Hari ini, Zia merasa senang karena akan pergi jalan-jalan dengan sang mertua, karena Zia jarang sekali mempunyai waktu, mengingat ia mengurus perusahaan keluarga, dan restoran miliknya.
Zia tidak mengabari sang mertua dulu, karena Zia akan memberikan kejutan, untuk sang mertuanya.
Mertua yang selama ini sangat baik, dan juga pengertian.
Zia turun dari mobilnya, namun Zia di fokuskan dengan keberadaan mobil milik suaminya.
"Kenapa mobil mas Rangga, berada dirumah ibu?" gumam Zia, bingung.
Zia melangkahkan kakinya, mendekati pintu rumah, terdengar suara tawa sampai keluar, Zia mengira sedang ada tamu dirumah mertua nya.
Namun saat Zia sampai didepan pintu, terlihat suaminya dengan perempuan lain, dan juga menggendong seorang anak.
"Siapa wanita itu, kenapa sangat dekat sekali dengan mas Rangga, dan anak itu siapa" ucap Zia.
Zia menempelkan telinganya, agar ia tahu apa yang sedang dibicarakan oleh mereka.
"Rangga, kapan kamu akan menceraikan wanita itu, ibu sudah tidak mau berpura-pura baik lagi dengan Zia," ucap wanita paruh baya itu.
"Sabar bu, aku belum mendapatkan apa-apa, nanti setelah semua harta Zia berpindah tangan, baru akan aku ceraikan dia," jawab Rangga.
Sontak saja, Zia menutup mulutnya. Zia tak percaya dengan ucapan suami dan juga mertuanya, karena selama ini mereka sangat baik dengan Zia.
"Iya mas, aku sudah tidak mau disembunyikan lagi, aku mau status yang jelas sebagai istrimu," ucap wanita yang berada disebelah Rangga.
"Apa, istri, jadi dia istri mas Rangga," ucap Zia tak percaya.
Zia langsung membuka ponselnya, ia merekam setiap ucapan mereka.
"Sabar sayang, nanti kamu akan menjadi istri satu-satunya," jawab Rangga, tersenyum menatap wanita itu.
"Iya Lena, kamu sabar dulu, jangan membuat kekacauan," ucap wanita paruh baya, yang bernama Minah.
"Kamu tenang saja, aku akan segera menceraikan Zia, setelah semua harta dia, menjadi milik ku," ujar Rangga.
"Tapi jangan lama-lama mas, anak kita sudah tiga bulan, dia membutuhkan akta kelahiran," ucap Lena.
"Aku mengerti sayang, aku akan lebih berusaha agar bisa merebut harta Zia," jawab Rangga.
"Rangga, sebenarnya kenapa kamu memilih Zia?" tanya bu Minah.
"Dia cukup bodoh bu, kalo soal cinta dia memang sangat bodoh," jawab Rangga.
"Apa selama ini dia tidak tahu dengan tujuanmu, menikahi dia?" tanya bu Minah.
"Selagi ibu, dan juga Lena, tidak banyak bicara. Semuanya akan baik-baik saja," ucap Rangga.
"Bagaimana kalo dia tahu?" tanya bu Minah.
"Tenang saja, Zia akan luluh denganku, bu." jawab Rangga, dengan penuh kepercayaan diri.
Zia yang mendengarkan ucapan suaminya, sungguh tidak percaya, niatnya mau memberikan kejutan untuk mertuanya, tapi malah ia yang dikejutkan dengan mereka.
Ternyata Zia sudah salah memberikan kepercayaan kepada suaminya.
Lalu Zia meninggalkan rumah mertuanya, karena takut ketahuan.
Tubuh Zia bergetar, setelah mendengar ucapan suaminya, dan kenyataan kalo suaminya sudah mempunyai istri lain, dan memiliki anak.
Zia menutup mulutnya, menahan air mata yang akan keluar, namun Zia menahannya.
Tapi, tak terasa. Air mata Zia, membasahi wajahnya.
Zia menundukan kepalanya, membiarkan air mata itu lolos begitu saja.
"Menangislah, tapi untuk yang terakhir kalinya," ucap Zia.
Berkali-kali, Zia menghela nafasnya, mengatur emosinya, agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan, di perjalanan.
"Apa memang wanita, bodoh" gumam Zia.
"Aku benar-benar tidak percaya denganmu, mas. Hebat sekali kamu menyembunyikan wajah aslimu, aku kira memang kamu laki-laki baik, yang akan menjaga dan mencintai aku, tapi kenyataan nya, kamu memberikan luka yang sangat hebat," ucap Zia.
Sedikitpun, tak pernah terfikirkan oleh Zia, kalo sang suami mengkhianati dirinya, ternyata ucapan manis Rangga, benar-benar menjadi racun.
Zia keluar dari mobilnya, Zia disebuah danau yang menurutnya, berada ditempat itu, cukup membuat dirinya tenang.
"Aaaaaaakkhhhh..."
Zia berteriak, mengeluarkan suaranya.
"Dasar laki-laki bajingan, aku benci denganmu, Rangga, bajingan.." Zia memaki-maki Rangga.
Meskipun tidak langsung berada didepan orangnya, tapi cukup membuat Zia merasa tenang.
Zia mengeluarkan rasa kesal dan emosi nya.
"Huh!" helaan nafas, terdengar dari mulut Zia.
Zia menepuk-nepuk pipinya, Zia berharap. Ini semua hanyalah mimpi buruk.
Tapi, sialnya. Zia merasakan sakit.
"Ini nyata, benar-benar nyata," ucap Zia, menatap kosong.
Zia jadi mengingat, awal kedekatan dengan suaminya, saat keduanya sedang kuliah, disalah satu universitas yang sama.
Flashback.
"Zia, memangnya kamu tidak malu, berpacaran dengan laki-laki biasa, seperti aku?" tanya Rangga.
"Memangnya kamu maling?" ucap Zia, menatap Rangga.
"Aku serius, Zia," sahut Rangga.
"Rangga, aku mencintai kamu, tidak melihat kamu dari keluarga mana, yang paling penting kamu bisa bertanggung jawab, dan melindungi aku," jawab Zia.
"Aku akan selalu mencintai kamu, hanya kamu. Wanita satu-satunya yang aku cintai, dan akan aku nikahi," ucap Rangga.
"Ah, gombal" ujar Zia.
"Aku serius, kita wisuda hanya beberapa bulan lagi, setelah kita lulus, kamu mau menikah denganku?" tanya Rangga.
"Kamu datang kerumahku, lamar aku kepada kedua orangtua aku," jawab Zia.
"Apa keluargamu, akan menerima aku?" tanya Rangga.
"Pasti, bunda dengan ayah, akan selalu setuju dengan keputusan aku, mereka bukan tipe orangtua yang suka memaksakan kemauan nya," jawab Zia.
"Baiklah, nanti akan aku bicarakan dengan ibu," ujar Rangga.
"Aku tunggu, Rangga" jawab Zia.
"Aku janji, akan selalu membahagiakan kamu, melindungi kamu, dan tentunya. Tidak akan pernah berani menyakiti dirimu," ucap Rangga.
Zia yang baru merasakan mempunyai pacar, percaya begitu saja dengan omongan Rangga, hati Zia berbunga-bunga saat mendengar ucapan manis dari Rangga.
"Kamu bahagia?" tanya Rangga.
"Sangat bahagia," jawab Zia.
"Terima kasih sudah memilihku, dari sekian banyaknya, laki-laki yang mau denganmu," ucap Rangga.
"Kamu yang aku cintai, hanya kamu" jawab Zia.
Flashback Off.
"Kalo mengingat itu, rasanya mual sekali, kenapa aku sangat bucin sekali dengan Rangga," ucap Zia.
Seperti kata pepatah mengatakan, nasi sudah menjadi bubur, sudah tidak bisa di apa-apakan lagi, selain dimakan.
"Bagaimana dengan ayah dan juga bunda, mereka akan sangat murka kalo tahu, kelakuan menantu kesayangannya," gumam Zia.
Zia sedang memikirkan bagaimana baiknya, memberitahukan sekarang, atau nanti setelah semua urusan Zia dengan Rangga, Selesai.
"Tapi yang lebih aku takutkan, kakak-kakak ku, mereka akan lebih murka, bisa-bisa Rangga mati," ucap Zia.
Bukan mengkhawatirkan suaminya, tapi takut suasana nya menjadi kacau.
"Tidak sudi aku berbagi suami dengan wanita lain, lebih baik menjanda, daripada memperebutkan satu burung," ucap Zia.
"Secepatnya, aku harus mencari bukti, agar Rangga tidak bisa mengelak saat di persidangan nanti," ucap Zia.
"Wanita secantik diriku, sepintar ini, malah diselingkuhi, benar-benar sakit jiwa, si Rangga," kata Zia.
***
Saat Zia kembali kerumahnya, ia sudah melihat mobil suaminya.
"Sudah pulang dia," ucap Zia.
Zia langsung masuk kedalam rumahnya, terlihat sang ibu mertua berada disamping suaminya.
"Dari mana, kenapa pulangnya larut malam sekali?" tanya Rangga.
"Tadi ada teman ke resto, mas" jawab Zia.
"Tapi kamu harus tahu waktu dong, suami pulang kerumah, kamu tidak ada," ujar Rangga.
"Sudah Rangga, jangan mempermasalahkan itu, Zia juga bekerja," sahut bu Minah.
"Dasar tua bangka! Giliran didepanku bisa-bisanya membela, giliran dibelakangku, ngomongin," gumam Zia.
"Ibu terlalu memanjakan menantu ibu tuh," ujar Rangga.
"Zia jugakan anak ibu," jawab bu Minah.
"Cih, benar-benar muak dengan drama mereka," gumam Zia.
"Aku masuk kamar dulu," ucap Zia.
"Tidak ada sopan santun, masak untuk ibu!" titah Rangga.
"Jangan nak, biar ibu saja," jawab bu Minah.
"Tapi, bu.." sahut Rangga.
"Biarkan Zia istirahat, dia sudah lelah bekerja seharian," jawab bu Minah.
"Kamu harus bersyukur, mempunyai mertua seperti ibuku," ucap Zia.
"Sudah seharusnya, karena kalian juga hidup dari uangku," sahut Zia.
"Zia..." teriak Rangga.
"Kenapa, mas?" tanya Zia.
"Memang kenyataankan, selama ini kamu memang numpang hidup, bekerja diperusahaan keluargaku, jadi sudah seharusnya kalian bersikap baik," sambung Zia.
"Tarik ucapanmu, Zia" titah Rangga.
"Ucapan mana yang harus aku tarik? Seharusnya kamu memang sadar diri, jadi sangat disayangkan, kalo kamu melakukan kesalahan yang fatal, dibelakang aku. Hidup kamu dan juga keluargamu, akan hancur," ucap Zia.
Zia langsung berlari kekamarnya, karena tidak mau mendengar ucapan suaminya.
Selepas kepergian Zia.
"Kenapa sekarang istrimu, jadi berani?" tanya bu Minah.
"Entahlah bu," jawab Rangga.
"Mungkin dia sedang cape, makanya kalo dia baru pulang, jangan banyak ditanya," ucap bu Minah.
"Sebenarnya aku sudah muak, hidup dengan dia, karena aku tidak mencintainya, bu" ucap Rangga.
"Bertahan sebentar lagi, kita belum mendapatkan apa-apa," ujar bu Minah.
"Memangnya, ibu masih sanggup, berpura-pura baik dengan dia?" tanya Rangga.
"Ibu juga sudah muak, karena ibu tidak menyukainya, dia wanita sombong dan juga arogan," jawab bu Minah.
"Tapi setidaknya, kita harus mendapatkan apa yang kita inginkan, merebut semua harta milik istrimu," sambung bu Minah.
"Aku akan berusaha, dan akan memaksa Zia memberikan semuanya, termasuk jabatan di perusahaannya," ucap Rangga.
"Bagus Rangga, kuras harta istrimu, biar kita bisa hidup enak," ujar bu Minah.
Dua manusia, anak dengan ibunya. Memiliki niat akan merebut hak orang lain, tanpa mereka sadari, mereka benar-benar menghancurkan harga dirinya.
"Pastikan, istrimu selalu minum pil KB nya," ucap bu Minah.
"Setiap kali akan melakukan itu, aku selalu menyuruh dia minun pil KB nya, lagian kami jarang sekali melakukan itu, aku tidak memiliki hasrat dengannya, mungkin karena aku tidak mencintainya," jawab Rangga.
"Bagus, ingat kamu sudah memiliki anak dengan Lena," ucap bu Minah.
"Aku akan selalu mengingatnya, bu. Lena wanita yang sangat aku cintai," jawab Rangga.
Pembicaraan mereka, tidak sengaja Zia dengar, niat ingin keluar untuk makan, tapi dikejutkan dengan pembicaraan keduanya.
Zia kembali kedalam kamarnya, menutup pintu kamar miliknya, sungguh Zia tak menyangka nasib nya akan tragis.
"Dari semua wanita dibumi ini, kenapa harus aku, yang tidak bisa dicintai, apa aku seburuk itu?" ucap Zia.
Zia menganggap dirinya seburuk itu, karena tidak bisa dicintai oleh suaminya.
"Apa tidak ada ruang dihatimu, untuk mencintai aku, mas" ucap Zia, tersenyum getir.
"Apa yang sudah aku lakukan, kenapa kamu tidak bisa mencintaiku, apa selama satu tahun pernikahan, dan satu tahun menjalani hubungan, kamu benar-benar tidak pernah mencintai aku?" ucap Zia.
Zia benar-benar tidak menyangka, kalo suami yang sangat ia cintai selama ini, tidak pernah mencintainya.
Zia selalu merasa beruntung, karena memiliki suami yang sederhana seperti Rangga, tidak pernah menuntut apapun dengan Zia.
Namun saat Zia mengetahui semuanya, rasa beruntung itu menjadi sebuah bencana, ketika mendengar suaminya tak pernah mencintai dirinya.
"Pantas selama ini kamu tidak pernah menuntut aku ini itu, mas. Ternyata kebenarannya, karena kamu tidak pernah mencintai aku," ucap Zia.
"Pantas, kamu selalu mengatakan belum siap memiliki anak, karena umur kita masih terlalu muda, dan katamu. Ingin menikmati masa pernikahan kita, tapi nyatanya, kamu memiliki anak dengan perempuan lain," kata Zia.
Saat Zia sedang merenungi, setiap kejadian dalam hidupnya, perlakuan suami dibelakang nya, tiba-tiba pintu diketuk.
Tok..
Tok..
Zia langsung membuka pintu kamarnya, terlihat sang suami tersenyum melihat kearahnya.
Lalu Rangga masuk kedalam kamar.
"Aku minta maaf, tadi membentakmu," ucap Rangga.
Zia tidak menjawab.
"Zia, kamu masih marah denganku?" tanya Rangga.
Zia menghela nafas.
"Tidak apa-apa, mas" jawab Zia.
"Kenapa?" tanya Rangga.
"Tidak apa-apa, hanya sedikit lelah," jawab Zia.
"Mau aku pijitin?" tanya Rangga.
"Tidak usah," jawab Zia.
"Kamu yakin?" tanya Rangga.
"Aku yakin," jawab Zia.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Rangga, menatap aneh kearah Zia.
"Istri mana yang baik-baik saja, saat tahu, suaminya tidak pernah mencintainya, dan juga sudah mengkhianati dirinya," gumam Zia.
"Ah, aku baik-baik saja," jawab Zia tersenyum.
"Syukurlah, kalo lelah, sudah jangan bekerja dulu," ucap Rangga.
"Resto tidak ada yang menjaga, aku harus bertanggung jawab," jawab Zia.
"Tapi kamu memiliki banyak karyawan, serahkan semuanya dengan mereka," ujar Rangga.
"Mas, tidak semua orang dapat dipercaya, bahkan orang-orang yang sudah dekat dengan kita, bisa saja mengkhianati kita, jadi aku tidak mau terjadi seperti itu," jawab Zia.
Rangga langsung terdiam, kala mendengar ucapan istrinya.
"Kamu kenapa, mas?" tanya Zia.
"Ah t-tidak," jawab Rangga, gugup.
"Kamu tidak mengkhianati aku kan, mas?" tanya Zia.
"Jangan ngaco kalo bicara," ucap Rangga.
"Jawab aku!" kata Zia.
"Aku tidak akan mengkhianati kamu, mana berani. Aku mencintai kamu," ucap Rangga.
"Kalo dulu, aku merasa bahagia mendengar kata cinta darimu, tapi sekarang rasanya muak sekali mendengarnya," gumam Zia.
"Kamu tidak percaya, dengan suami kamu?" tanya Rangga.
"Percaya kok mas, mana mungkin kamu menduakan aku, sedangkan kamu hidup menumpang denganku, bekerja diperusahaan keluargku," jawab Zia, sengaja ia mengatakan hal itu, Zia mau melihat bagaimana reaksi suaminya.
Rangga mencekal tanganya, tidak terima dengan ucapan Zia.
Namun Rangga, mengingat perkataan sang ibu, kalo ia harus sabar menghadapi Zia.
"Kenapa, mas?" tanya Zia.
"Ayo tidur, sudah malam," ucap Rangga.
Zia menghela nafas.
"Aku tahu, kamu bersikap seperti itu, agar aku tidak curiga dengan kebusukanmu," gumam Zia.
Zia tak banyak bicara, ia memutuskan tidur, karena esok hari akan ke restoran nya.
***
"Ayo sarapan dulu, nak" ajak bu Minah.
"Maaf bu, aku ada meeting, jadi buru-buru," jawab Zia.
"Zia, setidaknya, kamu hargai, usaha ibu" ucap Rangga.
"Tapi benar ada kerjaan, mas. Ada meeting pagi ini," jawab Zia.
"Sudah Rangga, istrimu memang sibuk, ibu maklum kok," ucap bu Minah.
"Tapikan, bu__" ucap Rangga terpotong.
"Sudah, tidak apa-apa," jawab bu Minah.
"Muak banget, benar-benar parasit," gumam Zia.
Zia langsung pergi, karena ia sudah muak dengan drama suami dan juga mertuanya.
"Huh" helaan nafas terdengar dari mulut Zia.
"Aku tidak bisa seperti ini, aku harus segera bertindak," ucap Zia.
Pagi ini, Zia memutuskan. Akan kerumah orangtuanya, dengan berat hati, Zia harus meminta pendapat dari orangtuanya.
"Aku takut, ayah dan juga bunda sedih, tapi mereka akan lebih sedih kalo tahu dari orang lain," ucap Zia.
Zia langsung membawa mobilnya, kearah rumah milik orangtuanya, meskipun berat, tapi Zia harus melakukan nya.
Setelah beberapa menit, akhirnya Zia sampai dirumah kedua orangtuanya.
Tok..
Tok..
Zia mengetuk pintu rumah kedua orangtuanya.
"Non, ayo masuk" ucap sang ART.
"Bi, ayah dengan bunda, ada?" tanya Zia.
"Ada non, sikembar juga ada," jawab sang ART.
Zia tersenyum, lalu masuk kedalam rumahnya, kebetulan hari ini hari weekend jadi semua keluarganya, pasti berada dirumah.
"Ayah, bunda" panggil Zia.
Kedua paruh baya itu langsung menatap sang anak, mereka tersenyum.
"Zia, apa kabar?" tanya sang ibunda, Ita.
"Baik bunda" jawab Zia.
"Kenapa baru kesini?" tanya sang ayah, Dimas.
"Aku sedang sibuk, maaf baru kesini" jawab Zia.
"Ayo duduk," ucap ayah Dimas.
Zia tersenyum, lalu ia duduk ditengah-tengah kedua orangtuanya.
"Kamu kesini sendiri?" tanya bunda Ita.
"Iya bun" jawab Zia.
"Suami kamu kemana, kok gak ikut kesini?" tanya bunda Ita.
Zia tak menjawabnya, untung saja ayah Dimas memberi kode kepada sang istri, agar tidak menanyakan lebih dalam tentang, suaminya.
"Kakak kamu, ada di kamarnya" ucap bunda Ita.
"Tumben?" ucap Zia.
"Entah, bunda juga bingung, tidak biasanya mereka kerumah, biasanya mereka akan tinggal di apartemen masing-masing," ujar bunda Ita.
"Mungkin mood nya lagi bagus bun," jawab Zia.
"Aku ke kamar kak Rey, dan kak Roy ya bun," ucap Zia.
"Pasti mereka akan senang, kamu datang," ucap bunda Ita.
Zia tersenyum, lalu meninggalkan kedua orangtuanya.
Sepeninggalan Zia, ayah Dimas dengan bunda Ita, saling menatap.
"Apa rumahtangga anak kita tidak baik-baik saja?" ucap bunda Ita.
"Tidak tahu, yang terpenting kita tidak boleh menanyakan prihal rumahtangga Zia, kalo Zia sendiri tidak memberitahu kita," jawab ayah Dimas.
"Semoga baik-baik saja," ucap bunda Ita, dengan raut wajah yang cemas.
"Kita doakan yang terbaik, untuk anak kita," ucap Ayah Dimas.
Bunda Ita mengangguk paham.
Berbeda dengan Zia, yang sedang melihat kedua kakaknya, sibuk dengan pekerjaannya.
Kedua kakaknya, tidak sadar kalo ada Zia dikamar mereka.
"Aku disini sudah lama, kalian tidak menyadarinya," ucap Zia.
Kedua laki-laki itu saling menatap, kala mendengar suara sang adiknya, yang sudah lama tidak bertemu.
"Aku disini" sahut Zia.
"Zia.." ucap serentak.
"Kalian jahat, terlalu fokus dengan pekerjaan, sampai tidak menyadari kalo aku ada disini," ucap Zia.
"Maaf," ucap Rey, memeluk Zia.
Lalu ketiga adik, kakak itu saling melepaskan rindu, dengan pelukan hangat.
Sudah lama Zia tidak pernah mendapatkan pelukan dari kedua kakak nya.
Setelah menikah, kedua kakak nya enggan bertemu dengan Zia, apalagi kerumah Zia.
Rey dengan Roy, memang tidak menyetujui hubungan Zia dengan Rangga.
"Kamu kesini dengan siapa?" tanya Roy.
"Sendiri" jawab Zia.
"Si bajingan itu, tidak ikut?" tanya Roy.
"Kak, gak boleh gitu," ucap Rey, menyenggol tangan kakak kembar nya.
Zia menggelengkan kepala, karena Zia tahu betul, sang kakak Roy, sangat tidak menyukai suaminya.
"Ada apa, wajahmu terlihat seperti sedang sedih?" tanya Roy.
"Aku malu ceritanya" ujar Zia, menundukan kepalanya.
Roy memegang dagu Zia, menatap Zia.
"Kami ini kakak kamu," ucap Roy.
"Kita bicara diruang tamu," ajak Zia.
Lalu keduanya mengangguk.
Mereka keluar dari kamar, menuju ruangan tamu, terlihat ada sang ayah dengan bunda.
"Wih anak-anak bunda, sudah besar" ucap bunda Ita.
"Iya dong bunda," jawab Rey.
"Nikahlah kalian," sahut Zia.
"Buang-buang waktu, mending hidup sendiri" jawab Roy.
"Bunda gak suka ya, kamu bicara seperti itu," ucap bunda Ita.
"Uh cantiknya, bunda aku ini" ucap Roy, menggoda sang bunda, agar tidak marah.
Ayah Dimas, hanya tersenyum melihat anak-anaknya, yang terus bertumbuh, dengan baik.
Namun ayah Dimas, mencemaskan anak perempuan satu-satunya, karena terlihat wajahnya sanga murung.
"Ayah, bunda" ucap Zia.
Ayah Dimas langsung mendekati Zia, lalu ia berkata. "Ada apa nak, ada yang mengganggu hatimu?" tanya ayah Dimas, dengan suara lembutnya.
Zia menatap sang ayah, tak bisa lagi Zia menutupi kesedihannya, Zia langsung memeluk sang ayah, dengan suara isak tangis.
Ayah Dimas tidak menanyakan apapun, ia mengelus punggung sang anak, memberikan kekuatan untuk sang anak, meskipun tidak tahu masalah Zia sebenarnya, apa.
"Ayah___" ucap Zia terpotong, karena isak tangis nya.
"Menangis, tapi untuk terakhirnya kalinya, kalo menangis membuatmu merasa lebih tenang, maka lakukan," ucap ayah Dimas.
Zia terus memeluk erat sang ayah, sang ibunda tak bisa menyembunyikan kesedihannya, tak terasa air mata membasahi wajahnya, melihat sang anak menangis.
Roy dengan Rey, hanya mengelus sang bunda, meskipun mereka merasakan kesedihannya, tapi tidak membuat mereka menangis.
Lalu Zia melepaskan pelukannya, dan menatap satu persatu keluarganya.
"Maaf" ucap Zia.
"Ada apa, nak?" tanya ayah Dimas.
Zia bingung menjelaskan nya darimana, Zia membuka ponselnya, dan membuka sebuah video.
Ayah Dimas, dan sikembar langsung melihat isi video nya.
Roy dengan Rey, mengepalkan tangannya, menagan emosi.
"Sejak kapan, si bajingan ini, melakukan hal menjijikan?" tanya Roy.
"Aku tidak tahu betul sejak kapan, aku baru tahu kemarin-kemarin," jawab Zia.
"Bajingan" umpat Roy.
"Kak tenanglah," ucap Rey.
"Rey, adik kesayangan kita" ujar Roy, dengan penuh emosi.
"Aku tahu kak, tapi dengan emosi, kita tidak bisa menyelesaikan ini semua," ucap Rey.
Roy menghembuskan nafasnya, sudah biasa, kalo Rey akan menjadi air, saat Roy menjadi api, makanya mereka berdua kemana-mana selalu bersama.
Berbeda dengan ayah Dimas, yang masih diam mematung, saat melihat video menantunya.
"Zia.." ucap ayah Dimas, ia langsung memeluk Zia.
"Maafkan ayah, tidak bisa menjagamu," ucap ayah Dimas, memeluk erat sang anak perempuan satu-satunya.
Zia menggeleng, "Ayah tidak salah, jangan bicara seperti itu" ucap Zia.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!