NovelToon NovelToon

PEMILIK HATI BEKU

PHB | 01. Siswa Baru.

Matahari telah bersinar pada umumnya di pagi hari, alarm yang sudah berteriak minta di matikan terus saja berdering dengan nyaring, sang pemilik masih terdampar di alam mimpi.

Ya, gadis itu adalah Monisha Listiani, biasa di panggil Mona. Seorang gadis desa yang harus mengikuti ibunya di Kota Bandung. Orang tuanya itu menikah dengan pengusaha besar di Kota Bandung.

Dari arah tangga, ada wanita paruh baya yang sedang menuju kamar anak gadis nya. Walau sudah diteriakin dari lantai bawah, Mona tetap saja tidak bangun.

Pintu kamar di ketuk dengan keras, senada dengan orang yang sedang berdemo, namun suara sang ibu tetap lembut.

"Mona astaghfirullah jam segini masih belum bangun ya kamu sayang?"

"Kasih waktu setengah jam lagi mah, mona masih ngantuk"

"Setengah jam lagi? kamu mau berangkat jam berapa sayang? Ini sudah mau jam delapan loh"

Mona membulat mata tipis, dia meraih ponsel guna melihat jam yang masih pukul 06.15.

"Mah ini masih jam enam" Mona kembali menidurkan matanya yang sempat bangun tadi.

"Mona ini sudah siang astaghfirullah, hari ini hari pertama kamu sekolah, kamu yang rajin belajarnya biar dapat nilai sempurna." Bu Sisil terus saja mengetuk pintu tanpa henti.

"...." Tanpa ada jawaban dari gadis itu, yang terdengar hanya suara nafas tidur.

"MONAAA!!" Pekik Bu Sisil yang sudah tak bisa menahan sabar.

Mona mengusir selimut, bantal, guling dan boneka kesayangan nya, bangkit dari ranjang dengan gerakan frustasi untuk membuka pintu kamar.

"Denger ya Mona, kamu sekarang ini sudah jadi anak kota, hilangkan kebiasaan kamu di desa yang malas berangkat sekolah" Kata Bu Sisil.

"Iya mama sayang, aku mau mandi sekarang"

"Oke buruan, kamu yang betah hidup di Kota Bandung sekarang"

Mona tersenyum enteng "Iya ma, semoga aja ya"

"Kok jawab nya gitu? udah terserah kamu, kamu cepat mandi, mamah gak mau tensi darah nya naik lagi" Bu Sisil langsung pergi meninggalkan Mona di kamar nya.

Bu Sisil menghampiri Pak Gilang di meja makan, lalu Pak Gilang melihat betapa cemberut nya wajah Bu Sisil.

"Kenapa lagi sih ma, pagi-pagi selalu aja ribut sama anak?"

"Gak apa-apa mas, mungkin ada rasa gugup dari anak itu, mutasi dari desa ke kota gak gampang menurut aku"

"Yaudah ma, yang penting kan kamu sudah puas kita bisa tetangga sama teman sekolah kamu dulu kan?" Pak Gilang mencoba menenangkan perasaan Bu Sisil.

"Iya sih, tapi aku gak yakin kalau anaknya Erni mau sama anak aku mas"

"Kita pantau dulu aja, kalau sudah klop baru kita jodohkan Mona dengan nya"

Bu Sisil mengangguk kepala dan kembali ceria seperti biasa.

Disana, Mona sudah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, segala makeup yang dia punya telah di aplikasikan di wajah, sebagian barang Mona belum sepenuhnya dipindah dari desa, karena kemarin Mona juga baru saja pindahan.

"Capek, gonta-ganti suasana baru terus sih sebenernya, cuma aku takut bersosialisasi sama anak-anak kota" Keluhan Mona seakan memecah keheningan kamar, Ia fokus menggulung rambut belakang nya untuk di pasangkan jedai.

Di sekolah lama nya, Mona dikenal rajin, selalu membantu guru dan murid jika dalam kesusahan, yang membuat ia malas adalah sang ibu selalu pindahkan Mona ke setiap sekolah.

Dan yang sekarang ini, dari desa stabelan kabupaten Boyolali, tepat nya dekat kaki gunung merapi, dia di pindah sangat jauh ke Kota Bandung.

Ada rasa malas dan ada juga rasa semangat, karena pengumpulan niat Mona belum sepenuh nya terisi.

Mona juga sering ditinggal orang tua dirumah, karena di desa sebelumnya juga begitu, namun dia masih bisa ditemani oleh nenek nya yang ada di desa.

**

Sisi lain, di sebelah rumah baru nya Mona terlihat ada seorang pria yang tengah berganti seragam sekolah, bahkan orang itu tak menyadari kalau sedang diperhatikan Mona dari jendela sebrang kamar nya.

Vernando Permana, orang menyebutnya Nando.

Pria dikenal dingin itu pun menoleh ke arah sana.

Netranya menyorot gadis seumuran nya yang lagi tercengang.

Nando mengerut kening, dia langsung menutup hordeng tanpa sepatah kata yang disemburkan dari bibir tipis nya.

Bahkan wajahnya tak menunjukkan reaksi apa-apa, hanya datar seperti biasa nya.

Nando turun dari lantai dua, dia mencari sesosok asisten rumah tangga nya yang ada di rumah.

Nando juga bernasib sama dengan Mona, Ia kerap kali ditinggal orang tua karena bisnis.

"Mbok" Sahut Nando.

Mbok Ika yang lagi menata makanan di meja pun langsung menoleh "Iya den"

"Mama, papah ku sudah berangkat ke garut kah mbok?" Tanya Nando.

"Sudah dari subuh den"

"Oh begitu... Oh ya mbok, nanti aku hari ini pulang sekolah rada cepat ya mbok, karena sore ini mau ada latihan"

Pemberian kode dari Nando membuat mbok Ika cepat-cepat mengangguk "Siap den, nanti saya akan buatkan makanan kesukaan kamu den"

"Sip, makasih ya mbok" Nando mengambil roti selai. Dia memakan, dan langsung minum sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan mbok Ika disana.

**

Kembali ke arah Mona, sehabis turun dari mobil dan menyalimi tangan Ibu nya, dia langsung berlarian ketika gerbang ingin di tutup oleh satpam.

"Pak... Tunggu " Cegah Mona.

Petugas keamanan sekolah yang biasa di bilang Babeh Gatot itu pun bersuara

"Babeh akan tegas kalau ada murid yang telat, ini sesuai aturan yang berlaku di sekolah"

"Loh pak, tapi aku lagi ditunggu sama kepala sekolah, gimana?"

"Ada urusan apa?" Tanya Babeh Gatot.

"Lah ya engga tau, aku murid baru disuruh menghadap ke kepala sekolah katanya"

Pak Gatot menatap singkat keseriusan wajah gadis itu, beliau langsung membuka gerbang sekolah untuk Mona.

Di ruang kepala sekolah, Mona sedang menghadap ke Pak Abidin, dia menanyakan tentang kelas nya yang akan di tempati.

Pak Abidin langsung memanggil salah satu guru wali kelasnya untuk mendampingi.

Kebetulan guru itu mau mengajar matematika di kelas nya. Sampai nya guru itu di ruangan kepsek, beliau langsung menanyakan tentang pemanggilan dirinya.

"Ada murid baru untuk kelas ibu, tolong antarkan dia ke kelas ya Bu" Titah Pak Abidin.

"Baik" Jawab Bu Sri menatap Pak Abidin, kemudian pandangan nya belok ke arah Mona.

Saat itu juga Mona mengembangkan senyum sambil memperkenalkan diri kepada wali kelas nya.

"Ayo ikut ibu Mona, Biar Ibu antarkan kamu ke kelas" Kata Bu Sri.

"Baik Bu, terima kasih banyak" Jawab Mona dengan sopan, lalu netranya memandang perawakan kepala sekolah "Pak saya permisi dulu"

"Iya, silahkan" Jawab Pak Abidin dengan senyuman.

Mona mengekor dibelakang Bu Sri untuk pergi ke dalam kelasnya.

Dia lagi gugup celingukan sana sini melihat murid kelas lain dari berbagai jurusan yang memperhatikan diri nya.

Hal itu sudah biasa untuk Mona, di sekolah lain juga seperti itu, sering di goda banyak siswa laki-laki.

Di kelas XII MIPA 2, Para murid di dalamnya terpaku dengan wali kelasnya yang sedang membawa murid lain.

"Selamat pagi anak-anak" Sambutan dari Bu Sri yang sembari menaruh buku dan alat-alat mengajarnya di meja guru.

"Pagi Bu" Jawab serempak siswa di dalamnya

"Hari ini kita akan kedatangan murid baru, silahkan perkenalkan diri kamu" Kata Bu Sri.

"Halo semuanya, perkenalkan nama saya Monisha Listiani biasa di panggil Mona, saya murid pindahan dari desa kaki gunung merapi yang ada di desa Boyolali" Satu tarikan nafas Mona berhasil memperkenalkan diri.

"Wah ada gadis desa, Hallo cantik" Ucap seorang murid yang dikenal buaya di kelas yang bernama Disky.

Ucapan Disky langsung di ikuti oleh siswa laki-laki lainnya.

Lebih parahnya lagi ada yang menggoda Mona secara terang-terangan.

Kehebohan kaum Adam itu tidak berlaku untuk Nando.

Sambil menopang dagu, Nando terus menatap gadis yang ada di depan kelas itu dengan tenang.

"Mona, kamu bisa duduk di samping Novia ya, kebetulan bangku dia lagi kosong, untuk Novia tolong angkat tangan biar Mona tau"

Setelah Novia mengangkat tangan, Mona langsung berjalan ke tempat duduk dan berkenalan satu sama lain.

PHB | 02. Ruang Guru

Materi yang diajarkan oleh guru di jam pertama dan kedua sudah di tekuni dengan baik oleh Mona.

Mona menoleh ke Novia yang sudah bangkit dari tempat duduk, dia pun mengikuti gerakan yang sama dengan Novia.

"Mon kita ke kantin yuk" Ajak Novia sambil menggamit lengan Mona.

"Boleh, yuk" Mona tersenyum karena Novia sangat terbuka untuk berteman baik.

Sampainya mereka di kantin, Mona berhenti melangkah, netra nya melihat sekumpulan geng cewek centil yang sedang duduk sambil ketawa-ketiwi di meja makan paling pojok.

"Kenapa Mona?" Tanya Novia.

"Itu mereka kok heboh banget ya?"

Mona menunjuk ke arah yang dilihat matanya. Novi pun menoleh kearah yang di tunjuk oleh gadis itu.

"Oh.. Sudah biasa, mereka itu lagi caper sama cowok yang di depan nya" Kata Novia. Cowok yang dimaksud adalah Nando.

"Owalah kirain apaan, pantes heboh" Kata Mona, kemudian melanjutkan langkah kaki nya ke warung mie ayam yang menarik perhatian nya. Novia memilih untuk pergi ke warung langganan nya di sekolah.

"Mon, aku mau ke warung nasi campur dulu ya"

"Oh iya Nov, saya mau beli mie ayam ini dulu, baunya kayanya enak"

Mereka terpisah sebentar, sebelum akhirnya

mereka dipertemukan kembali di meja makan paling depan dekat pintu keluar kantin, dan itu sangat jauh dari perkumpulan gadis yang lagi caper.

Mona mengaduk-aduk makanan agar bumbu tercampur rata, sedangkan Novia fokus mendengar celotehan dari murid di belakang nya.

"Oh iya Nov, situ kok engga gabung dengan teman-teman kamu sih?"

"Aku gak ada teman disini Mon"

Mona mendongak kepala tipis sehabis fokus mengaduk mie ayam. "Lah serius?"

"Iya Mon, aku sadar diri masuk ke sekolah ini lewat jalur beasiswa, minder kalau gabung siswa siswi orang kaya" Novia memberi jeda, dan dia bicara lagi.

"Kamu juga boleh tinggalin aku sendiri di kantin ini, tidak apa-apa kok"

"Jangan ngomong gitu ah, aku gak ada niatan untuk itu kok"

"Serius?" Kata Novia singkat, Ia terlihat seperti terkejut ketika mendengar nya.

"Iya loh aku serius, yaudah cepat makan nanti keburu bel masuk" Titah Mona.

"Hmm... Thanks Mon, bisa di bilang kamu ini teman pertama saya juga di sekolah, tau gak? itu penantian dua tahun saya sekolah disini"

"UHUK-UHUK" Mona langsung tersedak makan saat pengakuan dari Novi.

Novia membelalak tipis "Eh maaf ya, mau akan belikan minuman?"

Mona memberi gestur gerakan pergelangan menolak "Gak usah, aku tadi lagi kaget aja gitu, masa iya sih Nov?"

Setelah Novi mengangguk memberi tanda iya, Mereka kembali fokus makan.

Nando yang sudah selesai dengan urusan makan nya di kantin, dia pergi melewati dua gadis yang masih makan.

Di belakang Nando ada gadis yang di name tag nya terlihat ada nama Nurul Fatonah dari pandangan Mona yang latah melihat nya.

"Tuh cewek dari kelas kita bukan sih?"

"Yang mana?"

Mona menunjuk punggung ramping nya Nurul yang perlahan mulai menjauh.

"Iya, eh enggak" Kata Novia.

"Iya, atau engga?"

"Enggak, itu dari kelas XII IPS 3"

Novia mendongak kepala dari tatapan layar ponsel nya.

"Sorry Mon, saya lagi gak fokus tadi habis lihat jadwal acara lomba di portal sekolah"

"Acara apaan tuh?" Mona mulai penasaran.

"Acara lomba untuk menyambut perayaan ulang tahun sekolah"

"Buset, saya baru aja pindah, sudah ulang tahun aja nih sekolah" Tatapan Mona gak menghadap ke Novi, seolah dia tak suka menyambut acara-acara gituan.

"Eh Mon kebetulan, kamu mau daftar gak? Ada banyak lomba loh, mulai Lomba basket putri putra, lomba sepak bola putra putri, dan banyak lagi"

Mona yang malas berolahraga, dengan latah mulutnya terpeleset mengucapkan ikut bola basket. "Basket, ikut dong"

"Serius? nanti daftar kuy ke wali kelas, ini lomba antar kelas. Dari kelas satu sampai kelas tiga ikut berpartisipasi"

"Boleh, pendaftaran nya kapan?"

"Sekarang"

Novia tiba-tiba bangkit dari tempat duduk, saat itu juga dia langsung menggeret Mona ke ruang guru.

"Wait-wait" Cegah Mona dengan telapak tangan yang sudah menyongsong ke depan wajah Novia.

Dengan satu tarikan nafas, Mona bangkit dari tempat duduk. walau pengumpulan niat nya masih belum sepenuhnya terisi.

Sampai nya diruang guru, Mona melihat ada Nando yang lagi berdiam diri di samping meja wali kelasnya.

Mona mulai melangkah kaki bersama Novi, dan terhenti di samping tubuh pria jangkung itu.

"Permisi" Sebuah kata dari Mona dengan sopan.

Nando tidak merespon ucapan mona, dia seolah cuek, wajahnya pun terus menatap ke arah Bu Sri yang sedang menulis namanya.

"Permisi" Mona menaikan nada bicara agar Nando memberi jalan. Pria itu tetap tidak mendengar, Karena Nando tipikal orang yang tidak suka kalau ada orang yang tidak sopan menurut sudut pandang nya.

Perkataan dari Mona yang singkat itu membuat Nando sebenarnya agak gedek.

"PERMISI!!" Pekik Mona pecah saat itu juga di ruang guru. Gadis itu tak bisa menampung lagi kesabaran pada benak nya.

Kepala Nando yang semula tenang melihat Bu Sri, langsung digeser untuk menoleh ke arah Mona.

Tatapan Nando yang datar berubah menjadi dingin untuk menjawab perkataan Mona "Bisa kan gak pakai teriak?"

"Saya tadi sudah pakai intonasi rendah ya mas, kuping situ nya aja yang budek!" Sewot Mona.

"Eh ada apa kok kalian ribut?" Omel dari guru sekitar.

"Kalian kalau mau ribut mending diluar, tuh lapangan luas banget" Ini kata Bu Sri yang sewot pada anak didiknya.

"Maaf Bu"

Nando meminta maaf, tangan nya sambil mengambil kertas formulir lomba yang sudah di tulis tangan oleh Bu Sri. Ia pun langsung pergi dari ruang guru dengan ekspresi yang masih tenang.

Sedangkan di dalam Mona masih keadaan kesal kepada pria jangkung itu, untungnya Novi yang ada di samping segera menenangkan nya.

"Mon sabar Mon, dia orang nya gitu maklumi aja ya"

"Maklumi gimana? Ngebatin yang ada Nov"

"Kalian mau ikut lomba apa?" Tukas Bu Sri saat mereka malam mengobrol.

"Basket Bu" Jawab serempak dua gadis itu.

Bu Sri langsung mencatat formulir berisi nama Mona dan Novia.

"Cepat kalian temui kepala sekolah untuk minta cap, terus kembali lagi kesini" Pinta Bu Sri sambil memberi dua lembar formulir lomba.

"Baik Bu, terima kasih"

Novia dan Mona selanjutnya akan menuju ke ruang kepala sekolah, dan disana tidak ada perdebatan lanjutan setelah bertemu dengan Nando

Setelah menerima cap dan tanda tangan, Mona kembali ke ruang guru.

"Apes banget baru juga hari pertama masuk sekolah, ketemu cowok model gituan, mana tetanggaan lagi" Batin Mona, ingin sekali dia menjauh dari pandangan Nando.

PHB | 03. Masalah Dijalan.

Bel pulang sekolah pun telah berbunyi.

Dalam keadaan kelas yang lagi riuh, Novia melontarkan kata untuk Mona.

"Kamu pulang naik apa Mon? Apa sudah tau rute jalan di kota Bandung? Bareng yuk aku anter" Tanya Novia sambil membereskan buku-buku nya di meja.

Mona menoleh "Hmm... wait, aku lupa"

Mona mendadak membuka ponsel untuk melihat whatsapp dari ibunya yang belum sempat dia baca sehabis istirahat.

📩 "Pulang naik gojek dulu ya, saldo gopay untuk ongkos sudah mama transfer, maaf mama sama papah ga bisa pulang cepat ke rumah"

"Dih apa banget, masa naik ojol sih?"

"Kok cemberut wajah lu Mon, kenapa?" Tanya Novia penasaran.

"Mama ga bisa jemput, papa aku juga pulang malam, aku disuruh naik gojek, kayaknya... Maaf ya aku boleh numpang?"

"Kan aku nawarin tadi Mon, boleh dong"

Di belakang sana, ada sesosok Nando yang mendengarkan omongan dari kedua gadis di depan nya.

Nando sadar kalau Mona adalah tetangga baru nya, namun dia cuek dan tidak peduli.

Wajah Mona langsung segar kembali setelah layu menidurkan kepala di meja belajar nya.

"Iya yakin, rumah kamu dimana emang?"

"Aduh saya masih belum hafal lagi perumahan apa" Mona sambil mikir, namun tidak ingat sama sekali perumahan yang dia tinggal.

Nando yang sudah berjalan hampir keluar dari pintu kelas, mendadak berhenti untuk menjawab perkataan Mona.

"Istana Regency" Katanya tanpa menoleh ke arah belakang, kemudian pria itu melanjutkan langkah kakinya sambil memasang earphone di telinga.

Langkah kakinya terhenti kembali, setelah kemunculan Nurul dan geng nya.

"Pulang bareng yuk Nando" Ajak Nurul sambil merengkuh lengan Nando.

"Sorry" Nando langsung menyingkirkan halus lengan Nurul yang nyasar di lengan nya.

Tak lama dari itu, teman Nando yang bernama Arip, Septian, Nabil datang untuk bertemu Nando, niatnya mereka mau ngajak Nando pergi bersama ke area latihan boxing.

Situasi itu di manfaatkan dengan baik oleh Nando, membuat Nurul membuang wajah kesal dan langsung pergi dari lokasi itu.

Mona menunjuk Nurul. "Cewek itu kok caper banget ya dari tadi?"

Bukan nya mau gosip, tapi Mona dari tadi melihat kalau Nurul bersikap agresif, seolah ingin membuat pria yang disukai nya jatuh hati.

Novia tidak ingin mengomentari, dia fokus menata buku dan menggendong ransel nya di sebelah pundak.

"Kuy" Novia menggamit tangan Mona untuk menuju ke area parkiran.

Pindahan dari desa ke kota membuat mata Mona berbinar, netra nya terus menatapi jalanan yang terselimuti gedung pencakar langit.

Bahkan suasana nya sangat berbeda dengan apa yang ada di desa yang selalu sepi dan tak ramai yang ada disini.

"Beda banget suasana nya, Bandung yang sekarang sama dingin nya dengan desa aku"

"Oh iya kamu ini dari desa ya tadi waktu perkenalan dikelas?"

"Iya Nov" Mona terus melihat kekaguman jalan raya yang kalau dilihat dari motor.

Tiba-tiba motor Novia terhentikan, setelah melihat Nando sedang ada bermasalah.

Novia dan Mona langsung menghampiri dan membelah perkumpulan warga.

"Nando kamu gak apa-apa?" Novia menghampiri ketika motor Nando oleng menabrak pembatas jalan.

Nando ingin pergi tapi situasi semakin mencekam karena korbannya menuntut ganti rugi.

"Ada apa nih?" Mona melerai keriuhan yang ada.

Dalam perdebatan Nando mengelak untuk bersalah, karena pedagang bakso yang ditabraknya itu yang mengakibatkan kecelakaan ini terjadi.

Namun pemilik bakso itu tetap kekeh, bahwa Nando lah yang bersalah.

"Pak punten maaf kalau saya ikut campur, masalah ini harusnya jangan pakai emosi, tuntaskan dengan sopan dan baik" Mona mencoba melerai, sebisa mungkin dengan keahlian nya dalam edukasi.

"Gak bisa saya rugi puluhan juta, semua hancur dan orang itu gak sama sekali tanggung jawab" Protes Pedagang itu.

"Kenapa anda nyebrang gak tengok kiri kanan, sudah tau jalanan, main ngeloyor" Nando bersuara tinggi.

"Heh dongo, diam dulu kamu" Sewot Mona, rasanya kesal kalau Nando membuat situasi semakin mencekam.

"Keras kepala!"

"STOP!" Teriak Mona

"Berapa kerugian bapak? Biar saya hubungi orang tua nya"

Nomor aja gak punya gimana Mona mau menghubungi kedua orang tua Nando?

Lempeng sekali Mona berbicara itu.

"Sepuluh juta rupiah total semua kerugian"

Nando menatap Mona tajam, tatapan nya seolah berkata kalau kamu berani ngadu, habis kamu

Dengan cekatan Mona menghubungi mamah nya, kebetulan Mona tahu alasan pindah dikota ini, karena ibunya ingin tetanggaan dengan teman sekolahnya.

Setelah menelpon untuk memberikan penjelasan, Mona menutup telepon itu.

Mona meminta nomor rekening korban, niatnya Pak Oki selaku ayah dari Nando akan langsung membayar kerugian.

"Benar-benar ya kamu" Nando bangkit menghampiri Mona, bukan untuk mengucapkan terimakasih, tapi untuk memarahi nya.

"Kamu gak tau apa yang akan terjadi pada saya berikutnya, kamu malah mengadu ke orang tua saya? Lihat aja apa yang akan terjadi untuk kamu kedepannya" Nando langsung pergi ke motornya, setelah dia mengancam keras ke Mona.

Sewotnya bukan main, karena Nando orang nya pendiam tapi selalu membuat orang tua nya kewalahan.

"Eh jangan kabur kamu!"

"Saya yang tanggung jawab, tunggu orang tua dia respon, saya tetangga dia, dan saya tau rumah dia dimana, kalau kurang puas saya bisa antar bapak ke rumahnya" Mona bernada tinggi, rasanya tak mudah membantu untuk menuntaskan permasalahan orang lain.

Sepuluh menit berlalu, Mona dan Novia masih berada disitu, sang pelaku malah sudah kabur ke rumahnya.

Novia hanya bisa diam, sedangkan Mona panik dengan orang tua Nando yang tak kunjung transfer.

Ting!

Notifikasi ponsel Mona berbunyi, Bu Sisil menunjukan bukti foto transfer ke rekening korban.

"Sudah transfer, urusan selesai ya" Mona menunjukan layar ponsel ke bapak itu.

"Terima kasih banyak ya dek, bapak gak bisa jualan kalau gerobak hancur" Sedihnya bukan main, tapi pria paruh baya ini terbilang ekonomi nya sedang sulit, mengingatkan Mona sebelum menjadi anak orang kaya.

Dia hanya sebatas gadis desa yang tidak mempunyai apa-apa, tapi ibunya dalam sekejap merubah hidup Mona yang sekarang menjadi banyak harta kekayaan dari ayah baru nya.

Padahal Mona menolak untuk hidup mewah, karena tak biasa dengan itu, dia pun kalau berpergian selalu membawa bawaan yang sederhana dan tidak mencolok dimata.

Setelah semua kondisi telah di netralisir, Mona langsung mengajak Novia yang masih terpaku menatap Mona yang pintar dalam memecahkan masalah.

"Sudah ditolong malah pergi si Nando, sinting banget tuh orang bukan terima kasih malah marah-marah gak jelas" Protes Novia.

Mona tersenyum "Pasti akan ada balasan kok Nov, aku percaya itu"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!