NovelToon NovelToon

Aku Bisa Mendengar Kata Hatimu

Tragedi

Chen Miao Miao duduk di kursi yang sama, merasakan udara sepi yang memenuhi ruangan panti asuhan itu. Sepanjang hidupnya, dia telah tinggal di tempat ini sejak usia lima tahun, kehilangan jejak orang tua kandungnya yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Rasa kesepian dan kerinduan selalu menghantuinya, namun hari ini, hari yang sudah lama ia nantikan, akhirnya datang.

Ibu panti yang penuh kasih datang menghampiri dengan senyum lembut di wajahnya. "Miao Miao, ada orang yang ingin bertemu denganmu. Mereka mengaku sebagai orang tuamu," kata ibu panti dengan suara penuh kehangatan. Miao Miao menatapnya sejenak, matanya masih bingung, seakan tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengar.

"Orang tua?" kata Miao Miao pelan, hampir seperti berbisik pada dirinya sendiri.

Ibu panti tersenyum, mengangguk. "Ya, mereka datang untuk menjemputmu. Ayo, mari kita pergi."

Miao Miao terdiam, dadanya berdebar kencang. Ia mengikuti ibu panti dengan langkah pelan menuju ruang utama panti. Begitu pintu ruang itu terbuka, dua sosok berdiri di sana. Sosok yang selama bertahun-tahun hanya ada dalam bayangannya—mereka adalah orang tuanya.

Sang ibu, dengan wajah yang dihiasi air mata, melangkah maju. "Anakku... Miao Miao... Kamu benar-benar anak kami?" suara sang ibu, Liang Yi, bergetar, hampir tak percaya. Dia melangkah mendekat, kedua tangan terulur, dan dalam sekejap Miao Miao sudah terpeluk erat dalam pelukan hangat yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Anakku... Kami sangat merindukanmu," ucap sang ayah, Chen Changmin, suara serak penuh haru, saat ia juga mendekat dan merangkulnya. Air mata mengalir di wajahnya, menetes begitu saja, seolah semua kerinduan yang terkunci selama bertahun-tahun akhirnya bisa keluar.

Miao Miao, yang sebelumnya tak tahu apa yang harus dirasakan, merasa sebuah aliran hangat memenuhi dadanya. Ia memejamkan mata, menahan air mata yang mulai jatuh. "Mama... Papa..." gumamnya dengan suara parau, suaranya tenggelam dalam pelukan orang tua yang sangat ia rindukan.

Sang ibu, Liang Yi, mengelus rambut Miao Miao dengan lembut. "Kamu tidak tahu betapa kami merindukanmu. Kami tak pernah berhenti mencari, dan akhirnya, sekarang kamu kembali ke pelukan kami."

Miao Miao hanya bisa terisak, tidak tahu harus berkata apa. Semua kebingungannya tiba-tiba hilang begitu saja, digantikan oleh perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, perasaan yang penuh dengan cinta dan rasa memiliki.

"Ayo, kami akan membawamu pulang," kata sang ayah, Chen Changmin, suaranya lebih tenang, penuh kasih.

Miao Miao hanya mengangguk. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia mengikuti mereka keluar, dengan hati yang dipenuhi rasa haru yang begitu dalam. Kini, setelah bertahun-tahun, ia akhirnya kembali ke rumah yang seharusnya menjadi tempatnya—ke rumah yang penuh dengan cinta dan kasih sayang.

Di luar, mobil mewah menunggu mereka. Miao Miao tertegun melihat mobil itu. “Ini… mobil papa?” tanyanya, matanya terbelalak, sedikit bingung dengan segala kemewahan yang baru ia lihat.

Chen Chang Min tersenyum lembut. "Ya, ini mobil kita. Ayo, naiklah, Miao Miao. Kita akan pulang."

Mereka semua masuk ke dalam mobil. Miao Miao duduk di kursi belakang, diapit oleh kedua orang tuanya. Saat mobil mulai berjalan, ia menatap keluar jendela, merasakan dunia yang baru ini seakan tidak nyata. Namun, dalam hatinya ada satu perasaan yang pasti—ia akhirnya kembali ke rumahnya.

 

Di luar panti, mobil mewah sudah menunggu. Dengan hati penuh harapan dan kebahagiaan, mereka menaiki mobil itu. Miao Miao duduk di kursi belakang bersama kedua orang tuanya, merasakan setiap detik perjalanan ini begitu berarti.

Setelah beberapa waktu, mereka tiba di sebuah mansion mewah yang terlihat sangat besar. Miao Miao terpukau melihatnya. Semua tampak sangat baru dan berbeda, namun di dalam hati, ada perasaan yang sulit dijelaskan. Ia merasa seolah-olah sudah lama mengenal tempat ini.

Begitu pintu mobil terbuka, tiga sosok pria muda menyambutnya. Mereka adalah kakak-kakaknya.

Kakak pertama, Chen Zhi Hao, yang terlihat lebih dewasa, mengulurkan tangan dan tersenyum lebar. “Adik, akhirnya kita bertemu juga. Sudah lama aku ingin mengenalmu lebih dekat.”

Kakak kedua, Chen Li Ming, tampak lebih ceria, langsung menarik Miao Miao ke dalam pelukan hangat. “Akhirnya kamu kembali, adik! Aku sudah tidak sabar mengenalmu.”

Kakak ketiga, Chen Xian Yang, yang berusia lebih muda, mengangguk sambil tersenyum malu-malu. “Selamat datang di keluarga kami, Miao Miao.”

Miao Miao merasa sedikit canggung, tetapi ia membalas pelukan mereka dengan hati yang hangat. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada tempat yang bisa ia sebut rumah.

Kemudian, kedua orang tuanya memperkenalkan satu sosok lainnya. “Ini adalah anak angkat kami, Chen Xiao Yan,” kata sang ibu dengan senyuman lembut.

Xiao Yan mendekat, wajahnya penuh dengan senyum ramah. “Selamat datang di rumah, Miao Miao,” kata Xiao Yan dengan nada lembut

Miao Miao hanya mengangguk dan membalas dengan senyuman.

 

Hari-hari pertama di mansion keluarga Chen terasa seperti mimpi yang tak pernah terbayangkan oleh Chen Miao Miao. Ia, yang sebelumnya hidup sederhana di panti asuhan, kini menikmati perhatian dan kasih sayang dari keluarga yang ternyata telah lama mencarinya. Mansion ini begitu megah, dengan taman yang luas dan ruangan yang seakan tak ada habisnya. Namun, yang paling menghangatkan hatinya adalah sambutan penuh cinta dari keluarganya.

Ketiga kakaknya, Chen Yi Sheng, Chen Yi Jun, dan Chen Yi Liang, sangat antusias menyambutnya. Mereka selalu memastikan Miao Miao merasa nyaman. Yi Sheng, kakak tertua yang penuh wibawa, selalu berbicara lembut padanya. Yi Jun, yang terkenal ceria, sering mengajaknya bermain di taman atau menunjukkan koleksi buku yang ia kumpulkan. Sedangkan Yi Liang, si bungsu dari tiga bersaudara, sangat perhatian dan sering memberikan hadiah-hadiah kecil untuk membuat Miao Miao tersenyum.

Namun, di balik suasana harmonis itu, Chen Xiao Yan, anak angkat keluarga Chen, mulai menunjukkan sikap yang sulit ditebak. Pada awalnya, ia terlihat sangat hangat dan baik terhadap Miao Miao. Ia sering membantu Miao Miao menyesuaikan diri dengan kehidupan baru di mansion dan bahkan menunjukkan kepedulian yang seolah tulus. Namun, di balik senyumannya, ada niat tersembunyi yang mulai terkuak sedikit demi sedikit.

 

Pada suatu hari, saat mereka sedang makan bersama, Xiao Yan dengan liciknya menuduh Miao Miao mencuri beberapa barang miliknya. “Miao Miao, kamu tidak bisa berbohong lagi. Aku melihatmu mengambil kalung milikku di kamar!” katanya dengan nada tinggi.

Miao Miao terkejut. “Aku tidak mengambilnya,” jawabnya tenang, tetapi ia merasa cemas.

Namun, Xiao Yan dengan cerdiknya memanipulasi situasi itu, “Kamu bisa berbohong, tetapi keluarga ini tahu siapa yang benar. Pa, Ma, aku harap kalian bisa mengerti.”

Sang ibu terdiam, sementara ayahnya menyarankan untuk mengusut masalah ini lebih lanjut. Miao Miao merasa semakin terpojok. Xiao Yan berhasil memutarbalikkan fakta, dan meskipun ia tidak bersalah, ia tetap dihukum dengan cara yang tidak adil.

Kelakuan ini berulang beberapa kali, membuat Miao Miao merasa semakin terasing, terutama karena ketiga kakaknya lebih mempercayai kata-kata anak angkat itu.

Hari demi hari, Xiao Yan terus membuat insiden kecil yang selalu melibatkan Miao Miao. Ia menumpahkan sup di ruang makan dan mengatakan bahwa Miao Miao yang tak sengaja menyenggolnya. Ia menyembunyikan salah satu dokumen penting Papa dan mengklaim melihat Miao Miao masuk ke ruang kerja Papa sebelumnya. Setiap kali, ia selalu tampil sebagai "penyelamat" yang membela Miao Miao meskipun secara tak langsung membuat semua orang mulai curiga padanya.

Ketiga kakaknya yang awalnya begitu hangat mulai menjaga jarak. Yi Sheng dan Yi Jun lebih sering berbicara pada Xiao Yan daripada Miao Miao. Hanya Yi Liang yang masih mencoba percaya pada adiknya, meski perlahan mulai terpengaruh oleh kelicikan Xiao Yan.

Namun, di balik semua itu, Papa dan Mama tetap memperlakukan Miao Miao dengan penuh kasih sayang. Mereka menenangkan Miao Miao setiap kali terjadi salah paham. “Kamu tetap anak kami, Miao Miao,” kata Mama suatu hari. “Jangan khawatir, kami mencintaimu.”

Miao Miao hanya bisa tersenyum kecil. Ia mulai merasakan beban berat di dadanya. Xiao Yan berhasil memanipulasi banyak orang di rumah itu, dan ia mulai merasa kehilangan tempat untuk bersandar. Hari-hari damai di mansion perlahan berubah menjadi medan pertempuran tersembunyi yang menguras emosinya.

 

Malam itu begitu cerah, penuh gemerlap lampu pesta yang berkilauan. Miao Miao duduk diam di kursi belakang mobil, matanya memandang kosong ke luar jendela. Di sebelahnya, Chen Xiao Yan tampak tersenyum tipis sambil memutar-mutar cincin di jarinya. Mereka baru saja menghadiri pesta mewah bersama keluarga. Meskipun di luar mereka tampak rukun, suasana di dalam mobil itu terasa penuh ketegangan yang tak terucap.

Namun, Hanya dalam sekejap, suasana berubah menjadi bencana. Mobil yang mereka tumpangi kehilangan kendali di jalan yang berliku dan menghantam pohon besar dengan keras. Suara dentuman memekakkan telinga, membuat malam yang awalnya gemerlap berubah menjadi penuh kengerian.

Di mobil lain yang mengikuti mereka, Papa dan Mama Miao Miao langsung panik ketika melihat kecelakaan itu terjadi. Mereka segera keluar dari kendaraan dan berlari menuju mobil Miao Miao yang telah ringsek. Asap mengepul, dan suara samar rintihan terdengar dari dalam.

Papa Miao Miao, Chen Changmin, membuka pintu belakang dengan susah payah. Ia melihat Miao Miao, yang wajahnya penuh luka dan tubuhnya terjebak di antara kursi. “Sayang, Papa akan membantumu keluar,” ujarnya dengan napas berat. Tangannya berusaha menarik tubuh Miao Miao yang lemah.

Namun, sebelum ia berhasil, suara teriakan terdengar dari sisi lain.

“Mama! Tolong aku! Aku tidak bisa bernapas!” Chen Xiao Yan berteriak dengan nada penuh kepanikan, meskipun tidak separah Miao Miao kondisinya.

Fang Hua, yang berada di dekat suaminya, segera berbalik mendengar teriakan itu. Ia tanpa ragu menghampiri Xiao Yan. “Tenang, Xiao Yan, Mama di sini,” katanya sambil membantunya keluar. Setelah berhasil mengeluarkannya, ia memanggil suaminya.

“Changmin, bantu aku membawa Xiao Yan ke tempat aman!” Fang Hua berseru, air matanya bercucuran.

Chen Changmin menoleh ke Miao Miao yang masih terjebak di kursi. Wajah putrinya terlihat penuh harap, meskipun ia hampir tidak bisa berkata-kata karena rasa sakit.

“Tunggu sebentar ya, sayang. Papa akan kembali,” ucap Chen Changmin dengan lembut sebelum meninggalkan Miao Miao.

Miao Miao hanya bisa menatap mereka dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya, tapi hatinya terasa lebih sakit. Papa dan Mama memilih Xiao Yan lebih dulu.

Papa dan Mama akhirnya berhasil menaruh Xiao Yan di tempat yang aman di tepi jalan. Mereka segera berlari kembali menuju mobil Miao Miao untuk menyelamatkannya. Namun, sebelum mereka sempat mendekat, ledakan besar terjadi.

“BOOM!”

Api melahap seluruh mobil, menyemburkan gelombang panas yang menyakitkan. Chen Changmin dan Fang Hua terjatuh ke tanah akibat getaran.

Di dalam mobil yang terbakar, Miao Miao merasakan panas yang perlahan melahap tubuhnya. Matanya yang basah menatap keluar, melihat sosok Papa dan Mamanya yang berteriak histeris. Ketiga kakaknya tiba di lokasi, berusaha menahan kedua orang tua mereka agar tidak mendekat ke kobaran api.

Air mata Miao Miao mengalir deras, meskipun panas telah membuat kulitnya perih tak tertahankan. Dalam hatinya, ia berteriak dengan penuh kepedihan.

"Ternyata kalian lebih sayang anak angkat kalian yang licik daripada anak kandung kalian. Untuk apa aku kembali ke keluarga ini kalau akhirnya aku tetap terluka?"

Kata-kata itu bergema dalam benaknya, penuh dengan rasa sakit dan penyesalan. Lalu, dunia di sekitarnya perlahan memudar.

Dengan napas terakhirnya, Miao Miao menutup mata. Gelap pun menyelimuti segalanya.

---

📢

Jangan lupa untuk follow author dan tekan tombol like serta tinggalkan komentar agar cerita ini bisa terus berlanjut! Dukungan kalian sangat berarti dan menjadi semangat bagi author untuk terus berkarya. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca cerita ini. Jangan lupa juga cek karya lainnya, ya! Selamat membaca dan menikmati kisah seru ini. 📝

Kembali Ke Titik Awal

Dalam kegelapan yang pekat, Miao Miao merasa seperti terperangkap di antara dunia yang telah ia tinggalkan dan dunia yang seharusnya ia raih. Semua yang terjadi begitu cepat, seolah ia terhanyut dalam aliran takdir yang tidak bisa dihindari. Tiba-tiba, di hadapannya muncul sebuah layar besar, yang menunjukkan masa lalu yang penuh kenangan, kenangan yang kini terasa begitu jauh, seperti hidup yang telah lama berlalu.

Di layar itu, Miao Miao melihat gambaran dirinya sebagai seorang gadis berumur 17 tahun hidup dipantai asuhan, dan kembali ke pelukan keluarga yang telah lama ia rindukan. Ia menyaksikan kedua orang tuanya, Fang Hua dan Chen Changmin, yang begitu bahagia menyambutnya, mengajaknya ke rumah yang indah dan memberi kasih sayang tanpa batas. Ketiga kakaknya, Chen Zhi Hao, Chen Li Ming, dan Chen Xiang Yan, menyambutnya dengan pelukan hangat. Semua tampak sempurna, seperti keluarga yang saling menyayangi.

Kemudian, kejadian Xiao Yan yang ternyata ia baru tahu jika Xiao Yan memanipulasi setiap kejadian yang menimpa pada nya di kediamannya. Ia baru sadar, jika Xiao Yan ternyata sangat licik.

gambaran beralih dengan cepat, saat tragedi kecelakaan itu, sang papa dan mama yang menolong Xiao Yan dan membiarkan Miao Miao tewas ditempat akibat ledakan mobil. papa dan mama nya menangis histeris memanggil namanya dengan suara hingga parau, mereka akan melangkah ke mobilnya, namun di halangi oleh ketiga kakak nya yang baru datang. Hingga sang mama jatuh pingsan.

Namun, gambaran itu tiba-tiba berubah. Miao Miao kini melihat sang ibu, Fang Hua, yang terbaring lemah di tempat tidurnya. Raut wajahnya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Ia terhanyut dalam penyesalan atas kehilangan anak kandungnya yang tak sempat ia selamatkan. Air mata ibu itu jatuh, menandakan betapa besar rasa sakit yang ia rasakan. Dengan penyesalan yang mendalam, Fang Hua akhirnya meninggal, menyusul anak perempuannya yang telah pergi.

Kemudian, gambar berlanjut kepada sang ayah, Chen Changmin. Ia hancur, kosong, tak mampu menahan rasa kehilangan yang begitu dalam. Ia duduk terpaku, memandang foto Miao Miao yang tersenyum ceria, namun itu hanya membuatnya semakin terpuruk. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Dalam kesedihannya yang mendalam, ia pun menyusul Fang Hua dan meninggal tak lama setelah istrinya.

Layar berubah lagi, dan kini Miao Miao melihat kakak pertamanya, Chen Zhi Hao. Dengan langkah berat, Zhi Hao pergi ke balkon rumah keluarga mereka. Ia melihat ke bawah, namun pandangannya kosong. Ia putus cinta, karena orang yang di benci nya, ternyata adalah orang yang sangat ia tunggu sekian lama. cintanya ini merupakan teman masa kecilnya yang selalu bermain dengannya, namun karena kelicikan Xiao Yan, ia mengaku sebagai anak kecil yang bersama nya bermain sewaktu kecil Chen Zhi Hao. cerita yang begitu tragis membuatnya kehilangan arah. Tanpa ada lagi yang bisa membuatnya bertahan, Zhi Hao pun mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Selanjutnya, Miao Miao melihat kecelakaan yang menimpa kakak keduanya, Chen Li Ming. Dalam kecelakaan mobil yang tragis, tubuh Li Ming terlempar dan kehilangan nyawanya di jalan raya. dari arah lain, ia melihat Xiao Yan dan seorang pria tersenyum dan dia memberikan amplop kepada orang tersebut.

Layar berganti lagi, memperlihatkan kakak ketiganya, Chen Xiang Yan, yang terjatuh dari gedung tinggi setelah didorong oleh seseorang. Dan ternyata orang tersebut adalah Xiao Yan.

Namun, potongan terakhir dari layar itu memperlihatkan seorang wanita yang tak asing di mata Miao Miao, Chen Xiao Yan. Xiao Yan, anak angkat keluarga Chen, terlihat berdiri di tengah kemewahan yang ia nikmati. Dalam gambaran itu, Xiao Yan tampak bahagia, tersenyum licik sambil menikmati kekayaan dan harta benda yang diwariskan oleh keluarga Chen. Ia dikelilingi oleh orang tua yang tak pernah ia sebutkan sebelumnya, orang tua yang tak pernah terlihat selama ini.

Miao Miao menyaksikan dengan hati yang pedih. Xiao Yan, dengan segala kelicikannya, merenggut kebahagiaan keluarganya. Miao Miao merasa begitu kecewa, melihat bagaimana anak angkat itu menikmati apa yang seharusnya menjadi milik keluarganya, sementara keluarganya sendiri satu per satu meninggal dalam penderitaan.

"Kalian lebih memilih anak angkat yang licik daripada anak kandung kalian," suara hati Miao Miao bergema dalam kegelapan, penuh penyesalan dan kesakitan. Ia merasa tak berarti, bahkan setelah diberi kesempatan kedua untuk kembali, tetap saja ia harus menyaksikan keluarganya hancur.

Di akhir potongan gambar, Miao Miao melihat senyuman Xiao Yan yang kejam, menikmati kekayaan yang tak pernah seharusnya ia miliki, sementara seluruh keluarganya hancur, satu per satu.

Tiba-tiba, suara yang datang entah dari mana, tanpa wujud yang terlihat, bergema dalam kegelapan yang melingkupi Miao Miao. Suara itu begitu jelas, namun juga penuh misteri, seperti suara dari alam yang tak bisa ia lihat.

"Apakah kamu sudah melihatnya?" suara itu terdengar begitu lembut, namun penuh makna. "Itu adalah gambar masa lalu dan masa depan keluarga kandungmu."

Miao Miao merasa jantungnya berdegup kencang. Ia tidak bisa berpaling dari gambaran yang baru saja dilihatnya, kenangan yang menyakitkan, kepergian keluarganya yang ia cintai, dan kelicikan yang merenggut kebahagiaan mereka. Namun, suara itu melanjutkan.

"Karena kamu merupakan gadis yang baik, maka kamu diberi kesempatan kedua untuk kembali lagi. Apakah kamu mau, Miao Miao?"

Kesempatan kedua. Kata-kata itu membuat tubuh Miao Miao seolah terhentak. Ia tahu, ini adalah tawaran yang luar biasa. Namun, apakah ia benar-benar ingin kembali? Dalam hati, Miao Miao tahu jawabannya. Ia tidak bisa membiarkan keluarganya hancur begitu saja. Ia tidak bisa membiarkan Xiao Yan dan keluarga asli nya bahagia dengan harta keluarga Chen, sedangkan keluarga Chen meninggal semua.

Tanpa ragu, dengan hati yang penuh tekad, Miao Miao berteriak lantang, "Mau!"

Tak lama setelah itu, sebuah cahaya terang muncul, memancar dari dalam kegelapan. Cahaya itu menyelimuti tubuh Miao Miao, memberikan kehangatan dan rasa aman yang luar biasa. Ia merasa seolah seluruh tubuhnya terangkat, dan dunia sekitarnya menghilang. Dalam sekejap mata, kegelapan itu lenyap, digantikan oleh cahaya yang menyilaukan. Miao Miao merasa seperti terbang, melayang dalam ruang waktu yang tidak bisa dijelaskan.

Miao Miao terbangun, merasakan kendaraan yang bergerak pelan. Ketika matanya terbuka sepenuhnya, ia menyadari bahwa ia telah berada di dalam mobil yang menuju ke mansion keluarga. Mobil mewah itu berhenti dengan mulus di depan pintu gerbang besar, yang dihiasi dengan ornamen emas berkilau.

Pintu mobil terbuka, dan kedua orang tuanya, Chen Changmin dan Fang Hua, keluar terlebih dahulu. Miao Miao mengikuti mereka, berjalan perlahan menuju rumah besar yang sekarang ia tahu adalah tempat tinggalnya.

Miao Miao memandang sekeliling mansion dengan tatapan datar. Semua yang ada di sini sudah terlalu familiar baginya, meskipun ini adalah pertama kalinya dia berada di tempat ini dalam tubuh yang sama sekali berbeda. Rumah besar ini hanya tampak seperti kenangan buruk yang tidak ingin dia hadapi.

Dalam hati Papa Miao Miao berbisik, “Kenapa dia terlihat begitu datar? Tadi sewaktu di jemput, dia sangat ceria dan tampak senang. Tapi sekarang, melihat rumah mewah ini, seolah-olah tidak ada yang istimewa. Apa yang terjadi dengan Miao Miao?”

Dalam hati Mama Miao Miao berpikir, “Apa yang terjadi? Kenapa dia berubah begitu cepat? Tadi dia terlihat penuh semangat, dan sekarang tampaknya tidak ada rasa keheranan atau kegembiraan sama sekali. Ada apa dengan Miao Miao?”

Kakak pertama, Chen Zhi Hao, yang terlihat lebih dewasa, mengulurkan tangan dan tersenyum lebar. “Adik, akhirnya kita bertemu juga. Sudah lama aku ingin mengenalmu lebih dekat.” Miao Miao membalasnya dengan enggan.

Kakak kedua, Chen Li Ming, tampak lebih ceria, langsung menarik Miao Miao ke dalam pelukan hangat. “Akhirnya kamu kembali, adik! Aku sudah tidak sabar mengenalmu.” Miao Miao membalas pelukannya, meskipun dengan enggan.

Kakak ketiga, Chen Xian Yang, yang berusia lebih muda, mengangguk sambil tersenyum malu-malu. “Selamat datang di keluarga kami, Miao Miao.” Miao Miao membalasnya dengan anggukan saja.

Ketiga kakak laki-lakinya melangkah mundur sedikit, mereka sedikit bingung karena sikap Miao Miao yang berbeda dari yang mereka harapkan. Meskipun mereka sudah mengucapkan kata sambutan hangat, Miao Miao tidak menunjukkan tanda-tanda kegembiraan. Perasaan datar dan kosong itu terasa aneh di tengah kebahagiaan yang mengelilinginya.

Dalam hati kakak pertama, Chen Zhi Hao, “Kenapa dia tidak terlihat senang? Bukankah dia seharusnya bahagia kembali ke rumah keluarga ini? Kenapa seperti ada sesuatu yang mengganggu hatinya?”

Dalam hati kakak kedua, Chen Li Ming,“Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia tidak tertarik pada rumah besar dan segala kemewahan yang kami miliki? Seharusnya dia lebih bersemangat…”

Dalam hati kakak ketiga, Chen Xiang Yan, “Ada sesuatu yang tidak beres. Miao Miao terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Aku tidak bisa mengerti, tapi aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan dariku.”

Namun, kejadian yang lebih mengejutkan terjadi ketika orang tua Miao Miao memperkenalkan anak angkat mereka, Chen Xiao Yan, yang sudah berada di rumah. Semua perhatian kini tertuju padanya, dan seperti biasa, Xiao Yan memperlihatkan senyum liciknya.

Dalam hati Miao Miao berkata, “Ya, ya... Selamat datang di rumah mimpi burukku. Semua ini hanya ilusi, tempat di mana aku terperangkap oleh segalanya. Dan seorang serigala putih ada di sini...”

Pada saat itu, semua anggota keluarga, Papa, Mama, dan ketiga kakak laki-lakinya, terdiam sejenak, seolah mendengar sesuatu yang tidak bisa mereka jelaskan. Semua mendengar dengan jelas kata-kata yang terucap dalam hati Miao Miao. Mereka terkejut dan bingung, bertanya-tanya bagaimana mungkin mereka bisa mendengar suara hati Miao Miao begitu jelas.

Dalam hati Papa Miao Miao berbisik, “Apakah... apakah ini benar? Apakah aku benar-benar bisa mendengar kata hati Miao Miao?”

Dalam hati Mama Miao Miao berpikir, “Aku... aku mendengar suaranya. Tapi bagaimana mungkin? Apakah aku hanya membayangkan?”

Dalam hati Zhi Hao, kakak pertama, “Apa yang sedang terjadi? Bagaimana aku bisa mendengar ucapan dalam hati Miao Miao?”

Dalam hati Li Ming, kakak kedua, “Jangan katakan kalau aku bisa mendengar apa yang dia pikirkan? Ini tidak mungkin...”

Dalam hati Xiang Yan, kakak ketiga, “Apakah aku benar-benar mendengar semua itu? Bagaimana bisa?”

Semuanya terdiam sesaat, terkejut dengan apa yang baru saja mereka alami. Namun, kesunyian itu segera pecah, dan Papa Miao Miao akhirnya berbicara. "Ayo, anak-anak, masuklah ke dalam. Kita harus memulai hari-hari kita bersama sebagai keluarga," ucap Papa Miao Miao, suara tegasnya mengusir kebingungan yang melanda. Semuanya mengangguk dan mengikuti Papa Miao Miao menuju ke dalam mansion.

 

📢

Jangan lupa untuk follow author dan tekan tombol like serta tinggalkan komentar agar cerita ini bisa terus berlanjut! Dukungan kalian sangat berarti dan menjadi semangat bagi author untuk terus berkarya. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca cerita ini. Jangan lupa juga cek karya lainnya, ya! Selamat membaca dan menikmati kisah seru ini. 📝

Berbagi Kamar? Ogah!

Xiao Yan berteriak histeris, tangisannya memecah keheningan di ruang keluarga. “Mama! Papa! Kakak!” panggilnya sambil memegang tangan yang terkena teh panas, suaranya penuh kepanikan.

Semua anggota keluarga Chen tersadar dari lamunan mereka. Chen Changmin langsung bangkit dari kursinya, diikuti oleh Fang Hua dan ketiga kakak laki-laki Miao Miao. Mereka menghampiri Xiao Yan dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Xiao Yan! Ya ampun, tanganmu! Jangan panik, Nak, Mama di sini!" ucap mama Fang dengan memegang tangan Xiao Yan dengan hati-hati, mencoba menenangkan tangisannya.

"Zhi Hao, cepat ambil kotak P3K di lemari bawah tangga!" perintah.papa Chen pada anak sulungnya.

Chen Zhi Hao segera berlari ke arah yang ditunjukkan, kembali dengan kotak P3K di tangannya. Mereka mulai mengoleskan salep dingin ke tangan Xiao Yan, mencoba meredakan rasa sakitnya. Fang Hua terus mengusap kepala Xiao Yan, mengucapkan kata-kata lembut.

Fang Hua memberikan kata-kata ketenangan. "Sudah, Xiao Yan, tenang. Tidak apa-apa, sebentar lagi pasti sembuh. Jangan menangis, ya."

"Tanganmu tidak apa-apa, Yan Yan. Lihat, sudah diobati. Jangan menangis lagi." ucap Chen Li Ming dengan nada suaranya penuh perhatian.

Chen Xiang Yan berusaha menenangkan sang adik "Kita di sini untukmu, Xiao Yan. Tidak ada yang akan membiarkanmu terluka lebih parah."

Di tengah keramaian itu, Xiao Yan menundukkan kepala, menyembunyikan senyum licik di balik tangisannya. Dalam hati, ia merasa puas.

Xiao Yan berucap dalam hati."Hahaha, lihat saja. Mereka semua begitu panik untukku. Perhatian mereka hanya untukku. Miao Miao pasti panas dan iri sekarang. Bagus, ini baru permulaan."

Namun, saat pandangan mereka beralih ke Miao Miao, gadis itu terlihat biasa saja, sama sekali tidak menunjukkan emosi apapun. Sebaliknya, ia menyandarkan tubuhnya ke sofa dan menghela napas panjang. Lalu, sebuah suara muncul dari dalam hatinya.

Miao Miao berkata dalam hatinya "Hah, kalian semua memang bodoh. Tidak heran akhirnya mati satu per satu. Ah, sudahlah, biarkan saja. Ini salah mereka sendiri yang lebih percaya anak angkat daripada anak kandung."

Keluarga Chen kembali terdiam. Mereka semua mendengar suara itu, suara hati Miao Miao yang begitu dingin dan menusuk. Pikiran mereka dipenuhi kebingungan dan ketakutan.

Papa Chen Changmin berkata dalam hati "Apa... Apa dia baru saja menyumpahi kami mati? Miao Miao, apa yang sebenarnya terjadi padamu?"

Mama Fang Hua berkata dalam hati. "Tunggu, apakah benar dia merasa seperti itu? Miao Miao... Mengapa hatimu terasa begitu jauh dari kami?"

Chen Zhi Hao berkata dalam hati "Ini tidak mungkin... Apa yang dia alami sampai berpikir seperti itu?"

Namun, tidak ada yang berani membahas suara itu. Mereka semua memilih untuk fokus kembali pada Xiao Yan yang masih merengek.

"Kita harus membawa Xiao Yan ke rumah sakit agar diperiksa lebih lanjut. Cedera seperti ini tidak boleh dibiarkan." ucap Mama Fang Hua dengan suara tegas.

Namun Xiao Yan langsung menggeleng, tangisannya bertambah keras. "Tidak, Mama. Aku tidak mau ke rumah sakit. Aku tidak mau pergi!" Tangannya yang masih terasa panas menggenggam erat lengan Fang Hua.

Chen Changmin:l berkata dengan lembut "Yan Yan, ini untuk kebaikanmu. Kita hanya ingin memastikan lukamu tidak terlalu parah."

Namun, Xiao Yan tetap bersikeras menolak. Akhirnya, Fang Hua mengalah. "Baiklah, kalau begitu kita obati di sini saja. Tapi jika nanti makin parah, kamu harus setuju untuk pergi ke rumah sakit, ya?"

Xiao Yan mengangguk kecil, masih terisak. Fang Hua memeluknya dengan lembut, sedangkan Chen Changmin memandang putri kandungnya yang duduk diam di sofa. Sekilas, pandangan Miao Miao dan ayahnya bertemu. Namun, Miao Miao segera mengalihkan tatapannya, tidak ingin menunjukkan perasaan apa pun.

Chen Zhi Hao dan Chen Li Ming, kakak pertama dan kedua, berpamitan dengan keluarga. "Kami harus ke kantor sekarang. Ada banyak pekerjaan yang menunggu," ujar Zhi Hao sambil mengenakan jasnya.

Chen Xiang Yan, si kakak ketiga, menyusul, "Aku juga harus pergi. Sudah janji bertemu teman di kafe."

Keduanya mendapat izin dari Fang Hua dan Chen Changmin. Namun sebelum melangkah keluar, mereka melirik Miao Miao yang masih duduk dengan ekspresi datar di sofa. Mereka tampak bingung dengan sikap adik perempuan mereka yang baru kembali. Setelah bertukar pandang, mereka memutuskan pergi tanpa berkata apa-apa lagi.

Fang Hua menghela napas panjang. "Miao Miao, ayo Mama antar ke kamarmu," katanya sambil tersenyum lembut.

Namun sebelum mereka sempat bergerak, Xiao Yan tiba-tiba menyela. "Mama, bagaimana kalau Miao Miao tidur di kamarku saja? Kami kan saudara, pasti lebih seru kalau kita berbagi kamar. Kita juga bisa lebih dekat."

Fang Hua terdiam sejenak, mempertimbangkan ide itu. "Itu terdengar seperti ide yang bagus, Xiao Yan," gumamnya.

Tapi Miao Miao dengan wajah sedih berkata, "Mama, Papa... aku ingin punya kamar sendiri. Di panti asuhan, aku selalu tidur satu kamar dengan tiga orang lainnya. Selama ini aku tidak pernah punya kamar sendiri. Aku hanya ingin merasakan bagaimana rasanya punya kamar pribadi..."

Nada suara Miao Miao yang lirih membuat Fang Hua dan Chen Changmin terenyuh. Wajah mereka menampilkan kesedihan yang mendalam. Fang Hua mengangguk dengan lembut. "Baiklah, sayang. Kamu akan punya kamar sendiri. Mama akan mengantarmu sekarang."

Chen Changmin juga mendukung keputusan itu, "Kita ingin kamu merasa nyaman di rumah ini, Miao Miao. Ini rumahmu."

Sementara itu, Xiao Yan yang tidak puas menyembunyikan rasa kesalnya dalam hati. Xiao Yan berkata dalam hati "Dasar gadis sombong! Beraninya menolak tawaran baikku. Lihat saja nanti, Miao Miao!"

Fang Hua memimpin langkah ke tangga dengan Miao Miao di sisinya. Namun sebelum mereka sampai ke tangga, Miao Miao berhenti sejenak dan menoleh ke arah sofa, tempat Chen Changmin dan Xiao Yan masih duduk. Ia memandang mereka dengan tatapan tajam, dan sebuah suara terdengar di hati mereka.

Miao Miao berkata dalam hati. "Heh, kau pikir aku sebodoh dulu? Kau mau menjebakku lagi seperti waktu itu, ya? Menuduhku mencuri kalung palsumu supaya aku dihukum di gudang gelap oleh Papa dan Mama. Cuih, dasar anak pungut."

Fang Hua yang memegang tangan Miao Miao membeku. Wajahnya menunjukkan keterkejutan. Chen Changmin di sofa juga tampak bingung, mencoba memahami apa yang baru saja ia dengar.

Namun, Fang Hua memilih tidak menanggapi. Ia menggenggam tangan Miao Miao lebih erat, lalu melangkah lagi menaiki tangga sambil tersenyum. "Ayo, Nak. Mama akan menunjukkan kamar barumu."

Setibanya di kamar, pintunya terbuka memperlihatkan ruangan yang luas dan megah. Langit-langit tinggi, dinding bercat lembut dengan hiasan elegan, serta tempat tidur besar dengan seprai mewah. Jendela besar memperlihatkan taman belakang yang indah.

"Ini kamarmu, Miao Miao. Mama harap kamu menyukainya. Kalau ada yang kurang, bilang saja pada Mama." Mama Fang Hua mengucapkan kata-kata itu dengan senyum tulus.

Miao Miao menatap ruangan itu dengan ekspresi kosong, lalu bergumam, "Terima kasih, Mama." Namun di dalam hatinya, ia berkata lain. Miao Miao berkata dalam hati "Hmph, rumah megah ini tidak akan menghapus rasa sakit yang pernah kalian berikan. Haruskah aku membantu kalian? Atau tidak? buatkan saja lah, jika mereka berubah akan aku bantu, jika tidak ya sudah. Yang penting aku tak boleh mati lagi."

Fang Hua merasakan suara hati itu lagi. Ia kaget apa maksud anaknya ini, kematiannya? Namun iaa gelis fikirannya. Senyumnya tetap terpasang, tapi ada sesuatu di matanya yang berubah, perasaan tak nyaman yang sulit dijelaskan.

"Baiklah, Mama akan turun dulu. Istirahatlah, sayang," ucap Fang Hua. Ia bergegas meninggalkan ruangan dengan langkah tergesa, seolah melarikan diri dari sesuatu yang tidak dapat ia pahami.

Miao Miao berdiri di tengah kamar yang kini menjadi miliknya. Matanya mengamati setiap sudut ruangan, mulai dari tempat tidur besar di tengah kamar hingga lemari besar yang membentang seperti dinding di salah satu sisinya. Ia berjalan pelan menuju walk-in closet, menyeret koper kecil yang ia bawa dari panti. Dengan tenang, ia membuka koper itu dan mulai mengeluarkan pakaian-pakaian sederhana miliknya, lalu menggantungnya satu per satu di gantungan lemari.

Ia menghela napas panjang, merasakan udara dingin menyentuh kulitnya. Dalam hati, ia berpikir bahwa kehidupan barunya harus ia jalani dengan cara yang berbeda. Masa lalu yang menyakitkan tidak akan mengikatnya lagi. Kali ini, ia bertekad untuk membangun kebahagiaan dengan caranya sendiri.

Namun, saat pandangannya kembali tertuju pada lemari besar yang hampir kosong itu, hatinya terasa sedikit getir. Lemari ini begitu besar, cukup untuk menampung pakaian-pakaian mewah, tapi kosong melompong. Seolah menggambarkan sesuatu yang dulu hilang dalam hidupnya. Tidak ada barang mahal, tidak ada gaun indah seperti yang pernah ia bayangkan sebagai anak seorang kaya. Ia tersenyum pahit, mengingat dirinya di masa lalu yang begitu mudah terbuai dengan hal-hal duniawi.

Miao Miao menutup lemari itu, membiarkan keheningan kembali menyelimuti ruangan. Ia berjalan ke kamar mandi yang berkilau bersih, lalu menyalakan air hangat untuk membersihkan tubuhnya. Wajahnya yang semula tegang mulai melunak ketika air mengalir membasahi kulitnya. Setelah selesai, ia mengenakan piyama sederhana yang ia bawa dari panti, lalu kembali ke tempat tidur.

Ia berbaring di atas kasur empuk yang terasa begitu nyaman, berbeda jauh dari ranjang keras di panti asuhan. Matanya menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong, pikirannya melayang ke masa lalu. Ia bergumam dalam hati, tekadnya semakin kuat. Kehidupan kedua ini, aku tidak akan membiarkan siapapun menginjakku lagi. Kebahagiaan yang dulu aku dambakan, kali ini akan aku ciptakan sendiri.

Miao Miao menutup matanya perlahan, membiarkan dirinya tenggelam dalam tidur siang yang tenang, untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama.

---

📢

Jangan lupa untuk follow author dan tekan tombol like serta tinggalkan komentar agar cerita ini bisa terus berlanjut! Dukungan kalian sangat berarti dan menjadi semangat bagi author untuk terus berkarya. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca cerita ini. Jangan lupa juga cek karya lainnya, ya! Selamat membaca dan menikmati kisah seru ini. 📝

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!