NovelToon NovelToon

Rujuk

Perasaan yang aneh.

Suatu hari, disebuah perusahaan ternama, orang-orang masih bekerja dengan keras saat hari sudah menjelang senja, begitu pun wanita yang duduk paling pojok.

Tangannya menari di atas papan ketik, namun matanya terus terfokus pada layar persegi, yang menampilkan deretan angka-angka yang me-musingkan.

Ini adalah akhir bulan, dimana di departemen keuangan disibukkan dengan catatan awal dan akhir bulan, sudah biasa bagi mereka jika harus lembur setiap akhir bulan.

Seorang wanita yang duduk di meja sampingnya, mencondongkan tubuhnya, hendak membisikkan sesuatu.

"Ra, beneran kamu bakal nikah?" tanya wanita berambut sebahu itu, dengan nada menggoda.

"Jadi, Minggu depan. Undangannya juga udah dicetak." jawabnya dengan penuh percaya diri dan membanggakan, karena sebentar lagi melepas masa kesendiriannya.

"Iri gue, by the way ... Selamat ya, ntar bantuin gue cari calon pas lo nikahan," ucap rekannya lagi, dengan nada penuh harap.

"Sip" Naura menghentikan aktivitasnya dan mengacungkan jempolnya, pada rekan kerja yang sudah lama berteman denganya.

Merekapun kembali pada kesibukan masing-masing, tanpa menoleh dan berbicara lagi.

Naura ayu, wanita karir berusia 26 tahun yang bekerja dibagian keuangan disebuah perusahaan pangan terbesar di Negara ini.

Memiliki badan yang proporsional, dengan rambut panjang lurus, juga mata yang teduh yang bisa membuat pria manapun tertarik padanya.

Wanita cantik itu, berjalan beriringan bersama rekannya, setelah pekerjaan mereka selesai dan siap pulang.

"Ra, tuh. Calon lo, dateng," ucap Reva, rekan kerja yang berdiri disampingnya sekaligus temannya paling dekat.

Naura menoleh dan tersenyum, mendekat kearah laki-laki tampan berkulit putih, dengan rambut bergaya klimis Gatsby tersenyum padanya.

Begitu pun laki-laki itu, yang menyambutnya dengan merentangkan kedua tangannya, memberinya sebuah pelukan hangat.

Arfan Harlan, pria lajang 28 tahun, seorang pengusaha rental yang cukup terkenal dikota ini.

Mereka sudah pacaran selama satu tahun dan minggu depan akan menikah, melepaskan masa kesendirian mereka.

"Kamu mau makan atau langsung pulang?" tanya Arfan menoleh sejenak, lalu fokus kembali pada jalanan kota yang cukup ramai.

"Aku langsung pulang aja, capek," jawab Naura, dengan suara lelah nan manja.

"Ya udah" Arfan mengalah.

Naura hanya tersenyum, melihat arfan yang selalu bisa memahaminya, namun saat ia menyandarkan kepalanya, kakinya merasa menginjak sesuatu saat bergeser.

Ia pun membungkukkan tubuhnya, mengambil barang tersebut, benda berbentuk tabung kecil, yang biasanya digunakan oleh para wanita ada dibawah kakinya.

"Punya siapa ini? Mas," tanya Naura, sambil menunjukan sebuah lipstik dengan merk terkenal.

Arfan terkejut, melihat barang tersebut ada ditangan naura, wajahnya memerah dan tampak gugup.

"I-tu punya sepupu aku, tadi minta diantar ke kantor, Pasti terjatuh tadi," jawab Arfan gelagapan.

"Oh, aku pikir punya siapa." Naura menghirup nafas lega, lalu tersenyum.

Ia sempat berpikir, hal yang sangat buruk tentang kekasihnya itu, entah selingkuh atau ia mulai tertarik pada wanita lain.

"Kamu taruh aja disitu, nanti aku kembalikan," titah Arfan dengan tenang.

Tanpa curiga lagi, naura pun menyimpannya di tempat penyimpanan barang kecil, meski ada sesuatu yang aneh, tapi ia menepis semuanya agar tak ada perdebatan hebat sebelum menikah.

Mobil-pun sampai di depan sebuah kost sederhana, berlantai dua, dengan pagar tinggi berwarna hitam, mereka pun turun dengan saling melepaskan genggaman tangan.

"Kita berpisah disini, padahal aku masih kangen." Arfan menggoda naura dengan mata berkedip.

"Apa-an sih, kan bisa nelpon. Seminggu lagi, kan kita jadi pasutri." Naura tersenyum malu-malu.

"Iya, tapi mulai besok kita dipingit. Aku juga bakalan sibuk dikantor, mungkin kita gak bakalan ketemu dan gak bisa antar jemput kamu dulu, sebelum sah," ucap Arfan sembari mengusap puncak kepala kekasihnya.

Sedangkan naura, hanya tersenyum malu, ia sendiri-pun tak sabar menjadi istri dari laki-laki dihadapannya, yang selalu bersikap manis padanya.

Arfan membuat hidupnya begitu indah menyala, membawanya dari gelapnya frustasi, yang bertahun-tahun membuatnya terasa penuh dengan sesak dihati.

...****************...

H-6 pernikahan.

Waktu menunjukan jam 1 siang, ketika semua orang harus disibukkan dengan masalah keuangan perusahaan, yang hampir setiap hari membuat pikiran mereka pusing, melihat deretan angka-angka yang tak sedikit.

Reva mencondongkan tubuhnya, hendak berbisik, sedangkan naura sudah menganggap sikap temannya itu, adalah hal biasa.

"Ra, semalam, lo makan malam? Ya. Sama calon, gila resto mahal lagi," tanya Reva tiba-tiba, membuat naura menghentikan aktivitasnya.

Tangannya yang menari lihai diatas keyboard, seketika terhenti mendengar cerita rekan kerjanya yang paling mengenalnya. Makan malam, batinnya.

"Maksud kamu? Va." Naura menatap ke arah rekan kerjanya dengan mengerutkan dahinya, tak paham dengan ucapan rekannya.

"Ah, elo gimana? Sih. Semalam gue sempat lihat, lo makan malam sama arfan diresto Bintang lima. Gue mau nyapa, tapi keburu di ajak pulang sama bokap, kursinya penuh," kata reva dengan begitu menggebu-gebu.

"Lain kali, ajak gue barengan, kalo makan sekalian kenalin gue cowo gitu. Siapa tahu ada yang cocok." Reva tersenyum semringah.

Hati naura merasa diremas dan takut sekaligus, ada sesuatu yang aneh dari cerita teman kerjanya. Makan malam, bagaimana bisa?

Sedangkan semalam, ia tengah menyelesaikan pekerjaannya lalu tidur, dan kekasihnya tak menghubunginya sama sekali.

Lantas, siapa wanita yang makam malam dengan kekasihnya itu?

Pertanyaan itu, membuat naura merasakan kecurigaan yang amat, sehingga ia pun hendak menghubungi arfan, calon suaminya itu.

"Hallo, sayang ada apa?" sapa Arfan di sebrang telepon.

"Mas maaf, aku ganggu. Aku cuma mau nanya? Semalam, kamu makan malam dimana?" tanya naura tanpa basa-basi.

"Makan malam, aku gak pergi kemana-mana. Aku di apart aja, kan banyak kerjaan, karena kita mau menikah," sahut Arfan terdengar gugup.

"Bener begitu, soalnya teman aku lihat, kamu makan malam sama wanita lain," pikiran Naura mulai dipenuhi keraguan

"Gak mungkinlah, sayang. Mungkin temen kamu salah lihat, kamu gak percaya sama aku. Inget naura, sayang, kita mau nikah, jangan pikir yang aneh-aneh ya, pliiis," jawab Arfan membantah, apa yang diucapkan sang kekasih hati?

"Ya mas, maaf. Aku malu banget, nuduh kamu selingkuh pikiran aku kalut soalnya. Maaf ya mas." Naura sembari menggigit bibir bawahnya.

"Ya sayang, gak papa. Wajar ko," ucap Arfan mengingatkan.

"Iya mas" ucap Naura, lalu memutuskan sambungannya .

Meski sang kekasih sudah membantah, tapi kenapa perasaannya masih aneh, menurutnya reva tak mungkin berbohong, karena ia sangat mengenal temannya itu.

Reva sendiri adalah anak orang kaya yang memilih hidup mandiri, karena perusahaan orang tuanya akan diberikan pada kaka laki-lakinya , sementara ia sendiri, lebih memilih hidup bebas tanpa campur tangan orang tua.

Tapi, naura juga yakin calon suaminya tak mungkin selingkuh, mengingat bagaimana ia diperlakukan begitu baik. Bahkan, orang tua arfan menerima apa adanya naura dan masa lalunya.

...****************...

H-5 Pernikahan.

Saat pulang ia mampir ke sebuah toko kue, karena hari ini adalah ulang tahun seseorang yang dikasihinya. Namun saat tengah menunggu kuenya netranya melihat ke arah jalanan yang ramai.

Sosok yang dikenalnya tengah berjalan dengan seorang wanita asing sembari bergandengan tangan. potongan rambut wanita itu sama dengannya. Namun sayang nya naura tak bisa melihat wajah wanita itu, karena terhalang tangan wanita yang meneduhkan wajahnya.

Hendak pergi keluar untuk melihat jelas, namun panggilan karyawan toko membuatnya urung.

"Bu naura" panggil karyawan toko kue lagi.

"Iya, ini uangnya," jawab naura.

Cukup lama baginya untuk menunggu kembalian dan nota pembelian, hingga membuatnya beberapa kali melihat ke arah luar.

"Ini nota dan kembaliannya, Bu. Terima kasih," ucap Karyawan toko tersebut.

Bergegas naura keluar dari toko kue tersebut. Ia melihat ke sana sini untuk bisa melihat jejak pasangan tadi. Sayangnya, setelah mencari cukup lama ia tak menemukannya.

"Apa aku hanya salah lihat?" tanyanya pada diri sendiri.

Akhirnya, naura memutuskan untuk melupakannya dan bergegas pulang.

...****************...

H-4 Pernikahan.

Naura mengajak reva makan siang diluar, karena ada sesuatu yang ingin ia bicarakan dengan rekannya itu. Dua wanita itu menikmati makan siang mereka dengan tenang, karena naura menahan banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan.

"Gimana? makanannya enak gak," tanya naura yang melihat piring milik reva begitu bersih, sedangkan piringnya masih ada setengahnya.

"Enak banget, sekarang ayo! katakan apa yang ingin elo tanyain sama gue ra?" sahut wanita berambut pendek lurus sebahu itu.

"Kemarin malam, lo bilang, ketemu sama mas Arfan. diresto mana gitu?" tanya naura memicingkan matanya.

"Loh, kenapa malah tanya gue? kan lo juga disana," ucap reva heran, namun seketika itu ia merasa ada yang aneh.

" Tunggu, apa jangan-jangan wanita itu bukan lo, gitu maksudnya?" Reva menutup mulutnya tak menyangka.

"Jawab aja va, aku hanya penasaran. Semoga aja, itu tak seperti yang aku pikirkan." Naura menatap reva serius.

"Ok, diresto Orion. Resto itu adalah Hotel bintang lima yang sangat terkenal dengan rasanya yang enak dan mahal," jawab reva.

"Resto Orion, hotel Orion," ucap naura yang diangguki reva.

Malam harinya, dengan ditemani reva. Naura mengunjungi hotel tersebut, namun tak ada tanda-tanda bahwa arfan mengunjungi hotel tersebut.

Reva pun mengajak naura pulang, karena sudah malam. Setelah dibujuk akhirnya naura pun menurut untuk pulang. Ia juga menumpang mobil reva karena temannya juga penasaran.

Namun, saat hendak jalan naura melihat sebuah mobil yang baru terparkir. Plat no-nya sama dengan milik calon suaminya begitu juga mobilnya.

Naura menyuruh reva menghentikan laju mobilnya dan ia melihat dengan jelas, arfan keluar dari mobil tersebut. Juga seorang wanita dengan gaya rambut yang sama dengannya.

Reva menganga melihat pasangan itu, lalu menoleh kearah naura yang memiliki kesamaan dari berbagai fisik dengan wanita yang turun dari mobil arfan. Hanya wajah yang sedikit berbeda.

Naura turun dari mobil, mengikuti kemana pasangan itu pergi. Ia mengira hanya makan malam, namun nyatanya mereka ... Chek in hotel.

Apa maksudnya?

Bukan selingkuh.

Hati naura bak diremukkan melihat pasangan itu semakin menjauh darinya, hati dan jiwanya berperang melawan kenyataan pahit yang baru saja ia lihat barusan.

Selingkuh, laki-laki yang akan menikah dengannya ternyata sudah menduakannya diam-diam, lalu apa yang harus dia lakukan kedepannya, pernikahan mereka bahkan tinggal menunggu hari.

Naura melihat kembali wajah wanita yang bersama dengan kekasihnya itu, memiliki kemiripan dengannya hanya saja wajah mereka yang sedikit berbeda.

"Sudah, ra. Lo lupain aja tuh buaya, beruntung belom nikah udah ketahuan, coba kalo udah nikah baru ketahuan. Brengsek emang tuh, cowok," sewot Reva marah-marah, saat mereka sudah meninggalkan hotel.

"Aku akan ikuti mereka, takutnya aku salah paham nanti, bisa saja wanita itu sepupunya atau keluarganya," ucap Naura membantah dan menepis segala apa yang dituduhkan pada arfan, kekasihnya.

Naura tak ingin semudah itu percaya dengan apa yang dia lihat, sebelum semuanya benar-benar jelas akan pengakuan jujur arfan.

Ia masih berharap, apa yang dilihatnya benar-benar salah dan kekasihnya itu bukan pria yang selingkuh.

"Hadeh, udah jelas-jelas ia selingkuh, masih aja nge-bela," ujar Reva memutar bola matanya, malas.

"Begini, nih. Kalo udah bucin," ujar Reva lagi dengan nada menyindir.

"Udah nyetir dan lihat aja jalannya, jangan sampek aku mati sebelum menikah," titah Naura membuat reva semakin kesal.

"Masih mau menikah juga?" tanya Reva ketus.

"Lihat aja jalannya, gak usah ikut campur," Naura melihat keluar jendela, tanpa peduli kemarahan temannya.

Tak peduli ia disebut bodoh, naura hanya ingin tahu apa permasalahan mereka. Bahkan jika memang benar kekasihnya selingkuh, naura sendirilah yang akan melabraknya.

Air matanya menetes membasahi pipinya, padahal ia berusaha menahannya, segera ia hapus dengan kasar, ia harus kuat meski rasa sakit dimasa lalu kini terulang kembali.

...****************...

H-3 Pernikahan.

Sesuai niat semalam, naura akan mengikuti mereka. Pagi-pagi wanita itu sudah menunggu didepan hotel dia ingin mencari tahu siapa wanita itu.

Dengan bantuan reva ia ijin masuk kerja siang, dengan alasan mengurus pernikahan, juga mobil reva yang ia pinjam untuk mengikuti kekasihnya itu.

Beberapa menit hingga jam berlalu, akhirnya ia bisa melihat dua pasangan itu keluar dari sana. Naura sempat menghubungi arfan, jika ia ingin melihat gedung yang akan disewa dan ia berpura- pura menginginkan hotel Orion sebagai tempatnya.

Tentu arfan gusar dan buru buru meninggalkan tempat itu sebelum naura datang, mungkin takut ketahuan.

Naura terus mengikuti kemana arah mobil arfan melaju, hingga tibalah mereka didepan sebuah rumah besar yang mewah dan megah.

Setelah mobil arfan pergi, naura memarkirkan mobilnya untuk mencari informasi. Ia berjalan turun menemui satpam yang berjaga.

"Maaf, pak. Saya mau tanya?" tanya naura pada satpam berperawakan tua yang tengah duduk santai itu didalam posnya.

"Iya, bu. Ada apa?" sahut satpam tersebut.

"Saya mencari alamat rumah, ibu ini. Saya ada perlu, tapi saya tak tahu namanya siapa," ucap Naura sembari menunjukan foto wanita yang menjadi selingkuhan kekasihnya itu.

"Oh ... Ini namanya ibu Elviana Stefany, bu. Ini rumahnya" jawab satpam tersebut.

"Oh, ini ternyata, rumahnya," Naura pura-pura tak tahu.

Hendak bertanya lagi, namun suara klakson mobil menghentikan mereka. satpam tersebut beranjak keluar dari posnya untuk membukakan gerbang besar nan tinggi itu.

Dari samping, naura melihat wajah laki-laki yang tak begitu asing baginya, mobilnya keluar dari gerbang rumah mewah tersebut .

Hingga mobil itu menjauh, ia terus menatap laki-laki yang duduk dijok belakang dan kebetulan jendela mobil tersebut terbuka lebar.

"Tidak, tidak mungkin dia, kan," gumam Naura, setelah mobil itu tak terlihat kembali.

Satpam yang tadi kembali duduk ditempat yang semula. naura pun kembali bertanya.

"Pak, maaf. Yang tadi, siapanya bu elvi?" tanya Naura.

"Itu tuan jen, suaminya bu elvi" jawab pak satpam itu.

Deg

Dia wanita bersuami, apa maksudnya semua ini? Fikir naura.

"Pak, maaf. Saya gak jadi mampir, ada yang menghubungi saya. Makasih sebelumnya" ucap Naura berpura-pura mendapatkan pesan chat dari seseorang dan berlalu pamit.

Didalam mobil, fikirannya kembali menyatukan puzzle yang membuatnya bingung. Untuk apa arfan berhubungan dengan wanita bersuami? Apa wanita itu ada masalah sama suaminya? Lalu, meminta tolong pada arfan sebagai teman, ataukah ....

Pertanyaan-pertanyaan itu melayang memutari otaknya, hingga bunyi ponsel membuyarkan semua isi kepalanya.

Kekasihku, nama yang tertera di layar tersebut menghubunginya, ia memelankan laju mobilnya, lalu memarkirkannya dipinggir jalan.

Sebelum mendapat amukan, naura menghela nafas panjang, ia tahu apa maksud arfan, setelah mencoba menenangkan fikiran dan jantungnya naura pun menerima panggilan dari pria yang sudah ia kencani itu.

"Hallo mas" sapa Naura dengan tenang.

"Kamu dimana? Sih. Aku udah nunggu kamu disini, kok lama banget," ujar Arfan dengan suara yang sudah marah.

"Aku masih dijalan, disini macet," Jawab Naura memberikan alasan.

"Alasan aja kamu, kita gak jadi ketemu. Aku ada kerjaan, nanti saja kita ketemu," ujar Arfan menolak untuk bertemu, juga ia langsung memutuskan sambungannya secara sepihak.

Disini, naura mulai merasa keraguannya kembali menggerogoti hatinya. Perasaan yang pernah luluh itu, kini kembali membeku melihat sikap pria yang pernah mengejarnya dengan ugal-ugalan itu.

Wanita itu menyandarkan keningnya di stir mobil, kepalanya pening, apalagi ketika mengingat laki-laki yang keluar dari rumah mewah itu. Suami elviana, kenapa ia merasa mengenalnya?

"Semoga saja bukan dia" ucapnya berharap.

Berharap ia tak akan bertemu dengan pria dimasa lalunya, berharap tak akan pernah bertemu bahkan sedetik pun.

...****************...

Sore harinya, warna jingga sudah meluas dilangit mewarnai hari menjelang malam, sepulang dari kantor naura langsung ke Apartemen arfan.

Tangannya membawa cake yang disukai pria tersebut, sebagai alasan meminta maaf karena keterlambatannya untuk bertemu tadi pagi.

Cukup lama pintu terbuka, namun ia sabar menunggu pria itu. Pegawainya bilang arfan sudah pulang, jadi ia langsung ke sana.

Pintu terbuka, naura segera masuk kedalam, tentu saja arfa terkejut bukan main melihat kedatangan naura tanpa pemberitahuan.

"Ka-kamu ngapain kesini?" tanya laki-laki itu dengan wajah yang amat gugup.

"Pengen ketemu kamulah, lagian sejak kapan no pin pintunya diganti? Aku kan gak harus ketuk pintu dan nunggu lama" ujar naura tanpa menoleh.

Namun seketika itu, ia melihat apartemen calon suaminya terlihat ada tamu lain dan sepertinya seorang perempuan.

Karena kedatangannya disambut hangat oleh sepatu hak tinggi, yang tergeletak dibawah tempat sandal sepatu, juga rumah yang begitu berantakan. Pakaian pria wanita yang tergeletak dilantai juga sebuah tas wanita yang dipakai elviana semalam, naura masih mengingatnya.

Naura menoleh kebelakang melihat arfan yang hanya mengenakan jubah mandi, hatinya berguncang hebat, namun ia menahan segala rasa dan fikiran kacau yang mulai bergentayangan di kepalanya.

Wanita itu masuk dengan berjalan cepat ke arah kamar utama, dimana ia yakin wanita itu pasti masih ada disana. Saat membuka pintu dengan kasar, ia lihat semuanya, ia lihat dengan mata yang lebar agar ia yakin apa yang ia lihat bukanlah kesalah-pahaman.

Arfan yang mengejarnya pun ikut terkejut, karena melihat elviana masih dalam keadaan tak berbusana. Wanita itu hendak memakai pakaiannya, namun mendengar pintu terbuka membuatnya terkejut.

Naura merasakan darahnya mendidih melihatnya, jijik dan benci bercampur dihatinya mengubah rasa yang pernah bahagia dan berwarna itu dalam sekejap.

"Jelaskan semuanya padaku, sebelum aku menjambak rambut dan menampar pipinya atau bisa juga membunuhnya" ancam naura dengan penuh penekanan.

Sementara mereka memakai pakaian naura, menunggu disofa depan tv. Dimana hanya tempat itu yang terlihat bersih, sedangkan yang lain ia bisa mencium bau parfum keduanya yang mungkin sudah berkali-kali melakukannya.

Pasangan itu akhirnya keluar dari kamar dengan pakaian lengkap, membuat naura menggigit bibir bawahnya dan mengepalkan tangan dengan kuat, menguatkan hati dan pikiran yang sudah meletup-letup ingin meledak.

Mereka duduk dihadapannya sembari saling menggenggam tangan, naura yang melihatnya segera memalingkan wajahnya, muak.

"Cepat katakan padaku, kenapa kalian berselingkuh?" tanya naura tanpa basa basi dan ingin rasanya segera pergi.

"Kami bukan selingkuh, kami sudah lama berhubungan dan kamulah pelakornya" sahut elviana menatap naura sinis.

Naura mulai bingung, kenapa ia yang disalahkan? Bukankah mereka yang melakukannya, kenapa ia yang malah dituduh, fitnah macam apa itu?

"Sayang, jangan emosi," ucap Arfan mengusap lengan elviana dengan lembut sama seperti saat pria itu menenangkan naura kala marah.

Arfan menoleh pada naura dengan wajah tanpa rasa bersalah sedikitpun, seolah apa yang dilakukannya bukanlah sebuah kesalahan, melainkan sebuah perasaan yang sudah lama ingin ia nikmati.

"Naura, aku minta maaf. Kami memang sudah lama berhubungan, aku tak pernah mencintaimu, aku mendekatimu karena keinginan orang tuaku," ujar arfan dengan wajah serius dan ungkapan jujur yang menyesakkan hati naura.

"Apa" gumam Naura, mengepalkan tangannya semakin kuat.

Mendengar ungkapan yang tak pernah ia bayangkan akan terucap di bibir pria itu, ungkapan yang membuat hatinya terjatuh kedalam jurang yang penuh luka.

Lantas, apa alasannya ia mendekati dan menikahi naura?

Pertemuan kembali.

Naura terkejut sekaligus merasakan nyeri yang tak terkira, mendengar ungkapan yang keluar dari bibir arfan. Tak pernah mencintainya, lalu kenapa ia mengejarnya?

Saking nyerinya, dadanya terasa sesak dan membuatnya sulit hanya untuk bernafas saja, dirinya hanya dianggap sebagai tameng yang menutupi skandal perselingkuhan mereka.

Lagi dan lagi hanya dia yang mencintai, bukan dicintai dari pria yang pertama bahkan yang ke dua, air mata wanita itu pun luruh setelah ia menahan sekuatnya agar tak menangis.

"kalo begitu, kenapa kamu melamarku dan mau menikahiku? Menikah tanpa cinta kamu fikir aku akan bahagia," tanya naura dengan suara kian meninggi.

"He... masih untung lo dinikahi, kan dari pada enggak, setidaknya kita bisa berbagi," sergah Elviana menyela dengan nada yang kasar dan seenak jidatnya mengatakan kata 'Berbagi'.

"Apa! Berbagi," Naura tersenyum miris mendengar ucapan elviana.

Naura mengalihkan pandangannya, menatap jendela luar yang begitu cerah dan indah dengan warna jingga, namun tak secerah hatinya yang kini mendung dipenuhi awan hitam yang kelam.

Sebelum menikah saja ia sudah diperlakukan seperti ini, bagaimana nanti?

Berbagi, wanita mana yang menginginkan cintanya terbagi. Terlebih kini, ia tahu bahwa perasaannya tak pernah terbalaskan dengan baik, semua itu hanya permainan mereka.

Bagaimana rumah tangganya nanti? Yang ada ia akan merasakan luka dan menangis setiap hari karena seorang suami.

Tidak, naura tak mau kejadian masa lalu terulang kembali, sudah cukup baginya, lebih baik ia sudahi hubungan mereka.

"Kamu bahagia berbagi cinta, berbagi peluh bahkan berbagi tubuh ... JIJIK AKU MELIHATNYA!" umpat Naura, menatap elviana dan arfan bergantian dengan mata tajam.

Marah, itulah yang ia rasakan kini. Tak ada yang bisa ia tutupi, hatinya hancur untuk kedua kali hanya air mata yang kian deras menjadi tanda betapa rapuh dirinya.

Ia menghela nafas, sebelum akhirnya ia kembali berujar, ditengah nafasnya yang kian tersenggal-senggal.

"Asal kamu tahu, aku lebih baik putus dari pada harus berbagi," ucap Naura membuat arfan segera menyela.

"Jangan! Aku tidak bisa putus sama kamu, undangan sudah dibagikan. Aku tak bisa membatalkan pernikahan kita, naura," sergah pria itu, dengan suara tegas menolak untuk mengakhiri hubungan.

Apa yang terjadi? Jika pernikahan yang sudah di rencanakan berbulan-bulan itu batal begitu saja. Tentu arfan tak ingin rugi dan malu, bukan.

Jika masalah uang, mungkin bisa diganti. Tapi jika ketahuan jadi selingkuhan istri orang, mau disimpan dimana mukanya yang sudah menjadi pengusaha rental terkenal itu.

"Biar dia saja yang menjadi pengantinmu," ujar Naura sembari memajukan dagunya ke arah elvi, dengan tatapan yang sangat benci.

"Aku tak bisa, karena aku masih terikat pernikahan. Sudahlah naura kamu menikah saja dengan mas arfan, aku rela untuk berbagi" ujar elviana yang menekan kan kembali kata berbagi.

Sebenarnya elviana tak peduli, jika memang pernikahan mereka batal. Yang ada kini adalah naura tahu semuanya, jadi akan lebih menguntungkan jika akhirnya mereka menikah. Setidaknya orang tak akan curiga dengan hubungannya dan arfan.

Lagi dan lagi, naura harus dihadapkan pada pilihan yang menyesakkan. Hatinya, cintanya seakan dianggap sebuah permainan yang begitu menyenangkan bagi mereka.

Sekuat apapun dirinya, tetaplah dia adalah wanita yang rapuh, dimana seharusnya dilindungi bukan disakiti. Dia yang butuh cinta untuk melupakan trauma masa lalu, justru dihadapkan pada masa yang lebih menyakitkan.

"Jadi kita harus tetap menikah naura, jika kamu tak bisa, kita bisa menikah kontrak. Aku ijin kan kamu berselingkuh dengan pria manapun asal kamu rahasiakan hubungan kami" ujar Arfan semudah itu menganggapnya wanita yang sama sekali tak berharga.

Semudah itu ia mengijinkannya untuk berselingkuh, bahkan hatinya saja masih tergores luka. Bagaimana ia bisa sembuh dari rasa sakit itu, seolah semuanya begitu mudah baginya untuk bicara masalah hati.

Naura tak bisa berkata apapun, yang sekarang ingin ia lakukan adalah mengadu, menjerit pada sang Maha Kehendak tentang rasa sakitnya, rasa malunya juga rasa dikhianati.

"Terserah, aku tak peduli," ujar Naura dengan bibir bergetar menahan sakit yang kian mendera.

"NAURA!" geram Arfan menatap naura tajam.

"Kau yang memulainya, seharusnya kau juga yang mengakhirinya" Naura beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi.

Arfan ikut beranjak dan menyusulnya, laki-laki itu menarik lengan naura, namun wanita itu dengan sigap menampar pria itu dengan lancang.

"Jangan pernah kau menyentuhku, bagiku kau sangat menjijikan" hina Naura dengan suara lantang yang kemudian bergegas pergi.

Sedangkan arfan hanya terdiam, menahan amarah yang kian membuncah. Rasa panas dipipinya tidaklah seberapa jika dibandingkan rahasia hubungannya dengan elviana terbongkar.

Apalagi, jika ia harus berlawanan dengan suami dari elviana. Tentu ia sudah kalah dari segi manapun.

...****************...

Didalam lift naura menutup mulutnya, berusaha menahan suara yang hendak keluar, tangisan yang ia tahan diruang pengap nan sesak itu akhirnya mengalir deras kembali.

Tubuhnya terasa lemas, hingga ia menyandarkan tubuhnya pada sisi lift, namun kakinya tak bisa menopang rasa sakit dihatinya yang membuatnya ambruk jatuh terduduk.

Jantungnya menegang, membuatnya semakin nyeri. Ia menangis meluapkan segala kepedihannya. Beruntung diruang gerak itu hanya ada dirinya hingga ia leluasa menangis.

Setelah terdengar suara pintu terbuka buru-buru ia menghapus air mata itu, berusaha kuat dan tegar seakan beban itu sudah hilang dari pundaknya.

Tak lupa ia memakai kaca mata baca yang selalu dibawanya, mungkin bisa menutupi mata sembabnya meski tak secara keseluruhan.

Ditempat yang sama namun disudut yang lain, seorang laki-laki tampan melihat wanita itu dari kejauhan, ia berdiri matanya tak bisa dibohongi, bahwa wanita yang keluar dari lift itu baru menangis.

"Bagaimana? kau sudah dapat buktinya," tanya laki-laki tersebut pada anak buahnya dengan suara khasnya.

"Sudah tuan " sahut anak buahnya dengan sedikit membungkukkan tubuhnya, untuk menghormati bosnya.

"Jangan sampai mereka tahu tentang ini!" titahnya lagi, menoleh pada anak buahnya tersebut.

"Baik tuan" jawab anak buahnya.

Mereka pun pergi dari tempat itu, namun sesekali laki-laki itu melihat ke arah naura yang tengah menunggu taksi dengan tangan gemetar.

Ada rasa bersalah dihatinya, ketika tahu siapa kekasih dari selingkuhan istrinya itu. Ingin ia berkata langsung dengan menemuinya, namun apakah wanita itu akan percaya padanya?

Akankah naura mau mendengarnya? Sementara ia sendiri, tak beda jauh dari lelaki brengsek yang sudah berkali-kali meniduri istrinya.

"Naura" gumamnya.

Ketika ia sudah berada dimobilnya melihat wajah wanita itu dari kejauhan, lalu mengepalkan tangannya dengan kuat.

Rasa marah yang kini menggunung dihatinya, akan ia tumpahkan dihari itu, dimana semua orang bisa melihat betapa menjijikannya dua manusia yang berselingkuh itu.

...****************...

H-2 Pernikahan ...

Naura berdiri menatap rumah megah nan mewah itu dari depan, berfikir alasan kenapa elviana berselingkuh? padahal suaminya orang kaya yang mungkin bisa membuat hidupnya penuh kebahagiaan dan berkecukupan.

Wanita itu menghela nafas panjang, hari ini ia akan memberitahukan perselingkuhan mereka. Mengadu pada suami wanita itu, agar ia bisa merasakan apa yang dirinya rasakan.

Kehilangan, wanita itu juga harus merasakannya agar ia sadar menjadi wanita itu tak boleh serakah. Begitu fikirnya.

Naura berjalan masuk ke dalam rumah, setelah dipersilahkan oleh satpam yang kemarin. Dia tahu sang nyonya sedang tak dirumah, jadi ia akan leluasa membongkar semuanya.

Bukti ditangannya sudah ia siapkan secara apik, meski ia sendiri ragu akan reaksi suami dari wanita itu.

"Silahkan duduk bu, saya panggil tuan dulu" ucap seorang asisten rumah tangga yang menyambutnya dengan baik, sudah sepuh tapi masih terlihat segar.

"Iya" sahut Naura, lalu duduk di sofa panjang ruang tamu.

Cukup lama, mungkin tuannya sibuk atau tengah mandi, sore hari biasanya para pebisnis pasti baru pulang.

Naura melihat-lihat ke setiap sudut ruang tamu itu, sangat mewah, dengan furniturenya yang sudah pasti barang mahal.

Namun, apa alasannya elviana berselingkuh? Pertanyaan itu masih berputar dikepalanya.

Netranya tak sengaja melihat sebuah figura besar dengan warna emas yang menyilaukan, tepat yang ada di belakang nya. Sebuah foto pernikahan elviana dengan suaminya terpampang jelas disana.

Matanya membulat dan hatinya kembali merasakan nyeri, yang tak bisa ia duga sebelumnya. Wajah suami dari selingkuhan kekasihnya itu bukanlah pria asing dalam hidupnya.

Pria dimasa lalu nya, yang pernah menggoreskan luka yang sangat dalam dan membekas bahkan sampai sekarang, membuatnya merasa trauma akan cinta yang sulit untuk dilupakan, saking nyerinya.

"Siapa ya?" suara bariton membuyarkan ingatannya yang terlintas, saat melihat wajah itu.

Naura menoleh ke arah sumber suara itu, ia melirik sosok yang begitu jelas dimatanya. Dia terkejut, mereka bisa bertemu kembali dalam keadaan yang berbeda, juga status yang berbeda.

Pria berambut tebal, dengan hidung mancung dan postur jangkung. Membuat banyak wanita terhipnotis dengan mudah karena ketampanannya yang nyaris sempurna.

Berusia 28 tahun, putra dan pewaris satu-satunya keluarga Askara, pemimpin perusahaan property yang terbesar di Negara ini.

Dia adalah Jendral arsyad askara, pria yang mencuri hatinya di masa putih abu-abu, menjadi cinta pertamanya, yang sulit untuk ia hilangkan dalam pikirannya.

"Naura" gumam Jendral dengan wajah yang tak kalah terkejutnya.

Pertemuan dua manusia yang sudah lama tak jumpa itu, menjadi mimpi buruk bagi naura. Yang mana, ia tak berharap bisa bertemu dengan laki-laki yang pernah membuat luka yang amat dalam dihatinya.

Jendral berjalan mendekati naura yang diam mematung dengan bibir yang sudah bergetar, menandakan rasa sakit itu kembali menderanya.

"Lama tak jumpa, naura" sapa Jendral mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Akankah naura mengatakan apa yang menjadi niatnya?

Bahwa ia ingin wanita itu merasakan kehilangan yang sama dengan impas. Tapi, setelah bertemu bibirnya justru terasa kelu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!