London, Inggris
Beberapa pejalan kaki terlihat berlalu lalang di depan sebuah restoran mewah yang sering dikunjungi kalangan para muda-mudi di kota itu. Kebetulan lokasi restoran itu berdekatan dengan sebuah kampus ternama di London.
Seorang gadis muda berusia 23 tahun melangkah masuk ke dalam restoran dan langsung duduk di dekat kaca transparan yang menghadap kearah luar restoran. Ia bernama Catherine Aquila Jonas.
Catherine memperhatikan beberapa pengunjung yang masuk ke dalam restoran yang sering Ia datangi bersama kekasihnya. Dari dalam restoran, Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana situasi di luar restoran melalui kaca transparan di depannya.
"Mengapa Felix belum datang juga." gumam Catherine menatap keluar restoran dengan perasaan campur aduk. Catherine lalu melirik sekilas kearah jam tangannya.
"Tidak biasanya dia datang terlambat."kata Catherine dengan wajah gusar. Ia tidak bisa menunggu terlalu lama, karena ibu dan ayahnya sudah menunggunya di bandara.
Tiba-tiba ponsel Catherine berdering, Ia langsung mengangkat panggilan itu.
"Kamu dimana? Mama dan Papa sudah tiba di bandara."kata seorang wanita dari seberang sana.
"Catherine masih menunggu Felix, Ma. Erin mau berpamitan dengannya sebelum berangkat keluar negeri."jawab Catherine dengan wajah gugup.
"Erin! Bukankah Mama sudah bilang kalau kalian itu tidak cocok! Segera akhiri hubungan kalian! Mama tidak mau kamu berhubungan dengan pria yang tidak jelas asal-usulnya!" balas wanita itu sebelum menutup panggilan telepon itu dengan sepihak.
Catherine hanya bisa diam tanpa berani membantah mendengar perkataan ibunya.
Tak beberapa lama seorang pria muda berlari dengan napas ngos-ngosan kearah meja yang ditempati Catherine. "Maafkan aku datang terlambat."
Wajah dan pakaian pria itu dipenuhi dengan keringat yang membuat Catherine membisu beberapa detik sebelum angkat bicara.
"15 menit lagi pesawat yang kami tumpangi akan take off. Aku tidak memiliki banyak waktu berbincang denganmu."
Ucapan Catherine membuat raut wajah Felix berubah menjadi sedih. Rasa bahagia bertemu kekasihnya langsung sirna begitu saja.
"Mengapa begitu tiba-tiba?" tanya Felix berusaha menahan rasa ngilu dan sakit yang menusuk hatinya.
"Aku ingin mengabari mu lebih awal. Namun, kau selalu mengacuhkan panggilan telepon dariku. Aku tidak mungkin menolak tawaran kedua orang tuaku melanjutkan pendidikan S2 di luar negeri."
Felix ingin menjelaskan alasan mengapa dia tidak mengangkat panggilan telepon dari Catherine. Namun, Catherine seakan tidak mengijinkan Felix melanjutkan ucapannya.
"Aku tidak bisa LDR. Jadi, mari kita akhiri hubungan kita dengan baik-baik. Aku tidak mau menyakiti mu lebih dalam lagi."
"Lagian sejak awal kedua orang tuaku tidak setuju dengan hubungan kita. Aku tidak mau lagi mempersulit mu ataupun membantah perkataan kedua orang tuaku."
Catherine dengan cepat menarik kopernya keluar dari restoran tanpa mendengarkan ucapan Felix.
"Rin! Jangan pergi! Aku tidak bisa hidup tanpamu!"
Catherine dengan cepat masuk ke dalam taksi untuk menghindari Felix. Ia tidak mu hatinya kembali goyah melihat wajah sedih sang pujaan hati.
Catherine berusaha menahan air matanya setelah mengakhiri hubungannya dengan Felix yang sudah terjalin sejak SMA.
"Maafkan aku."
Felix hanya bisa menatap kepergian Catherine dengan perasaan hancur.
Hari berganti hari hingga tahun berganti tahun. Tak terasa waktu berlalu dengan begitu cepat. Tentu saja banyak hal yang berubah selama 2 tahun ini.
Tok
Tok
Tok
Seorang pria muda berjas hitam mengetuk pintu ruangan atasannya dari luar sebelum dipersilahkan masuk ke dalam ruangan mewah itu.
"Masuk!"
Pria itu langsung masuk ke dalam ruangan atasannya sembari membawa beberapa dokumen yang diminta atasannya tadi pagi.
"Tuan muda, Nyonya besar meminta Anda menghadiri acara keluarga besar Albertus nanti malam di hotel utama Albertus."
Atasan pria itu menghentikan pekerjaannya dan menatap pria itu dengan tatapan tajam dan dingin. Ia tidak merespon ucapan asistennya barusan.
"Tatapan tajam itu selalu membuat tubuhku merinding dan membeku. Terlalu banyak misteri tersembunyi di balik tatapan mata itu." gumam pria itu dalam hati saat bersitatap dengan tatapan tajam dan dingin sang atasan.
"Bagaimana dengan jadwalku?" tanya atasan pria itu mengalihkan atensinya ke layar komputer di hadapannya.
"Hari ini jadwal Anda sudah saya kosongkan atas perintah Nyonya besar."jawab pria itu dengan wajah gugup.
"Ternyata kau cukup patuh padanya." celetuk atasannya bangkit dari kursi kebesarannya.
#
#
Malam hari di sebuah hotel megah milik keluarga Albertus. Sebuah mobil Ferrari warna merah berhenti di depan lobi hotel. Seorang petugas dengan cepat membuka pintu pengemudi dan mempersilahkan pria itu turun dari mobil.
"Tuan Kalix." sapa petugas itu menunduk hormat kepada pewaris sah hotel tempatnya bekerja.
Siapapun yang bertemu dengan pria muda dan berkarisma seperti Kalix akan terpesona dengan ketampanannya.
"Parkiran mobilku ditempat biasa." kata Kalix menyerahkan kunci mobilnya kepada petugas itu.
Petugas itu menerima kunci mobil Kalix dan memarkirkan mobil pria itu di parkiran khusus sesuai perintah sang atasan.
Beberapa wartawan dengan gercep mengabadikan moments kehadiran Kalix. Salah satu wartawan dari salah satu stasiun TV besar tiba-tiba menghampiri Kalix.
"Tuan Kalix! dengar-dengar anda sedang dekat dengan pewaris sah keluarga Winston. Apakah gosip itu benar?"
Kalix langsung masuk ke dalam hotel tanpa menanggapi pertanyaan wartawan. Ia merasa pertanyaan wartawan itu benar-benar tidak berfaedah dan tidak terkait dengan profesinya sebagai pengusaha.
"Kalix!"
Seorang wanita paruh baya berpakaian modis melangkah menghampiri Kalix. Ia tersenyum tipis saat sudah berdiri dihadapan putranya.
"Mommy pikir kamu tidak akan datang."
Kalix memutar bola matanya malas mendengar ucapan ibunya. Ucapan ibunya hanya sekedar perkataan basa-basi sebelum melancarkan niatnya yang sesungguhnya.
"Mommy akan memperkenalkan mu dengan beberapa rekan bisnis Mommy. Kebetulan mereka memiliki beberapa anak gadis yang masih lajang. Mana tahu salah satu dari mereka akan menarik perhatian mu."
Baru saja Kalix tiba, Ibunya langsung menarik tangannya kearah meja salah satu rekan bisnisnya.
Dengan wajah malas, dengan berat hati Kalix mengikuti langkah ibunya. Entah sudah berapa kali ibunya memintanya menikah. Namun, Kalix seakan enggan menikah, sebab Kalix merasa saat ini pernikahan bukanlah prioritas utamanya.
"Aku tidak menyangka kalau Nyonya Albertus ternyata memiliki putra setampan ini." celetuk salah satu istri rekan bisnis ibu Kalix memperhatikan wajah tampan Kalix.
Dengan wajah bangga, ibu Kalix menjawab perkataan istri rekan bisnisnya. "Bukankah Saya juga cantik. Bibit unggul tuan besar Albertus sudah diwariskan kepada putraku sejak di dalam kandungan."balas ibu Kalix tersenyum lebar.
Sepasang suami-isteri itu tertawa kecil mendengar ucapan ibu Kalix. "Ya. Putra mu sangat mirip dengan tuan besar. Aku yakin putramu akan sukses melebihi tuan besar Albertus di masa depan."
Kalix Marquis Albertus merupakan putra tunggal satu-satunya yang dimiliki Alice Norin Albertus. Anak yang lahir dari buah cintanya dengan kekasihnya 26 tahun yang lalu.
"Bukankah kalian memiliki seorang putri yang masih lajang?" tanya Nyonya Albertus secara tiba-tiba.
"Ya. Lovely baru saja menyelesaikan pendidikan bisnisnya di Jepang. Ia baru kembali seminggu yang lalu."
"Apa putrimu sudah memiliki pasangan?" tanya nyonya Albertus dengan wajah penasaran.
"Belum. Belum ada seorang pria pun yang dekat dengannya." jawab rekan Nyonya Albertus dengan cepat.
"Baiklah. Minta putri kalian mengunjungi kediaman Albertus Minggu depan. Aku ingin mengajaknya makan malam bersama kami. Aku berniat menjodohkan putraku dengan putri kalian jika saja mereka merasa cocok bersama." celetuk Nyonya Albertus membuat rekan bisnisnya tersenyum tipis.
Kalix tetap diam tanpa menyela ucapan ibunya. Ia yakin wanita itu akan mundur dengan sendirinya setelah bertemu dengannya. "Baiklah, Alice. Aku ikut senang mendengar rencanamu ingin menjodohkan putra putri kita. Selain mempererat hubungan relasi bisnis kita, rencana perjodohan ini juga bisa mempererat tali kekeluargaan kita."
Keluarga mana yang tidak senang menikah dengan pewaris keluarga Albertus. Pengusaha kaya raya dengan segudang prestasi dan bisnis yang tersebar dimana-mana.
Kalix tiba-tiba ijin ke toilet setelah meneguk wine merah yang disajikan pelayan. Alih-alih pergi ke toilet. Langkah Kalix membawanya kearah sebuah balkon kosong yang ada di lantai 30. Ia ingin mencari udara segar dan menghirup udara segar malam hari di luar hotel.
#
#
#
Disisi lain
"Catherine! Hari ini kita akan bertemu dengan beberapa rekan bisnis Papa dan Mama. Kami harap kali ini kamu tidak akan mengecewakan kami." ujar kedua orang tua Catherine dengan tegas.
Catherine hanya bisa patuh tanpa berani membantah. Sama dengan kejadian 2 tahun lalu. Dia hanya bisa menuruti semua aturan dan perintah kedua orang tuanya.
Sejam telah berlalu. Catherine mulai bosan dengan suasana pesta itu. Ia memutuskan keluar dari Aula.
Saat akan melangkah menuju lift, tanpa sengaja Catherine melihat tubuh familiar seseorang yang sangat familiar di matanya.
"Aku tidak mungkin salah lihat. Aku yakin itu dia." gumam Catherine dengan yakin mempercepat langkahnya kearah lift yang sudah tertutup rapat.
Catherine menekan tombol pintu lift berulang kali. Namun, lift sudah tertutup sempurna dan naik menuju lantai selanjutnya.
Saat lift kembali terbuka, Catherine dengan cepat masuk ke dalam dan menekan nomor lantai yang dikunjungi pria itu.
Ting
Pintu lift terbuka. Dari kejauhan Catherine kembali melihat punggung familiar yang sebelumnya dilihatnya saat akan masuk ke dalam lift.
Catherine mempercepat langkahnya dan memeluk tubuh pria itu dari belakang.
"Felix..." gumam Catherine dengan suara lirih.
Beberapa menit sebelumnya, Kalix menatap sendu kearah gelapnya malam dengan perasaan campur aduk setelah menerima panggilan telepon dari dokter ICU salah satu rumah sakit terkenal di London.
Pelukan hangat seseorang menyadarkan Kalix dari lamunannya.
"Felix..." gumaman lirih wanita itu membuat jantung Kalix berdetak kencang.
Deg
Deg
Deg
Waktu seakan berhenti dengan sendirinya. Tubuh Kalix seakan membeku dan tidak bisa digerakkan.
"Felix maafkan aku. Aku tidak bisa hidup tanpamu setelah berpisah selama dua tahun ini. Bisakah kita kembali seperti dulu lagi."
Deg
Deg
Deg
Hati Kalix tiba-tiba dipenuhi dengan kemarahan yang berapi-api mendengar perkataan Catherine.
Kalix dengan cepat melepaskan pelukan Catherine dengan kasar. Tanpa mengucapkan sepatah katapun Kalix menatap wajah Catherine dengan tajam selama beberapa saat sebelum berlalu dari sana.
Catherine menatap punggung Kalix dengan perasaan sedih yang sangat dalam. Respon kasar Kalix membuat Catherine sedikit mengerti, kalau pria itu belum memaafkannya dan tidak akan pernah mau kembali padanya.
Catherine memutuskan kembali ke acara pesta setelah dihubungi ibunya. "Kamu dari mana saja?" tanya ibunya dengan wajah kesal.
"Catherine habis dari balkon mencari udara segar, Ma. Maaf tidak memberitahu Mama."
Tanpa menanggapi ucapan putrinya, ibu Catherine menarik tangannya menuju salah satu wanita paruh baya yang Catherine yakini sebagai pemilik acara.
"Alice, perkenalkan ini Catherine putri tunggal kami." kata ibu Catherine dengan ramah.
Nyonya Albertus tersenyum lembut menatap wajah cantik Catherine. "Ternyata selama ini kalian menyembunyikan putri cantik kalian dengan begitu rapi." celetuk Nyonya Albertus tersenyum tipis menyapa Catherine.
"Kami hanya memiliki satu putri dan membutuhkan waktu cukup lama untuk mendapatkannya. Aku tidak ingin putri semata wayang kami salah pilih teman dalam pergaulan anak muda zaman sekarang ini." ujar ayah Catherine tersenyum bangga menatap sekilas kearah putrinya.
Mereka membutuhkan waktu sepuluh tahun menantikan kehadiran Catherine. Sepuluh tahun bukanlah waktu singkat mendapatkan keturunan.
Alice paham betul maksud ucapan ibu Catherine. Ia cukup paham bagaimana sakitnya menanti seorang keturunan selama bertahun-tahun.
Kedatangan seorang pria muda berwajah familiar tentu saja menarik perhatian kedua orang tua Catherine.
"Mom, aku mau pulang duluan. Besok pagi aku harus melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri." celetuk pria itu membuat kedua orang tua Catherine terdiam.
"Mom?" cicit keduanya dengan suara ragu.
"Ah! Aku lupa memperkenalkan putra ku kepada kalian."
"Kalix." sapa Kalix menatap sepasang suami istri itu dengan wajah datar dan dingin.
"Cath--"
"Bukankah kita baru saja bertemu di balkon." sela Kalix memotong ucapan ibu Catherine saat ingin memperkenalkan putrinya.
"Benarkah?" celetuk Nyonya Albertus dengan wajah girang.
Catherine mengangguk ragu, sementara Kalix hanya diam tanpa menanggapi pertanyaan ibunya. Kalix langsung berlalu dari sana setelah berpamitan dengan ibunya.
"Aku tidak menyangka kalau kamu memiliki putra yang sangat tampan." celetuk ayah Catherine tiba-tiba setelah kepergian Kalix.
"Meskipun putraku terlahir tampan. Tapi, sampai hari ini putraku belum juga memiliki pasangan. Aku berniat menjodohkan putraku dengan putri Tuan Aniston." sahut Nyonya Albertus membuat Catherine terkejut.
Terselip sedikit rasa bersalah dihatinya mendengar ucapan wanita paruh baya itu.
"Betapa beruntungnya Tuan Aniston memiliki calon menantu tampan dan hebat seperti putra Anda."
Nyonya Albertus tersenyum tipis mendengar ucapan kedua orang tua Catherine.
"Bagaimana dengan putri kalian. Aku yakin banyak pria tampan yang sedang antri untuk mempersunting putri kalian."
"Putri kami masih lajang sampai hari ini. Jika saja ada pria yang melamarnya dalam waktu dekat. Dengan senang hati kami menerima lamarannya." kata ibu Catherine membuat Nyonya Albertus terdiam beberapa saat sebelum kembali angkat bicara.
"Bagaimana jika aku mewakili putraku melamar putrimu. Aku sudah sangat lama mendambakan seorang cucu. Jika dalam bulan ini putrimu bersedia menikah dengan putraku. Aku tidak perlu menunggu Minggu depan menjodohkan putraku dengan gadis dari keluarga Aniston."
Deg
Catherine terkejut mendengar ucapan Nyonya Albertus. Namun, tidak dengan kedua orang tuanya. Keduanya seakan sudah bisa menebak kalau Nyonya Albertus pada akhirnya akan melontarkan kalimat tersebut.
"Lalu bagaimana dengan putri Tuan Aniston? Aku takut pembatalan rencana perjodohan putra-putri kalian akan mempengaruhi hubungan bisnis perusahaan kalian." ujar ibu Catherine dengan tidak enak hati.
"Tenang saja. Kebetulan Tuan Aniston masih disini. Aku akan mengutarakan pembatalan niatku sebelumnya kepada mereka. Aku yakin mereka tidak akan keberatan mendengar alasanku." kata Nyonya Albertus sebelum berlalu dari sana.
Nyonya Albertus kembali menghampiri Tuan Aniston dan istrinya. Ia membatalkan rencana perjodohan putra-putri mereka dengan sebuah alasan yang bisa diterima keduanya.
"Mohon maaf. Aku tidak tahu kalau putraku sudah memiliki tambatan hati sejak lama."
"Jangan khawatir, Alice. Kamu mengerti dengan maksudmu."
Hari semakin larut. Beberapa undangan memutuskan menginap dan beberapa lagi memutuskan kembali.
#
#
#
Di kediaman Jones
Catherine dan kedua orang tuanya duduk di ruangan tamu sembari mengobrol. "Kamu harus menerima lamaran Nyonya Albertus. Karena dengan begitu bisnis keluarga kita akan semakin maju dan sukses." celetuk Tuan Jones setibanya di kediaman mereka.
"Bukankah dulu Papa dan Mama menentang hubungan kami? Lalu mengapa sekarang kalian menjilat ludah kalian sendiri!" celetuk Catherine dengan berani.
"Jika saja kami tahu dia kaya. Kamu tidak akan menentang hubungan kalian!" sahut Nyonya Jones menatap putrinya dengan tajam.
Catherine langsung berlalu ke kamarnya setelah mendengar jawaban ibunya.
Catherine membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong.
"Aku tidak tahu. Haruskah aku bahagia atau sedih dengan rencana pernikahan ini." gumam Catherine sebelum memejamkan kedua matanya dan tertidur pulas.
#
#
#
Keesokan harinya di kediaman keluarga Albertus.
"Mommy sudah putuskan akan menjodohkan mu dengan Catherine putri Tuan Jones. Jika masih ingin hidup dengan normal maka Mommy tidak mau mendengar penolakan!" ultimate Nyonya Albertus kepada putranya.
"Mom--"
"Mommy tidak mau mendengar penolakan mu! Mommy sudah sangat ingin menggendong cucu! Pernikahan kalian akan diadakan dalam waktu dekat!" sela Nyonya Albertus memperjelas ucapannya.
Kalix menghela napas berat mendengar ultimate ibunya. Moodnya tiba-tiba berubah berantakan setelah mendengar ucapan ibunya.
#
#
#
Seminggu telah berlalu. Kalix melewati hari-harinya di luar negeri menyelesaikan beberapa urusan bisnis yang harus diselesaikan dengan cepat sebelum hari pernikahannya.
Kalix memutuskan kembali ke London setelah seminggu berada di Amsterdam. Setibanya di kediaman Albertus, Kalix melihat beberapa petugas wedding organizer menghias kediamannya dengan begitu indah.
Nyonya Albertus menyambut kepulangan putranya dengan wajah bahagia. "Akhirnya kamu kembali juga. Jika saja kamu tidak kembali malam ini. Maka Mommy akan memaksa bodyguard keluarga kita membawa mu kembali malam ini juga!" ujar Nyonya Albertus memeluk putranya dengan hangat.
Dahi Kalix mengerut mendengar ucapan ibunya. Rasa lelah di wajahnya tiba-tiba pudar dalam sekejap.
"Kalian akan menikah besok pagi. Mommy sudah mempersiapkan semuanya selama seminggu ini." terang Nyonya Albertus membuat raut wajah Kalix berubah datar.
"Masalah jas, cincin dan mahar sudah Mommy siapkan. Mommy juga sudah membooking hotel di Jepang selama 1 Minggu. Kalian bisa langsung berangkat honeymoon setelah menikah besok."
"Tapi Mom--"
Kalix ingin menolak pernikahan itu. Namun, ucapan ibunya mempertegas segalanya.
"Tidak ada tapi-tapian! Perusahaan akan Mommy handle selama seminggu ke depan."
Nyonya Albertus kemudian berlalu meninggalkan putranya. Ia tidak ingin mendengar penolakan putranya.
Kalix tidak bisa berkata-kata mendengar ucapan ibunya. Kalix memutuskan melangkah menuju kamarnya. Rasa frustasi dan benci tiba-tiba memenuhi hati dan pikirannya.
Beberapa tamu undangan berbondong-bondong menghadiri acara pernikahan pewaris tunggal satu-satunya keluarga Albertus.
Bahkan beberapa wartawan ikut menghadiri acara pernikahan mewah itu. Apa lagi acara pernikahan itu berlangsung di kediaman turun-temurun keluarga Albertus.
"Aku tidak menyangka kalau cinta kalian akhirnya bersemi di pelaminan setelah putus 2 tahun lalu."celetuk Davina sahabat Catherine di hadapan keduanya.
Raut wajah Kalix lagi-lagi berubah aneh tanpa sebab setelah mendengar ucapan sahabat Catherine. Siapapun tidak akan bisa membaca isi pikiran pria itu.
"Aku harap pernikahan kalian akan dipenuhi dengan jutaan kebahagiaan. Cepat lahirkan keponakan yang lucu-lucu untukku." tambah Davina sebelum berlalu dari sana.
Kalix terdengar berdecak kesal mendengar ucapan Davina.
"Mengapa tamu undangan yang hadir begitu banyak. Apakah mereka semua hadir karena ingin menjilat seperti kedua orang tuamu!" bisik Kalix membuat raut wajah bahagia Catherine berubah tanpa ekspresi.
"Mengapa kau diam saja! Bukankah ucapan ku fakta! 2 tahun lalu kau meninggalkanku karena statusku yang tidak jelas asal-usulnya darimana! Lalu mengapa sekarang kau kembali setelah mengetahui identitas ku sesungguhnya! Bahkan kedua orang tuamu bersikap seperti pengemis dan penjilat yang tidak tahu malu."ucap Kalix dengan wajah sinis.
Catherine mengepalkan kedua tangannya menahan emosinya yang mau meledak. Ia tidak menyangka Kalix memiliki lidah yang tajam.
Catherine memaksakan senyumannya dan menatap wajah Kalix dengan perasaan campur aduk.
"Ternyata dua tahun tidak bertemu membuat sikapmu berubah sangat cukup drastis."
Kalix terdiam mendengar ucapan Catherine. Catherine memutuskan berdiri dari duduknya dan menyapa beberapa tamu undangan yang kembali datang.
Acara berlangsung dengan begitu meriah. Namun, suasana hati kedua pengantin begitu suram.
Setelah acara pernikahan usai, Catherine dan Kalix masuk ke salah satu kamar hotel VIP yang sudah dihiasi seperti kamar pengantin pada umumnya.
Kalix menyeringai dengan tatapan penuh kebencian beberapa saat sebelum menarik tubuh langsing Catherine dan menghimpitnya tubuhnya ke dinding.
Mereka bersitatap beberapa saat sebelum Kalix mencium bibir wanita itu dengan rakus.
"Mengapa sikap pria itu bisa berubah-ubah. Apa dia memiliki kepribadian ganda?"gumam Catherine membalas ciuman Kalix.
Tanpa menghentikan ciuman mereka, Kalix mengangkat tubuh langsing Catherine dan membaringkannya di atas tempat tidur yang sudah ditaburi ribuan kelopak bunga mawar merah.
Jantung Catherine berdetak kencang setelah tubuhnya polos tanpa sehelai benangpun dibawah kungkung pria yang beberapa jam lalu sudah resmi menjadi suaminya.
Kalix melepaskan semua pakaian yang menutupi tubuhnya. Ia menatap wajah sayu Catherine beberapa saat sebelum kembali mencium wanita itu dengan rakus.
Kalix tiba-tiba menghentikan tindakannya saat akan melakukan penyatuan.
"Stop! Aku belum pernah melakukannya sebelumnya." cicit Catherine menghentikan gerakan tangan Kalix.
"Benarkah?" celetuk Kalix menyeringai menatap wajah panik Catherine.
Dua detik kemudian Catherine tiba-tiba menjerit kesakitan.
"Kau--"
"Kita sudah resmi menjadi suami istri! Kamu tidak perlu takut melakukannya! Aku akan melakukannya dengan lembut."
Bukannya lembut, Kalix malah melakukannya dengan sangat kasar tanpa berperasaan.
Ngilu dan sakit. Dua kata itu yang bisa mendeskripsikan bagaimana rasanya melepaskan mahkota yang selama 25 tahun ini Catherine jaga. Namun, Catherine bahagia menyerahkan dirinya seutuhnya kepada suaminya.
Pria pertama dan terakhir yang akan menjadi suaminya. Meskipun pernikahan mereka terjadi begitu cepat tanpa kembali mengenal lebih dekat. Catherine yakin seiring berjalannya waktu. Perasaan cinta akan tumbuh kembali di hati mereka masing-masing.
Kalix menatap mata sayu dan wajah berkeringat Catherine dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Tidurlah. Aku mau mandi dulu." ujar Kalix sebelum turun dari atas tempat tidur.
Catherine hanya bergumam pelan membalas ucapan suaminya sebelum masuk ke dalam dunia mimpi. Ia merasa kelelahan setelah melayani suaminya selama 2 jam.
#
#
#
Keesokan harinya
Saat terbangun dari tidurnya, Catherine tidak menemukan keberadaan Kalix di sampingnya. Ia hanya melihat dua buah koper berwarna hitam berdiri sejajar di samping tempat tidur.
Dengan sekuat tenaga Catherine melangkah menuju kamar mandi membersihkan diri. Hari ini mereka akan berangkat menuju Jepang seperti ucapan Nyonya Albertus tadi malam setelah acara pernikahan usai.
Setelah membersihkan diri, Catherine mengenakan kimono keluar dari kamar mandi.
Ceklek
Deg
Catherine terkejut melihat Kalix sudah berdiri di hadapannya dengan tubuh berkeringat.
"Mengapa kau tidak menunggu ku mandi bersama."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Kalix tiba-tiba mendorong tubuh Catherine masuk ke dalam kamar mandi. Ia melepaskan kimono yang menutupi tubuh polos istrinya.
Mereka kembali melakukan hubungan suami istri seperti tadi malam. Kali ini Kalix melakukannya dengan begitu lembut hingga membuat Catherine ikut menikmatinya.
Lagi-lagi Catherine ketiduran setelah bercinta dengan suaminya. Saat terbangun dari tidurnya. Catherine sudah berada di kamar yang berbeda.
Dengan tubuh polos, Catherine turun dari ranjang dan menatap lurus keluar jendela.
"Ternyata di Jepang sedang turun salju." celetuk Chaterine tersenyum tipis menatap kristal salju yang turun menutupi bumi.
Tiba-tiba Catherine merasakan pelukan hangat dari Kalix.
"Mengapa kau tidak memberitahuku kalau kita sudah tiba di Jepang." ujar Catherine mengelus punggung tangan Kalix.
"Kau tertidur terlalu pulas. Aku tidak tega membangunkan mu." sahut Kalix lagi-lagi tidak ada raut wajah ramah di wajahnya.
Chaterine tersenyum tipis mendengar jawaban Kalix. Sikapnya sekarang membuat Catherine kembali flashback dengan Kalix di masa lalu. Pria pertama yang membuatnya jatuh cinta.
"Mengapa kau tidak menggunakan nama Kalix 6 tahun lalu saat berkenalan denganku?" tanya Catherine dengan tiba-tiba. Ia masih penasaran mengapa Kalix menggunakan nama Felix saat berpacaran dengannya 6 tahun lalu.
Kalix terdiam beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan Chaterine. "Aku tidak ingin kau mencintai ku karena statusku."
Kalix menatap datar dan dingin ke depan setelah menjawab pertanyaan Chaterine.
Terselip sedikit rasa bersalah di dalam hati Chaterine mendengar ucapan Kalix.
"Maafkan aku sudah meninggalkan mu 2 tahun lalu." lirih Catherine dengan mata berkaca-kaca.
Kalix tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan mereka. Ia tidak ingin Catherine membahas kejadian 2 tahun yang lalu.
"Mengapa kau berjalan dengan tubuh polos seperti ini. Apa kau belum puas dengan percintaan semalam? Aku bisa mengajari mu beberapa gaya bercinta yang belum pernah kau coba. Kau akan mengetahui beberapa gaya yang ku ketahui dalam seminggu ke depan."
Tanpa menunggu jawaban Chaterine. Kalix dengan cepat membalikkan tubuh Chaterine dan mencium bibir tipis itu dengan rakus.
Chaterine melingkarkan kedua tangannya di leher kokoh suaminya dan membalas ciuman manis itu tanpa ragu.
Kalix mengangkat tubuh langsing Chaterine dan membaringkannya di atas tempat tidur. Pria itu meninggalkan begitu banyak tanda warna biru keunguan di tubuh istrinya.
Suara percintaan itu memenuhi kamar luas yang mereka tempati. Untuk ketiga kalinya, Chaterine terbangun di hari yang berbeda.
Chaterine turun dari atas ranjang dan melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Chaterine tidak melihat keberadaan Kalix di dalam kamar seperti hari pertama setelah sah menjadi suami istri.
Seminggu honeymoon di Jepang, Chaterine belum pernah sedetik pun keluar dari hotel. Kalix mengurung wanita itu di dalam kamar selama berhari-hari.
Kalix ingin Chaterine secepatnya hamil dan melahirkan seorang pewaris untuknya.
Dengan wajah sedih, Chaterine menarik kopernya keluar dari kamar hotel.
"Lain kali aku akan membawamu ke Jepang untuk liburan. Tapi, kita harus kembali hari ini." bujuk Kalix menggenggam tangan Catherine.
Catherine menatap mata suaminya dengan wajah cemberut.
"Promise!"
Kalix mengangguk dengan wajah datar menatap wajah cemberut Chaterine.
Mood Catherine kembali pulih setelah mendengar janji dari suaminya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!