NovelToon NovelToon

Diana, Anak Yang Hilang

Bab 1 Rumah pedesaan

Masa lalu...

Sofia dan Hamdi duduk di pekarangan rumah, menikmati pagi dibulan Desember,salju yang menyelimuti hampir segala penjuru. Suara tangisan bayi sayup sayup terdengar, membuat Sofia tergerak.

Mereka menemukan bayi perempuan cantik dalam keranjang tak jauh dari rumah mereka.

Di dalam keranjang, ada foto dan surat yang menggetarkan

"Jangan pernah kembalikan bayi ini. Dia akan mati jika dikembalikan."

Sofia, yang mendambakan anak, memandang Hamdi dengan penuh harapan. "Kita bisa merawatnya, kan?" tanya Sofia.

Masa sekarang...

Rumah sederhana di pelosok desa tepatnya berada di Swiss menjadi tempat tinggal keluarga kecil Diana Maheswari. Seorang gadis cantik berkulit seputih porselen hidung mancung mulut semerah ceri. Matanya yang berwarna kebiruan menambah kesan keindahan.

Setelah menyelesaikan SMA, Diana termenung tentang masa depannya.

Diana terguncang mendengar kebenaran tentang asal-usulnya. Air matanya mengalir, menyembunyikan kesedihan dan kekecewaan.

Setelah tenang, dia membulatkan tekad untuk mencari orangtua kandungnya.

"Aku harus tahu siapa orangtua kandungku," kata Diana kepada dirinya sendiri. "Apa penyebab mereka meninggalkanku? Apakah mereka masih hidup?"

Dengan tekad baru, Diana memutuskan untuk memulai pencarian.

"Apa aku harus ke kota untuk mencari keluargaku?" pikirnya.

Sofia, ibu Diana, melihat putrinya sedang termenung.

"Nak, apa yang sedang kamu pikirkan?"

Diana menoleh. "Ibu, aku ingin ke kota untuk mencari orangtua kandungku."

Sofia memeluk Diana. "Jangan sayang, kamu harus lanjutkan sekolahmu. Ilmu itu tak ternilai. Jangan pikirkan itu dulu."

Diana menghembuskan nafas. "Tapi aku tidak mau terus menyusahkan ibu dan ayah."

Sofia memandang putrinya dengan mata berair. "Jangan pernah pikirkan itu. Kamu tidak menyusahkan kami, Diana. Kehadiranmu membawa kebahagiaan dan kehangatan. Kamu adalah anugerah yang indah, cahaya hidup kami. Kamu kekeh pengen ke kota, ibu dan ayah akan mendukungmu. Tapi jangan lupa, kami akan merindukanmu."

Diana menatap ibunya dengan tekad. "Buu, percaya sama aku."

Sofia menatap Diana dengan mata berair. "Nak, walaupun kamu bukan anak kandung kami, tapi kamu adalah separuh hidup kami."

Diana menangis, memeluk Sofia. "Makasih, Ibu. Diana akan mencari tahu siapa orang tua kandungku."

Hamdi masuk, menyerahkan foto keluarga. "Ini bukti untukmu, Nak. Semoga kamu menemukan kebenaran . Ada alamat dibelakang foto itu,setelah sampai nanti jangan lupa kabari kami nak."

Diana pun hanya mengangguk setuju,dia lekas berkemas tidak membawa banyak pakaian hanya yang seperlunya saja.

Sofia mendekati diana, "nak ini ada sedikit pegangan dari ibu untukmu. Ibu harap kamu selalu dalam lindungan Tuhan ya nak."

Diana menatap sang Ibu,"Tidak usah bu diana ada kok,tabungan diana cukup." Sambil tersenyum ke arah sang ibu. Sofia tetep memberikan sebuah kartu ATM dingenggamkan ketangan Diana.

Dengan mata berkaca-kaca, Diana memeluk ibunya erat. "Ambilah, Nak. Ibu akan sangat tenang jika kamu membawanya," kata ibu dengan suara lembut.

"Terima kasih, Ibu dan Ayah sangat baik padaku. Setelah aku menemukan keluarga kandungku, aku tidak akan melupakan kalian. Kalian adalah separuh hidupku," ucap Diana, suaranya tercekat.

Diana mulai berpikir. "Mengapa aku dibuang? Apa yang salah denganku?" Pertanyaan itu terus menghantui pikirannya.

Diana terus memikirkan masa lalunya, pikirannya berputar tak berhenti. Kelelahan mengalahkan kesadarannya, dan dia pun tertidur pulas.

Sofia memandang Diana tertidur, membenarkan selimutnya dan mencium keningnya. "Semoga kamu menemukan keluargamu, Nak," gumamnya pelan dengan penuh kasih sayang.

Bab 2

Babak Baru di Kota

Diana tiba di pusat kota, menandai awal petualangannya mencari keluarga kandungnya. Dengan hati berdebar, dia menghubungi Sofia dan Hamdi melalui telepon.

"Ibu, aku sudah sampai," kata Diana dengan suara bergetar. "Tolong doakan aku, ya. Biar aku cepat menemukan orang tuaku."

Sofia menjawab dengan nada khawatir, "Hati-hati, Nak! Kota ini penuh bahaya. Jangan sembarangan percaya orang. Kami selalu mendukungmu. Jaga dirimu baik-baik."

Diana menghela napas dalam-dalam, memandang kalung dengan lambang keluarga Pradana dan foto keluarganya yang asli. Semangat barunya mulai membara. Dia merasa siap menghadapi tantangan apa pun untuk menemukan kebenaran tentang masa lalunya.

Dengan tekad kuat, Diana memulai perjalanannya. Dia berjalan melewati jalan-jalan sibuk, mengamati wajah-wajah tak dikenal, dan bertanya-tanya apakah salah satu dari mereka adalah keluarganya. Harapan dan kekhawatiran bercampur dalam hatinya, namun dia tidak akan menyerah.

Saat keluar stasiun, Diana bertemu pemuda tampan yang menyapa dengan senyum menarik. "Butuh bantuan?" tanyanya.

Diana tersenyum, menunjukkan foto bangunan tua. "Cari alamat ini."

pemuda itu mengedarkan pandangan. "Alamat ini familiar. Aku Axcel, kamu?"

Diana menyambut uluran tangan Axcel. "Aku Diana."

Mereka berjalan bersama, berbincang tentang impian dan tujuan. Namun, Diana merasa sedikit tak nyaman.

"Apa yang membuatmu mencari alamat ini?" tanya Axcel, matanya menatap penasaran.

Diana ragu-ragu sejenak sebelum menjawab.

Axcel terdiam saat Diana mengungkapkan tujuannya mencari keluarga asli. Lalu, dia berkata, "Aku tahu sesuatu tentang alamat ini. Mari ke mobilku."

Diana ragu-ragu karena baru bertemu. Axcel memahami keraguan itu dan tersenyum. "Aku tidak akan berbuat apa-apa, percayalah."

Diana: "Kamu pengangguran ya?"sambil menatap curiga. "Kok senggang banget mau bantu aku yang baru kamu kenal?. Atau,kamu begal kelamin yaa.."

Axcel tertawa. "Lucu sekali kamu!. Saya senang membantu. Kita semua perlu bantuan sesekali."

Diana terpesona pada senyuman itu. "Benar, tapi kenapa kamu peduli?"

Axcel menjawab, "Mungkin suatu hari nanti kamu bisa membantu saya juga." Senyumnya membuat Diana merasa terpesona.

Meskipun tak yakin, Diana akhirnya menyetujui. Setelah beberapa jam mencari, mereka menemukan alamat yang dicari. Namun, rumah itu kosong dan terlihat tidak terawat.

"Sepertinya tidak ada orang di sini," kata Axcel.

Diana kecewa. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Axcel berpikir sejenak. "Kita bisa bertanya kepada tetangga atau mencari informasi di sekitar sini."

Diana mengangguk. "Mari kita coba."

Mereka berjalan ke rumah sebelah, berharap menemukan petunjuk tentang keluarga Diana yang hilang.

Seorang warga setempat mendekati Diana dan Axcel. "Mencari siapa?" tanyanya.

Diana menjelaskan tentang keluarganya yang hilang. Warga itu mengangguk. "Saya tahu keluarga Pradana. Mereka pindah ke Jalan Kenangan, nomor 12."

Diana mata berbinar harapan. "Benar?"

Warga itu mengangguk. "Ya, pasti."

Diana dan Axcel menuju alamat baru. Di tengah perjalanan, Axcel bertanya, "Apa yang membuatmu yakin keluargamu masih hidup?"

Diana menatap Axcel dengan keyakinan. "Hatiku mengatakan demikian. Aku harus mencoba."

Diana menatap kalungnya, satu-satunya petunjuk keluarganya. Saat hari semakin gelap, keraguan tentang Axcel muncul.

"Aku ingin mencari penginapan," kata Diana tegas.

Axcel mengangguk. "Baik, aku mengantar."

Setelah tiba di penginapan, Axcel berpamitan. "Besok pagi, aku menjemput kamu. Kita lanjutkan pencarian."

Diana menggeleng cepat, "Tidak perlu, aku bisa melanjutkan sendiri."

Axcel terkejut, lalu tersenyum. "Oke, hati-hati, Diana."

Bab 3

Pagi itu, Diana memutuskan mencari alamat baru keluarga Pradana sendirian. Dia merasa tidak enak pada Axcel yang telah membantunya dengan tulus. Saat mencari, Diana tersesat di jalan asing yang tak familiar. Dia bertemu Rina, wanita paruh baya ramah dengan senyum hangat.

Pertemuan dengan Rina

"Kamu tersesat, Nak?" tanya Rina dengan nada peduli.

Diana menjelaskan tujuannya. Rina terkejut. "Keluarga Pradana? Mereka tinggal di Jalan Kenangan, nomor 12. Mari, saya antarkan. Kebetulan saya sering berkunjung ke sana."

Diana merasa lega dan berterima kasih. Mereka berdua berjalan bersama, mengobrol tentang hal-hal ringan. Diana terpesona oleh kebaikan Rina.

Setelah beberapa menit berjalan, mereka tiba di depan kediaman Pradana. Rumah tersebut sangat indah, dengan arsitektur klasik dan taman yang rapi. Diana terpesona oleh keindahan tersebut. Dia tidak pernah membayangkan keluarganya memiliki rumah seindah itu.

Rina berbicara pelan dengan satpam. "Pak, saya membawa tamu. Dia ingin bertemu Bapak dan Ibu Pradana."

Satpam: "Siapa namanya?"

Rina: "Diana, anak keluarga Pradana yang hilang."

Satpam menelepon dan mengangguk. "Silakan masuk."

Pintu utama terbuka lebar, dan pelayan berlalu-lalang sibuk mempersiapkan sesuatu. Tatapan mata mengikuti setiap langkah Diana. Beberapa terlihat iri terhadap kecantikannya, yang lain bersikap acuh tak acuh.

Mereka mengira Diana adalah asisten rumah tangga baru atau kandidat penggoda tuan muda. Diana merasa tidak nyaman dengan perhatian tersebut.

Saat menunggu, Diana melihat foto-foto keluarga Pradana. Dia mencari kesamaan wajah, berharap menemukan petunjuk. Dia melihat foto ibunya, dan hatinya berdebar.

Seorang pelayan mendekati. "Selamat datang, Nona. Silakan ikuti saya."

Diana mengikuti pelayan tersebut, hatinya berdebar menanti pertemuan dengan keluarganya. Apakah mereka akan menerima dia? Apakah dia benar-benar anak keluarga Pradana?

Nyonya Arin dan Tuan Pramono menunggu di ruang tamu, terkejut melihat Diana. "Siapa kamu?" tanya Nyonya Arin.

Diana mengambil napas dalam-dalam. "Saya Diana, anak kandung Bapak dan Ibu yang hilang 18 tahun lalu."

Nyonya Arin dan Tuan Pramono saling menatap, terkejut. "Tidak mungkin! Anak kita sudah ditemukan tiga belas tahun lalu," kata Nyonya Arin.

Diana menunjukkan kalung keluarga Pradana. "Ini bukti saya anak kandung Bapak dan Ibu."

Tuan Pramono mengambil kalung tersebut, mata mereka berbinar. "Kalung ini... milik keluarga saya. Bagaimana kamu mendapatkannya?"

Diana menjelaskan tentang keluarga angkatnya dan penemuan kalung. Nyonya Arin terlihat bingung dan khawatir. "Bagaimana ini bisa terjadi?" ujarnya pelan.

Tuan Pramono memandang Diana dengan penuh rasa ingin tahu. "Kita perlu melakukan tes DNA untuk memastikan kebenaran ini."

Tuan Pramono memanggil Rina, kepala pelayan dan satpam ke ruang pribadi. Suaranya tegas, "Semua yang terjadi hari ini harus dirahasiakan. Tidak ada kata-kata yang boleh keluar dari rumah ini."

Rina, kepala pelayan dan satpam saling menatap, mengangguk patuh. Mereka memahami konsekuensi jika melanggar perintah tersebut.

Diana merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut. Dia ingin tahu kebenaran tentang keluarganya, tapi terpaksa menunggu. Rasa penasaran dan ketidakpastian menghantui pikirannya.

Tuan Pramono melanjutkan, "Untuk memastikan kebenaran identitas Diana. Sampai hasil tes DNA keluar, dia akan tinggal di sini."

Nyonya Arin tersenyum hangat, memeluk Diana. "Selamat datang. Kami akan mempersiapkan segala kebutuhanmu."

Dengan lembut, Nyonya Arin menggandeng tangan Diana, memimpinnya ke kamar yang telah disiapkan. Pelayan mengikuti dari belakang, membawa barang-barang Diana.

Di koridor, pelayan berbisik, "Mirip sekali, Nona Diana. Wajahnya persis Nyonya Arin muda."

Rekan kerjanya mengangguk setuju, mata mereka bersinar dengan rasa penasaran.

Sementara itu, Nyonya Arin menatap Diana dengan kasih sayang, "Kamar ini khusus untukmu. Semoga kamu merasa nyaman."

Diana merasa terjebak dalam situasi yang tidak terduga. Dia hanya bisa menunggu dan berharap kebenaran tentang keluarganya akan terungkap.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!