akan menepisnya kasar atau mengatainya dengan perkataannya yang begitu pedas. Bisa dikatakan ucapannya sepedas sambal matah.
Sebelumnya Raja selalu menyuruh senior lain untuk membawa para junior yang sakit, namun hari ini? Justru ia sendiri yang membopong dengan tangan kekarnya.
"Lo beruntung," lirih Nathalie menatap Ratu yang juga belum sadar.
"Kak, tubuhnya mulai panas, kayaknya dia demam," kata Annisa, salah satu anak PMR di SMA Gold Garuda ini.
Nathalie memegang jidat dan pipi kanan Ratu dan benar saja. Suhu tubuh Ratu meninggi, wajahnya semakin terlihat pucat. "Obat penurun panas ada gak?"
"Ada, Kak. Sebentar gue ambilin dulu, ya?" Gadis bernama Annisa itu lantas meraih kotak obat dan mencari obat penurun panas di sana.
"Ini." Anisa pun menyodorkan obat tadi kepada Nathalie.
Nathalie menepuk-nepuk pipi Ratu dengan tangannya berusaha membangunkannya. "Dek, bangun. Minum obat dulu."
Mata Ratu mulai terbuka perlahan. Ia memegangi kepalanya yang terasa berat. "Maaf, Kak. Ratu gak suka minum obat dan juga Ratu belum sarapan."
"Lo kenapa gak sarapan, sih? Udah tahu ada MOS nekat amat lo," omel Nathalie.
Ratu hanya terdiam menatap lantai. Kedua jari telunjuknya saling bertemu. Semua yang berada di dalam UKS terkekeh geli menatap Ratu yang tampak sangat kekanak-kanakan.
"Woi, Liam! Ambilin dia makan, kek, malah diam aja di situ. Pantesan gak punya pacar, peka aja enggak!" cerocos Nathalie menyemprot Liam dengan segala omelannya.
Kak Nathalie cerewet banget, ya, tapi cantik banget. Ratu suka, batin Ratu.
"Iya, bawel lo. Pantas gak bisa dapatin si R. Kasihan ditolak," ejek Liam lalu keluar dari UKS dengan langkah lebarnya.
"Kak?" panggil Ratu lirih nyaris tak terdengar.
Nathalie menoleh dan mendekat ke arah Ratu yang tengah menatapnya sendu. "Iya?"
"Maafin Ratu, ya? Ratu udah terlambat dan malah repotin Kakak. Ratu tadi udah usaha tepat waktu tapi, tetap aja terlambat. Maafin Ratu, ya?" Mendengar itu Nathalie terkekeh geli. Benar-benar gadis yang polos.
"Lo kayak anak kecil aja, sih. Gue gak masalahin itu kok. Raja emang kayak gitu orangnya, dia terlalu disiplin," lontar Nathalie. "Jadi, sabar aja pokoknya sama dia."
"Gitu, ya? Tapi Ratu suka cowok kayak Kak Raja," celetuknya. "Tertib banget orangnya gak brandalan gitu."
Nathalie terkekeh. "Nama lo siapa? Oh, Ratu, ya?" Nathalie membaca name tag yang melekat di seragam Ratu.
"Iya," sahut Ratu pelan.
"Ratu ... Raja, cocok loh," goda Nathalie berhasil membuat wajah pucat Ratu memerah karena malu. "Sabi, nih, jadi pasangan ter-sweet di sekolah."
"Eh?" Terkejut Ratu mendengarnya, ia berkedip beberapa kali.
"Lie, nih, kebetulan ada bubur Pak Boi yang paling sedap. Tenang aja gue yang ganteng ini yang bayar." Liam kembali membawa semangkuk bubur buatan Pak Boi yang terkenal karena rasanya yang sangat enak. "Buruan ambil keburu gue makan sendiri ini bubur. Sedap banget jadi lapar lagi gue."
"Lama!" sambar Nathalie meraih bubur dari tangan Liam.
Ratu menyimak perdebatan keduanya. Tanpa sadar ia berucap, "ih, Kakak berdua cocok."
Nathalie menoleh ke arah Ratu menyodorkan semangkuk bubur ayam itu. "Amit-amit gue sama Liam. Lo hati-hati, dia itu sok ganteng. Dia itu playboy cap macan!"
"Tapi Kak Liam emang ganteng tahu, Kak." Ratu menatap Liam yang kini tengah membetulkan jambulnya.
Dengan penuh percaya diri Liam memainkan rambutnya. "Akhirnya ada yang sadar betapa gantengnya gue."
"Kalau Kak Liam putih, tinggi, berduit, dan jaga image dikit," sambung Ratu membuat tawa Nathalie pecah.
"Ratu salahkah?" tanya Ratu dengan wajah polosnya.
"Enggak salah, Ratu. Lo benar kok. Benar banget malahan dan gue setuju pakai banget," balas Nathalie dengan tawanya yang tak juga pudar. "Akhirnya ada juga adik kelas yang jujur tentang lo, Liam. Haduh ... perut gue sampai kram rasanya."
Ratu mengacuhkan Nathalie yang tertawa terbahak-bahak, ia lebih memutuskan untuk kembali menyantap bubur hingga tak tersisa sedikit pun. Nathalie memberikan obat penurun panas pada Ratu karena anak-anak PMR sudah keluar ruangan sejak beberapa menit yang lalu.
"Makasih, Kak. Maafin Ratu yang udah repotin Kakak." Ratu kembali menyatukan jari telunjuknya membuat Nathalie ingin tertawa.
"Jangan kayak gitu, kayak anak TK aja lo," kekeh Nathalie. "Tidur aja. Nanti gue bangunin lagi."
Ratu menggeleng tegas. "Nanti Kak Raja marah. Ratu ikut ke lapangan aja, ya? Ratu juga udah gak pa-pa kok."
"Baguslah kalau lo tahu," ketus seseorang dari arah pintu.
Serentak Ratu dan Nathalie menoleh bersamaan. Ratu lalu menunduk usai bertemu senior bermata abu-abu itu.
"Ja, dia masih panas," kilah Nathalie memegang dahi Ratu. "Dia pingsan lagi nanti."
"Enggak akan kok, Kak. Ratu udah baik-baik aja," sahut Ratu lirih tanpa memandang Raja sedikit pun.
"Bagus. Buruan ke lapangan gak usah lelet!" tegas Raja dan membuat Ratu tersentak.
...🍬...
Kini Ratu berdiri di belakang Raja. Raja kembali memberikan penjelasan. Lebih tepatnya menjelaskan tentang kedisiplinan. Ratu terus menunduk merasa malu dan menahan rasa pusing yang menerjang kepalanya.
Ratu kuat pasti kuat! batinnya.
Sesekali Raja melirik ke arah Ratu yang terus menunduk. "Heh, lihat ke depan, gua di sini bukan di sepatu lo!"
Ratu sontak mendongak. Pasang matanya langsung bertemu dengan mata elang sang seniornya. "Dan berhenti remas rok lo, kusut!" sambung Raja.
Banyak siswa tertawa karena ulah Ratu. Mata Ratu beralih menatap roknya yang sudah kusut karena terus ia remas sedari tadi. Ia kembali menatap lurus ke depan sesuai perintah Raja.
Lima belas menit sudah Raja terus bicara membuat para junior mulai mengeluh. Raja yang sadar lalu menutupnya. Bukan karena ia kasihan mereka terkena panas melainkan malas jika ucapannya tak lagi didengarkan.
"Istirahat tiga puluh menit. Selamat siang!" Raja memutar badannya usai membubarkan barisan.
"Heh, siapa suruh lo istirahat? Ikut gua!" perintah Raja dan Ratu yang hendak beristirahat mengurungkan niatnya dan lebih memilih menuruti kemauan sang Ketua OSIS.
Ratu terus mengikuti ke mana Raja pergi. Ia hanya menunduk. Ia sedikit mencoba mendongakkan wajahnya menatap sang senior. "Mau ke mana, Kak?"
Tak ada jawaban dari Raja, bahkan ada tanda-tanda mulutnya akan terbuka saja tidak. Ratu mencibirkan bibirnya seraya terus mengomel dalam hatinya.
Bruk!
Tanpa sengaja Ratu justru menabrak dada bidang milik Raja yang tiba-tiba saja berbalik badan. Raja hanya menatap gadis berkucir kuda itu dengan wajah datarnya yang khas. Gadis itu tampak begitu sebal. "Kak? Gak mau bilang maaf gitu sama Ratu?"
"Gak guna," sahut Raja ketus.
"Emang benar apa kata orang. Percaya ataupun tidak di zaman kekinian saat ini begitu sulit untuk mengatakan tiga kata, yaitu tolong, maaf, dan terima kasih. Seakan saja tiga kata ajaib tersebut hilang ditelan perkembangan zaman," cercosnya.
"Buat apa minta maaf, ujungnya masih mengulang hal yang sama," sahut Raja dengan nada tegasnya. "Lebih baik gak usah minta maaf."
"Tapi, Kak—" Belum usai Ratu mengutarakan pendapatnya lebih dulu Raja memotongnya.
"Cepat bersihin taman ini sampai bersih, gua tunggu!" Raja lalu berbalik dan berjalan ke arah bangku.
Ia duduk dan terus mengawasi Ratu dari sana. Hazel elangnya tak pernah lepas dari gadis berkucir kuda itu. Ratu terus memunguti sampah-sampah yang ada di antara pot yang tersusun cantik.
Tanpa sengaja jarinya tertusuk duri tajam, namun ia sudah terbiasa menahan rasa sakit yang jauh lebih perih dari yang ia rasakan saat ini.
Ratu melirik ke arah Raja berada, namun ia tak menjumpainya. "Eh, Kak Raja ke mana? Ah, masa bodolah. Nanti juga pasti muncul lagi."
Ratu kembali memasukkan sampah ke dalam kantung plastik. Tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik tangannya. Lelaki itu mengobati luka yang ada di tangannya lalu membalutnya dengan plaster khusus luka. "Ceroboh."
"Makasih." Ratu lalu mendongak menatap lelaki yang berada di hadapannya. Senyumnya mengembang sempurna menatap siapa lelaki itu.
"Jangan baper," tegas Raja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!