NovelToon NovelToon

Demi 9 Juta, Aku Jadi Istri Ke 2

Awal mula

Disebuah rumah kecil yang terletak di pinggiran kota Surabaya, terdengar suara seorang gadis tengah berteriak.

"Jangan! jangan lakukan ini!" teriak gadis itu.

Ia pun langsung terduduk lemas di atas kasur nya, napasnya tersengal-sengal, keringat nya pun bercucuran membahasi wajah nya, jantungnya berdegup sangat kencang, seolah ia tengah di kejar seseorang. Ya, gadis itu ialah Giska.

"Astaga, aku mimpi itu lagi, kenapa kejadian itu selalu muncul kedalam mimpiku." Hiks, hiks, Giska menangis ketika ia mengingat kejadian buruk yang menimpanya 3 tahun yang lalu.

Flashback On

Waktu itu usianya masih sekitar 11 atau 12 tahunan, saat itu ia baru masuk SMP, ia juga masih polos. Malam hari saat ia tidur, tiba-tiba seorang pria diam-diam memasuki kamar nya, pria itu ikut merebahkan tubuhnya di samping Giska, tangan nya menarik selimut yang menutupi tubuh Giska, lalu ia mulai menjamah tubuh Giska.

Giska yang sadar tubuhnya sedang di jamah oleh seseorang, ia langsung membuka matanya lebar-lebar, ia terkejut melihat pria yang saat ini sedang menjamah tubuhnya itu.

"A-apa yang,----"

"Sttttt, diamlah! kau ikuti saja!" pria itu berbisik sembari meletakkan satu jari nya di depan bibir Giska.

Giska terkejut sekaligus merasa bingung dengan apa yang ia alami saat ini, ia benar-benar tidak mengerti sebenarnya pria ini akan melakukan apa, dan kenapa pria ini menggrayangi tubuhnya. Entah karena dia masih polos atau dia memang bodoh, tapi yang jelas ia benar-benar tidak mengerti akan semua ini.

Takut, itulah yang saat ini Giska rasakan, namun ia juga tak bisa melakukan apa-apa, sampai akhirnya pria itu melucuti celana Giska, dan hilang sudah kesucian Giska.

"Apa yang Bapak lakukan kepadaku." Hiks, hiks Giska menangis pelan, hatinya hancur, bagian bawah tubuhnya juga terasa sakit sekali. Ya, pria itu ialah Bram, Bapak angkatnya nya, Bapak yang mengasuhnya sejak kecil, Bapak yang paling ia sayangi, namun dengan tega Bapak nya telah merenggut kesucian nya.

Sejak kecil Giska sudah terpisah dari orang tua kandung nya, entah bagaimana ceritanya ia tidak tahu, tapi yang jelas sejak kecil Bapak nya ini lah yang mengadopsi dan merawat nya hingga saat ini.

Bram ialah seorang duda berusia sekitar 50 tahun an, ia memiliki 3 anak perempuan, 2 diantaranya ialah anak kandung nya, dan 1 nya ialah Giska, anak angkat nya. Kedua anak kandung nya sudah menikah, dan kini mereka tinggal bersama suami nya. Jadi di rumah ini hanya tinggalah Bram dan Giska.

Untuk biaya makan sehari-hari Bram hanya mengandalkan pekerjaan nya sebagai tukang bangunan. Bram dan Giska tinggal di rumah yang sangat sederhana, yang hanya memiliki 2 kamar tidur yang tidak terpasang pintu, hanya terpasang gorden saja. Itu semakin memudahkan Bram memasuki kamar Giska.

Sejak kejadian malam itu, Bram pun selalu mengulangi perbuatan nya, semakin lama Giska menjadi paham, ia pun memberontak dan menolak, namun Bram malah mengancam nya. Semenjak itu Giska menjadi sangat tertutup, ia tak berani bercerita kepada siapapun, semua nya ia pendam sendiri. Ia sangat membenci Bram, namun hati kecilnya juga masih menyayanginya, biar bagaimana pun Bram ialah orang tua satu-satu nya yang ia miliki. Ketika melihat Bram sakit, hatinya merasa tak tega, namun jika mengingat kelakuannya, hatinya merasa hancur.

Flashback Off

"Apa di luar sana ada yang mengalami nasib sepertiku, atau jangan-jangan hanya aku saja yang mengalaminya. Kenapa hidupku seperti ini?" gumamnya. Ia kembali menangis meratapi nasibnya.

"Giska... Giska..." Panggil seseorang di luar rumah.

Giska yang mendengar ada yang memanggilnya, ia segera mengelap air mata yang menempel di pipinya, lalu ia berjalan keluar menghampiri orang yang memangginya tadi.

Ceklek.

Giska membuka pintu, nampaklah seorang perempuan berdiri dengan menggendong bayi di tangan nya. Ya, dialah Yuli, tetangga nya.

"Eh, Mbak Yuli, ada apa Mbak?"

"Eh iya, ayo masuk Mbak!" Giska mengajak Yuli masuk ke dalam rumah nya.

"Duduk, Mbak." Giska menepuk kursi kayu yang ada di ruangan itu. Yuli pun mengangguk, lalu mendaratkan bokongnya di kursi itu.

"Bapakmu kemana, Gis?"

"Bapak lagi kerja, Mbak."

"Ohh, itu mata mu kenapa bengkak begitu? kau habis menangis ya?" tanya Yuli menatap Giska.

"Tidak, Mbak, aku baru bangun tidur, maka nya matanya jadi seperti ini." Ujar Giska menutupi yang sebenarnya.

"Mbak Yuli ada apa kesini?" tanya Giska.

"Oh iya, sebentar lagi kau kan lulus sekolah, kau ingin melanjutkan ke SMA atau bagaimana?" Ucap Yuli.

"Aku sih pengen lanjut sekolah, Mbak, tapi biaya masuk SMA pasti mahal, kasihan Bapak nanti bingung cari uang nya." Ucap Giska terdengar sendu.

"Kau kan pintar, Gis. Siapa tau bisa dapat Beasiswa."

"Setauku Beasiswa tidak mencakup semua nya, Mbak. Pasti ada saja nanti keperluan lain nya."

"Iya juga, sih."

"Bagaimana kalau kau langsung kerja saja, hitung-hitung membantu Bapak mu mencari uang." Tawar Yuli.

"Kerja dimana, Mbak? memangnya lulusan SMP bisa kerja apa, Mbak?" tanya Giska, ia terlihat penasaran.

"Kerja di kota, Gis, jadi Baby sitter, tidak jauh kok dari sini, mungkin hanya perlu waktu 30 menit perjalanan." Tutur Yuli.

"Baby sitter? apa iya aku jadi baby sitter, aku saja masih kecil begini, bagaimana bisa aku menjadi baby sitter?" pikir Giska.

"Kalau sudah kerja kan enak, Gis. Bisa dapat uang sendiri, bisa di ajak jalan-jalan sama Bos nya, bisa makan yang enak-enak, tapi..."

Yuli tak meneruskan perkataan nya.

"Tapi apa, Mbak?"

"Kau juga harus tinggal disana." Ucap Yuli.

"Tinggal disana, itu berarti aku bisa keluar dari rumah ini, ini kesempatan yang bagus, sepertinya aku terima saja tawaran nya, Mbak Yuli." Gumam Giska.

"Ya sudah, aku mau, Mbak."

"Tapi nanti tolong bantu bicara dengan Bapak, ya!" pinta Giska.

"Kau serius?" tanya Yuli memastikan. Giska menganggukkan kepala nya.

"Baiklah, nanti aku yang bicara dengan Bapak mu."

"Terimakasih, Mbak." Giska nampak gembira, senyum nya tak henti-henti menghiasi wajahnya.

Dengan pertimbangan yang sangat matang, Giska memutuskan memilih bekerja daripada sekolah, walau sebenarnya di dalam hati kecil nya terasa berat, karena Giska ini termasuk anak yang pintar dalam pelajaran sekolah.

.............................

Sore hari, Bram nampak baru pulang bekerja, badan nya terlihat lusuh, wajah juga terlihat lelah, tangan dan kaki nya penuh dengan sisa-sisa tanah dan semen yang menempel. Saat seperti inilah yang membuat Giska kasihan melihat Bapaknya setiap hari kerja banting tulang mencari uang untuk makan kita sehari-hari dan juga untuk kebutuhan sehari-hari.

"Ini Pak, minum dulu," Giska menyodorkan gelas berisi air putih kepada Bram. Bram pun menerima nya dan langsung meminumnya hingga habis.

"Terimakasih, Gis." Ucap Bram.

"Iya, Pak. Bapak mau langsung bersih-bersih badan nya atau makan dulu?" tanya Giska.

"Mandi dulu, Gis."

"Baiklah, biar Giska siapkan makanan nya, nanti pas Bapak selesai mandi, langsung makan." Ucap Giska.

"Iya." Bram pun langsung berjalan ke kamar mandi.

Giska kembali mengatur napasnya, setiap kali ia berhadapan dengan Bram, rasa takutnya selalu muncul, namun sebisa mungkin ia menyembunyikan nya.

"Aku pasti bisa menghadapi semua ini." Gumam nya.

.

.

.

Bersambung...

Haii... Ini cerita baru aku, minta dukungan nya ya, jangan lupa tinggalkan jejak kalian, Terimakasih😘😘😘

Aku ini anakmu!

🙏 Jangan lupa tinggalkan like dan komen ya🙏 Happy reading....

Giska kembali mengatur napasnya, setiap kali ia berhadapan dengan Bram, rasa takut nya selalu muncul, namun sebisa mungkin ia menyembunyikan nya.

"Aku pasti bisa menghadapi semua ini." Gumam nya. Ia pun langsung menyiapkan makanan untuk Bapak nya.

Tak lama kemudian, nampak Bram sudah selesai mandi, tubuhnya terlihat segar, Bram pun langsung duduk, dan makan, makanan yang Giska siapkan. Bram makan dengan sangat lahap nya, meskipun hanya dengan tumis kangkung dan tempe goreng saja, menurutnya itu sudah sangat bersyukur, daripada ia tak bisa makan sekali.

Giska seketika meneteskan air mata nya, melihat Bapak nya makan dengan sangat lahap dengan lauk seadanya.

"Kau kenapa, Gis? apa kau sudah makan?" tanya Bram yang melihat putrinya hampir menangis.

"Eh, Giska tidak apa-apa, Pak. Giska tadi sudah makan." Dengan cepat ia mengelap air mata nya.

"Kenapa kau menangis?"

"Giska, kasihan melihat Bapak, dari dulu Bapak selalu bekerja keras, tetapi hidup kita selalu begini-begini saja, Pak." Ucap nya, air mata nya kembali mengalir dengan sendiri nya.

"Kau jangan bicara seperti itu, kita harus beryukur karena sampai detik ini masih diberikan kesehatan, kita harus bersyukur setiap hari masih bisa makan. Rezeki sudah ada yang mengatur, Gis, Kita di beri rezeki segini saja itu sudah bersyukur." Tutur Bram.

"Maafkan Bapak yang belum bisa membahagiakanmu, Gis." Batin nya, ia menahan kesedihan nya.

"Iya, Pak."

Sikap Bram yang seperti ini, terlihat ia tulus menyayangi Giska, pasti semua orang tidak akan percaya jika Bram mampu berbuat hal buruk kepada Giska, Bram memang orang yang baik, namun entah kenapa Bram bisa melakukan hal itu terhadap Giska, rasa nya Bram seperti memiliki 2 kepribadian ganda, sikapnya sungguh jauh berbeda. Apa mungkin Bram kerasukan jin jahat atau bagaimana, itu yang sampai saat ini tidak di ketahui Giska.

"Pak, ada yang ingin Giska bicarakan." Ucap Giska yang melihat Bapak nya sudah selesai makan.

"Katakan, ada apa?"

"Pak, Giska ingin bekerja."

"Kau itu masih kecil, tugasmu hanya sekolah, jangan mikir yang lain-lain." Ucap Bram.

"Tapi, Pak. Giska tidak ingin menyusahkan Bapak, sekolah SMA pasti perlu banyak biaya, Pak."

"Tidak."

Giska menghembuskan napas nya, ia pun masuk ke dalam kamar nya, ternyata benar dugaan nya, ia akan sulit mendapat izin dari Bapak nya, kini harapan satu-satu nya ialah Yuli.

"Semoga Mbak Yuli bisa meyakinkan, Bapak." Gumam nya.

"Giska... Giska..." Panggil Yuli.

"Gis, ada Yuli mencari mu!" panggil Bram.

"Iya, Pak." Giska pun keluar menemui Yuli.

"Eh, Mbak. Ayo sekarang Mbak, tolong bicara dengan Bapak," bisik Giska sembari mengedipkan sebelah mata nya.

"Pak Bram, bisa kita bicara!" Yuli memanggil Bram.

Kini Yuli dan Bram tampak terlibat perbincangan yang serius, setelah lama berbincang, akhir nya Bram pun menuruti keinginan Giska, dengan banyak pertimbangan, ia juga tidak ingin egois karena menghalang-halangi putri nya. Meskipun berat, namun ia menyetujuinya.

"Terimakasih, sudah mengizinkan Giska bekerja, Pak." Ucap Giska, wajahnya terlihat bahagia, senyum nya tak henti-henti menghiasai wajah nya.

"Iya, memangnya kapan kau akan lulus, Gis?" tanya Bram.

"Besok hari pengumuman kelulusan, Pak." Jawab Giska.

"Baiklah."

"Besok aku antarkan, kau melihat tempat kerjamu, Gis." Ucap Yuli.

"Baiklah, Mbak, terimakasih ya, Mbak." Ucap Giska. Yuli pun mengangguk, ia juga sekalian pamit pulang.

"Pak, Giska boleh tidak pergi ke rumah Trias?"

"Besok saja, ini sudah petang, Gis." Tutur Bram.

"Hmm, baiklah, Pak."

*******

Keesokan pagi nya, matahari sudah menampakkan wujud nya, sinarnya menelusup masuk dari celah-celah jendela, burung-burung nampak berkicau ria, suara ayam, dan suara kambing milik tetangga terdengar saling bersautan, di sekeliling rumah Giska memang masih banyak di tumbuhi pepohonan, itu membuat udara pagi hari terasa sejuk.

Giska membuka mata nya sempurna, ia segera bangun lalu duduk sejenak di tepi kasur nya, lalu ia bangun dan segera menuju kamar mandi, tak lupa ia juga sudah membawa seragam sekolahnya ke kamar mandi, karena di kamar nya tidak memiliki pintu, maka ia selalu mengganti pakaian di kamar mandi.

15 menit berlalu, Giska nampak sudah rapi, ia mengenakan seragam putih biru, tak lupa ia menggantungkan dasi berwarna biru di kerah bajunya, penampilannya simple, namun ia masih terlihat cantik.

"Pak, uang saku." Giska berucap sembari mengenakan sepatu nya.

"Kau tidak sarapan dulu?" tanya Bram sembari memberikan uang 5 ribu kepada Giska, Giska pun langsung menerima nya.

"Tidak, Pak."

"Giska berangkat dulu, Pak." Pamit nya, sembari mencium punggung tangan Bram.

"Hati-hati."

"Iya, Pak."

Giska mulai mengayuh sepeda nya, hingga tak lama ia tiba di salah satu rumah teman nya, ia pun berhenti sesaat, lalu ia kembali melanjutkan mengayuh sepeda nya.

"Astaga, aku lupa jika Nova hari ini libur, untung saja aku belum memanggilnya tadi." Gumam nya.

Nova ialah adik kelas Giska, mereka belajar di sekolah yang sama, mereka berdua pun setiap hari selalu berangkat bersama.

Setiap pagi Giska selalu mengayuh sepeda nya dengan santai, ia juga tak takut akan terlambat meskipun jarak sekolahnya lumayan jauh, karena jalanan nya ada 2 turunan yang sangat tinggi, jadi ia sepedanya bisa menggelinding keras tanpa perlu dikayuh keras-keras.

Jika pagi ia selalu diuntungkan dengan jalan yang menurun, berbeda saat hendak pulang sekolah, Giska harus kuat menahan rasa capek nya, ia harus bisa menaiki jalanan dengan 2 tanjakan yang tinggi itu.

..........................

Di salah satu sekolah SMP Negeri di kota Surabaya, semua siswa siswi kelas 9 tampak berjingkrak-jingkrak, mereka baru saja menerima laporan kelulusan, dan semua siswa siswi di nyatakan lulus. Rasa bahagia nampak terlihat di wajah mereka semua, para guru pun ikut bangga dan bahagia karena murid nya tidak ada yang tidak lulus.

Mereka semua memiliki cara masing-masing untuk merayakan kelulusan mereka. Ada yang makan-makan di kantin, ada yang menari-nari sendiri, ada juga yang hanya duduk-duduk di depan kelas.

Seperti halnya 3 orang sahabat ini, yang hanya duduk-duduk di depan kelas.

"Senang ya rasanya, kita sekarang sudah lulus SMP." Ucap Rissa terlihat gembira.

"Iya, rasanya baru kemarin kita mendaftar sekolah di sini, tau-tau sekarang sudah lulus." Timpal Giska.

"Setelah ini kalian berdua akan masuk SMA mana?" tanya Dini kepada kedua sahabatnya.

"Kalau aku, akan melanjutkan sekolah di Bali guys, aku ikut Mama ku di sana." Ucap Rissa, wajahnya nampak sedih.

"Yah, kenapa pindahnya jauh sekali, Riss. Itu artinya kita akan berpisah, dan tidak bisa bertemu lagi." Ucap Giska nampak sedih.

"Iya, Riss, kenapa harus pindah ke Bali?"

"Padahal aku ingin kita bertiga bisa sekolah di SMA yang sama." Sahut Dini.

Mendengar perkataan Dini, Giska menjadi diam, ia nampak semakin sedih.

"Mau bagaimana lagi, Mama ku yang menginginkan aku pindah kesana. Aku juga sedih berpisah dengan kalian, tapi kita kan masih bisa berhubungan lewat ponsel, lagipula jika liburan pasti aku akan kembali kesini untuk menemui kalian." Rissa berusaha menghibur kedua sahabatnya itu.

"Hmm, berjanjilah kau tidak akan melupakan kita, dan kau tidak boleh mengganti nomor ponselmu!" seru Dini.

"Iya, aku berjanji, ayo kalian kemarilah! peluk aku!" Rissa merentangkan kedua tangannya, Giska dan Dini pun langsung berhambur memeluk Rissa.

Mereka bertiga telah menjadi sahabat sejak pertama kali mendaftar sekolah di sini, dari kelas 7, 8, hingga 9 mereka selalu berada di kelas yang sama, 7b, 8b, 9b, di kelas itulah mereka selama ini belajar.

"Ehhmm." Suara deheman seseorang membuat ketiga sahabat itu melepas pelukan nya.

"Eh, Bu Mus." Sapa ketiga gadis itu tersenyum ramah, mereka pun mencium punggung tangan guru nya itu secara bergantian.

"Selamat atas kelulusan kalian, setelah ini kalian akan melanjutkan sekolah dimana?" tanya Bu Mus.

"Terimakasih, Bu Mus." Balas ketiga gadis itu.

"Kalau saya melanjutkan sekolah di Bali, Bu." Jawab Rissa.

"Kalau saya, sekolah di SMA Negeri yang ada di dekat sini, Bu." Jawab Dini.

"Kalau Giska?" tanya Bu Mus.

"Emm, saya sekolah di dekat-dekat sini juga, Bu." Ucap Giska nampak ragu.

"Bagus itu, di manapun kalian sekolah nanti, Ibu harap kalian tetap belajar dengan sungguh-sungguh, kalau bisa tingkatkan terus prestasi kalian. Kalian bertiga ini kan pintar-pintar, jadi belajarlah dengan sungguh-sungguh agar apa yang menjadi cita-cita kalian bisa terwujud." Nasihat Bu Mus.

"Baik, Bu." Ucap ketiganya.

"Bu Mus, terimakasih berkat Ibu, saya bisa terus sekolah sampai lulus." Ucap tulus Giska, wajahnya nampak sendu, ada cairan bening yang sudah menumpuk di kedua bola mata nya.

"Itu semua karena usahamu, Gis, kau sangat pandai, jadi kau bisa lulus." Bu Mus berucap lalu di ikuti dengan memeluk Giska.

"Berkat semua buku yang Ibu belikan, saya bisa belajar hingga lulus saat ini, Bu. Terimakasih banyak, mungkin saya tidak bisa membalas semua yang telah Ibu berikan." Giska menjadi semakin terisak di pelukan guru nya itu, sementara kedua sahabat nya nampak mata nya juga berkaca-kaca.

"Iya, sama-sama, Gis. Setelah ini kau harus tetap semangat belajar di sekolahmu selanjutnya, kau harus semangat!" Bu Mus menepuk-nepuk punggung Giska.

"I-iya, Bu." Mereka berdua pun melepas pelukan nya, lalu Bu Mus pamit kembali ke kantor sekolah.

"Gis, ayo nanti kita mendaftar di sekolah yang sama!" ajak Dini terlihat antusias.

"Maaf, Din, sepertinya tidak bisa." Jawab Giska menundukkan kepalanya.

"Memangnya kenapa, Gis?" tanya Rissa dan Dini.

"Sebenarnya, aku tidak akan melanjutkan SMA." Ucapan Giska berhasil membuat kedua sahabat nya terkejut.

"Kenapa? bukan nya tadi kau...?" Dini tak meneruskan ucapan nya.

"Iya, aku terpaksa berbohong kepada Bu Mus, kalian berdua kan tau, sejak aku masuk sekolah dari semester awal sampai lulus ini, semua buku-buku LKS, Bu Mus yang membelikan nya, kalian kan tau, aku bahkan tidak bisa membeli buku-buku itu sendiri." Ujar Giska.

Ya, selama ini dari kelas 7 hingga 9, Bu Mus lah yang membelikan buku-buku LKS untuk Giska. 1 LKS di bandrol dengan harga 20 ribu, dan itu ada lebih dari 10 LKS, Giska tidak sanggup untuk membeli itu semua. Memang diantara ketiga sahabat ini, Giska lah yang kehidupan nya paling susah, di bandingkan kedua sahabat nya.

"Jadi?"

"Aku akan langsung bekerja, guys."

*****

"Permisi... Beli..."

"Iya, beli apa?"

"Mbak, saya mau beli es marimas, rasa jeruk." Ucap Giska sembari memberikan uang pecahan 1000 rupiah.

"Tumben pulang sendirian? dimana teman nya?" tanya Mbak penjual es sembari membuatkan es untuk Giska.

"Kelas 7 dan 8 sedang libur, hari ini pengumuman kelulusan, jadi yang masuk hanya kelas 9 saja, Mbak."

"Oo, kau lulus atau tidak?"

"Lulus, Mbak."

"Wah, selamat ya." Ucap Mbak-mbak itu sembari menyerahkan es yang sudah jadi.

"Terimakasih, Mbak." Giska pun mengambil es nya, lalu ia kembali melanjutkan perjalanan nya.

"Segar nya," Giska menyedot es marimas nya.

"Lelah sekali aku, kenapa rumahku masih jauh sekali," gumam Giska, sembari menuntun sepeda nya saat menaiki tanjakan yang cukup tinggi. Begitulah Giska, setiap pulang sekolah ia selalu mengeluh, ya meskipun selalu mengeluh, itu semua tak akan merubah keadaan nya.

.......................

Giska terlihat baru saja mandi, ia juga sudah bersiap, karena hari ini Yuli akan mengajaknya ke tempat kerja nya. Sebenarnya ia masih merasa lelah karena ia baru saja pulang sekolah, namun, karena akan melihat tempat kerja nya, ia menjadi semangat dan melupakan rasa lelah nya.

"Mbak, aku takut." Giska memegang lengan Yuli, mereka terlihat baru saja sampai di depan sebuah toko klontong. Toko 99 nama nya.

"Tidak apa-apa, hari ini kan hanya perkenalan saja. Ayo masuk!" ajak Yuli. Mereka berdua pun masuk ke dalam.

"Kalian sudah datang, silahkan duduk dulu." Ucap wanita pemilik toko.

"Terimaksih, Ce." Yuli dan Giska pun mendaratkan bokongnya di kursi.

"Jadi ini yang mau kerja? siapa nama mu?" tanya wanita itu.

"I-iya, Bu, nama saya Giska." Jawab Giska ragu-ragu, ia terlihat gugup.

"Panggil saja saya, Ce Diana."

"Ba-baik, Ce Diana." Ucap Giska.

"Berapa umurmu, Gis?"

"14 tahun, Ce." Jawab Giska. Mata Diana tiba-tiba melotot ke arah Yuli.

"Yul, kau serius? ini anak yang mau kerja masih umur 14 tahun!" Diana nampak masih belum percaya.

"Iya, Ce. Anak nya sendiri yang mau kerja, katanya mau membantu orang tua nya, benar kan, Gis?" ucap Yuli, kemudian ia menatap Giska.

"Iya, Ce. Benar."

.................................

"Pak, besok aku sudah mulai kerja, Bapak di rumah baik-baik ya, jangan terlalu lelah bekerja, jaga pola makan nya." Ucap Giska kepada Bram.

"Apa kau yakin dengan keputusan mu ini, Gis?" Bram tampak masih belum percaya jika putri nya akan bekerja.

"Giska yakin, Pak."

Sebenarnya Giska juga berat mengambil keputusan ini, di satu sisi ia masih ingin sekolah, ia juga tidak tega jika membiarkan Bapak nya tinggal sendirian, siapa nanti yang mengurusnya saat sedang sakit, siapa yang akan membersihkan rumah, siapa yang akan menyiapkan makanan, itu yang membuatnya berat meninggalkan Bapak nya. Namun, disisi lain, ia juga lega bisa jauh dari Bapak nya, ia tidak akan ketakutan lagi setiap malam nya, Bram juga tidak akan bisa berbuat hal itu lagi.

"Aku harus bisa menjalani semua ini, lagipula ini juga demi Bapak, aku ingin membantu Bapak mencari uang." Giska menyemangati dirinya sendiri.

******

Keesokan hari nya, pagi-pagi sekali Yuli sudah mengantarkan Giska ke tempat kerja.

"Tugasmu hanya membersihkan kamar saya dan anak-anak, dan menjaga anak saya yang kecil, dia masih umur 4 tahun, dan kamu juga harus mencuci pakaian anak saya yang kecil, untuk pakaian yang lain nya sudah ada tukang cuci nya sendiri."

"Kau juga tidak perlu memasak, karena sudah ada tukang masak nya sendiri, kebetulan dia lagi cuti pulang, mungkin nanti siang dia akan datang."

"Apa kau sudah paham?" tanya Diana.

"Baik, Ce. Saya paham."

"Baiklah, sekarang letakkan dulu baju-baju mu di kamar mu, lalu kau ikut aku ke kamar, aku akan mengajari mu semuanya." Tutur Diana. Giska mengangguk, ia pun beranjak pergi ke kamar yang tadi sudah di tunjukkan, ia letakkan satu tas baju-baju nya, di atas kasur, kemudian ia menyusul Diana ke kamar nya.

"Jika anak saya bangun tidur, kau berikan dia susu, ini susu nya, pertama kau masuk kan air panas sedikit lalu kau tambahkan air dingin secukupnya, lalu kau teteskan dulu ke tangan mu, jangan sampai terlalu panas, setelah itu kau masukkan 2 sendok bubuk susu nya, lalu kau tutup rapat botolnya, kocok-kocok dulu sampai tercampur, baru kau berikan." Jelas Diana panjang lebar.

Penjelasan bikin susu saja panjang sekali ya, hehe.

"Baik, Ce."

"Semoga aku bisa melakukan nya." Batin Giska.

Karena hari ini Diana tidak ke toko, ia jadi bisa menemani anak-anak nya. Ya, Diana memiliki 2 anak perempuan, yang besar berusia 8 tahun, dan yang kecil berusia 4 tahun.

Berhubung Diana tidak ke toko, Giska bisa mulai mengerjakan tugas lain nya selain menjaga putri Bos nya ini, satu persatu ia kerjakan, mulai dari membersihkan kamar tidur, menyikat kamar mandi, mencuci baju, semua telah selesai ia kerjakan.

Waktu terus berlalu, tanpa terasa hari sudah malam, kini Giska sudah berada di ruang belakang bersama dengan tukang masak di rumah ini.

"Bi Atem, tolong bimbing Giska ya, Giska takut melakukan kesalahan." Ucap Giska.

"Iya, Gis. Pelan-pelan saja, nanti lama-lama kau pasti pintar melakukan pekerjaan mu."

"Iya, Bi."

"Bi Atem, enak ya tinggal disini, kamar kita saja sebagus ini, ada spring bed nya juga, ada lemari nya juga, padahal kita hanya pembantu. Di rumah ku saja kasur nya sudah keras." Cerocos Giska.

"Iya, Gis. Semoga kau betah kerja di sini ya," Ucap Atem. Giska menganggukkan kepala nya.

"Ya sudah, istirahatlah, besok kau harus bangun pagi-pagi." Tutur Atem.

"Iya, Bi." Giska dan Bi Atem pun masuk ke kamar mereka masing-masing.

Sebelum tidur, Giska merapikan baju-baju nya terlebih dulu, ia memasukkan semua baju nya ke dalam lemari, lalu ia bersiap untuk tidur.

............

"Aku ini anak mu!"

"Jangan!!!"

.

.

.

Bersambung..

Jangan lupa beri like n komen ya kakak..

Terimakasih😘😘😘

Gaji Pertamaku

Giska mengambil kain sarung yang ia bawa dari rumah, ia merebahkan tubuhnya di kasur, lalu ia menarik kain sarung untuk menyelimuti sebagian tubuhnya.

"Disini kasurnya empuk, kamarnya juga lumayan luas, kamarnya juga sudah terpasang pintu. Andai saja kamarku di rumah ada pintunya, pasti aku akan selalu menguncinya ketika mau tidur, dan pasti kejadian itu tidak pernah terjadi." Giska meneteskan air mata nya. Terkadang ia masih tak percaya jika Bapak nya bisa berbuat hal keji terhadap nya.

Malam semakin larut, Giska masih berusaha memejamkan kedua matanya, hingga tak lama ia jatuh terlelap ke dalam mimpinya.

Srekkk, srekk, srekk.

Terdengar suara langkah kaki seseorang memasuki kamar Giska.

"Gis, menurutlah!"

"Aku akan memberikan apapun yang kau minta jika kau menurutiku. Kau hanya perlu diam dan menikmati semuanya." Ia meraba-raba seluruh tubuh Giska.

"Jangan, Pak. Jangan!!!"

"Aku ini anakmu! jangan lakukan ini! jangan!!"

Ceklek.

"Giska, kau kenapa, Gis?"

"Gis, ayo bangun, Gis." Atem menggoyang-goyangkan tubuh Giska.

"Huh, huh, huh." Napas Giska terengah-engah, ia pun membuka matanya, lalu ia beranjak duduk, ia memandang ada Bi Atem di depan nya.

"Kau kenapa, Gis? kau sampai berkeringat seperti ini." Ucap Atem, ia melihat Giska seperti ketakutan, bahkan wajahnya banyak mengeluarkan keringat dingin.

"Syukurlah, ini hanya mimpi, tapi kenapa mimpiku seperti nyata. Kenapa aku sulit melupakan kejadian itu." Batin Giska, seketika ia langsung memeluk Bi Atem.

"Bi, saya mimpi buruk tadi." Ucap Giska, kemudian ia melepaskan pelukan Bi Atem.

"Maaf, saya sudah lancang memeluk Bibi tanpa izin." Giska menunduk.

"Tidak apa-apa, Gis. Kemarilah!" Atem menarik Giska ke dalam dekapannya, ia mengelus punggung Giska.

"Kau mimpi apa, Gis?"

Giska mengeleng-gelengkan kepalanya, air matanya tumpah seketika, ia semakin mengeratkan pelukan nya.

"Sudah-sudah tidak apa-apa, menangislah. Tidak apa-apa jika kau tak mau cerita." Atem mengusap-usap punggung Giska, hingga Giska merasa tenang.

Giska merasa nyaman dipelukan Bi Atem, mungkin karena ia sudah lama tak memeluk seorang Ibu. Ya, Ibu nya sudah meninggal sejak Giska masih kelas 3 SD.

"Bi, terimakasih." Ucap Giska.

"Iya, sudah kau lanjutkan tidurmu lagi, nanti kita harus bangun pagi-pagi."

"Iya, Bi."

*****

Keesokan paginya, Giska nampak malas untuk bangun, rasanya ia benar-benar masih mengantuk, apalagi semalaman ia sulit tertidur gara-gara mimpi nya. Namun ia kembali tersadar jika saat ini ia tengah berada di rumah orang, dan dia kerja disini, seketika Giska langsung terbangun, ia berlari ke mandi untuk membasuh muka nya, lalu ia mulai mengerjakan pekerjaan nya.

Giska dan Bi Atem berbagi tugas untuk membersihkan rumah majikan nya. Setelah semuanya selesai, kini giliran Giska membersihakan tubuhnya sendiri (mandi).

Giska nampak cantik meski hanya mengenakan kaos polos dan celana pendek di bawah lutut. Ia mengikat rambut nya yang bergelombang, agar terlihat rapi. Kini ia hanya tinggal menunggu Nona kecil nya bangun.

"Anak-anak masih tidur, kau tunggulah mereka dikamar nya, Gis. Jadi saat Vellyn bangun, dia tak kesulitan mencarimu." Ucap Diana.

"Jaga anak ku dengan baik!" seru Johan (suami Diana).

Giska menganggukkan kepalanya, "Baik."

Kedua majikan nya pun langsung berangkat ke toko. Sementara Giska, ia langsung menuju kamar anak-anak majikan nya.

Setiap hari Johan dan Diana selalu sibuk bekerja di toko klontong milik mereka sendiri, berangkat pukul 8 pagi, dan nanti jam 5 sore mereka baru pulang. Jadi setiap hari anak-anak nya hanya di di rumah bersama neneknya, dan juga 2 Art nya (Giska dan Bi Atem).

˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚

Giska sudah berada di dalam kamar anak majikannya, ia menatap takjub pada kemewahan kamar ini, matanya berhenti berkedip. Ini kali kedua ia masuk ke ruangan ini, ya kemarin pertama kali ia masuk kesini, namun baru kali ini ia berani memandang seluruh isi ruangan ini.

"Mewah sekali kamar nya, ranjang nya besar, ada tv nya juga, ada Ac nya, lemari nya juga sungguh besar." Batin Giska merasa takjub. Ia pun langsung mendaratkan bokongnya di lantai sembari menunggu Nona-Nona kecil nya bangun.

"Mbak..." Vellyn memanggil dengan suara serak khas bangun tidur.

"Iya, Non." Giska mendekat ke arah ranjang.

"Susu." Ucap Vellyn yang masih memeluk gulingnya itu. Giska pun langsung membuatkan susu untuk Vellyn, lalu ia memberikan nya kepada Vellyn.

"Lucu sekali." Batin Giska, ia merasa gemas melihat Vellyn tengah mengenyot botol susu nya dengan mata yang masih terpejam, satu tangan nya juga memeluk guling kesayangan nya.

Siapapun pasti merasa gemas jika melihat Vellyn, gadis kecil cantik, kulitnya sungguh putih sekali, matanya sipit, siapapun pasti ingin mencium nya. Begitupun dengan Giska, ia juga ingin mencium Vellyn, namun ia tidak melakukan nya. Ya, majikan nya melarang kedua anak nya di cium oleh sembarang orang, apalagi Giska hanyalah seorang Art.

"Mbak, sudah selesai." Vellyn menyerahkan botol susu yang sudah kosong kepada Giska. Giska langsung menerimanya dan langsung mencuci nya. Usai mencuci botol nya, ia kembali menaruh ditempatnya.

"Ayo Non, mandi."

"Iya, Mbak." Vellyn mengangguk, ia beranjak turun dari ranjangnya.

"Mbak panggilnya Vellyn saja, tidak usah isi, Non!" pinta Vellyn dengan suara imutnya.

"Tapi, Non?"

"Harus mau!" paksa Vellyn.

"Iya, iya, Non eh Vellyn." Giska tersenyum.

.................................

"Sekarang Vellyn sudah cantik, sekarang waktunya Vellyn makan, ya," ucap Giska.

"Iya, Mbak."

"Gendong..." rengek Vellyn, Giska pun langsung menggendong nya menuju ruang makan.

Baru 2 hari Giska bekerja di sini, namun Vellyn sudah lengket sekali dengan nya. Giska merasa senang bisa menjaga gadia selucu Vellyn ini.

"Eh, anak cantik sudah bangun," sapa Nelly (Neneknya Vellyn).

"Iya, Bo (panggilan nenek)." Vellyn tersenyum manis.

"Bobo, sudah sarapan?" tanya Vellyn.

"Sudah, sekarang giliran Vellyn yang harus sarapan." Tutur Nelly sembari menjawil dagu Vellyn.

Giska pun menduduk kan Vellyn di kursi, lalu ia mengambilkan makanan nya. Dan ia juga menyuapi Vellyn.

"Duduk saja tidak apa-apa, Gis." Ucap Nelly yang melihat Giska menyuapi cucu nya sembari berdiri.

"Iya, Nyonya." Giska pun mendaratkan bokongnya di kursi dengan ragu-ragu.

Nelly sesekali mengajak Giska mengobrol, ia menanyakan alasan mengapa Giska sudah bekerja di usia muda. Di sela-sela mereka mengobrol, tiba-tiba terdengar ada yang memanggil Giska.

"Mbak... Mbak Giska..." Teriak Sephine dari kamar nya.

"Iya, Non, sebentar." Sahut Giska.

"Vellyn tunggu disini sebentar ya, Mbak mau ke kamar dulu, dipanggil Non Sephine." Ucap Giska. Vellyn pun mengangguk.

"Sebentar ya, Nyonya." Pamitnya pada Nelly, lalu ia bergegas menuju kamar majikan nya.

Ceklek..

"Iya, Non."

"Mbak kenapa aku ditinggal di kamar sendirian? Vellyn dimana?"

"Maaf Non, Non Sephine tadi masih tidur, jadi saya membawa Non Vellyn ke ruang makan, dia sedang sarapan saat ini." Ucap Giska.

"Hmm, ya sudah. Aku mau mandi, Mbak."

"Baiklah, tunggu sebentar, saya siapkan air nya dulu," Giska beranjak masuk ke dalam kamar mandi, ia menyiapkan segala keperluan mandi untuk Sephine.

"Sudah, Non. Silahkan."

Note : Nelly (70 tahun) adalah Ibunya Johan. Josephine (8 tahun) adalah anak pertama Johan dan Diana. Jovellyn (4 tahun) adalah anak kedua Johan dan Diana.

Giska pun kembali ke ruang makan.

"Aaakkk, Mbak." Vellyn membuka mulut nya. Giska pun menyuapi nya.

"Pintar sekali." Ucap Giska tersenyum, Vellyn pun ikut tersenyum.

"Vellyn di suapi Bobo tidak mau, maunya di suapi sama Mbak Giska katanya." Ucap Nelly. Giska tersenyum mendengarnya.

"Iya, Mbak Giska kan Mbak nya Vellyn, Bo." Ucap Vellyn dengan imutnya, uhh rasanya gemas ingin mencium pipinya, tapi itu tidak mungkin.

"Iya, iya." Nelly mencubit gemas pipi gembil cucu nya itu.

Tak lama, Sephine muncul, ia terlihat cantik memakai dress rumahan bergambar princes, rambutnya yang lurus tergerai indah, kulitnya putih bersih, tak ada goresan sedikitpun, Sephine benar-benar terlihat sempurna. Mungkim saat dewasa nanti, ia akan menjadi incaran para lelaki di luaran sana.

"Pagi, Bo." Sapa Sephine sembari mendudukkan bokong nya di kursi.

"Pagi, kau baru bangun?" Sephine mengangguk.

"Cici, Vellyn tidak di sapa!" protes Vellyn.

"Pagi, Vellyn. Nah sudah itu!"

"Pagi, Cici..." Vellyn tersenyum senang.

Nelly dan Giska pun tersenyum melihat tingkah Vellyn.

"Mau Mbak ambilkan sarapan nya, Non?" tawar Giska.

"Tidak, Mbak. Sephine ambil sendiri saja."

"Nah iya, Sephine harus belajar mandiri." Timpal Nelly.

"Iya, Bo." Sahut Sephine.

*******

Waktu terus berjalan hingga tak terasa sudah 1 bulan Giska bekerja di sini, kini rutinitas nya bertambah lagi, setiap hari Giska harus menunggu Vellyn di sekolah nya, karena Vellyn masih TK A (TK kecil). Kebetulan juga sekolah nya terletak tepat di sebrang rumah majikan nya. Jadi ia hanya tinggal menyebrang jalan saja. Ya, baru 2 minggu yang lalu Sephine dan Vellyn kembali masuk ke sekolah.

Selama Giska menunggu Vellyn di sekolahnya, ia jadi mendapa teman baru, Mbak-mbak yang juga bekerja seperti dirinya. Mereka disana juga sama-sama sedang menunggu anak majikan nya sekolah.

Malam hari nya.

"Gis, ini gajimu."

"Apa kau betah bekerja disini?" tanya Diana sembari memberikan amplop kepada Giska. Giska pum dengan senang menerima nya.

"Terimakasih, Ce. Saya betah, Ce." Ucap Giska mengulas senyuman di bibirnya.

"Baguslah jika kau betah, nanti jika kerjamu semakin bagus, aku akan menaikkan gajimu."

"Iya, Ce. Terimakasih."

"Baiklah, sekarang kau istirahatlah!" titah Diana.

"Baik, Ce." Giska pun pamit untuk pergi ke kamar nya.

"Ahhh, senang nya aku, ini adalah gaji pertama ku," Giska menciumi amplop yang di pegang nya itu. Raut wajahnya nampak bahagia sekali.

"Bi Atem, hari ini saya sudah menerima gaji." Giska tersenyum senang menunjukkan amplop nya kepada Atem.

Atem tersenyum, ia juga turut senang melihat Giska bahagia. "Selamat ya, Gis."

"Gaji pertama mu, akan kau buat apa?" tanya Atem.

"Saya ingin membelikan Bapak ponsel, Bi. Supaya saya bisa tetap berkomunikasi dengan Bapak." Ucap Giska.

"Baiklah, kau juga belilah baju untukmu sendiri, Gis. Setiap hari kau harus mengantar sekolah, kau juga pasti kumpul dengan teman-teman mu, jadi biar bajumu tidak itu-itu saja." Tutur Atem.

"Iya, Bi. Nanti kalau ada sisa nya."

"Iya, ya sudah kau istirahatlah!"

"Iya, Bi. Bibi juga istirahat ya, selamat malam, Bi." Ucap Giska, lalu ia beranjak menuju kamar nya sendiri.

"Eh, aku belum tau gaji ku berapa, aku buka ah..." Giska membuka amplop nya, ia melihat uangnya berjumlah 450 ribu.

"Akhirnya aku bisa mendapatkan uang sendiri, aku harus semangat bekerja, supaya aku bisa mengumpulkan uang banyak." Giska nampak bahagia sekali, ini pertama kalinya ia memegang uang sebanyak ini, dan ini juga hasil jerih payah nya sendiri.

Giska merebahkan tubuhnya ke kasur, ia mengguling-guling kan badan nya kesana kemari sembari memainkan ponsel ditangan nya. Setiap malam, ia selalu menyempatkan untuk bertukar pesan dengan kedua sahabat nya, namun malam ini, mereka bertiga terhubung melalui panggilan yang di gabungkan.

"Gis, aku merindukanmu." Ucap Dini.

"Aku juga, Gis." Timpal Rissa.

"Aku juga merindukan kalian, guys."

"Kita bertiga sama-sama saling merindukan." Sahut ketiganya berbarengan, mereka pun tertawa.

"Oh iya, bagaimana dengan sekolah kalian?" tanya Giska, nada suaranya terdengar sendu, jauh di dalam hati nya ia merasa sedih karena tak bisa melanjutkan sekolah nya.

"Menyebalkan, Gis. Apalagi saat MOS." Sahut Dini, suaranya terdengar kesal.

"Sama, Gis. disini juga menyebalkan, tapi disini murid laki-laki nya, tampan semua guys." Sahut Rissa.

"Ah, dasar Rissa, masih saja belum berubah, kalau urusan laki-laki tampan saja nomor 1." Sahut Giska. Dini hanya tertawa menanggapi ucapan kedua sahabat nya itu.

Mereka bertiga pun lanjut mengobrol hingga tak terasa malam sudah semakin larut, tanpa di sadari jika Giska sudah tertidur lebih dulu sebelum panggilan mereka berakhir.

"Din, sepertinya Giska sudah tertidur, kita panggil-panggil tidak menyaut." Ucap Rissa.

"Iya, Riss. Sudah biarkan saja, kasihan dia pasti kelelahan karena sudah bekerja seharian."

"Lebih baik kita juga tidur, Riss. Besok kan kita harus sekolah, lagipula bukankah di Bali sudah malam sekali ya ini, kan jam nya beda 1 jam dari sini." Ucap Dini.

"Iya, Din. Ya sudah kalau begitu, selamat malam buat kalian berdua, selamat istirahat, bye..."

"Iya, selamat malam dan selamat istirahat. Bye..." Mereka pun mengakhiri panggilan nya.

********

Keesokan paginya, Giska dan Bi Atem nampak melakukan tugasnya masing-masing. Setelah semua selesai, seperti biasa giliran mereka yang membersihkan tubuhnya masing-masing.

Kini Giska nampak sedang membantu Vellyn untuk bersiap ke sekolah. Ia mengepang rambut Vellyn, lalu ia menambahkan jepit-jepit lucu di sana, hingga membuat Vellyn nampak terlihat semakin cantik dan juga lucu.

"Sudah selesai, aduh... Vellyn kau sangat cantik sekali..." Giska rasanya gemas ingin mencubit pipi Vellyn, namun ia menahan nya.

"Terimakasih, Mbak."

"Kalau Vellyn cantik, pasti Felix semakin suka dengan Vellyn." Ucap nya dengan suara genit nya.

"Heii, masih kecil tidak boleh suka-suka an, Vellyn..." Tutur Giska, ia tak mengerti mengapa anak usia 4 tahun sudah genit seperti ini. Sementara Vellyn, ia hanya tersenyum.

"Ayo berangkat!"

Sephine dan Vellyn selalu berangkat bersama Papa nya, meskipun sekolah mereka ada di sebrang rumahnya, namun Johan selalu mengantar jemput mereka menggunakam motor. Sementara Giska, ia hanya tinggal berjalan kaki, lalu menyebrangi jalan saja.

Jika anak-anak sudah masuk ke kelas nya, para Mbak-Mbak menunggu di ruang tunggu yang memang sudah di sediakan di area sekolah, seperti saat ini, Giska sedang duduk-duduk bersama para teman baru nya.

"Gis, sini bagi nomor ponselmu." Ucap Irma.

"Oh iya, kau belum punya nomorku ya, mana sini ponsel mu!" Irma memberikan ponsel nya, lalu Giska menuliskan nomornya disana.

"Eh, eh ,masa ya, tadi Lukman meminta nomorku." Ucap Nuri dengan hebohnya.

"Lukman siapa, Nur?" tanya Giska.

"Itu lho, Gis. Supir nya Ce Yin yin." Timpal Irma. Sementara Nuri mengangguk-anggukkan kepalanya.

Disini memang selain ada Mbak-Mbak, para supir pun juga ikut menunggu majikan nya, namun biasanya mereka menunggu di dalam mobil nya masing-masing, terkadang mereka juga menunggu di pos satpam.

"Astaga, memangnya yang mana sih orang nya? bukankah disini supir nya sudah tua semua ya?" sahut Giska.

"Masih muda dia, Gis. Ya, kira-kira umur nya 25 tahun an lah." Ucap Nuri sembari senyum-senyum sendiri.

Giska hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat teman nya itu. Sebenarnya kedua teman nya ini umurnya sudah diatasnya Giska, dan Giska sempat memanggilnya dengan Mbak, namum mereka berdua meminta Giska langsung memanggil nama saja.

Drttt, drttt, drttt.

"Ponsel siapa yang getar-getar itu?" tanya Irma.

"Ponselku, Ir." Giska melihat nama majikan nya di sana.

"Bos ku, aku angkat dulu sebentar." Giska pun langsung menjawab panggilan dari Bos nya.

"Hallo, iya Ce." Sapa Giska.

"Gis, kau datanglah ke toko sekarang, Vellyn masih lama kan pulangnya, kau naiklah sepeda yang ada di rumah!" pinta Diana.

"Baik, Ce."

Panggilan berakhir.

"Aku titip Vellyn sebentar ya, siapa tau nanti dia keluar. Aku di suruh ke toko soalnya." Ucap Giska kepada kedua teman nya.

"Iya, Gis. kau tenang saja."

"Baiklah, terimakasih, aku pergi dulu."

........................

"Gis, sebelum kau membawa belanjaan ini pulang, tolong belikan sosis kalengan di toko itu!" Diana menunjuk toko yang berada di sebrang tokonya.

"Baik, Ce."

Giska menyebrangi jalan dengan perlahan, sebenarnya ia takut, apalagi jalanan sangat ramai kendaraan yang melintas, namun ia harus memberanikan diri, karena ini sudah perintah dari majikan nya.

Giska menuju ke toko yang ditunjuk oleh majikan nya tadi, ia berjalan melewati pangkalan ojek, karena kebetulan toko itu ada di sebelah pangkalan ojek. Banyak laki-laki yang berkumpul disana, ada yang tua, ada juga yang masih muda, tapi sepertinya banyak yang tua-tua.

"Aduh..."

.

.

Bersambung...

Haii.. mohon dukungannya ya, beri like dan komen... Terimakasih😘😘😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!