NovelToon NovelToon

SRI

Hilang

Cerita ini hanya fiktif saja, sepenuhnya imajinasi author, jika ada kesamaan nama atau tempat itu hanya kebetulan saja, tidak ada unsur kesengajaan sama sekali. Cerita ini juga tidak membawa usur agama, ras atau golongan tertentu, pembaca di harap bijak.

Selamat membaca...

***

"Mbak,,, Sri hilang, kayane minggat!" Ujar seorang wanita tergopoh gopoh keluar dari rumah sederhana menghampiri wanita tengah baya yang sedang menyambut tamu undangan yang datang berbondong bondong ke rumahnya.

Hari ini adalah hari pernikahan putri semata wayangnya Sri Lestari dengan seorang juragan tanah di desanya, sehingga warga beramai ramai datang ke rumahnya yang kini sudah di pasangi tenda dan berdiri panggung besar karena rencananya untuk acara dangdutan dan wayangan semalam suntuk.

"Opo tho Sur? Wong Sri dari tadi pagi juga di kamar, lagi ke kamar mandi kali," ujar Jumian wanita paruh baya yang biasa di panggil mbok Jum itu sedikit melotot pada wanita yang merupakan adik kandungnya yang bernama Surti itu.

Jumian yakin jika Sri, sang putri tidak akan kemana mana, mengingat sejak awal perjodohan dengan Darto, tuan tanah berusia lima puluh tahunan itu Sri tidak pernah menolak. Putrinya memang sangat penurut dan tidak pernah menentang apapun yang di katakan olehnya selama ini. Bahkan sejak tadi subuh putrinya sudah mandi dan di rias oleh perias pengantin , sekitar satu jam yang lalu pun Jumian masih melihat putrinya yang sudah berdandan lengkap dengan pakaian pengantin duduk di tepi ranjang kamarnya, saat Jumian tanya, katanya putrinya itu gugup karena sebentar lagi akan menjadi seorang istri.

Tak main main, demi menjadikan Sri istri ke 4 nya, Darto sang tuan tanah itu rela memberi mas kawin satu hektar kebun dan sawah, juga perhiasan dan sejumlah uang yang lumayan banyak. Hal itulah yang membuat Jumian menyarankan putrinya untuk menerima lamaran Darto, mengingat mereka selama ini hidup susah semenjak ayah Sri meninggal lima tahun lalu, mereka harus kerja keras menjadi buruh tani di sawah dan kebun hanya untuk makan dan bertahan hidup.

Meski tidak begitu percaya dengan perkataan sang adik, namun Jumian rupanya penasaran juga dan bergegas menuju kamar sang putri. Benar saja, putrinya itu tidak ada di sana, dan lemari pakaian sang putri yang berbahan plastik terlihat terbuka dengan beberapa pakaian tercecer seperti baru di obrak abrik, hanya menyisakan beberapa lembar baju di dalam lemari butut itu.

Sepucuk surat yang Surti temukan di atas tempat tidur Sri dia sodorkan pada kakaknya.

Wajah Jumian langsung memerah dengan mata yang mulai berkaca kaca akibat menahan marah setelah wanita paruh baya itu membaca surat yang di tinggalkan sang putri.

Surat permohonan maaf dan pamit Sri akhirnya membuat Jumian tumbang, wanita paruh baya yang sudah berdandan lengkap dengan kebaya dan sanggul itu terkulai lemas akibat tidak kuat menahan marah, malu, kecewa dan banyak lagi perasaan yang kini bergejolak di dalam dadanya.

Harusnya hari ini menjadi hari hari bahagia dirinya dan juga putrinya, dimana setelah ini kehidupan mereka akan berubah drastis, sudah beberapa hari belakangan ini Jumian membayangkan bagaimana dia yang biasanya menjadi buruh itu berubah menjadi mertua juragan tanah paling kaya dan paling di hormati di desa, saudara-saudaranya yang sebelumnya tidak peduli dan memandang sebelah mata padanya beberapa hari belakangan banyak yang datang berkunjung ke rumah saat tau sang putri akan menikah dengan Darto.

"Bagaimana ini bisa terjadi? Ini sama saja mempermalukan ku! Aku tidak mau tahu, pokoknya Sri harus di cari dan di ketemukan, jika tidak, kau harus segera membayar hutang-hutang anda pada ku, atau rumah ini aku sita!" Ancam Darto pada Jumian yang baru saja siuman dari pingsannya.

"Maafkan saya dan putri saya tuan, saya pasti akan berusaha mencarinya, saya janji." ujar Jumian pada calon menantu yang usianya bahkan hampir sebaya dengannya itu.

"Sri,,, bocah kurang ajar, awas saja kalau sampai ketemu, aku iket di pohon waru!" gerutu Jumian yang sejak tadi menahan kesal dan marah pada putrinya, terlebih beberapa orang suruhannya dan juga suruhan Darto yang di tugaskan untuk mencari sang putri tidak ada yang berhasil menemukan keberadaan putrinya itu, Sri bagai hilang begitu saja di telan bumi.

Kabur

Satu jam sebelumnya,

"Sri, selamat ya,,, gak nyangka kamu akhirnya menikah, tapi,,, apa kamu gak eman eman tho, kamu masih muda gini harus menikah dengan bandot tua kaya tuan Darto, kamu itu cantik, jalan mu masih panjang, banyak hal yang belum kamu coba dan nikmati tapi sudah harus terikat dengan pernikahan yang belum tentu membuat mu bahagia, kata orang menikah itu rumit, apalagi kamu bakal jadi istri ke 4, aku kasian sama kamu." Suara cempreng seorang wanita membuyarkan lamunan Sri yang saat itu sedang termenung menatap hiruk pikuk orang berlalu lalang di luar jendela kamarnya.

Saat ini perasaan gadis berusia hampir 19 tahun itu terasa kalut dan tidak menentu, jiwa dan tubuhnya seakan tidak menyatu. Pernikahan yang seharusnya menjadi momen bahagia bagi sebagian orang yang akan menjalaninya justru membuat Sri saat ini tertekan. Jujur saja sebenarnya dia tidak ingin menjalani pernikahan ini, namun sang ibu terus memohon padanya atau lebih tepatnya terus memaksa dirinya untuk menikah dengan pria yang sebenarnya lebih cocok menjadi ayahnya itu. Jumian terus mencekoki dirinya dengan cerita kesedihan yang di alami keluarga mereka selama ini dan sang ibu juga selalu mengatakan padanya jika ingin merasakan hidup bahagia dan serba berkecukupan. Padahal selama ini Sri juga tidak kurang kurang dalam membantu perekonomian keluarganya, dia rela tidak meneruskan sekolah ke smu dan bekerja serabutan setiap hari demi untuk memenuhi kebutuhan hidup ibunya dan juga dirinya, bahkan sering dirinya bekerja sebagai buruh kasar seperti mencangkul sawah dan kebun atau menjadi kuli panggul saat sang ibu menginginkan sesuatu.

Sri masih ingat saat ibunya merengek ingin membeli kalung emas seperti milik tetangganya, padahal untuk makan saja mereka kesulitan, namun tidak ingin di cap sebagai anak durhaka, Saat itu Sri nekat ikut menjadi kuli bangunan pada proyek pembangunan balai desa, dan berhasil membelikan ibunya kalung dari hasil kerjanya itu meski kedua tangannya harus merasakan perih dan panas setiap malam akibat tidak terbiasa mengaduk semen.

"Eh, Tutik. Kapan pulang dari kota? Kamu cantik sekali, dandanan mu juga sangat berbeda sekarang." Bibir Sri merekah saat mendapati sang sahabat Tutik yang sudah sekitar lebih dari dua tahun ini merantau ke kota.

Mata Sri terus memandangi penampilan sahabatnya yang dulu pernah satu kelas saat sekolah di SMP, mereka terbilang dekat karena dulu sering bermain bersama. Tutik yang dulu kumal hitam dekil itu sekarang berubah menjadi cantik putih dan dandanan yang mirip artis di mata Sri.

"Kemarin, aku sengaja pulang karena mendapat kabar kalau kamu akan menikah, aku ingin menghadiri pernikahan mu." ujar Tutik.

"Kamu sudah sukses ya di kota, kamu kerja di mana?" tanya Sri.

"Ya lumayan lah, aku sekarang buka salon kecantikan di kota, coba aja dulu kamu ikut aku ke kota, pasti kamu sudah sukses kayak aku sekarang!" Tutik mendudukan dirinya di samping Sri.

Kata kata Tutik barusan berhasil membuat Sri terdiam dengan wajah datar, sepertinya ada sedikit rasa penyesalan tergambar di wajah Sri, benar kata sahabatnya itu seandainya dua tahun lalu dia nekat ikut Tutik merantau ke kota dan mengabaikan larangan ibunya, mungkin dirinya bisa sukses seperti sahabatnya, dan juga bisa memberikan kehidupan yang layak untuk sang ibu.

"Belum terlambat, jika kamu ingin merubah nasib dan hidup mu, kamu bisa ikut aku. Aku tau kamu tidak menginginkan pernikahan ini, bagaimana kalau kamu ikut aku saja ke kota, kamu bisa tinggal bersama ku dan bekerja di salon kecantikan milik ku. Bagaimana?" Tanya Tutik.

"Hah, gila kamu ya? Beberapa menit lagi aku harus ijab kobul, mana bisa aku lari begitu saja." Tampik Sri.

"Kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya, jangan paksakan diri mu jika ini bukan keinginan mu, kamu juga berhak menentukan hidup mu sendiri dan berhak untuk bahagia. Percayalah pada ku, kamu akan sukses di kota." Bujuk Tutik.

"T-tapi,,, bagaimana dengan si Mbok?" Sri terlihat mulai tergiur dengan tawaran Tutik, namun di satu sisi dia juga masih berat karena memikirkan ibunya.

"Sri, selama ini kamu sudah banyak mengalah dan berbakti pada ibu mu, kamu pergi ke kota dengan ku mencari uang yang banyak dan setelah itu bisa mengirimkan uang untuk ibu mu, percayalah itu tidak akan membuat mu menjadi anak yang durhaka, kamu menikah hanya untuk menyenangkan ibu mu kan? Lalu apa bedanya dengan pergi ke kota, hal itu juga kamu lakukan dengan niat untuk menghasilkan uang yang banyak demi membahagiakan ibu mu juga, jika ada cara lain, kenapa tidak? Toh tujuan akhirnya sama saja." ujar Tutik panjang lebar.

"Tapi,,,"

"Sudahlah tidak ada tapi tapian, jika kamu berminat ikut dengan ku, ayo kita pergi sekarang juga, aku peduli pada mu Sri, cepat kemasi baju dan barang mu seperlunya, aku menunggu mu di belakang rumah dekat kebun, motor ku aku parkir di sana." Kata Tutik seraya pergi keluar kamar.

Pikiran Sri tiba tiba kosong untuk beberapa saat, entah apa yang ada di kepalanya saat ini, yang jelas ajakan Tutik terasa begitu menggiurkan dan kata kata sahabatnya itu telah berhasil mempengaruhi otaknya. Seperti orang yang kena gendam, Sri berjalan dengan pikiran kosong menuju pojok kamarnya, mengambil sebuah ransel butut dan memasukan beberapa lembar baju dari lemarinya lalu pergi menyelinap secara diam diam menuju belakang rumah dengan pakaian pengantin yang masih di kenakannya agar orang-orang yang melihatnya tidak curiga.

Dari kejauhan Tutik terlihat sudah siap duduk di atas motornya dengan senyum lebar ke arah dirinya.

"Ayo, pegangan yang kencang, kita pergi menuju kesuksesan dan kebahagiaan!" Ujar Tutik seraya melajukan motor matiknya terburu buru karena takut ada yang melihat kepergian mereka.

Entah benar atau salah yang di lakukannya saat ini, Sri tidak tau, hanya saja dia sudah memutuskan dan ingin mengambil jalan ini untuk membahagiakan ibunya.

'Jika ada cara lain untuk membahagiakan sang ibu selain harus menikah dengan tua bangka itu, kenapa tidak?' kata kata Tutik yang satu itu terus terngiang ngiang dalam kepalanya di sepanjang jalan dia menjauh dari rumah dan hanya pasrah mau di bawa kemana oleh sahabatnya itu.

Kejutan pertama di Ibukota

Sepanjang perjalanan dari desa menuju Ibukota yang jaraknya terbilang cukup jauh dan menghabiskan waktu sekitar kurang lebih delapan jam itu Sri tidak sedetik pun memejamkan matanya, jika sebelumnya dia terkagum kagum dengan mobil milik sang sahabat yang di sembunyikan di desa sebelah karena takut warga desa geger, dan menjadi tumpangannya menuju Ibukota, kini setelah sampai di Ibukota, Sri sibuk melihat jendela kanan dan kiri mobil yang di sopiri oleh Tutik itu, mata Sri tak lepas dari gedung gedung pencakar langit yang tinggi menjulang, beberapa kali bibirnya berdecak kagum dan terus bertanya mengenai ini itu pada sahabatnya yang setengah geli sekaligus teringat akan dirinya dulu saat baru datang ke Ibukota ketika melihat tingkah kampungan Sri, karena dirinya pun bersikap norak dan kampungan tak ubahnya Sri saat ini.

"Sudah sampai, ayo turun!" Ajak Tutik saat dirinya baru saja memarkirkan mobil jenis city car yang masik terlihat baru itu, karena jok mobilnya pun bahkan masih terbungkus plastik itu di pelataran sebuah ruko.

"Dimana rumah mu?" Tanya Sri, kepalanya celingukan mencari rumah tinggal Tutik, karena di kawasan itu hanya berderet ruko sepanjang jalan.

"Ini salon kecantikan milik ku, rumah ku masih agak jauh dari sini. Kamu tinggal di sini dulu ya, di lantai dua ada kamar biasa tempat aku istirahat, dan juga ada beberapa kamar karyawan ku. Kamu bisa pakai untuk sementara waktu. Rumah ku sedang di renovasi, jadi tidak bisa mengajak mu tinggal di rumah ku, nanti kalau rumah ku sudah beres di renovasi, kamu aku ajak tinggal di rumah ku." kata Tutik seraya mengajak Sri untuk mengikuti langkahnya memasuki salon kecantikan yang konon katanya miliknya itu.

Sri mengangguk patuh, tidak mungkin juga dia menolak. Di beri tumpangan untuk tinggal saja dia sudah bersyukur, pikirnya.

"Tidak apa-apa, aku bisa tinggal di mana saja. Aku juga tidak mau merepotkan mu. Oh iya, kalau boleh aku juga ingin segera bekerja di salon mu ini, jadi tukang bersih bersih juga gak apa-apa, biar gak jadi beban kamu." Ujar Sri.

"Gampang, bisa di atur itu, kamu istirahat dulu saja malam ini, besok kita bicarakan maslaah pekerjaan." Tutik mengibaskan tangannya.

Suasana salon kecantikan itu sepi, karena saat mereka tiba di sana, hari sudah larut malam sehingga salon sudah tidak beroperasi.

Tutik mengantarkan Sri ke sebuah kamar yang bernuansa merah muda, tidak terlalu luas, hanya saja jelas lebih luas di banding kamar tidur miliknya di desa.

"Kenapa semuanya serba pink begini sih, cantik banget." Gumam Sri saat melihat sprei dan pernak pernik di ruangan itu yang serba merah muda, warna merah muda adalah warna favoritnya sejak dulu, sehingga gadis polos itu begitu bahagia melihat ruangan yang di dominasi dengan warna kesukaannya itu.

Tutik hanya tersenyum saat menanggapi ucapan Sri.

"Aku pulang ya, besok pagi aku kesini. Sekarang kamu mandi bersih bersih dan tidur, oh iya,, ada pakaian tidur ku juga di lemari, kamu boleh pakai." tunjuk Tutik pada sebuah lemari kayu di pojok kamar dan kemudian di angguki Sri.

Setelah Tutik keluar dari kamarnya dan berpamitan pulang, Sri lantas memasuki kamar mandi yang berada di dalam kamar itu, kali ini tubuhnya baru terasa lelah dan matanya terasa mengantuk, namun karena badannya yang lengket dan tercium bau tidak sedap, terpaksa Sri harus mandi malam itu.

Selesai mandi, Sri baru menyadari jika ranselnya yang berisi pakaian dan barang barang miliknya tertinggal di mobil Tutik, mau tidak mau akhirnya Sri membuka lemari dan berniat mengambil baju di lemari itu setelah sebelumnya Tutik sudah mempersilahkan dirinya untuk memakai pakaian miliknya, lagi pula besok pagi Tutik sudah berjanji akan datang lagi ke sana.

Mata Sri membelalak saat melihat pakaian-pakaian yang berada di lemari itu, hampir semua pakaian yang berada di sana seperti pakaian yang kekurangan bahan, kalau tidak bagian dadanya yang terekspose, maka bagian pahanya yang terbuka.

"Issh, pakaian model apa iki, kayak pakaian belum jadi," gumam Sri saat memilah pakaian pakaian yang bergantung rapi di hanger.

Akhirnya Sri memilih dress hitam berbahan satin yang dadanya tidak terlalu terbuka, dan panjangnya di bawah lutut, meski bahan pakaian itu menerawang, setidaknya hanya pakaian itu yang menurut Sri lebih mending di banding pakaian lainnya.

Tak selang berapa lama, saat baru saja Sri merebahkan tubuhnya di kasur, dia mendengar suara derap langkah kaki mendekat ke arah pintu kamar yang kini di tempati nya, padahal jelas jelas saat masuk ke bangunan itu tadi sepi, dan Tutik mengatakan kalau tidak ada orang lain di sana karena kalau malam minggu seperti ini, karyawannya tidak ada yang menginap di ruko.

Ceklekk,,,,

Handle pintu berputar dan pintu perlahan terbuka karena di dorong dari luar.

"Tik,,, Tutik, apa itu kamu?" tanya Sri yang mengira jika Tutik sang sahabat kembali ke sana, mungkin mengantarkan ransel miliknya atau ada sesuatu yang tertinggal.

Namun betapa terkejutnya Sri karena dari balik pintu muncul seorang pria seraya menyeringai ke arahnya.

"Selamat malam Nona, kamu pasti sudah lama menunggu ku. Kamu wangi sekali, rupanya kamu sudah siap!" Ujar pria itu seraya mendekat ke arah Sri yang masih syok, kaget dan kebingungan dengan apa yang saat ini terjadi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!