NovelToon NovelToon

SIJJIN : BLOOD OF CURSED

CHAPTER 01 - DIMENSI YANG TERTUTUP

Di dalam dimensi yang jauh dari dunia manusia sebuah kekuatan besar tersebar dimana mana, manusia hidup di dimensi rendah makhluk dengan tubuh yang berada di dimensi kecil tubuh mereka akan hancur dengan sendirinya , di sebuah planet yang jauh dari bumi perbatasan antara dimensi tertinggi dan dimensi terendah sebuah pertarungan yang hebat terjadi.

Retto , manusia dengan energi besar berdiri dengan tatapan tajam menatap Rye yang merupakan makhluk dari dimensi tertinggi , memiliki aura yang sangat besar yang berada di tubuhnya . Dimensi ini terasa begitu kecil bagi Rye, entitas yang jauh lebih besar dari apa pun yang ada di dunia ini. Tubuhnya yang kekar memiliki tandung wajah pucat memiliki banyak energi yang tak terhitung banyaknya aura hebat yang mengalir di dalamnya, namun tetap stabil, seolah menantang hukum alam.

Di Hadapan Rye ada seseorang bernama Retto dia berasal dari bumi di tugaskan untuk mencari tau tentang aktivitas diluar bumi yang ingin mengancam bumi dengan sikap tenang namun penuh kewaspadaan, berbicara.

"Aku sangat yakin makhluk seperti kamu tidak seharusnya ada di dimensi ini," katanya, suaranya mengandung sedikit ketegasan. "Ini terlalu kecil, tapi tubuhmu tetap stabil."

Rye hanya mendengus, tampak seolah tak terpengaruh dengan kata-kata Retto. Tubuhnya yang besar bergerak perlahan, menyuarakan rasa muaknya terhadap tempat ini.

"Pengaruh dari ratu kelinci itu membuatku muak di tempat ini, seharusnya aku berada dimensi yang tinggi tapi karena pengaruhnya aku berada di dimensi yang kecil ini, ini sangat mengganggu ku" gumamnya dengan nada penuh kebencian.

Retto tersenyum tipis. "Hooh... kau cukup hebat mampu bertahan di dimensi yang sangat kecil ini wujudmu sepertinya tidak seperti itu tapi akan tetap bagus seperti itu"

Rye yang kesal karna ucapan dari retto tanpa peringatan, Rye muncul di depan Retto dalam sekejap, dan secepat kilat memukulnya dengan keras. Retto yang terkejut hanya sempat menangkis pukulan itu, namun ia terpental jauh ke belakang, jatuh ke tanah dengan keras.

"Diam!" teriak Rye, suaranya bergema di dalam dimensi yang sepi ini.

Retto bangkit dengan sigap, meskipun tubuhnya terasa berat setelah hantaman itu. Ia memandang Rye dengan tatapan tajam, tak gentar. "Serahkan saja apa yang ku inginkan dan pergi, sialan!" Ujar Rye yang sangat marah kepada Retto

Dengan gerakan lincah, Retto kembali menyerang, mengayunkan tangan kanannya yang dipenuhi dengan energi merah yang menyala.

"SKILL MERAH: Goresan Luka!"

Namun, Rye hanya tersenyum sinis, tak tampak sedikit pun terpengaruh. "Jika kau ingin bermain-main, pergilah."

serangan itu tidak berpengaruh terhadap Rye walaupun menggoresnya tapi badan Rye langsung meregenerasi dengan sangat cepat

Retto tidak mundur. Senyum licik menghiasi wajahnya. "Memang itu yang ku inginkan," jawabnya, seraya melangkah maju. "AURA ZONE: SKILL MERAH – AREA PERMAINAN ANAK-ANAK!"

Rye merasakan perubahan besar di sekitarnya daratan tiba tiba bewarna merah gelap seperti darah. Udara di sekitar mereka mulai bergetar Rye merasakan tekanan luarbiasa di sekitarnya, dan dalam sekejap, duri-duri raksasa muncul dari tanah, menancap ke tubuh Rye dengan sangat cepat. Rye mencoba untuk bergerak, namun semakin ia berusaha, semakin banyak duri yang menembus tubuhnya.

"Apa ini...?" Rye menggeram, merasa tubuhnya terkunci dalam cengkeraman duri-duri itu, yang semakin bertumbuh, menciptakan cabang-cabang lebih banyak lagi di sekitarnya.

"Diam dan tenanglah," kata Retto dengan suara yang dingin. "PERMAINAN PERTAMA: DIAM DAN TENANG."

Rye merasakan sakit yang luar biasa, tubuhnya hampir tidak bisa bergerak. Namun, amarahnya tak dapat dipadamkan begitu saja. "Bercabang? Ini terlalu banyak," desisnya, wajahnya dipenuhi dengan darah yang menetes dari luka-luka di tubuhnya.

Retto menatap Rye dengan serius. "Aku jujur tidak bisa mengalahkanmu, tapi inilah yang bisa ku lakukan. "SKILL SEGEL: CANDI ABADI."

Rye berteriak keras, mencoba mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk melawan. "KAAAUUUUU!!!!"

Namun segel itu menutup dengan rapat. Durinya semakin mengeras, menahan tubuh Rye yang kini tak bisa bergerak sama sekali.

Retto mendekat, menatap Rye dengan ketenangan yang aneh. "Jika kau mau bergerak lebih banyak, itu hanya akan menyakitimu. Diamlah dan tidurlah di planet ini dengan tenang," katanya dengan suara datar.

Rye, meskipun kesakitan dia tetap memberontak agar bisa keluar , meludah darah ke arah Retto dengan penuh kebencian. "Kau pikir kau hebat, hah? Aku akan bebas dari sini dengan bentuk asliku, yang harus kau ingat darah ku akan terus mengalir di Planet mu itu lihat saja aku akan kembali MANUSIAAAAAAAA"

Retto tersenyum sinis, namun matanya tetap tajam. "Apapun yang kau lakukan, itu tidak akan berarti apa-apa. Tidurlah di sini, di dimensi ini, dengan tenang."

Rye menggertakkan giginya. "Sampai waktunya tiba, darah itu akan terus ada."

Segel itu akhirnya sepenuhnya menutup, dan Rye terjebak dalam cengkeraman kekuatan Retto, tubuhnya tak dapat bergerak sedikit pun.

"Dan sampai waktu itu tiba, kau akan selesai," Retto berkata, suaranya penuh penekanan. "Makhluk haram seperti kamu tidak seharusnya ada di sini, termasuk seluruh garis keturunanmu."

Sebuah portal terbuka seperti ada yang memanggil Retto "Retto kita harus kembali, urusan mu sudah selesaikan? ", Retto melihat kebelakang dengan wibawa " yaa ini sudah selesai aku akan segera ke sana " . ujarnya sambil berjalan menuju portal itu

Pindah ke Dunia Manusia – Bumi

Di sebuah desa yang tampak damai, Fika terbangun dengan rasa panas yang membakar kulitnya. Hari itu terasa lebih terik dari biasanya. Di kejauhan, terdengar suara teriakan dari Olivia, adiknya.

"Kak, kakak! Bangun! Nenek manggil, disuruh pulang!," ujar olivia yang heran " malah tidur dia disana, bagaimana mungkin dia bisa tahan di cuaca sepanas itu " sambungnya

Fika mengerjapkan matanya, berusaha bangun dari tempat tidurnya. "Egh... iya-iya, panas banget hari ini," jawabnya dengan malas, menyeka keringat dari dahinya.

Namun, di dalam tubuh Fika yang tampak biasa saja, ada sebuah rahasia besar yang belum ia pahami. Dia adalah kunci , kunci yang dapat mengubah segala sesuatu dalam keseimbangan dunia ini.

CHAPTER 02 - PERTANDA DI ATAS BUKIT

Sore itu, angin sejuk berhembus lembut di atas bukit tempat Fika, Olivia, dan nenek mereka berkumpul. Bukit itu adalah tempat favorit keluarga kecil mereka sebuah tempat di mana mereka bisa menikmati ketenangan jauh dari hiruk pikuk desa. Fika berjalan terburu-buru, memanggul sebuah keranjang kecil di bahunya yang berisikan kayu bakar dan beberapa buah dia bawa.

"Nenek, Olivia, maaf! Aku ketiduran," serunya, setengah terengah-engah.

Olivia, adiknya yang masih remaja, berdiri sambil berkacak pinggang, senyumnya mengembang lebar. "Kak, kayaknya ngantuk banget, ya? Sampai telat datang."

Fika tertawa kecil, meletakkan keranjang di dekat nenek mereka. "Enggak, cuacanya aja yang bikin santai banget. di padang bunga itu memang enak banget tempatnya aku kalau bisa tidur disana itu sudah nyaman"

Nenek mereka hanya tersenyum lembut, wajahnya dipenuhi garis-garis halus yang menceritakan usianya. "Hehe... memang ya, tempat ini selalu jadi favorit kita. Anginnya sejuk sekali."

"Iya, Nek," jawab Fika sambil memandang ke langit. "Anginnya enak banget, tapi mataharinya juga nusuk banget."

Olivia mendengus kecil. "Makanya suka banget jemur-jemur di sini, tapi jangan tiap hari juga kulit kaka sampai gosong itu lama kelamaan" katanya sambil membantu Fika mengeluarkan barang-barang dari keranjang.

Nenek menepuk bahu Fika pelan, matanya penuh kasih sayang. "Sudah, Fika. Siapkan makanan. Tapi sepertinya kamu harus ke pasar dulu untuk belanja. Ada yang kurang."

Fika mengangguk cepat. "Siap, Nek."

"Nah Olivia, kamu bantu siapkan yang lainnya, ya."

"Okay, Nek," jawab Olivia sambil bergegas membantu.

Fika pergi ke pasar untuk membeli beberapa bahan bahan makanan buat makan malam mereka. saat menjelang sore Matahari mulai tenggelam di balik bukit, menciptakan gradasi warna jingga dan merah di langit. Daun-daun berguguran, terbawa angin yang mulai bertiup lebih kencang dari biasanya. Suasana yang semula damai perlahan berubah menjadi ganjil. perasaan Fika yang awalnya damai seketika berubah menjadi kepanikan seketika dengan membawa belanjaan yang terasa berat hawa di perjalanan menjadi sangat berat

Fika berhenti sejenak, memandangi langit. Telinganya berdenging, seperti ada suara kecil yang mulai berbisik di dalam kepalanya. Ia memegang telinganya dengan gemetar.

"Apa ini...?" bisiknya, merasa jantungnya berdegup semakin cepat.

Tiba-tiba, sebuah suara berat dan asing terdengar di pikirannya, bukan suara manusia, melainkan sesuatu yang terdengar jauh lebih dalam dan menyeramkan.

"ADA YANG DATANG. PERGI KE RUMAHMU, FIKA."

Fika tersentak, matanya membelalak. "Siapa yang bicara?!" serunya, namun suara itu tidak menjawab.

Dengan perasaan panik yang tidak bisa ia jelaskan, Fika menuju rumahnya. Kakinya terasa berat, seolah sesuatu sedang menariknya mundur, namun ia terus memaksa dirinya untuk bergerak. dada terasa sangat sakit seperti ada yang menekan

Sesampainya di depan rumah, Fika berhenti, tubuhnya gemetar hebat. Ia melihat pintu rumahnya sedikit terbuka, dan suara bisikan itu kembali terdengar di pikirannya.

"MASUK! LINDUNGI MEREKA! JANGAN BIARKAN MAKHLUK ITU KELUAR!"

Fika menggeleng keras, mencoba mengusir suara itu. "Apa ini? Siapa yang ngomong?! Apa yang terjadi?!"

Namun sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, sebuah ledakan besar mengguncang rumahnya. Dinding-dinding kayu rumah mereka hancur berkeping-keping, pecahan kayu beterbangan ke segala arah. Fika terdorong ke belakang, jatuh ke tanah dengan keras.

"OLIVIA! NEK!!!" Fika berteriak sekuat tenaga, suaranya bergetar penuh ketakutan.

Dari dalam rumah yang kini porak-poranda, Olivia terlempar keluar. Tubuhnya jatuh berguling di tanah, dan ia tidak sadarkan diri. Wajahnya pucat, dan napasnya tersengal-sengal seperti sedang tertahan oleh sesuatu yang tak terlihat.

"Olivia!" Fika merangkak menuju adiknya, mencoba membangunkannya. "Bangun, Liv! Jangan gini, bangun, please" , "nenek!? dimana nenek " Fika berteriak memanggil neneknya

Namun, sebelum ia ingin pergi kerumahnya yang hancur, sebuah tangan raksasa keluar dari sisa-sisa rumah mereka yang hancur. Tangan itu hitam legam, dengan urat-urat bercahaya merah menyala, menjalar seperti bara api. Udara di sekitar rumah mereka tiba-tiba menjadi panas dan pengap.

Fika membeku. Tubuhnya kaku, tak bisa bergerak. Mata besarnya hanya bisa menatap dengan kengerian saat sosok itu mulai muncul sepenuhnya dari balik reruntuhan. Sebuah kepala besar dengan dua mata merah menyala muncul dari kegelapan. Mulutnya dipenuhi gigi tajam, dan ia mengeluarkan suara geraman rendah yang menggema, membuat seluruh desa terasa sunyi. tekanan yang luar biasa dari mahluk raksasa itu membuat Fika merinding hebat, seluruh warga desa melihat mahluk itu dari jauh dengan kengerianya salah satu dari warga melihat sosok itu berbeda beda ada yang melihatnya seperti kelinci raksasa, ada juga yang melihatnya seperti kucing bahkan ada yang melihatnya seperti mahluk tidak jelas bentuknya

Makhluk itu menatap Fika dengan tatapan yang menusuk, lalu mengucapkan satu kata, dengan suara yang berat dan memekakkan telinga.

"SIJJIN."

Nama itu bergema di udara, membuat Fika merasa semakin tenggelam dalam rasa takut. Dadanya sesak, dan kakinya terasa seolah tertancap di tanah.

Makhluk itu, bernama Sijjin, berdiri dengan tubuh masif yang menutupi langit sore yang seharusnya damai. Angin berhembus kencang, membawa daun-daun yang kini beterbangan tak tentu arah.

Fika hanya bisa berbisik, nyaris tak terdengar di tengah deru angin dan suara geraman Sijjin. "Apa... apa ini...? makhluk apa ini bagaimana dia bisa disini apa yang sedang terjadi "

SIJJIN MAHLUK TAK MEMILIKI BENTUK BANGKIT

CHAPTER 03 - TERROR DI KOTA

Fika hanya bisa terdiam, tubuhnya masih gemetar ketika makhluk itu Sijjin berdiri menjulang di hadapannya. Matanya merah menyala, penuh dengan aura ancaman. Namun, alih-alih menyerangnya, makhluk itu perlahan berbalik, melangkah pergi dengan langkah berat yang mengguncang tanah di bawahnya.

Fika masih terpaku, napasnya terputus-putus. Ia mencoba memahami apa yang baru saja terjadi, namun pikirannya terlalu kacau. Suara kecil di benaknya terus bergema, mengingatkan bahwa ini bukan hal biasa.

“Olivia...” Fika akhirnya tersadar dan berlari ke arah adiknya yang tergeletak di tanah.

“Olivia! Bangun! Olivia!” teriaknya panik sambil mengguncang tubuh adiknya. Olivia tidak merespons. Matanya tertutup, dan napasnya terdengar lemah.

Fika mendekatkan telinganya ke dada Olivia, memastikan detak jantungnya masih ada. “Gawat... keadaannya parah...” Fika berbisik, air mata mulai mengalir di pipinya.

Sementara itu, langkah kaki Sijjin menggema semakin jauh, menuju pusat kota. Di mana pun ia melangkah, kehancuran mengikuti.

Di Pusat Kota

Langit sore berubah kelam. Asap hitam membubung ke udara, menutupi sisa-sisa cahaya matahari. Di tengah kota, orang-orang berlarian, mencoba menyelamatkan diri dari amukan Sijjin. Makhluk raksasa itu melangkah perlahan, namun setiap langkahnya menghancurkan jalanan dan bangunan di sekitarnya.

Dari arah barat, sekelompok pasukan tiba. Mereka adalah Tim Pertahanan Kota, sebuah kelompok elit yang dipimpin oleh wanita tangguh bernama Shoryuu. Rambut hitam panjangnya diikat rapi, dan matanya memancarkan ketegasan.

Shoryuu berdiri di atas puing-puing, menatap sosok besar yang ada di depannya. "Makhluk ini... dari mana dia berasal?" gumamnya dengan suara rendah, namun penuh rasa ingin tahu.

Di sebelahnya, seorang pria bernama Dika ahli dalam kendali elemen bumi memandang dengan tatapan khawatir. “Apa yang terjadi? Bagaimana dia bisa keluar?” tanyanya.

“Entahlah,” jawab Shoryuu, tetap fokus menilai situasi. “Tapi ini jelas pekerjaan baru untuk kita.” Ia berbalik, menatap anggota timnya yang lain. “Dengar semua! Jangan biarkan dia menyentuh warga. Kita harus menghentikannya di sini dan sekarang!”

"kalian dengar! siapkan segel untuk mahluk besar ini" Dika teriak dengan tekad kuat

“Siap!” jawab mereka serempak.

Dika melangkah maju, menggenggam tanah dengan kedua tangannya. Aura biru mulai mengelilingi tubuhnya. “SKILL ELEMENTAL TANAH: Pilar Tanah!” serunya.

Tanah di bawahnya berguncang, dan empat pilar raksasa muncul dari dalam bumi. Pilar-pilar itu menjulang tinggi, menciptakan barikade yang mengelilingi Sijjin. Di atas salah satu pilar, empat anggota tim berdiri, masing-masing bersiap dengan skill mereka, dengan kekuatan penuh mereka melancarkan beberapa serang dari masing masing element yang berbeda cahaya untuk melumpuhkan mahluk itu air untuk membuat sekelilingnya basah dan angin untuk mengkombinasikan dengan air agak membeku agar pergerakan sijjin terhenti walaupun hanya sementara

“Segel dia sekarang!” perintah Shoryuu dengan tegas.

Anggota tim serentak mengangkat tangan mereka, aura bercahaya menyelimuti tubuh mereka.

“SKILL SEGEL: LUBANG LAVA!” seru salah satu dari mereka.

Permukaan tanah di bawah Sijjin mulai terbuka, memperlihatkan magma panas yang mendidih di bawahnya. Lubang itu perlahan meluas, berusaha menjebak makhluk itu. Namun, Sijjin hanya berdiri diam, tidak menunjukkan rasa takut atau terganggu. sesampainya didasar lahar yang panas alih alih berhenti bergerak sijjin masih bisa melancarkan serangan kepada mereka, Tiba-tiba makhluk itu membuka mulutnya. Dari dalamnya, cairan hitam kental melesat cepat seperti peluru. Serangan itu terlalu mendadak, mengenai salah satu anggota tim yang berada di atas pilar.

“Arghhh!” teriaknya, tubuhnya terlempar ke belakang.

Cairan hitam itu tidak berhenti di situ. Ia mengenai anggota tim lainnya, membuat mereka jatuh satu per satu.

Shoryuu menggeram pelan, tangannya mengepal erat. “Sial! Serangan itu terlalu cepat!”

Namun, segel mereka mulai menunjukkan hasil. Tubuh Sijjin perlahan tertahan, meskipun ia masih berusaha melawan dengan seluruh kekuatannya.

“Satu serangan kejutan seharusnya cukup untuk membuatnya diam,” gumam Shoryuu, matanya tajam menatap makhluk itu. Tapi ia tahu, makhluk ini jauh lebih besar dari ancaman yang pernah mereka hadapi sebelumnya.

Ketika ia menatap Sijjin lebih dalam, sesuatu yang aneh terjadi. pasukannya melihat sijjin itu seperti mahluk raksasa yang sangat besar tapi dia hanya melihat sijjin tidak sebesar yang ia kira

Makhluk itu tidak terlihat sama lagi. Sosoknya berubah-ubah, seperti bayangan yang berlapis. Setiap orang yang menatapnya akan melihat sesuatu yang berbeda, sesuatu yang paling mereka takuti.

“Makhluk ini... dia terlihat berbeda...” bisik Shoryuu, suaranya hampir tenggelam di antara jeritan dan ledakan di sekitarnya.

"komandan Shooryu, untuk saat ini kita tidak bisa menyegelnya anggota kita terkena serangan makhluk ini jadi apa yang harus kita lakukan", tanya Dika yang sedikit panik karna monster ini sangat sulit di jinakkan , " aku berencana menghajarnya dengan satu serangan tapi untuk saat ini aku masih ingin menganalisa mahluk ini" ujar Shooryu yang sangat ragu dengan situasi saat ini, monster itu terus memberontak dengan sekuat tenaga sampai sampai segel yang di buat oleh pasukan Shooryu itu hampir rusak karenanya.

"apa boleh buat", Ujar Dika yang ingin melawan sijjin, " komandan kumpulkan beberapa aura yang komandan bisa aku akan mencoba untuk menyerangnya " Ujar Dika, "Dika!" Shooryu yang terkejut dengan perkataan Dika, " serahkan pada ku", Dika bersiap menyerang "sini kau Monster sialan" Ujar Dika yang mengepalkan tangannya

"SKILL ELEMENTEL TANAH : JERATAN BATU TAJAM

semua tanah yang si sekitar Sijjin kemudian menusuk semua badan Sijjin hingga tidak bisa bergerak Dika kemudian menyerang Sijjin dari jarak dekat kemudian ia mencoba menusuk mata Sijjin, tapi Sijjin dengan cepat membuka mulutnya lalu mengeluarkan cairan hitam yang sangat cepat, Dika mencoba menghindar tapi cairan itu mengenai lengannya hingga terluka "Siaal!!! itu terlalu cepat" pikirnya, Sijjin berusaha menggerakan tangannya yang ingin menghajar Dika , Tapi dengan cepat Dika langsung mengaktifkan Skill nya yang lain "SKILL ELEMENTEL TANAH : NAGA TANAH" Ujarnya yang sambil menjulurkan tangannya ke samping hingga sosok naga keluar dari tanah, Naga itu terbuat dari batu yang dibuat oleh Dika kemudian naga itu melilit leher Sijjin, sampai Sijjin bergeram sangat kuat Dika berada di atas kepala Naga itu dengan cepat dia kembali mengaktifkan Skillnya kembali "SKILL ELEMENTEL TANAH : BATU PENGERAS" membuat batu di sekitarnya mengeras hingga mematikan pergerakan Sijjin, Dari atas lubang Shooryu melihat Dika bertarung sendirian membuat dia geram karna jika ingin mengeluarkan kekuatannya dia harus mengumpulkan beberapa aura hingga bisa menyerang, "maafkan aku Dika , tunggu sebentar aku akan datang " ujar Shooryu yang kesal sambil mengkerutkan dahinya

Namun, ia tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh. Sijjin menggeram keras, suaranya bergema ke seluruh kota. Aura hitam menyelimuti tubuhnya, menandakan bahwa pertempuran ini masih jauh dari kata selesai.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!