“Perbaiki laporan itu dan jika sampai salah perhitungan, maka kepalamu akan dijadikan sebagai bayaran penebusan untuk harga proyek ini!”
Brak!!
Suara pintu dibanting keras membuat seluruh orang di ruangan terlonjak kaget, mereka refleks mengalihkan pandangan pada seorang pria dengan setelan jas kantornya berusaha mengelus dadanya beberapa kali. Masih mempertahankan raut terkejutnya, ia menatap kosong ke depan dan sebuah hembusan napas kasar keluar dari bibirnya.
“Kenrick, kau tidak apa-apa?” tanya Margareth, ketika tatapannya berhenti pada sebuah laporan yang dipegang oleh Kenrick.
Kenrick pasti sehabis melaporkan laporan analisis mengenai perusahaan Grinn yang menawarkan kerja sama dengan mereka beberapa waktu lalu. Dan Kenrick diberikan mandat untuk menyusun proposal singkat mengenai profil perusahaan itu.
“Mr. Damien benar-benar galak,” ujar Kenrick kemudian melempar tubuhnya pada kursi kerjanya kemudian mengacak rambutnya sekali.
“Kurasa mood-nya sedang dalam keadaan yang buruk,” balas Margareth, teringat kembali insiden pagi ini dimana Damien, bosnya itu memarahinya hanya karena warna bajunya yang terlalu mencolok dan berkata kalau warna kuning terangnya itu merusak penglihatannya.
Harlos, sekertaris kepercayaan Damien tiba-tiba berdiri, “Jangan bergosip dan kembali fokus pada pekerjaan kalian,” ujarnya sebelum beranjak masuk ke dalam ruangan Damien sembari menenteng sebuah berkas ditangannya.
Kenrick tak mampu menahan untuk mengeluarkan komentar pedasnya, “Benar-benar identik, tidak heran kenapa Mr. Damien sangat mempercayai pria kaku dan gila kerja itu.”
“Dan tampan,” lanjut Margareth membuat Kenrick langsung menoleh dan kembali melempar tatapan tajamnya ke arah wanita itu.
Harlos merupakan orang kepercayaan Damien dan Kenrick merupakan karyawan magang yang baru diterima sebagai pekerja tetap di perusahaan pria itu. Iri? Tentu saja, semua karyawan di perusahaan ini berlomba-loma untuk menjilat bos besarnya itu.
Naik pangkat? Gaji besar? Tidak, predikat menjadi orang kepercayaan Damien Alaric Blake, pria misterius dengan segala kesempurnaannya itu lebih menggiurkan.
---
“Silahkan masuk,” suara beratnya menginterupsi ruangan hening itu.
Pintu terbuka kemudian, memperlihatkan Harlos yang berjalan ke arahnya dengan raut serius pria itu, seperti biasanya.
“Saya ingin melaporkan masalah mengenai Mr. Walson,” ujar Harlos kemudian menyerahkan sebuah laporan ke atas meja kerja Damien.
Damien menghentikan fokusnya pada layar komputer didepannya, manik birunya bergerak kemudian berhenti pada laporan yang diberikan oleh Harlos.
Seketika ruangan kantor itu dipenuhi oleh aura intimidasinya, dengan ruangan besar yang hanya digunakan Damien seorang. Begitu kita membuka pintu besar pada ruangannya, maka kita akan disuguhkan oleh sebuah meja besar tempat dia bekerja setiap hari disusul sebuah sofa dan meja santai disamping kemudian rak-rak yang berisi berbagai macam buku dan folder.
Jika hanya diberi satu kata untuk mendeskripsikan pria itu, maka tampan adalah jawabannya. Damien memiliki wajah yang tegas dengan rahang kokohnya, kemudian sepasang manik birunya itu selalu berhasil meng-hipnotis siapapun untuk tenggelam dalam lautan pesonanya.
Auranya terkesan tenang namun disaat yang bersamaan, raut tanpa ekspresinya selalu berhasil membuat orang-orang menebak apa isi dibalik otak pintarnya itu.
Lengan kekarnya yang berotot itu dibungkus erat oleh kemeja dan jas kerjanya sebelum bergerak untuk membuka sebuah folder yang diberikan oleh Harlos. Jemarinya yang panjang dan kokoh dengan mudah merobek folder coklat sebagai bungkusan luarnya kemudian mengeluarkan isinya, dimana menampilkan beberapa lembar foto didalamnya.
Hasil foto itu tampak dijepret dengan cepat sebab beberapa dari mereka tampak buram. Damien kembali memusatkan fokusnya, tepat pada lembaran foto terakhir yang menampilkan seorang wanita dengan manik hazelnya tengah duduk berhadapan dengan seorang wanita di sebuah kafe.
Damien masih menatap serius ke arah lembaran foto itu sebelum tangannya bergerak untuk meremasnya, urat tangannya tercetak jelas kala foto itu berakhir dengan keadaan yang mengenaskan di tangannya.
“Buat janji temu dengan Mr. Walson,” perintah Damien dengan nada bicaranya yang serius dan segera diangguki oleh Harlos.
---
Saat bunyi lonceng berdenti sekali, seorang wanita melangkah pelan melewati pintu masuk kafe. Kehadirannya berhasil memancarkan aura yang sulit diabaikan. Surai hitam alaminya yang bergelombang, disusul kulit sehalus porselen dan pipi yang merona alami, seakan dicium lembut oleh mentari pagi. Sepasang manik hazel-nya yang berhasil memikat fokus orang-orang disekitar tanpa membedakan pria dan wanita.
Wanita itu cantik bagi siapapun, tanpa mengenal batasan usia maupun gender.
Amara mendudukkan dirinya pada sebuah kursi disana sebelum manik hazel-nya bergerak tampak tengah mencari seseorang.
Beberapa saat kemudian, lonceng kafe kembali berdenting, membuat Amara segera mengalihkan perhatiannya ke arah pintu dan disana dia menemukan seseorang yang akan dia temui hari ini.
“Apakah kita saling mengenal?” tanya Amara, nada bicaranya lembut dan tidak ada tanda-tanda dia emosi.
Alasan dibalik kedatangannya di kafe juga karena selama beberap minggu belakangan, Amara selalu mendapat pesan berisi nada-nada mengancam. Amara pikir itu hanyalah ulah orang asing yang iseng, tetapi dilihat dari bagaimana si pengancam tahu banyaj perihal privasi hidupnya, ralat tentang Damien, suaminya itu, mau tidak mau Amara harus bertemu dengannya.
Dan ternyata wajah dibalik si pengancam itu adalah seorang wanita.
“Kau tidak perlu mengenalku untuk bisa membenciku,” ujar wanita itu yang masih tidak Amara mengerti arti dibalik ucapannya.
“Siapa namamu?” tanya Amara kembali, tidak terintimidasi dengan nada mencekam ataupun tatapan tajam dari lawan bicaranya, Amara tetap dengan raut santai dan percaya dirinya.
“Ingat baik-baik namaku, karena sehabis ini kita akan sering bertemu,” balas wanita itu kemudian menyerahkan sebuah kartu namanya kepadanya.
Florynn,wanita didepannya ini merupakan seorang florist. Dia mempunyai pekerjaan sesuai dengan namanya. Seorang penjual bunga yang memiliki sebuah toko bunga di sudut jalan.
Amara akui, wajah wanita itu cantik, walau tubuhnya tidak setinggi Amara, dia adalah tipe gadis mungil yang memiliki kesan manja. Dress bunga-bunganya juga menunjang penampilan wanita itu ketika memperkenalkan diri sebagai seseorang yang memusatkan diri pada dunia bunganya itu.
“Maaf, kau bisa menghubungi sekertarisku jika ingin memberikan kartu namamu,” ujar Amara yang bahkan tidak sampai dua detik menatapi kartu nama yang tergeletak diatas meja itu.
Florynn tampak marah, terlihat dari bagaimana wanita itu menggertakkan giginya dan tangannya terkepal diatas meja, namun sebisa mungkin dia menahan emosinya agr tetapi bisa terlihat elegan.
“Aku menyukai Mr. Damien,” ujar Florynn dalam sekali tarikan napas, dengan nada angkuh dan percaya diri wanita itu.
Amara tampak tidak terusik dengan kalimatnya walaupun faktanya Florynn sangat kurang ajar dengan mengatakan pernyataan seperti itu kepada Amara.
“Terus?” tanya Amara, masih tetap tidak terusik, ia sama sekali tidak memandang Florynn sebagai sebuah ancaman. Baginya, Florynn hanya sebuah stalker gila yang menyukai suaminya yang sempurna sekaligus brengsek itu.
“Ceraikan suamimu,” ujar Florynn lagi yang lebih tidak tahu dirinya.
Amara menaikkan alis kanannya kemudian mengeluarkan tawa remehnya, cenderung merendahkan wanita didepannya itu.
Dan Florynn hanya diam tercengang dengan reaksi dari Amara yang kelewat tenang dalam menanggapi ancamannya.
“Terima kasih,” ujar Amara kemudian bangkit berdiri dari duduknya membuat Florynn langsung melebarkan matanya dan ikut berdiri.
“Kau akan menceraikannya kan?” tanya Florynn, kembali memastikan. Ia ingin sebuah jawaban yang pasti dari Amara.
Amara meraih tasnya kemudian hendak pergi dari sana sebelum berbalik, menatap dalam ke arah Florynn kemudian tersenyum kecil. Senyum yang sangat cantik dan lembut, pipi wanita itu bahkan menggembul lucu.
“Semua orang tahu kita menikah karena perjanjian bisnis, akan kukabulkan permintaanmu,” ujar Amara kemudian melenggang pergi dari sana dengan anggung.
Dia bahkan tidak terpancing emosi sama sekali selama berbicara dengan Florynn. Wanita itu benar-benar terlihat anggun dalam menghadapi situasi seperti ini, seolah hal yang baru saja Florynn katakan sama sekali tidak mengusiknya.
“Akhirnya kau sadar diri juga,” uajr Florynn kembali dengan sedikit mengeraskan suaranya karena takut Amara yang sudah melangkah beberapa langkah didepannya tidak mendengar.
Sebelum benar-benar pergi dari kafe itu, Amara menyempatkan diri untuk berbalik yang terakhir kalinya.
Amara tersenyum sembari menatap ke arah Florynn dan berujar, “Tapi aku tidak menyangka, setelah menghinaku tadi, sekarang kau akan memakai barang bekas dariku,” kemudian Amara pergi dari sana meninggalkan Florynn sendirian yang berdiri mematung.
Apa yang baru saja wanita itu katakan?
Barang bekas?
Wanita itu menyebut Damien sebagai sebuah barang bekas?
Sekalipun iya, Florynn tetap akan menerimanya dengan senang hati. Karena apa? Karena dia adalah Damien Alaric Blake. Dan Florynn mencintainya.
Pernikahan Amara dan Damien memang sudah berlangsung sejak lima tahun yang lalu, tepat dimana kedua keluarga mereka sepakat untuk menikahkan mereka demi kelangsungan bisnis dan kerja sama mereka untuk kedepannya.
Pernikahan mereka akhirrnya dilaksanakan secara private dengan mengundang pihak keluarga saja dan terbukti adanya, setelah pernikahan itu, baik bisnis dari keluarga Damien maupun Amara melejit pesat. Tidak ada yang tidak tahu pasangan yang selalu menarik perhatian mata setiap kali berita tentang mereka muncul, kemudian segala aktivitas mereka juga tidak lepas dari sorot kamera. Mereka selalu hidup berdampingan dnegan perhatian dan fokus yang orang-orang berikan.
Kendati opini publik menggiring cerita bahwa kelaurga mereka sangat harmonis, betapa beruntungnya Amara dapat menikah dengan Damien. Sebab siapa yang tidak tahu tentang latar belakang pria itu.
Damien adalah seorang pria yang nyaris sempurna, dengan wajah tampannya dan latar belakang bisnisnya yang mencakup berbagai bidang. Tidak ada skandal tentang Damien yang miring di publik membuat semua orang menanggap bahwa pria itu adalah seorang suami yang baik.
Amara tidak mengatakan pernikahan ini menyiksanya. Hanya saja pernikahan ini terlalu kosong dan hampa baginya.
Sejak lima tahun ke belakang, Amanda dan Damien hanya tinggal di sebuah apartemen sebagai rumah mereka. Tinggal berdua tanpa seorang pembantu, kemudian masing-masing menjalankan kesibukannya.
Supir Amara membelokkan stir mobil, memasuki sebuah kawasan parkiran apartemennya. Amara turun dari mobil kemudian segera berjalan masuk ke dalam area lobby untuk menuju lift.
Saat jari Amara menekan tombol lift, tiba-tiba sebuah lengan kekar meraih pinggangnya dengan cepat kemudian melingkarkan lengannya secara pas pada pinggang rampingnya sebelum sebuah kecupan singkat mendarat pada pipi kanannya.
Tanpa menoleh ke samping pun Amara tahu siapa pelakunya, hanya dari aroma parfum yang ia gunakan, Amara tahu itu.
Damien masih enggan melepaskan tangannya pada pinggang Amara sampai mereka berdua masuk ke dalam lift yang kosong baru Damien melepaskannya.
Benar, semua aksi yang Damien lakukan hanya sebatas untuk memberi makan opini publik. Tapi Amara sempat melihat melalui ujung ekor matanya bahwa terdapat wartawan yang membuntuti mereka hingga ke lobby apartemen, jadi Damien sengaja memeluknya untuk memberi makan si wartawan sebuah konten.
Pernikahan mereka hanya pura-pura, baik Amara dan Damien tahu betul tentang fakta mutlak itu.
“Kau kemana seharian ini?”
Suara berat Damien menginterupsi di tengah keheningan lift yang berisi mereka berdua saja.
Tanpa repot-repot menoleh ke samping, Amara menjawab sembari memejamkan kedua matanya rapat. Jujur, pertemuannya dengan Florynn sedikit menguras tenaganya.
“Ke kafe,” jawab Amara singkat.
Damien yang seari tadi sibuk memperhatikan ponselnya, kini tangannya bergerak menyimpan ponselnya pada saku celananya kemudian menoleh ke samping, menatap ke arah Amara yang masih setia memejamkan kedua matanya rapat sembari menyenderkan tubuhnya ke sisi lift.
“Dengan siapa?” tanya Damien lagi bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.
Amara lebih dulu berjalan berjalan keluar, diikuti Damien yang mengekorinya ari belakang.
“Dengan kekasihmu.”
Damien menaikkan alis kanannya mendengar pernyataan Amara.
Amara menekan password pintu apartemen mereka kemudian membukanya dan mereka berdua masuk ke dalam.
“Siapa namanya?” tanya Damien lagi tampak tidak terusik dengan kalimat pedas Amara.
Pasangan itu tampak terlalu tenang untuk sebuah topik yang lumayan serius. Tidak ada yang terusik diantara keduanya, hanya tatapan dingin dan tidak ada tanda-tanda emosi dalam diri mereka.
“Florynn,” balas Amara yang lagi-lagi singkat kemudian berjalan ke arah dapur, mengambil gelas dan mengisinya dengan air.
Tidak ada balasan lagi dari Damien, selanjutnya hanya hening disusul Damien yang melepaskan jas kantornya, kemudian melemparnya ke arah sofa. Melonggarkan dasinya yang seharian ini mencekik lehernya kemudian membuka dua kancing atas kemeja putihnya.
“Kau tidak pergi?” tanya Amara, melihat Damien yang melempar diri ke atas sofa di ruang tamu.
“Hari ini aku menginap, para wartawan masih ada dibawah.”
Amaa hanya menangguk. Damien jarang pulang, kalaupun pulang sesekali hanya untuk memberi makan para publik agar tidaka da gosip yang mengatakan kalau pernikahan mereka tidak bahagia atau skandal yang dapat menganggu bisnis Damien.
Belakangan ini, Damien baru saja memenangkan sebuah tender dengan alwan bisnisnya, membuat pria itu selalu diikuti dan setiap pergerakannnya diliput oleh media, termasuk kepulangan Damien malam ini ke apartemen.
Amara melirik sekilas ke arah sofa, dimana Damien seperti sudah hendak masuk ke dalam alam mimpinya. Pria itu mengistirahatkan tubuhnya di atas sofa, kakinya bahkan menjulur keluar dari sandaran sofa sebab terlalu panjang.
Dan dalam sekejap, sofa itu terlihat sempit karena ditiduri oleh tubuh besar Damien.
Amara berjalan menghampiri sofa tempat Damien berbaring, meraih jas kantor Damien kemudian dasi pria itu untuk ia cuci malam ini.
Sebelum benar-benar berbalik dan pergi dari sana, langkahnya sempat terhenti karena Damien yang tiba-tiba bersuara.
“Florynn, bukan kekasihku.”
Damien seakan menjelaskan tuduhan Amara beberapa waktu lalu. Selanjutnya hening kembali menguap diantara mereka berdua.
“Kalaupun benar, aku juga tidak peduli,” ujar Amara dingin kemudian benar-benar pergi dari sana meninggalkan Damien dengan kedua matanya yang terbuka sebelum menghembuskan napas kasarnya sekali dan kembali melanjutkan tidurnya.
---
Flashback lima tahun yang lalu…
“Pria yang akan kau nikahi adalah Damien Alaric Blake. Dia tinggi, tampan, seksi, pintar dan yang paling penting dia sangat kaya raya,” ujar Tyne, sekertaris Amara sembari membacakan profil mengenai Damien kepada Amara.
Tiga jam yang lalu, Amara mendapat kabar dari kedua orang tuanya bahwa ia harus menjalankan sebuah pernikahan bisnis.
Koleganya atau bisa dibilang keluarga suaminya itu merupakan partner bisnis ayahnya sejak mereka masih duduk di bangku kuliah sebelum berpisah dan masing-masing membangun bisnis mereka sendiri. Ayah mereka sudah berteman lama dan keduanya juga sukses di usia yang terbilang mudah.
Terlahir dari keluarga pebisnis terkenal yang selalu dihadapkan dengan persaingan ketat, Amar tidak tumbuh menjadi putri manja yang akan menolak perjodohan dengan mengatasnamakan cinta. Sebab bagi Amara, uang lebih penting dari cinta.
Sekalipun pernikahannya terasa hampa dan dingin, bagi Amara yang penting keluarganya tetap bisa menjalankan bisnis mereka dan Amara tetap bisa hidup tanpa jauh dari fakta bahwa ia kaya.
Setidaknya itu adalah pandangan Amara sebelum kesepian melandanya beberapa waktu belakangan. Dulu Amara pikir, dengan uang yang banyak, ia pergi berbelanja bersama dengan Tyne, makan, kemudian melakukan semua aktivitas seru sendirian akan terasa seperti mimpi indah baginya.
Tetapi nyatanya belakangan ini Amara merasa bosan, selain mengurus pekerjaannya di kantor, sebab sebentar lagi ayahnya akan pensiun, Amara tidak memiliki teman kecuali Tyne. Pernikahannya dengan Damien juga terasa seperti sebuah pernyataan fiktif belaka, sebab raga mereka selalu bersama di dalam rumah tetapi jiwa mereka selalu kosong.
“Apakah ada skandal mengenai dirinya?” tanya Amara kepada Tyne, sebab sebelum pernikahan mereka terjadi, Amara harus benar-benar memastikan latar belakang pria itu terlebih dahulu.
“Aman, tidak ada skandal kencan ataupun gosip mengenai kekasih gelap. Hidup pria itu sangat sempurna,” ujar Tyne yang merasa terkagum dengan profil dari Damien yang sedang ia baca itu.
Amara mendengus pelan, baginya semua tulisan itu hanyalah karangan belakang. Sebab seperti dirinya, semua orang menyimpan rahasia dan orang penting dan terkenal seperti Damien tidak mungkin menunjukkan kelemahannya kepada publik.
Besok paginya, Damien tetap bangun dalam posisi yang sama. Damien memijat pelipisnya yang berdenyut sekali sebelum mulai membuka kedua matanya dan bangun untuk menegakkan punggungnya. Sinar mentari pagi yang menyinari masuk melalui celah gorden yang dibuka berhasil membangunkannya.
Selama seminggu belakangan, Damien benar-benar hanya lembur di kantor untuk mengurus proyek kerja sama dengan perusahaan Grinn. Damien benar-benar capek dan ia sempat tidak tidur beberapa hari.
Pandangan Damien yang bergerak ke arah jam dinding menunjukkan pukul sepuluh pagi kemuidan turun ke bawah dan menemukan sebuah selimut tengah menyelimuti tubuhnya. Damien menyingkap selimut itu ke samping, pasti pemberian dari Amara tebaknya dalam hati.
Melihat ke sekeliling apartemen namun tidak menemukan kehadiran wanita itu, sepertinya Amara sudah berangkat ke kantornya.
Damien bangkit dari area sofa kemudian matanya kembali menangkap berbagai sepiring sandwich yang telah disiapkan oleh Amara diatas meja makan. Damien memutuskan untuk memakannya sebelum bersiap-siap untuk mandi, berganti baju dan pergi ke kantor.
“Mr. Damien, hari ini kau ada janji temu dengan Mr. Thomas,” ujar Harlos sembari mengikuti langkah Damien yang panajng dan lebar dari belakang hingga masuk ke dalam ruangannya.
“Jam berapa?” tanya Damien kemudian mendudukkan dirinya pada kursi kerjanya dan mulai menyalakan laptopnya untuk mengecek hasil laporan perusahaan bulan lalu.
“Sehabis makan siang dan ini,” ujar Harlos kemudian menyodorkan tabletnya ke arah Damien.
Damien melirik sekilas dan terdapat undangan kolega bisnisnya yang merayakan ulang tahun perusahaan mereka.
“Akan lebih baik jika anda bisa mengajak Mrs. Amara juga,” lanjut Harlos lagi sebelum menjauhkan tabletnya dari pandangan Damien.
Damien mengetukkan jarinya ke atas meja kerjanya sembari benakya berpikir keras kemudian mengetikkan mengetikkan sesuatu dalam laptopnya dan berujar, “Rangkumkan laporan keuangan perusahaan hingga dua tahun terakhir. Aku berencana untuk mengambil proyek bersama dengan Mr. Thomas,” ujar Damien mengingat akan proyek bisnisnya yang kali ini skalanya lebih besar dengan pemilik perusahaan Grinn itu.
“Baik Mr. Damien,” ujar Harlos.
“Dan untuk pesta itu, aku akan datang sendiri,” ujar Damien tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar komputer.
“Tetapi bisnis fashion Mrs. Amara benar-benar sedang booming sekarang. Mrs. Amara sedang mendapat banyak sorotan hari ini,” ujar Harlos lagi, berusaha menyakinkan boss nya itu untuk mengajak istrinya. Sebab selain kehadiran Amara akan membuat mereka menjadi pusat perhatian, kolega bisnisnya yang mengadakan acara itu secara pribadi meminta bantuan Harlos untuk memastikan kehadiran Amara disana.
Damien tahu betul, belakangan ini Amara benar-benar gila kerja. Wanita itu bahkan lebih ambisius darinya. Ia sibuk mengembangkan bisnis barunya yang di dunia fashion itu, toko bajunya bahkan sudah membuka cabang dimana-mana kemudian dia juga mengeluarkan brand dia sendiri dan sering mengikat kontrak dengan para artis untuk memasarkan produknya ke khalayak ramai.
Apalagi berita mengenai ayah Amara yang sudah hendak pensiun mulai terkuak ke publik dan gosipnya Amara yang akan melanjutkan itu semua. Baik bisnis perkapalan milik ayahnya maupun bisnis fashion yang baru ia bangun itu.
Jika bisnis Damien bergerak lebih secara privasi, sebab dia kerap menyembunyikan profil dirinya sendiri dari publik, terrkecuali pernikahannya yang sengaja dibuat menggemparkan publik.
Namun yang terkuak ke publik hanyalah, Damien yang memiliki bisnis hotel yang tersebar di berbagai tempat.
Seolah tahu dirinya sedang dibicarakan, tiba-tiba ponsel Damien bergetar sekali menandakan ada pesan masuk. Damien mengangkat tangannya seolah mengisyaratkan Harlos untuk meninggalkannya yang diangguki oleh pria itu.
Damien melirik sekilas dan menemukan nama Amara disana.
‘Ada yang perlu aku bicarakan denganmu’
Itu adalah pesan singkat dari Amara dan Damien segera mengetikkan balasannya.
‘Di rumah?’
‘Oke’
Singkat, padat, dan jelas. Begitulah mereka berkomunikasi selama ini. Damien segera menutup teleponnya dan segera fokus pada pekerjaannya lagi.
---
“Selamat siang Mr. Damien, senang bertemu denganmu,” ujar Mr. Thomas ketika mendapati kehadiran Damien bersama dengan Harlos di belakangnya.
“Selama siang Mr. Thomas,” balas Damien singkat sembari menerima jabat tangan pria itu kemudian duduk diikuti Harlos yang setia duduk disampingnya, siap mencatat isi dari obrolan pertemuan mereka hari ini.
“Oke aku akan mulai dari…”
“Tunggu sebentar,” sela seseorang membuat Damien mengalihkan pandangannya dan menemukan seorang wanita yang ternyata datang bersama Thomas.
Entah karena Damien yang terlalu fokus pada pekerjaannya, hingga kehadiran wanita itu berakhir diabaikan.
“Oh, perkenalkan Mr. Damien. Dia adalah putriku tercinta, Florynn,” ujar Thomas akhirnya memperkenalkan wanita yang duduk disampingnya itu.
Damien menatap dengan tak minat sedangkan Florynn senangnya bukan main. Dia sengaja meminta ayahnya untuk mengajaknya bertemu dengan Damien hari ini. Sudah lama ia mengidolakan Damien dan bertemu dengan Damien adalah hal yang selalu ingin ia lakukan.
Damien tahu semua hal tentang Florynn, termasuk obsesi wanita itu terhadapnya. Setelah kemarin malam Amara menuduhnya berselingkuh dengan seorang wanita bernama Florynn dan juga foto yang ditangkap oleh pengawal yang ia suruh untuk selalu membuntuti Amara. Damien segera mencari tahu siapa sebenarnya Florynn itu dan sekarang ia berhadapan langsung dengan wania itu.
“Salam kenal,” ujar Damien formal yang dibalas cepat oleh Florynn juga.
“Salam kenal juga Mr. Damien, aku adalah fans beratmu,” uajr Florynn, nada bicaranya naik pesat, ia mendadak antusias, menatap Damien dengan sangat fokus dan terpana.
Damien mau tak mau mengalihkan perhatiannya pada Florynn, berbeda dengantatapan dingin yang selalu Amara berikan kepadanya, Florynn menatapnya dengan begitu senang, bahagia seolah Damien adalah segalanya aginya. Berbeda dengan Amanda yang memiliki tubuh jenjang dan tinggi, Florynn memiliki tubuh yang kecil dan mungil. Berbeda dengan Amara yang nada bicaranya penuh wibawa dan percaya diri, nada bicara Florynn melengking hingga ke telinga Damien.
Mereka benar-benar berbeda dan Damien tidak mengerti, apakah otak Amara terbentur atau efek kelelahan bekerja hingga bisa menyimpulkan Damien menyukai wanita tipe menyebalkan seperti Florynn ini.
Tidak berniat membalas kalimat Florynn lagi, Damien langsung memulai pembahasan bisnisnya dengan Thomas untuk segera menyelesaikan urusan mereka dan segera pergi dari sana.
Damien merupakan tipe pria yang sangat peka, jadi walaupun dia seang fokus pada presentasi Thomas mengenai ide yang akan dia implementasikan nantinya, Damien bisa merasakan tatapan Floryn padanya.
Bahkan sesekali wanita itu dengan tidak tahu malunya membungkukkan badan ke arah Damien yang duduk berlawanan dengannya. Damien juga tahu Harlos, disampingnya itu berusaha fokus mencatat tetapi tidak menutup kemungkinan terusik dengan tingkat Florynn yang sibuk memperlihatkan belahan dadanya melalui dress terbukanya siang ini yang nahasnya sama sekali tidak menampakkan apa-apa. Dia terlalu kurus dan tampak tidak sehat.
Dengan kata lain, dada Florynn rata.
“Florynn putriku seang belajar bisnis denganku belakangan ini,” ujar Thomas setelah selesai mempresentasikan idenya.
Floryn yang namanya dipanggil langsung tersenyum dan diluar dugaan semua orang, dia berani mengedipkan matanya sekali ke arah Damien.
“Aku menanti untuk belajar dari Mr. Damien secara langsung, kau merupakan panutanku,” ujar Floryn lagi, seolah membuat ada bicaranya terkesan bercanda.
Damien masih memberikan raut dinginnya sebelum Thomas mengeluarkan tawa garingnya untuk mencairkan suasana, “Kurasa kau bisa memandunya Mr. Damien.”
Ayah dan putrinya sama saja. Tidak tahu malu. Padahal awalnya Damien tertarik dengan ide yang diberikan oleh Thomas kepadanya mengenai bisnis mereka, tetapi setelah melihat sikap ayah dan anak ini, Damien menjadi tidak tertarik.
“Tetapi jadwal Mr. Damien sangat padat,” Harlos berusaha menengahi dengan melemapar fakta atas permintaan tidak tahu diri dari ayah dan anak itu.
“Benar, aku lupa kau orang yang sibuk,” ujar Thomas merasa tidak enak hati, akhirnya ia sadar diri kalau perkataannya sebelumnya sudah terlalu lancang.
Tetapi berbeda dengan ayahnya, putrinya itu masih tidak sadar diri.
“Aku mengakui itu, bahkan aku jarang melihatmu keluar liburan dengan istrimu,” ujar Florynn yang berhasil menarik fokus Damien. Akhirnya mereka bertatapan mata.
“Kukira ini adalah pertemuan bisnis,” potong Damien cepat sebelum pembahasan mereka keluar jalur.
“Benar, maaf jika perkataanku menyinggung anda Mr. Damien,” Florynn meminta maaf.
Pembahasan mereka akhirnya daapt berjalan dengan lancar walau dengan Damien yang memikul sepelintir rasa tidak nyaman saat Floryn terus-terusan memandanginya secara terang-terngan.
Saat Damien pamit undur diri dan hendak pergi, tiba-tiba Floryn meraih tangannya untuk mencegahnya pergi.
Sontak Damien langsung menghempaskan tangannya dan melempar tatapan tajamnya ke arah Florynn.
“Dulu kita berasa dari universiatas yang sama,” Floryn tiba-tiba membuat pengakuan diri.
Sedangkan Thomas sudah was-was di tempat dengan tindakan putrinya. Sebelumnya Florynn memaksa ikut karena ingin bertemu dengan Damien, tapi Thomas tidak menyadari kalau putrinya bsia bertindak seberani ini.
Thomas hanya tidak ingin tindakan lancang Florynn membuat Damien marah dan berakhir membatalkan kerja sama mereka. Sebab ada kasus, Damien memutuskan kerja sama dengan kolega bisnisnya dan bahkan perusahaan mereka hampir berakhir bangkrut gara-gara pernyataan si pemilik perusahaan yang mengatakan kalau Damien tidak mencintai istrinya dan pernikahan mereka hanya sebatas kontrak.
“Jadi?” tanya Damien dengan nada dinginnya.
“Aku ingin mengajakmu untuk makan malam, mungkin banyak hal yang bisa kita bicarakan,” uajr Florynn dengan percaya diri.
Damien melirik pergelangan tangannya, tepat ke arah jam tangannya yang menunjukkan angka enam.
“Maaf, tapi istriku sedang menunggu di rumah,” ujar Damien yang sengaja menekankan kata istri kemudian beranjak meninggalkan Florynn yang mematung disana.
Beruntung Damien sedang buru-buru hari ini jadi pernyataan pembatalan kontrak kerja sama mereka tidak keluar dari mulut Damien.
“Florynn, bisakah kau bersikap lebih dewasa lagi?” Thomas tidak mampu menahan diri untuk memarahi putrinya yang bertindak di luar batas itu.
Florynn mengepalkan tangannya kemudian matanya mulai berkaca-kaca dan ia menangis. Sangat keras bahkan Thomas yang tadinya ingin marah berakhir mengurungkan niat dan mengatakan maaf kepada putrinya dan memintanya agar berhenti menangis.
Amara adalah seorang wanita yang mandiri dan dewasa sedangkan Florynn adalah gadis manja dan cengeng.
Mereka benar-benar berbeda dari segi manapun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!