NovelToon NovelToon

Sheyza Istri Rahasia

Bab 1

Gus Arzan berpamitan kepada istri dan kedua orangtuanya untuk menghadiri acara di kota Bandung. Teman bisnisnya mengundang Gus Arzan menyaksikan peresmian perusahaan baru milik temannya itu.

Awalnya dia menolak. Namun karena si pemilik acara terus membujuk, akhirnya Arzan merasa tidak enak dan memutuskan untuk pergi.

"Kamu pergi sendiri bang? Ardi tidak ikut?" tanya umi Zulfa. Entah mengapa mendadak perasaan hatinya tidak tenang membiarkan anak sulungnya pergi. Padahal sudah biasa sebulan sekali pasti putranya melakukan dinas ke luar kota.

Gus Arzan tersenyum, "Ardi sedang banyak pekerjaan di kantor umi, jadi tidak bisa menemani Abang. Tidak akan lama kok, nanti setelah acaranya selesai Abang akan langsung pulang."

Umi Zulfa semakin erat menggenggam tangan putranya. "Bang, entah mengapa perasaan umi tidak tenang nak, seperti ada sesuatu yang membuat umi tidak ingin Abang pergi."

Kyai Rafiq langsung menenangkan istrinya. "Umi, jangan seperti itu, nanti Abang berat langkahnya. Jika ada perasaan umi yang tidak enak, sebaiknya umi istighfar. Doakan Abang yang baik-baik."

Umi Zulfa menurut. Beliau beristighfar seperti yang dikatakan suaminya.

"Kamu hati-hati ya bang. Umi selalu doain Abang. Jangan lupa kabarin kalau ada apa-apa."

Arzan menanggapi dengan memeluk uminya, Lalu abinya.

Setelah berpamitan kepada orang tuanya, Arzan beralih menatap istrinya yang kelihatan menekuk wajahnya. Tak rela jika harus berpisah dengan suaminya. Namun apa boleh buat.

"Mas berangkat ya sayang. Kamu hati-hati dirumah . Jika ada apa-apa langsung bilang sama Abah ummi," ucap Arzan lembut.

Anisa mengangguk mengiyakan. "Mas jangan lama-lama ya,"

"Abang jangan lupa oleh-olehnya." Suara adik Ibnu tidak lupa ikut menyertai kepergian sang Abang.

"Iya bawel. Biasanya juga Abang beliin oleh-oleh kan?!"

Sang adik hanya meringis sebagai jawaban. Memang setiap keluar kota Arzan tidak pernah absen membelikan oleh-oleh untuk adiknya itu.

Setelah berpamitan, Arzan langsung menuju mobilnya. Dia berencana menyetir sendiri karena Ardi tidak bisa ikut. Dirinya juga tidak mungkin membawa sopir dari rumah karena nanti akan repot jika umi atau abinya akan berbergian.

***

Setelah magrib, Arzan sudah sampai di Bandung. Dia juga sudah janjian dengan temannya bertemu di depan alamat yang tertera di undangan.

"Kok ke hotel?" tanya Arzan pada Rendi, teman bisnisnya yang juga tamu di acara ini.

"Emang kenapa kalau hotel? Wajar lah orang yang punya acara aja Bella." Balas Rendi apa adanya. Memang orang yang punya acara bukan orang sembarangan jadinya wajar saja jika acaranya diadakan di hotel. "Gue ke rekan bisnis gue dulu," pamit Rendi.

Sebenarnya kalau tahu acaranya dihotel Arzan akan memilih untuk tidak berangkat. Dirinya risih dengan tatapan-tatapan mata wanita yang tertuju kepadanya.

"Astaghfirullah," batin Arzan.

"Assalamualaikum Gus," sapa Bella si pemilik acara. Wanita dengan gaun panjang tapi dengan belahan dada rendah ditambah belahan bagian bawah hingga menampakkan kaki jenjangnya membuat Ibnu kembali beristighfar didalam hati.

"Waalaikumsalam," jawab Arzan sekenanya.

Bella tersenyum lebar, tidak menyangka jika Gus Arzan mau datang ke acaranya.

"Terimakasih atas kedatangannya Gus, suatu kehormatan bagi saya,"

Arzan hanya mengangguk mengiyakan tanpa melihat wanita yang berbicara kepadanya. "Selamat atas pencapaiannya. Semoga berkah dan tetap rendah hati,"

Bella terkekeh. "Terimakasih Gus. Mari ikut saya biar saya kenalkan pada rekan-rekan yang lain." Ajak Bella. Namun Arzan menggeleng.

"Tidak perlu. Saya hanya sebentar karena banyak sekali pekerjaan di Jakarta." Ucap Arzan.

Raut wajah Bella seketika muram. "Kalau begitu silahkan diminum atau dimakan dulu Gus jamuannya."

"Tidak perlu Bu Bella, saya tadi sudah makan dijalan sebelum berangkat kesini."

Bella tak kehabisan akal, dirinya terus membujuk agar Arzan bersedia. "Tidak baik loh Gus menolak rezeki." Bella langsung mengambilkan segelas jus jeruk yang kebetulan lewat di depan mereka.

"Ini jus jeruk Gus. Setelah minum anda bisa pulang. Saya marah loh kalau anda tidak minum."

Arzan mengela nafas. Agak bimbang sebenarnya mau minum, tapi dia juga merasa tidak enak dengan Bella. "Maaf," dan setelah mengucapkan itu Arzan langsung meneguk habis minuman itu.

Seketika senyum miring langsung tercetak di bibir Bella.

***

Satu jam kemudian, "Kenapa tubuhku terasa sangat panas begini." Arzan berulang kali mengipasi lehernya yang tiba-tiba merasa panas tak nyaman. Rasa-rasanya dia ingin membuka semua yang melekat pada tubuhnya. Tapi gila saja!

"Ya Allah," lirihnya. Arzan sudah meminum air dingin yang dibelinya di warung dekat hotel sampai lima botol namun reaksi tubuhnya sama saja.

Saat Arzan bangkit dari duduknya, tiba-tiba saja dua orang berbadan besar menariknya secara paksa. Jelas Arzan langsung terkejut.

"Lepas! Kalian mau bawa saya kemana?!!"

"Diam!" Bentak salah satunya. Mereka membawa Ibnu masuk ke dalam salah satu kamar yang memang sudah dipesan terlebih dahulu. Setelah memastikan Ibnu aman mereka langsung mengunci pintu kamar dan keluar dari sana. Namun, kunci itu masih menggantung di handle pintu dan tidak mereka cabut.

"Tolongg,,, tolong saya!" Namun tidak ada yang mendengarnya.

***

"To-long," sebuah suara mengagetkan seorang gadis cantik yang sedang mengepel lantai. Mata bulat yang indah itu langsung menatap sekeliling yang ternyata sepi tidak ada orang. Berarti hanya dirinya sendiri di lantai 10 ini.

"Ya ampun. Masa hantu sih siang-siang begini." Buku kuduknya sudah berdiri sejak dirinya mendengar suara minta tolong. " Jangan dong."

Tangan lentiknya memegang tengkuk lehernya. Bibir mungilnya menggunakan istighfar berulang kali.

Meskipun tidak mengenakan hijab, tapi gadis cantik itu sedikit tahu tentang agama. Almarhum ibunya lah yang mengajarkan sedikit ilmu agama kepadanya.

"Ya Allah lindungilah Sheyza. Sheyza cuma mau kerja buat makan besok, jadi jangan diganggu ya,"

Gadis cantik bernama lengkap Babby Zivilia Sheyra itu melanjutkan pekerjaannya. Mengambil pel yang sempat dia letakkan tadi dan mulai menyapukannya di lantai.

Baru beberapa kali menyapukan pelnya dilantai, Sheyza kembali dikejutkan dengan sebuah suara.

Dug dug dug

"To-long, siapapun diluar. Tolong saya buka pintunya!"

Mata Sheyza terbelalak saat suara itu terdengar lagi dan kali ini lebih jelas lagi. Jantungnya berdegup kencang. Genggaman tangannya semakin mengerat pada gagang pel.

"Ada yang minta tolong? Manusia kah? Bukan hantu kan??" Batin Sheyza bertanya-tanya sendiri.

"Siapa yaa?" Tanya Sheyza sambil mendekat ke arah sebuah pintu kamar hotel yang ada di lorong itu.

"To-long ba-ntu saya. Keluarkan saya dari sini."

Sheyza langsung yakin kalau yang dia dengar itu suara manusia bukan hantu. Sheyza berniat mencari pertolongan namun matanya tidak sengaja melihat kunci yang masih menggantung di handle pintu. Langsung saja tangan lentiknya itu memutar kunci yang ada di pintu, dan...

Ceklek

Pintu kamar terbuka dan langsung menampilkan seorang pria bertubuh tinggi tegap memakai baju putih bersih sebersih wajahnya berdiri di depan Sheyza.

Seettt

"To-long saya," bisik pria itu lirih.

Sheyza mengerjapkan bola matanya cantik lalu mengangguk. "Baik, mari saya antar anda kebawah," ucap Sheyza yang bingung mau bagaimana menolong pria yang ada di hadapannya saat ini.

Arzan mengangguk. Namun tak sengaja matanya melihat kaki milik gadis di depannya. Hal itu membuat sesuatu yang sedari tadi dipendamnya kembali muncul. Dirinya mendesis merasakan pening yang sangat hebat mendera dirinya. Bahkan Arzan sudah beristighfar berulang kali namun nafsu mengalahkannya.

Seeetttt

Arzan menarik tangan lentiknya itu untuk masuk lebih dalam kamar hotel itu.

Sheyza terkejut. Dia terus meronta minta dilepaskan pada pria yang tidak dikenalnya itu. Tapi jelas saja tenaganya tidak sebanding dengan pria yang menariknya.

"Lepas! Lepaskan saya!!" Namun Arzan seakan tuli dan tidak mengindahkan rintihan gadis yang sekarang berada dibawahnya.

Bab 2

Tatapan mata Arzan menyapu sekeliling kamar hotel yang dirinya tempati. Seketika matanya membulat sempurna saat mendapati seorang gadis tengah tidur dibawah tempat tidur sembari meringkuk. Jangan lupakan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.

"Ya Allah apa yang udah aku lakuin," Arzan meremas rambutnya frustasi setelah mengingat apa yang telah dia lakukan.

Arzan berulang kali istighfar didalam hatinya. "Ya Allah bagaimana aku menjelaskan pada umi, Abi, dan.... Anisa. Maafin mas Anisa," lirih Arzan. Rasa bersalah langsung bersemayam di dalam dirinya. Terlebih pada istrinya.

Beberapa menit larut dalam lamunan, Arzan bangkit dari kasur. Tak lupa mengambil semua pakaian miliknya yang berserakan dilantai kemudian membawanya masuk ke dalam kamar mandi.

Selesai bersih-bersih, Arzan menatap perempuan yang masih tertidur dengan posisi sama. Perlahan tangannya terulur untuk menarik pelan selimut agar sang empu bangun.

Sheyza, gadis cantik itu mulai terusik. Mata indah itu terbuka secara perlahan. Pandangan yang pertama kali dilihatnya adalah seorang pria jahat yang telah memaksanya tadi malam.

Spontan Sheyza mengeratkan selimutnya. Tadi malam, Sheyza terlalu larut dalam kesedihan dan rasa lelah yang menderanya sehingga tidak sadar dirinya tidur di lantai bawah ranjang.

Sheyza mencoba untuk bangkit berdiri, namun rasa sakit dibagian tertentu membuat dirinya memekik.

Reflek kedua tangan Arzan memegang pundak Sheyza untuk menjaga keseimbangan, namun langsung ditepis oleh Sheyza.

"Maaf," ucap Arzan sambil tertunduk dalam. Sungguh dirinya hanya bisa mengucapkan itu sekarang tanpa tau harus bagaimana lagi.

Dirinya memang sudah bersalah. Dia sudah berbuat dosa besar.

Sheyza mendengus. Ingin ke kamar mandi namun rasa sakit itu membuatnya urung melakukan itu. Dia memilih untuk duduk di tepi ranjang.

"Saya akan bertanggung jawab, tapi dengan satu syarat." Ucap Arzan.

Sheyza mendongak. Menatap tajam pria di hadapannya. "Memang sudah seharusnya anda bertanggung jawab. Apa yang sudah anda lakukan itu sudah diluar batas. Anda sudah mengambil sesuatu yang paling berharga di hidup saya." Pekik Sheyza. Sungguh dia merutuki kebodohannya tadi malam. Andaikan dia mengabaikan suara itu dan melanjutkan pekerjaannya maka semua akan baik-baik saja. Andaikan, tapi semua sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Sheyza harus menelan pil pahit. Apa yang selama ini dia jaga harus direnggut secara paksa oleh orang yang tidak dikenalnya.

Arzan membuang nafasnya kasar. "Maaf, maaf untuk tadi malam. Tapi saya dijebak. Saya tidak mampu mengendalikan diri saya sendiri."

"Saya tidak peduli! Tapi saya tetap mau anda bertanggung jawab!"

"Tentu. Saya akan bertanggung jawab, tapi dengan satu syarat."

"Syarat?? Yang benar saja?!! Anda yang melakukan tindakan kepada saya, tapi anda yang minta syarat kepada saya!"

"Saya mohon, karena saya sudah punya istri. Saya tidak mau membuat istri saya kecewa kalau sampai tau saya berbuat seperti ini."

Deg

Mata Sheyza membola mendengar perkataan pria di depannya. Sungguh dirinya tidak menyangka kalau pria itu sudah punya istri.

Tanpa mengatakan apapun, Sheyza menarik selimut yang membungkus tubuhnya dan langsung bangkit ke kamar mandi. Dia mengabaikan rasa sakit yang seakan mendera seluruh tubuhnya. Sheyza masuk ke kamar mandi setelah memungut seluruh pakaiannya di lantai.

Arzan menatap sendu kepergian gadis itu. Entah bagaimana dirinya akan menyikapi semua ini.

***

"Andai dia belum punya istri, aku harus gimana tuhan... Aku tak tau harus berbuat apa. Di satu sisi semua sudah habis tak tersisa lagi. Apa yang aku jaga selama ini sudah hilang, semua lenyap sia-sia. Maafkan aku Bu.... Maaf." Tangis batin Sheyza menjerit-jerit didalam dirinya.

Setelah dirasa cukup di kamar mandi, Sheyza keluar. Tanpa mengatakan apapun Sheyza berjalan menuju pintu kamar. Namun tangannya ditahan oleh Arzan.

Sheyza gadis yang memakai pakaian sedikit sobek di bagian depan itu menepis tangan pria yang mencekal tangannya. Dirinya terlalu malas berdekatan dengan pria brengsek didepannya. Pria yang sudah mengambil sesuatu paling berharga di hidupnya yang sudah dia jaga selama ini.

Arzan menghela nafasnya kasar. Dirinya tak marah dengan tindakan gadis di hadapannya karena memang disini dirinya lah yang bersalah, tapi dia bingung dengan sikap yang harus dia ambil. "Mari kita bicara. Saya tetap akan bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi." Ajak Arzan.

Sheyza tersenyum sinis. Tak disangka begitu mudah pria brengsek itu berkata seperti itu. Dikira Sheyza mau setelah dirinya tau kalau pria itu sudah menikah? Apa dia tidak memikirkan perasaan istrinya? Karena Sheyza tau bagaimana rasanya orang yang kita sayang direbut oleh orang lain. Ditambah Sheyza tidak mau menjadi alasan orang terluka. "Saya tidak butuh bicara dengan anda. Biarkan saya pergi, dan semoga kita tidak akan pernah bertemu kembali." Ucap Sheyza tegas.

Arzan menggeleng, "Tidak. Saya tidak ada membiarkan kamu pergi. Bagaimana pun kita tetap harus bicara, kita harus menyelesaikan semua ini. Dan hari ini juga kita akan menikah."

"Saya tidak mau! Anggap saja apa yang sudah terjadi adalah kesialan saya. Dan saya minta anda melupakan semuanya. Jadi, biarkan saya pergi dari tempat ini!" Pekik Sheyza keras. Sungguh dirinya sudah tidak mau lagi berurusan dengan pria didepannya itu lagi. Dia sudah bertekad untuk melupakan kejadian ini dan tidak akan menuntut tanggung jawab pada pria itu.

Arzan menggeleng kan kepalanya tegas. Dia masih tetap kekeuh dengan pendiriannya. "Tolong kita harus segera menikah. Apa yang sudah kita lakukan itu dosa besar, kita tak seharusnya menampik hal itu. Saya ingin bertanggung jawab!"

"Tanggung jawab?? Lantas bagaimana dengan istri anda?!"

"Karena hal itu lah kita harus bicara. Saya tetap akan menikahi kamu, tapi pernikahan kita harus dirahasiakan. Tidak boleh ada satu orang pun yang tahu, termasuk kedua orang tua saya dan juga istri saya."

"Gila!" Desis Sheyza. Jika seperti itu berarti dirinya akan menjadi istri kedua dari pria ini. Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah dirinya akan menjadi istri simpanan.

"Saya tidak mau! Jangan paksa saya! Minggir!! Saya harus pergi dari sini." Sheyza mencoba menyingkirkan tubuh pria itu dari depan pintu. Berusaha mendorong, namun sayang lagi-lagi tenaganya tidak sebanding.

"Saya tidak mau jika sampai terjadi sesuatu padamu nanti akibat perbuatan saya tadi malam."

Kening Sheyza berkerut bingung. "Maksudnya?"

"Tadi malam saya sudah melakukan itu pada kamu. Saya tidak tahu hal itu bisa terjadi bisa juga tidak. Tapi bagaimana jika kamu hamil?"

Deg

Jantung Sheyza berdegup kencang setelah mendengar perkataan pria di depannya. Jika itu sampai terjadi, apa yang harus Sheyza lakukan? Bagaimana tanggapan orang lain terhadap dirinya saat tau dia hamil tanpa suami.

Arzan yang melihat Sheyza diam langsung menarik tangan gadis itu untuk berbicara di luar. Dia yakin kalau Sheyza pasti kelaparan sekarang. Dia berencana untuk mengobrol sambil makan.

Sementara di tempat lain....

"Arrgghh! Ini semua gara-gara om Vito. Coba saja dia tidak mengurungku disini pasti aku sudah mendapatkan Gus Arzan." Sebal Bella.

Benar. Orang yang membawa Arzan ke kamar hotel tadi malam adalah suruhan Bella. Namun siapa sangka dirinya malah berakhir di kamar lain bersama dengan om Vito nya menghabiskan malam panjang dengan pria paruh baya itu.

Sial! Padahal tidak mudah untuk membuat Gus Arzan menghadiri acara seperti kemarin, tapi semua sia-sia.

"Aku tidak akan menyerah. Suatu saat nanti akan aku pastikan kamu menjadi milikku Gus Arzan. Dan istrimu itu aku pastikan akan mati sebentar lagi karena hanya aku yang pastas bersanding denganmu. Hanya aku yang pantas mendapatkan gelar Ning....bukan Anisa." Tekad Bella bulat. Dirinya sudah lama membayangkan menjadi istri seorang Gus Arzan.

***

"Silahkan dimakan. Setelah itu nanti kita bicarakan semuanya," ucap Arzan sembari meletakkan sepiring nasi goreng spesial didepan Sheyza.

Sheyza hanya mendengus. Dirinya tidak selera makan apalagi dengan pria jahat seperti Arzan. Hatinya terlalu sakit mengingat semua yang sudah terjadi.

Tapi pria itu malah mengajaknya makan disebuah restoran mewah. Bahkan sebelum berangkat pria itu juga sempat membelikan pakaian bagus untuknya. Meski begitu, Sheyza tidak menolak pemberian Arzan karena tidak mungkin juga dia makan dengan pakaian rombengan.

Arzan menghela nafas berat saat gadis di depannya hanya diam tak mengindahkan ucapannya. "Makanlah, tubuhmu butuh nutrisi. Kamu sudah kelelahan semalaman."

Sheyza memutar bola matanya malas. "Silahkan selesaikan sesi makan anda, setelah itu katakan apa yang ingin anda katakan. Saya tidak suka basa-basi."

"Setidaknya makanlah dulu aga....."

"Sudah saya katakan, saya tidak suka basa-basi. Jangan membuang waktu saya." Sheyza kesal. Dirinya sedang tidak minat makan, kenapa mesti dipaksa. Meskipun didepannya ini terhidang makanan mewah plus mahal tapi Sheyza sudah kehilangan nafsu makannya. Hatinya sudah terlanjur sakit.

Arzan menyudahi sesi makannya. Dia lebih memilih untuk mulai membicarakan apa yang perlu mereka rundingkan karena melihat wajah Sheyza yang kelihatan tidak mood.

"Jadi begini, saya akan menikahi kamu secara agama hari ini juga,"

Sheyza meremas tangannya kuat-kuat. Semua terasa berat. Namun dirinya juga tidak bisa menyangkal kalau bayang-bayang hamil membuatnya takut.

"Saya juga sudah menghubungi saksi atas pernikahan kita. Tidak banyak, hanya lima orang saja. Itu pun sudah saya pastikan mereka bisa tutup mulut."

"Terserah."

Arzan mengembuskan napas kasar. "Masalah biaya hidup kamu, semua akan saya tanggung. Saya tetap akan memberikan kamu nafkah sama besar dengan yang saya berikan pada istri saya."

Sheyza mendengarkan, namun dia acuh. Terserah dengan apa yang akan pria itu lakukan.

"Untuk sekarang silahkan kamu hubungi ayah kamu untuk menjadi wali karena sekarang juga kita akan ke KUA."

"Saya tidak punya ayah."

Terkejut? Tentu. Tapi Arzan tidak mau ambil pusing. Bisa jadi ayahnya sudah meninggal, jadi dia lebih memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut.

"Jika begitu, kamu bisa menghubungi saudara kamu untuk menjadi wali."

"Saya tidak punya. Saya sebatang kara hidup didunia ini!"

Deg

Bab 3

Pernikahan dilangsungkan siang itu juga. Dengan saksi yang sudah dipersiapkan oleh Arzan, semua berjalan lancar. Tentu tidak sulit baginya untuk mendapatkan beberapa saksi mengingat relasinya yang luas.

Tidak ada orang yang tahu kecuali beberapa temannya yang dia minta mencari saksi. Tidak ada yang lainnya. Arzan minta bantuan temannya untuk mencarikan dirinya lima orang saksi untuk pernikahannya. Bahkan Arzan sampai membayar mereka untuk tutup mulut.

Pada awalnya teman Arzan merasa heran dengan apa yang dilakukan Arzan, mengingat bagaimana perilaku Arzan selama ini. Namun Arzan memilih bungkam, tidak mau membahasnya. Dirinya cuma minta untuk tidak memberi tahu atau membahas tentang pernikahan ini kepada siapapun. Terlebih orang tuanya.

Tidak ada gaun pengantin yang melekat pada tubuh Sheyza. Padahal hari ini merupakan hari yang sudah dia impikan sejak lama. Pernikahan sekali seumur hidup. Tapi apa yang bisa dirinya lakukan sekarang? Sheyza bahkan hanya mengenakan setelan gamis dengan jilbab yang tadi dibelikan oleh pria itu.

Lucu memang. Jika orang-orang menikah sudah mengenal satu sama lain. Entah sifatnya, perilakunya, atau apa yang disenangi dan tidak disenangi oleh calon suaminya. Sedangkan dirinya, bahkan nama saja dia tidak tahu.

Untuk sekarang, Sheyza hanya mengikuti alurnya saja. Karena sejak semalam, dirinya sudah hancur tak terbentuk. Tidak ada yang bisa dia harapkan lagi.

Disisi lain, Arzan terlihat gugup. Ini bukan pertama kali buatnya, tapi entah mengapa rasa gugup itu tetap ada.

Setelah Sheyza menuliskan namanya pada kertas yang disediakan penghulu, Arzan langsung menghafal nama calon istrinya itu.

Hingga beberapa saat....

"Saya terima nikah dan kawinnya Babby Zivilia Sheyra binti Fahrurrozi dengan mas kawin lima puluh juta rupiah dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah."

"Alhamdulillah,"

Para saksi mengadahkan tangan untuk mendoakan pengantin baru. Namun yang didoakan malah menitihkan air mata. Dirinya marah dengan apa yang sudah terjadi.

***

"Ini uang mahar sesuai dengan yang saya katakan tadi." Arzan menyerahkan amplop berisikan uang mahar milik Sheyza.

Sheyza mengambilnya kasar tanpa menatap mata sang suami barunya. Sedangkan Arzan sendiri sudah menebak jika gadis yang sekarang menjadi istrinya itu akan bersikap demikian. Tapi Arzan tidak akan marah. Dia akan sabar menghadapi gadis itu. Mau bagaimanapun disini dirinya yang salah. Walaupun karena dijebak, seharusnya dia bisa menahannya.

"Sore ini saya akan kembali ke jakarta. Kamu ikut saya, nanti kamu bisa tinggal di apartemen milik saya disana."

Sheyza menggeleng. "Saya disini saja. Saya punya rumah."

"Tapi saya tidak mengijinkan kamu tinggal disini sendirian. Apalagi tadi kamu bilang kalau kamu sebatang kara kan? Jadi kamu harus ikut saya ke Jakarta dan tinggal di apartemen saya."

Sheyza terkekeh sinis mendengarnya. "Lantas apa bedanya disana dengan disini? Saya tetap akan hidup sebatang kara kan?!"

Arzan menghela nafas panjang. "Kamu tidak sendiri Shey, saya suami kamu. Jadi saya sudah menjadi bagian hidup kamu." Bantah Arzan. Dirinya tak suka mendengar perkataan istri mudanya itu.

"Saya tidak mau ke Jakarta. Saya tetap mau disini!"

"Sheyza, saya mohon. Saya tidak mungkin bolak balik jakarta bandung. Perkejaan saya juga lumayan banyak di jakarta sana. Jadi saya mohon, kamu nurut ya?" Ingatlah ini baru pertama kalinya seorang Arzan memohon pada seorang wanita. Mengingat bagaimana dinginnya seorang Gus Arzan dan bagaimana para wanita tergila-gila padanya.

"Bukan urusan saya! Mau anda sesibuk apapun dengan pekerjaan, itu bukan urusan saya. Lagian saya juga tidak meminta anda untuk datang kesini."

Arzan bingung sendiri menghadapi gadis yang sekarang sudah menjadi istrinya itu. Melihat seberapa kekeh keinginan Sheyza, dirinya yakin jika gadis itu tidak akan mudah dibujuk. Namun tidak mungkin juga dia meninggalkan Sheyza sendiri dibandung.

"Eh Lo Sheyza. Kebetulan banget ketemu disini," seru seseorang dari belakang pasangan suami istri itu. Sekarang mereka sedang berada di taman yang tak jauh dari KUA tadi. Setelah resmi menikah, Sheyza langsung pergi begitu saja dari sana. Karena takut Sheyza akan pergi, jadi Arzan mengikuti langkah istrinya dan berakhirlah mereka ditaman.

Mendengar namanya dipanggil, Sheyza sontak menoleh ke belakang. Mata cantiknya terbelalak saat tahu orang yang dikenalnya sudah berkacak pinggang.

"Wow rupanya Lo punya sumber duit nih. Sini bagi ke gue!" Ucap pria bertubuh sangar namun tampan itu menelisik penampilan Gus Arzan dari atas sampai bawah. Dirinya yakin jika orang itu orang berduit.

Sheyza menggeleng takut. Dirinya beringsut ke belakang tubuh Arzan. Sungguh dia takut sekali dengan orang itu.

"Sheyza! Bagi duit sama gue!! Atau Lo mau gue apa-apain Lo?!" Geram pria itu.

Tubuh Sheyza bergetar takut. Baru dua hari kemarin pria di hadapannya itu datang padanya dan meminta uang. Bahkan dengan tega pria itu menarik rambut Sheyza dengan keras karena Sheyza tidak mau memberinya uang. Pria itu sebenarnya adalah anak angkat dari ayahnya. Setelah kedua orang tuanya meninggal, Sheyza memilih hidup sendiri daripada hidup dengan kakak angkatnya itu. Dulu sebelum punya anak Sheyza, orang tuanya sempat mengadopsi seorang anak.

"Jangan ganggu Sheyza!" Ucap Arzan dingin.

Pria sangar itu terkekeh. "Rupanya Lo punya pahlawan kesiangan sekarang." Ucapnya sambil melirik Sheyza. "Kalo Lo suka sama Sheyza harus bagi duit sama gue. Gue abangnya." Lanjutnya pada Arzan.

"Gak ada uang apapun. Pergi sekarang dan jangan pernah ganggu Sheyza lagi!"

Pria sangar itu menggeram marah. "Lo ngatur gue hah?!!" Dan tanpa aba-aba pria itu langsung melayangkan pukulannya pada wajah Arzan. Saking kuatnya pukulan itu, Arzan sampai jatuh tersungkur ke tanah.

Sheyza menjerit kencang melihatnya, "Bang jang- arrggghhh" Jilbab yang dikenakan oleh Sheyza ditarik kencang hingga terlepas. Tidak hanya itu, rambut milik Sheyza pun juga ikut dijambak kuat.

Sheyza memekik keras karena merasakan kesakitan.

"Mana duit Lo hah?! Kasih gue sekarang!!" Marah pria sangar itu. Dan tak sengaja matanya melihat amplop coklat yang digenggam Sheyza. Tanpa banyak basa-basi, pria itu langsung merebut paksa amplop milik Sheyza.

"Jangan! I-tu...."

"Bacot Lo!" Pria itu menarik rambut Sheyza semakin kuat dan langsung membuat Sheyza semakin menjerit keras.

Bugh bugh bugh

Pukulan demi pukulan Arzan berikan pada pria yang sudah bertindak kurang ajar terhadap istrinya sampai pria itu tersungkur dan melepaskan tarikan tangannya pada rambut Sheyza. Arzan langsung membawa Sheyza pergi dari sana.

Sheyza hanya menurut saat tangannya ditarik oleh sang suami. Dia takut kalau pria yang dia panggil Abang itu mengikutinya.

Setelah dirasa cukup jauh mereka berhenti. "Kamu terluka?" Tanya Arzan menatap wajah cantik tetapi pucat itu.

Sheyza menggeleng.

"Sekarang juga kita ke Jakarta. Saya tidak mau hal seperti ini terjadi kembali."

Bimbang. Sheyza sungguh bimbang. Tapi jika tidak ikut suaminya, dirinya akan terus-terusan disiksa oleh pria tadi. Persetan dengan apa yang akan terjadi di jakarta nanti. Dirinya sudah kepalang hancur, dia sudah tidak mengharapkan apapun sekarang ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!