Lampu diskotik berserta semangat manusia yang ada di sana membara bersama. Berbeda dengan laki-laki yang meminum segelas wiski sambil melamun, tiba-tiba seorang wanita berjalan ke arahnya, ia tidak malu menujukkan segala lekuk tubuh dan juga ketertarikannya terhadap lelaki itu.
"Hai, ganteng, mau minum bareng?" tanyanya dengan pose menggoda.
Namun, ekspresi laki-laki itu masih sama. Dingin seolah tak tersentuh, dia kelihatan tidak tertarik pada wanita seksi di depannya.
"Lo bukan selera gue, gincu lo terlalu tebel, kalau ciuman nanti nempel ke mana-mana," sarkasnya.
"Apa?! Kamu kurang ajar–!" belum sempat selesai, dia mendapat panggilan dari belakang.
"Mbak cantik," dan orang itu tidak kalah tampan.
"Sama kamu aja yukk!" ajaknya.
"Mending cari yang lain deh, kalau sama saya Mbaknya takut pingsan mendengar kejujuran saya," wanita itu terlihat tidak puas atas jawabannya.
"Emang kenapa?" tanya si wanita penasaran.
"Saya gay," katanya.
"Pfftt!-" laki-laki di sebelah wanita itu menyemburkan minumannya. Sementara wanita malam tersebut langsung merespon dengan tatapan jijik. Dia beranjak dari duduknya, lalu pergi begitu saja dari sana.
"Hahahaha si anjir! Sejak kapan lu jadi gay Jo?" tanya manusia yang entah dari mana asalnya.
Joni, sebut saja dia seperti itu, tanpa basa-basi mereka duduk di dekat lelaki tadi, "Gue mengada-ngada aja, ih amit-amit dah kaum begituan pedang sama pedang!" anak laki-laki itu bergidik ngeri, masa iya cowok seganteng dia jadi penyuka sesama jenis? Hih, menjijikkan.
"Gue udah bilang, ngaku sebagai apapun gapapa asal jangan yang aneh-aneh," dia akhirnya buka suara.
Mereka berdua terlihat terharu, sebab biasanya teman mereka itu akan diam bagai patung arca meskipun dia mabuk berat. Hebatnya lagi di kursi tempatnya duduk sekarang tidak ada yang berani menempatinya jika dia tidak ada.
"Bro, lo sehat, kan?" Joni yang berpura-pura sebagai gay tadi menempelkan tangannya pada jidat teman masa kecilnya itu.
"Ck, gue sehat walafiat!" katanya galak.
"Lagian seorang Jay ngomong, aneh banget!" sahut Rey, teman satunya yang berpenampilan santai.
Tak lama, seorang pelayan wanita datang, kemudian dia membisikkan sesuatu pada lelaki bernama Jay. Anak laki-laki itu kembali seperti semula, dia memasang wajah datar dan mengunci mulutnya. Setelah kepergian pelayan wanita itu, bartender datang sembari membawa dua botol minuman keras asal Korea Selatan yang baru mereka impor.
"Ini pesanan Anda, Tuan muda," katanya menyodorkan dua botol tersebut beserta gelas khusus pada Jay dengan gestur sopan.
Jay langsung menerimanya, membuka dan menuangkan secara brutal sampai membludak keluar dari gelas. Teman-temannya berusaha menahan Jay, tapi lelaki itu malah semakin menggila dengan meminumnya langsung dari botol. Pada akhirnya, dua botol berwarna hijau dengan tulisan dari negeri gingseng tersebut ludes.
"Jay, gue duluan bokap gue nelepon," pamit Rey saat ponselnya bergetar.
Ketika kesadarannya sisa sedikit dia pun memutuskan untuk pulang juga. Tapi, dengan berjalan kaki dan meninggalkan mobilnya di sana. Jay tidak pernah khawatir karena jika mobil itu hilang, Om Ridwan akan mencarinya, lalu mengambilnya pagi buta. Omong-omong, beliau adalah sopir pribadi yang dipercayakan Papa padanya. Jarak dari bar mewah menuju apartemennya memang cukup jauh, tapi dia tetap menempuh perjalanan tersebut walau harus muntah-muntah di pinggir jalan meskipun tak keluar apa-apa, atau sekadar duduk untuk menghilangkan efek mabuk. Tetapi, semuanya nihil tidak ada hasil. Dia masih di bawah pengaruh minuman haram itu.
"Gue harus mandi langsung tidur, nggak, nggak--mandi tidur... eh apa minum dulu ya...?!" mulutnya terus bicara omong kosong.
Dia menekan tombol nomor apartemen dan langsung masuk begitu saja tanpa melihat-lihat lebih dulu. Kemudian, terlelap di sebuah ranjang yang sudah menunggu sejak tadi. Memeluk guling dan masuk ke alam mimpi.
...🪶🪶...
Pagi tiba bersama sinar mentari yang menelusup ke retina matanya. Tangannya masih memeluk guling, Jay itu tenaganya kuat walaupun sedang tertidur pulas. Tapi, tunggu kenapa ada napas lain selain dirinya? Jangan-jangan semalam dia menyewa wanita? Itu tidak mungkin selama ini dirinya selalu main bersih. Dia sedikit menunduk untuk memastikan, tapi terhalang selimut, dan saat itu betapa terkejutnya seorang Jay melihat apa yang sebenarnya bersembunyi dibalik selimutnya.
"Arghhhh!!"
"Aaaaaaaa!!" mereka berdua berteriak nyaris bersamaan. Seorang perempuan dengan baju tidur tanpa lengannya menjerit sekali lagi.
"A-anu, sebenarnya kenapa kamu bisa masuk ke kamar orang?!" dia menatap Jay garang.
Baik, Jay masih linglung dengan keadaan yang ia alami saat ini. Tampaknya gadis di depannya dia kenal, tapi di mana? Setelah dipikir beberapa kali dan diingat lagi. Ternyata mereka satu sekolah, kalau tidak salah namanya Ning Arum atau yang sering dipanggil sebagai "Ning", gadis humble yang sama-sama terkenal. Sudah pintar, pandai bergaul, dan parasnya yang luar biasa cantik. Jika dilihat dari dekat seperti ini, Jay tak bisa membodohi dirinya bahwa gadis itu memang memiliki pesona berbahaya.
"Kok nggak jawab?!!" suaranya mampu membuat telinga Jay berdengung.
Jay menutup mata sesaat, "Gue kemarin masukin kata sandi apartemen 120821, terus ya masuk, abis gitu gue tidur meluk guling. Tapi, kok lo yang di samping gue dan lo bilang ini kamar lo?" tanyanya sambil menjelaskan.
"Kamu tahu dari mana nomor apartemen aku?!" bukannya mereda, justru Ning malah semakin menjadi. Pokoknya, gadis itu terus memojokkan Jay supaya mengaku dengan jujur. Tak lama, sebab Jay langsung membungkamnya.
"Gue udah jujur! Sekarang diem, gue bakal traktir lo di kantin sepuasnya, kalau lo mau!" katanya menghindari serangan lain dari tangan Ning.
Sadar pergerakan gadis itu berhenti, Jay merasa menang dari peperangan. Kemudian melirik tubuh Ning yang diselimuti seluruhnya, dia seperti ikan buntal di mata Jay dan tentu saja itu lucu. Apalagi pipinya yang seakan bisa tumpah. Jay menggeleng supaya tidak berpikir ke mana-mana, lantas hari itu Jay pertama kalinya meminta maaf pada seseorang. Meskipun awalnya dia tidak mau, tapi perkataan gadis itu menusuk hatinya.
"Udah sana pergi!" usir Ning.
Sebelum Jay benar-benar pergi, dia menatap ke arah Ning dengan tajam. Ternyata kamarnya dengan kamar gadis itu hanya terhalang satu kamar, sial sekali dia baru tahu.
Beberapa jam setelah itu, dia kumpul bersama teman-temannya yang berjumlah enam orang. Mereka dijuluki "forever seven rich" atau sering disingkat sebagai "for seven" yang katanya nama itu cocok untuk geng seperti mereka yang semuanya berduit. Padahal mereka sendiri tidak pernah kepikiran untuk membuat nama, geng saja tidak punya, anak-anak sekolah saja yang menyebut mereka sebagai "geng" padahal aslinya hanya saling membutuhkan.
"Anjirr wir wir! Hahahaha" seru lelaki berambut pirang dengan tawa yang masih menggelegar.
Jay sangat menyesali curahan hatinya terhadap teman-temannya yang setengah waras itu. Mau tidak mau, dia menjadi bulan-bulanan mereka semua, dan si julid Niken memberinya julukan baru dari "si kutub utara" menjadi "si salah masuk kamar" dengan bangga dia menyebarkan hal tersebut. Tapi, tenang, hanya teman-temannya yang tahu.
"Gue kira lu bakal ena-ena pas pulang, atau bawa cewek dari bar random gitu" Niken masih terus menggodanya.
"Nggak akan pernah" sahutnya dingin.
"Ngomong-ngomong, siapa ceweknya? Anak sekolah kita bukan? Terus lu bilang apa pas sadar ada di kamar orang lain?" pertanyaan beruntun keluar dari mulut Suni yang paling tua dan paling kepo diantara mereka.
Jay berdecak, tidak mau memberitahu siapa perempuan yang tidur dengannya semalam. Tapi, semua itu tidak berjalan lama sebab sekonyong-konyong seorang gadis menghampiri dia seperti penagih hutang.
"Mana" katanya sambil menggerakkan tangan yang dia sodorkan pada Jay.
"Ning sama Jay?" tanya mereka berbarengan. Ketika sadar, semuanya langsung menutup mulut mereka. Ternyata yang satu kamar dengan Jay adalah Ning, si cewek populer yang terkenal sangat ramah, berprestasi, dan cantik.
"Ning! Ih, jangan lari-lari dong nanti kalau jatoh gimana?!" sebut saja namanya Kartika, mereka semakin diam saat melihat kecantikan keduanya yang bersatu, Kartika itu kayak Ai yang tidak nyata. Kalau Ning seperti boneka yang menggemaskan, kemudian datang lagi dua teman mereka bernama Winda dan Gisel. Geng For Seven kalah jika perihal aura serta sesuatu yang cantik seperti mereka berempat. Mereka bisa serangan jantung kalau mendadak didekati oleh para bidadari tersebut.
"Kita bicara sebentar" kata Jay menarik lengan Ning tanpa permisi, dan membawanya ke tempat yang lebih aman untuk berbincang. Gadis bersweater hitam itu mengikuti Jay tanpa banyak bertanya.
Ning Arum Yuliana Rahayu adalah gadis berumur delapan belas tahun yang sekarang duduk di kelas dua belas, artinya sebentar lagi dia akan lulus. Catat ini, sebentar lagi. Sebab ujian-ujian sudah terlewati, ujian tulisan, ujian lisan, ujian praktik sampai ujian kenaikan kelas yang didahulukan oleh pihak sekolah telah dilaksanakan semua. Ning atau Arum sebagai nama panggilannya, prestasi yang dia dapat tidak main-main, anaknya ramah pada siapapun dan tidak pernah pilih-pilih teman.
"Ning!"
"Hai, Mila!"
Mereka saling menyapa seolah kenal dekat, tapi sebenarnya Ning hanya tahu Mila sekelebat. Dia tahu karena anak itu pernah jadi anggota PMR sama seperti dirinya. Terlalu ramah pada semua orang memang tidak baik, tapi itu etika yang diajarkan oleh keluarganya terutama oleh Papa.
"Ning!"
"Arum, pagi!"
"Hai, Ning!"
"Pagi, Ning."
"Arum, selamat pagi!"
"Pagi semuanya!" seru Ning tersenyum pada mereka yang malah membuat para manusia itu nyaris pingsan di tempat karena kecantikannya. Aura centil yang memikat menjadi ciri khas tersendiri, meskipun begitu dia sangat polos.
Sapaan sebanyak itu tidak membuat Ning lelah, justru dia makin semangat untuk masuk ke kelas. Saat di perjalanan menuju tujuan, Ning berpapasan dengan orang yang kemarin seenaknya masuk ke kamar dia. Mereka saling tatap sesaat, sebelum akhirnya tak peduli lagi. Ya, mau bagaimanapun kejadian malam itu adalah hal yang memalukan bagi keduanya. Namun, siapa sangka ternyata Jayden kembali lagi dan tiba-tiba merangkul pinggangnya. Dengan sekonyong-konyong dia berteriak.
"Perhatian semuanya!"
Teriakkan Jay itu memang tak terlalu keras, tapi benar-benar bisa mengguncang seluruh sekolah. Jangan lupakan dia adalah Ketua OSIS walau masa jabatannya sudah habis saat ini, tapi dia tetap menjadi panutan anak-anak lain. Ning tak tahu apa yang harus dijadikan panutan dari anak laki-laki semacam Jay. Suka merokok, berbuat onar, sering keluar masuk ruang BK, dan parahnya lagi Jay itu berandal berkedok Ketua OSIS. Ning turut prihatin pada orang yang memilihnya menjadi Ketua, padahal kata Jay sendiri bukan dia yang mencalonkan diri melainkan para fansnya. Seperti itulah Jay di mata Ning, Ning kadang berpikir, "kenapa dengan anak itu?" maksudnya dia sangat percaya diri sekali.
"Lepasin...!" Ning berbisik ke telinga Jay. Sialan, anak itu tak mau melepaskannya padahal tak ada alasan untuk mereka bertemu sekarang.
Jay mengangkat tangannya, sebelah lagi dia pakai untuk menggenggam lengan Ning yang membuat gadis itu sedikit tidak nyaman. Saat berkumpul semua, Jay segera menyampaikan pengumuman yang mungkin saja "penting" kepada semua siswa terutama pengikutnya. Sebenarnya, dia sendiri tidak tahu apa yang sedang dia lakukan.
"Gue umumin ke kalian semua, mulai hari ini Ning Arum adalah pacar gue!"
Syok melanda hati Ning, siapa sangka hal seperti itu pasti terjadi dalam sebuah drama televisi. Tapi, apa ini? Dia juga kena di dunia nyata?! Yang benar saja! Dengan bangganya Jay menunjukkan ekspresi tak terbantah, dan itu semua membuat para siswi serta perempuan yang naksir berat padanya patah hati. Begitu juga dengan siswa-siswa yang memendam perasaan suka pada Ning. Mereka sudah mengkonfirmasi--tidak, maksudnya Jay sudah berbicara begitu artinya itu benar. Bukan pura-pura atau hanya sandiwara.
"Kamu gila ya??!" Ning masih tak percaya dengan apa yang didengar olehnya.
Sayangnya, Jay tidak mau mendengar ocehan Ning, "Kalau ada yang berani ganggu dia, sini maju lo semua berhadapan gue!" anak itu menantang siapapun yang berani melukai Ning barang satu gores.
Alih-alih meredakan keriuhan yang ada, Jay malah membuat suasana semakin panas. Tiap detiknya mereka dibuat terguncang karena sikap anak lelaki itu yang mendadak seperti orang kurang waras. Apalagi Ning yang tidak tahu apa-apa tentang Jay, mereka juga jarang bertemu di sekolah, lebih tepatnya tak pernah saling menyapa atau barang kali tersenyum satu sama lain. Sekalipun tak pernah.
"I-ini ngedadak banget anjir, lu sehat Jay?!" Joni, Rey, dan juga Azka baru saja sampai di tempat kejadian.
Mereka heran sekaligus terkejut saat perhatian ketiganya tertuju pada kata "pacar" baru saja sampai di lantai satu sudah diberikan kejutan yang sungguh tak jelas dari salah satu sahabat mereka, selain paling disegani di sekolah Jay juga sudah seperti ketua geng bagi ketiga anak itu.
"Gue kira lu teriak tadi mau ngumumin apaan bejirr, ternyata kalian udah lama pacaran? Si anyink, nggak ngomong lu?!" Suni menganga tak percaya dengan apa yang dilihatnya, anak lelaki berambut blonde itu memang sedikit julid mulutnya.
Sementara itu Jay tak mengindahkan kalimat makian dari teman-temannya, dia rasa semuanya sudah cukup tahu posisi Ning dalam hidupnya. Setelah itu Jay menyeret Ning ke kelas, kebetulan kelas mereka bersebelahan. Meskipun begitu kedua manusia yang sopan santunnya berbeda jauh sembilan puluh derajat itu tak pernah sekalipun menyapa. Mungkin Ning pernah sekali saat mereka bertemu di ospek sekolah, saat itu dia kira Jay adalah Kakak kelasnya tapi ternyata seangkatan, bajunya tak bisa lagi dijelaskan. Pantas saja setiap hari sampai masa orientasi selesai dia selalu dapat hukuman, anehnya mendapat dukungan dari para Kakak kelasnya. Padahal yang punya orang dalam itu Suni bukan Jay.
"Kamu ngapain, sih?! Apaan tadi itu!" kesal Ning, dia tak pernah bicara dalam bahasa daerah atau betawi seperti "lo" atau "gue" karena Ning orang Sunda asli.
"Bibir lo lama-lama gue cium juga ya," sahut Jay seolah tak peduli dengan ocehannya tadi. Ning refleks menutup mulut, main cium aja kerjaan anak ini!
"Yang bener dong kalau ngomong! Masa ngumumin hal begituan di depan umum, kita juga nggak saling kenal sama sekali!!"
Ning masih sama, sejak dulu keberaniannya kepada orang lain jika ada salah tak berubah, dan Jay suka itu. Tapi, saat dia memutuskan mengumumkan hal keramat begitu bukan semata-mata dia menyukai gadis cerewet sepertinya. Hanya saja ada misi tersendiri untuk hal tersebut. Dia butuh Ning, dan Ning juga harusnya begitu saat mengetahui semuanya.
"Ya udah, mulai hari ini lo pacar gue, kalau ada yang berani macem-macem sama lo mereka berurusan sama gue," katanya dengan santai.
"Kamu maksa banget ya? Minimal mah nanya ke aku mau apa nggak jadi pacar kamu dasar!"
Ning sebal dengan kelakuan lelaki itu yang selalu seenak jidat menentukan keinginan, lalu apa yang membuatnya seyakin itu dengan perubahan hubungan yang terkesan buru-buru dan serba dadakan. Kalau tahu bulat dadakan, sih enak saja.
"Iya emang, pokoknya gue nggak akan biarin lo nolak gue karena itu langsung gue omongin di depan umum."
"Harus banget emangnya? Tadi itu serem tau, si Salsa apalagi tatapannya kayak mau bunuh aku padahal dia nggak terlalu kayak gitu!" Ning bergidik ngeri saat bayangan Salsa yang memelototinya. Seumur hidup, dia tak pernah membayangkan kalau ada yang lebih menyeramkan daripada kuntilanak.
"Lebih serem dia dari mbak kun juga hih!" kebanyakan nonton film horor makanya otak dia agak kegeser, "Ya sesuka lo deh, nggak akan nyesel kalau lo tau keuntungan dari kita pacaran," sahut Jay yang masih terus memperhatikan tingkah laku gadis itu.
Hari itu banyak banget deh kejutan untuk membuat jantung Ning berdetak cepat. Karena setelah kejadian di lorong tadi alias pengumuman Jay yang tiba-tiba, mengundang teman-teman satu geng bahkan satu kelas mengajaknya menceritakan kenapa mereka bisa memutuskan untuk jadi pasangan di akhir tahun sebelum kelulusan? Jelas itu cukup mencurigakan karena Ning bukan anak yang sembarangan memilih pasangan. Tapi, dia terpaksa membual karena tergiur dengan tawaran Jay yang tidak tahu apa yang sebenarnya akan dia dapatkan di akhir nanti. Jangan lupa kalau Jay masih punya "hutang" traktiran makan gratis karena insiden "salah masuk kamar" padanya. Jadi ya, dimanfaatkan saja sampai puas hahaha. Awas saja kalau mereka jatuh cinta beneran, orang-orang di sekitarnya pasti akan menjadikan mereka bahan bulan-bulanan warga dan ditimpuk pakai karung kasih sayang.
Jayden Kaylee Abipraya, dia itu cuman anak Mama yang sering memeras uang Papanya. Bandel, susah diatur, dan melankolis kalau di rumah. Namun, jika di luar dia akan berubah menjadi sosok lain. Jayden yang dingin, tak punya hati, dia juga sering keluar masuk ruang BK, merokok di depan guru sampai menolak ratusan siswi adalah hobinya. Tetapi, semuanya hanya semata-mata untuk kebebasan. Kalau di rumah dia merasa di kekang, tapi ketika melakukan hal-hal tersebut hatinya jadi sedikit bebas. Tidak ada konflik yang begitu berat seperti di sinetron TV, tapi Papanya sangat "ambisius" terhadap dirinya yang merupakan penerus satu-satunya di keluarga.
"Jay, kali ini kayaknya target terlihat tuh!" Niken terkekeh di sampingnya. Sementara teman-teman yang lain berdeham pelan sambil mengikuti pergerakan bola mata Jay.
"Apaan lagi itu si culun," Jay langsung menyebut identitas khas yang memang kentara jelas, padahal sudah mau lulus tapi masih ada saja hal-hal merepotkan seperti ini.
Joni, Suni, dan Haris menaikkan sebelah alis mereka secara bersamaan. Menilai gadis yang membawa sebuket besar bunga mawar putih dengan satu bungkus cokelat besar. Entah apa tujuannya kali ini, tapi yang mereka tahu dia pasti akan menuju ke salah satu di antara geng For Seven. Kalau tidak Jay pasti Rey...
"S-suni... aku tau ini salah, tapi tolong diterima...!" katanya sambil menundukkan kepala malu-malu.
Tunggu dulu, apa? Kenapa Suni?? Dia memang cukup dingin, tak terlalu kaku juga, mulutnya agak julid, tapi mendapatkan perhatiannya itu cukup sulit. Selain tampan, Suni juga lebih imut daripada anggota geng yang lain. Namun, dia tetap manusia yang harus dihindari jika kamu tak mau ada masalah dengan biaya sekolahmu. Suni terdiam, semuanya ikut mengheningkan cipta bersama.
"Gue nggak nerima permintaan yang nggak tulus," sahutnya terdengar kejam.
"Eh...? Ini udah dibawain bunga dan cokelat kesukaan kamu juga, tolong tinggal diterima aja!" tanpa mengatakan sepatah katapun Suni menarik lengan perempuan berkepang nanas itu untuk dibawa pergi.
Gadis berkacamata dengan kepang satu khas dirinya itu berjalan mengikuti ritme Suni yang cepat. Dia sampai tergopoh-gopoh tak menentu, kasian sekali melihatnya. Setelah mereka berdua menjauh, Jay menggedikan bahu tak peduli, toh gadis itu juga ada saat dirinya memberi pengumuman.
"Gue kira kalau bukan Jay, mau dikasih ke lo Rey," Niken mengajak ghibah lagi, "Tipe gue Irene redvelvet kalau lo lupa, Nik," sahut Rey membuat para anggota tertawa puas.
Sesulit apapun mendekati Suni dan Jay, lebih sulit lagi kalau Rey yang menerima hadiah dari para gadis. Dia akan langsung bilang atau menunjukkan tipe idealnya itu "Irene" yang merupakan ratu kecantikkan idol kpop. Lucunya dia nggak akan ngomong, tapi benar-benar hanya menunjukkan wajah Irene di ponselnya. Pokoknya kalau Rey yang menerima sesuatu seperti tadi sudah dijamin cewek culun itu lebih malu lagi.
...🪶🪶...
"Bilang sama gue siapa yang suruh lo?"
Suara rendah milik Suni membuat bulu kuduknya berdiri, Rumi masih diam tak mau angkat suara. Napasnya tersendat-sendat gara-gara jarak mereka terlalu dekat, belum lagi cara berjalan Suni yang dia ikuti membuatnya hampir kehabisan napas. Ini cukup mengerikan, dari mana lelaki itu tahu kalau bukan dia yang berniat menyatakan cinta.
"I-ini dari aku--"
"Jujur!" Suni sudah merasa amarahnya sudah di ubun-ubuh bisa-bisa dia menghancurkan gedung yang ada di belakang Rumi.
Melihat sekaligus merasakan getaran di tubuh gadis itu, Suni mengendurkan genggaman tangannya. Sepertinya dia cukup kasar, setelah itu ia menghela napas, sudah lelah dengan drama yang sama dan pastinya pengirim yang sama.
"Jangan bilang ini dari Ayan," Rumi mengangguk menyahuti tebakan yang tepat sasaran dari sang tuan. Suni tertawa, kemudian meninju tembok dengan keras di belakangnya. Rumi jelas sangat ketakutan melihat itu. Ini baru pertama kali dia menyaksikan "kegilaan" Suni yang sesungguhnya di depan mata. Rasanya mau pulang.
"Hey, lo tau siapa yang gue suka?" Rumi mengangguk sekali lagi.
"Siapa??" tanyanya dengan nada yang terkesan tak sabaran. Rumi menggelengkan kepala, dia tidak tahu harus berbuat apa saat ini, bukan hanya menakutkan. Suni sekarang terlihat sangat jantan, bisa menerkam dirinya kapan saja, menghajarnya pun dia bisa. Tidak seperti Suni yang dia kenal, akrab dengan orang yang mau dekat dengan dirinya. Suni kali ini seperti beda orang.
"Cepetan siapa?! Gue nggak suka lu bohongin gue!" nada bicaranya sedikit meninggi.
Rumi tampaknya harus jujur, kalau dia pernah mendengar bahwa Suni cukup dekat dengan gadis bernama Winda atau yang suka ke mana-mana bersama geng cantik lainnya, seperti Kartika, Gisel, dan tentu saja Ning Arum. Jujur saja dia cukup takut menebak kedekatan mereka berdua, tapi ini darurat.
"Kamu sama Winda deket, kan? Mungkin aja kalian punya perasaan yang sama..." aduh mulutnya ini memang benar-benar tidak bisa diajak kerja sama. Dia mau bilang apa yang keluar dari mulutnya hal lain. Tiba-tiba Suni tertawa, suaranya terdengar sangat puas. Tidak, dia tak mengejek, tapi seperti sedang menertawakan sebuah lelucon yang amat lucu.
Apa dirinya membuat perilaku yang lucu? Padahal mereka sedang tidak berguyon loh, kenapa anak itu tiba-tiba tertawa.
"Ada yang lucu...?" tanyanya dengan polos.
"Hahahaha duh ya Tuhan, lo lucu banget ya dari awal sampai mau lulus tetap sama nggak berubah!" pernyataannya semakin membuat Rumi bingung, apa maksudnya itu?
"Yang bener aja lo anggap gue yang sepupuan sama Winda ini jadi pasangan? Jadi selama ini kalian anggap kita itu sepasang kekasih? Konyol banget!" Suni si periang itu kembali terlihat ke permukaan, dia tampak lebih baik daripada Suni yang dingin dan terlihat tak berperasaan tadi.
Di dalam suasana yang cukup cair itu, Rumi masih merasa canggung karena kejadian barusan. Suni seperti perempuan yang apa-apa sesuai suasana hati.
"Tapi, jangan seneng dulu. Ada pertanyaan yang masih belum lo jawab, dari siapa bunga sama cokelatnya? Ayan bener?"
"I-iyaa..." suaranya nyaris hilang ditelan rasa gugup.
Tetapi Suni justru tersenyum meremehkan, matanya mendelik kesal, dia sangat lelah dengan kelakuan perempuan satu itu yang mengejarnya seperti penguntit. Ia paling membenci hal-hal seperti itu, memang manis, tapi gadis yang terlalu over itu sangat tidak enak dijadikan pasangan. Makanya dia tak pernah menanggapi para penggemarnya, padahal sebagian besar dari mereka cukup cantik dan cocok saja jika mau bersanding dengannya.
"Udah gue duga sebelumnya, omong-omong, ada orang yang gue suka dan itu bukan Winda."
Tanpa pikir panjang, Rumi bertanya, "Oh ya, s-siapa...?" cara bicaranya memang sulit, dia anak yang sangat pendiam. Menurut pada siapapun asal tidak kehilangan orang itu.
"Tapi setelah ini tolong lebih hati-hati sama diri lo sendiri, lo cewek nggak pantes diperlakuin layaknya babu kayak gini," Suni mengalihkan pembicaraannya lebih dulu sebelum inti pembahasan mereka.
"I-iya..." lelaki itu menghela napas panjang, kemudian membuangnya dengan santai.
"Yang gue suka itu lo"
"Oh makasih....eh tu-tunggu apa??!" Suni tersenyum melihat reaksi alami dari sang empu. Matanya yang bulat membuat dia terlihat lebih menggemaskan lagi. Rasanya dia mau mencium bibir ranum milik gadis itu, maafkan sisi liar Suni yang tidak bisa dikontrol.
"Hari ini persiapan untuk acara perpisahan kita, lo harusnya ada di aula nanti. Kita ketemu di sana ya, gue mau lebih banyak ngobrol sama lo, tolong rahasiakan kalau gue suka sama lo," Suni tersenyum manis sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Lo duluan yang pergi, kalau nggak pergi gue cium di sini sekarang juga!"
"Ba-baik...!" Rumi langsung meninggalkan semuanya di sana, terutama bunga dan cokelat yang dia bawa.
Suni tersenyum manis, dia geleng-geleng kepala. Akhirnya perasaannya bisa terucap di hadapan perempuan itu, sungguh melegakan.
"Syukur deh dia nggak nolak gue, gue udah naksir banget dari awal liat," katanya terkekeh geli. Sebuah pengakuan yanh sungguh luar biasa tak bisa ditebak, Suni selalu melakukan segala keinginannya sesuai dengan yang dia harapkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!