DUA TAHUN YANG LALU.
"Terserah kamu mas, kamu mau menikah dengan gadis mana. Yang jelas, jika dia hamil dan melahirkan kelak, kamu ceraikan dia, lalu kamu ambil anaknya. Biar aku yang asuh anak itu." ucap Nikita frustasi.
Kanker kista yang di idap Nikita membuat ia rela melepas suaminya Randa untuk menikah lagi dengan harapan bisa memiliki seorang anak walaupun itu dari rahim perempuan lain.
Nikita dan Randa pun sepakat memilih Asyifa yang lugu dan polos untuk menjadi istri kedua Randa.
Kedua orang tua Asyifa yang tidak tahu jika Randa sudah memiliki istri, memaksa Asyifa untuk menikah dengan Randa.
Saat Asyifa telah melahirkan seorang bayi perempuan cantik bernama Safina, Randa berubah pikiran. Dia tidak mau menceraikan Asyifa.
Hal itu membuat Nikita naik pitam. Dia pun mendatangi Asyifa dan mengakui bahwa ia adalah istri pertama Randa.
.
.
KISAH DIMULAI DARI SINI.
Hari itu, adalah hari paling terburuk dalam hidup Asyifa. Kehadiran seorang wanita cantik bernama Nikita yang mengaku sebagai istri pertama dari suaminya Randa, telah membuat bumi yang ia pijak bergetar hebat. Langit seolah runtuh menimpa kepalanya.
Seluruh tubuh Asyifa gemetaran dan nyaris limbung roboh ke lantai. Untung saja dia masih bisa bertumpu pada palang pintu, menahan tubuhnya agar tak jatuh pingsan didepan pintu masuk rumahnya sendiri.
Perlahan, Asyifa menelan air ludah yang terasa mencekal tenggorokannya dengan susah payah. Jemari tangan kanannya meremas bagian atas dada sebelah kirinya kuat.
Dia masih tak percaya dengan apa yang dikatakan wanita cantik berpenampilan elegant yang saat ini berdiri tepat dihadapannya.
Keraguan dan kebimbangan masih menyelimuti hati Asyifa saat Nikita memperlihatkan sepasang buku nikah padanya.
"Kamu lihat sendiri 'kan..., di buku nikah ini tertulis dimana..., dan kapan tanggal pernikahanku dengan Mas Randa. Aku menikah dengannya sudah lebih dari lima tahun loh..., jadi sudah jelas bukan, aku..., istri pertama mas Randa dan kau..., istri keduanya." cetus Nikita bersikap setenang mungkin dengan gaya bicaranya yang teramat sinis.
Asyifa menyusut air matanya cepat dan memandang Nikita dengan perasaan remuk redam. Sekuat apapun dia dalam mengarungi kehidupan, ia tetap wanita lemah yang punya perasaan. Hati istri mana yang tidak hancur jika suami yang ia percaya selama ini sebagai suami yang baik, ternyata sudah membohonginya.
Randa yang ia pikir selama ini mencintainya, ternyata sudah punya istri sebelum menikah dengannya. Yang lebih menyakitkan lagi, kedok Randa terbongkar setelah Asyifa melahirkan anak pertama mereka yang baru berumur beberapa bulan.
Kenapa Nikita baru datang sekarang menjelaskan segalanya pada Asyifa? Kehadiran Nikita seolah ingin menghancurkan pernikahan Asyifa yang baru saja ingin ia terima dengan ikhlas sebagai takdir terbaik dalam hidupnya setelah kelahiran Safina anak dari Asyifa dan Randa.
Tapi Asyifa salah, nyatanya itu adalah takdir terburuk yang tak pernah ia bayangkan akan menimpa hidupnya saat ini.
"Sudahlah Asyifa..., kamu gak usah sedih..., Kamu itu masih muda lho..., kamu masih bisa cari suami yang baru, yang lebih ganteng, muda, atau..., mungkin yang lebih kaya dari mas Randa." tutur Nikita membujuk Asyifa dengan mulutnya yang terdengar manis namun menyakitkan perasaan Asyifa.
"Maaf Mbak, apapun kata mbak, aku gak bakalan percaya. Kalau mbak memang istrinya, tunjukan sama saya bukti-bukti yang lain. Bisa saja buku nikah itu buku nikah palsu!" Asyifa masih berharap semua itu adalah kebohongan Nikita semata.
Harapan Asyifa ternyata hanya harapan semu belaka. Asyifa makin tak bisa berkata apa-apa saat beberapa lembar foto Nikita dan Randa sedang memakai pakaian pengantin terpampang jelas ketika Nikita memperlihatkan foto-foto itu ke matanya.
"Sudah jelas bukan? Masih nggak percaya?" Seulas senyuman manis namun penuh ejekan terukir di bibir Nikita yang merah merekah berhiaskan lipstik.
Sejenak matanya beralih memandang kedalam rumah yang di tempati Asyifa yang sederhana dengan pandangan menyelidik. Ekor matanya bergerak liar seolah mencari sesuatu kedalam setiap penjuru rumah yang terlihat sepi dari balik tubuh Asyifa yang menghalangi separuh penglihatannya untuk melongok kedalam rumah. "Oh iya..., kamu sudah punya anak ya, sama mas Randa. Boleh aku lihat anakmu tidak?" Nikita sangat antusias untuk melihat wujud anak perempuan yang baru empat bulan dilahirkan Asyifa.
Asyifa sontak kaget dan membentangkan kedua tangannya menghalangi pergerakan Nikita yang terlihat hendak menerobos masuk kedalam rumahnya.
"Maaf mbak, anakku lagi tidur. Aku tidak suka mbak masuk ke rumahku seenak perut mbak." Asyifa jadi tersinggung dengan sikap Nikita yang lancang ingin masuk kedalam rumahnya.
"Eh, dengar ya Asyifa! Uang yang dikasih Randa untuk belanja kamu dan anakmu itu, separuhnya aku yang kasih. Rumah ini dia beli juga pake uangku. Kamu gak punya hak untuk ngelarang aku masuk kedalam rumah ini. Awas kamu, minggir, minggir...!" Nikita ngotot, memaksa untuk tetap masuk kedalam rumah.
Dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Asyifa yang menghalangi pintu masuk hingga Asyifa terjerembab jatuh terjungkal kebelakang.
Brak!
Suara pintu yang terkena hempasan tubuh Asyifa yang jatuh terjungkal terdengar keras membentur dinding tembok rumah membuat si bayi mungil Safina yang tertidur lelap jadi terbangun.
"Oak..., oak..., oak...,!" Suara tangis Safina yang keras dari dalam sebuah kamar, membuat hasrat Nikita semakin besar untuk melihat anak itu.
Langkah kakinya terayun cepat setengah berlari menuju kamar tidur dimana suara bayi itu berasal. Bola matanya berbinar-binar saat menemukan sosok bayi perempuan mungil yang lucu dan menggemaskan tampak menangis didalam sebuah box tidur bayi. "Oh..., lucunya kamu. Sini gendong sama mama sayang." Nikita bergegas hendak meraih tubuh Safina namun keburu terhalang oleh tangan Asyifa yang telah bergerak cepat mengambil anaknya dari dalam box bayi.
"Mbak jangan macam-macam ya. Mbak bukan mamanya. Sampai kapanpun, anakku cuma punya satu mama. Mamanya aku, aku ibunya, bukan mbak!" Teriak Asyifa marah.
Asyifa tampak gemetar menahan emosi. Ia memeluk tubuh Safina anaknya erat dalam dekapannya.
Sikap Nikita sangat mencurigakan, Asyifa takut ada sesuatu yang jahat dalam benak Nikita. Rasa cemas dan panik, terlihat jelas di wajah Asyifa saat tangis Safina masih terdengar dalam dekapannya. "Cup,cup sayang, ini mama." bujuk Asyifa di sela tangis Safina yang menggema memekakkan telinga.
Nikita termangu di tempatnya berdiri. Pemandangan Asyifa yang tengah menggendong sambil membujuk bayinya yang sedang menangis membuat hati Nikita terasa pilu. Selain berparas cantik dan masih muda, Asyifa beruntung terlahir sempurna bisa melahirkan anak dan menjadi seorang ibu.
Nikita sangat iri padanya, ia juga ingin seperti Asyifa. Menjadi ibu dan istri yang sempurna untuk suaminya Randa."Asyifa, aku akan kasih kamu rumah, mobil, juga uang yang banyak asalkan kamu mau memberikan anakmu padaku. Biarkan aku jadi ibunya. Kamu bisa hidup senang dan punya anak lagi kapanpun kamu mau. Kamu mau ya," bujuk Nikita lagi membuat Asyifa kaget bukan kepalang.
Pelukan Asyifa makin kuat memeluk anaknya Safina. Ucapan Nikita sudah tak masuk akal menurut Asyifa. Perempuan cantik berpenampilan elegant dihadapan nya itu terlihat sudah tak waras dimata Asyifa.
"Asyifa, Asyifa...!" Mendadak suara Randa terdengar lantang dari arah pintu masuk rumah memanggil Asyifa, mengagetkan Nikita yang langsung berubah pucat pasi seperti orang ketakutan.
"Ya mas, aku dikamar." sahut Asyifa tak kalah kerasnya.
Asyifa berniat hendak keluar kamar menyambut suaminya pulang tapi Nikita telah lebih dahulu melangkah keluar menyongsong Randa ke pintu masuk membuat pria berumur tiga puluh lima tahun itu terkejut setengah mati.
"Nikita?!" Randa melotot melihat keberadaan Nikita istri pertamanya yang tiba-tiba muncul dari dalam kamar yang ditempati istri keduanya Asyifa.
Apakah yang terjadi selanjutnya? Apakah Asyifa mau memberikan anaknya pada Nikita?
.
.
.
BERSAMBUNG
Raut wajah Randa yang kaget seketika menjadi gusar. Tangan kekarnya bergerak cepat mencekal pergelangan tangan Nikita dan menyeret perempuan mandul yang merupakan istri pertamanya itu ke depan pintu keluar rumahnya.
"Mau apa kau kesini hah!? Berani-beraninya kau datang tanpa seizinku. Aku kan sudah bilang padamu, jangan sekali-sekali kau menemui Asyifa! Apa kau sudah gila hah!?" Randa membentak Nikita yang tak kalah garangnya menantang mata Randa dengan beringas.
"Iya, aku sudah gila! Kau yang menyuruhku jadi gila seperti ini. Dulu kau bilang kau hanya inginkan anak saja. Buktinya apa?! Kau malah tak mau menceraikan Asyifa! Kau pikir aku bodoh?!Membiarkan suamiku berpoligami seumur hidup!Aku sudah cukup bersabar Randa! Sekarang kau boleh pilih. Ceraikan Aku atau Asyifa!" Teriakan histeris Nikita yang penuh amarah dan emosi yang meluap-luap membuat Asyifa jadi tertegun.
Sikap Randa yang biasanya selalu lembut dan tak pernah kasar apalagi berteriak dengan suara lantang, cukup membuat Asyifa gemetar sambil memeluk erat anaknya Safina. Apalagi Nikita yang tadinya terlihat anggun dan elegant tampak berubah seperti harimau yang ingin mencakar-cakar Randa.
Nikita jadi menggila dihadapan Randa. Dia menyerang dan memukuli Randa sekuat tenaganya.
"Hentikan Nikita! Jangan bikin malu kau disini! Lebih baik kau pulang bersama ku, Ayo!? Ayo...,!" bentak Randa keras pada Nikita.
Dada Randa kian memanas karena merasa sangat malu dengan sikap Nikita yang seolah kemasukan setan. Apalagi saat beberapa bagian tubuhnya terasa sakit terkena pukulan tangan Nikita yang bertubi-tubi menghajarnya. Kesabaran Randa mulai habis, Ia sangat kesal dan marah pada Nikita.
"Aku tidak mau pulang! Aku akan tinggal disini! Ini rumahmu 'kan? Berarti ini rumahku juga! Aku juga istrimu! Aku berhak tinggal disini!" Teriak Nikita lagi melawan keinginan Randa.
Randa yang mendengar ucapan Nikita akhirnya sampai kepuncak kemarahannya.
Plak!
Sebuah tamparan keras dari Randa melayang dan mendarat tepat di pipi Nikita.
Suasana pun jadi hening seketika.
Asyifa melongo melihat kejadian cepat yang terekam jelas oleh penglihatannya. Dia tak menyangka, Randa ternyata bisa main tangan juga pada perempuan.
Nikita yang mendapat tamparan keras dari Randa, terlihat menangis terisak-isak sambil memegangi sebelah pipinya yang terasa panas. Wajah cantiknya tampak memerah menahan rasa malu karena ditampar oleh Randa suaminya didepan madunya sendiri.
"Dasar manusia tak punya hati! Kau jahat! Kau tega mas..., kau tega menamparku hah...,!?huu...,huu...,huu...," jerit tangis Nikita meledak bercampur diantara sumpah serapahnya memaki Randa yang masih tersulut emosi.
"Diam...,!" Tangan Randa terangkat sekali lagi hendak menampar Nikita yang bergidik ngeri melihat amarah Randa.
"Mas Randa! Udah mas, udah! Jangan pukul mbak Niki lagi! Kasihan dia mas! Kasihan mbak Nikita!" Asyifa kali ini tak mau tinggal diam. Dia pun mencoba mencegah aksi Randa yang nyaris gelap mata.
Nalurinya sebagai perempuan tak tega melihat Nikita di tampar oleh Randa sekali lagi. Dia tak sanggup melihat kekerasan yang terjadi didepan matanya. Meskipun Nikita tidak bermaksud baik terhadapnya, tapi ia tahu bagaimana perasaan seorang perempuan. Nikita pasti banyak menderita selama ini.
"Jangan sok-sok jadi pahlawan kesiangan kamu ya!? Aku tahu apa mau mu Asyifa! Kau mau dianggap perempuan baik di depan mas Randa bukan !? Dasar ular betina kau!" Nikita justru berbalik menghardik Asyifa dan menuduhnya sebagai perempuan yang tak baik.
Asyifa tertegun mendengar ucapan Nikita yang tajam. Niatnya untuk membela Nikita jadi urung seketika. Padahal dia benar-benar kasihan pada Nikita tanpa ada niat buruk sedikitpun.
Emosi Randa yang sempat surut mengikuti keinginan Asyifa, jadi terpancing kembali karena perkataan Nikita yang menghina Asyifa. Jemari tangannya melesat cepat menangkap pergelangan tangan Nikita.
"Ocehan mu lama-lama membuatku muak Nikita! Keluar! Keluar kau dari sini! Ayo kita pulang!" Bentak Randa menyeret Nikita sekuat tenaganya.
Nikita meronta berupaya melawan tenaga Randa yang kuat. Tarik menarik sesaat terjadi diantara mereka.
"Aku tidak mau! Aku mau disini! Jangan paksa aku mas! Aku tidak mau pulang! Aku mau anak itu! Ambil anaknya mas! Bawa anaknya pulang mas! Kamu janji 'kan, kamu janji padaku mas! Mas Randa...,! Hu..., hu...,hu...,!" Nikita menjerit histeris tanpa henti saat tangan kekar Randa berhasil menyeretnya keluar pintu rumah tanpa mempedulikan jerit tangis Nikita yang mengundang banyak tetangga serta orang yang lewat didepan rumah itu.
Mereka hanya saling pandang memberi isyarat dan berbisik-bisik satu sama lain menyaksikan Randa yang mendorong Nikita untuk masuk ke dalam mobil yang parkir di pekarangan rumah itu secara paksa.
Dari dalam rumah, tanpa berani memperlihatkan dirinya sedikitpun keluar rumah, Asyifa hanya memandangi kepergian Randa yang tanpa bicara ataupun permisi pergi bersama Nikita.
Asyifa terpaku sejenak menahan rasa perih yang menyusup hatinya hingga bayangan mobil yang membawa suaminya Randa hilang tak terlihat lagi.
Apa yang ia alami hari ini bagai mimpi buruk yang akan mengawali penderitaan hidupnya dihari esok.
Asyifa mendekap Safina anaknya yang masih bayi dengan penuh rasa sedih dan kecewa.
"Maafkan mama Safina. Mama adalah perempuan bodoh yang telah memberi kehidupan yang buruk untukmu anakku." gumam Asyifa lirih disela rintik air mata yang makin deras mengucur dipipinya.
Asyifa menyusut derai air matanya berulangkali. Namun air mata itu tak kunjung berhenti. Air matanya justru semakin deras saat ia memandangi wajah cantik Safina yang ada dalam pelukannya.
"Maafkan mama Safina sayang. Maafkan mama nak," rintih Asyifa kemudian terduduk lemas bersimpuh dilantai sembari menangis tersedu-sedu memeluk anaknya Safina dengan erat.
Suasana rumah Asyifa yang tadinya terasa ramai dan panas oleh jeritan dan teriakan, perlahan berubah terasa sepi dan dingin serta mengharu biru oleh tangisan Asyifa yang meratapi nasibnya.
Para tetangga pun sudah mulai bubar menyisakan beribu gosip yang kini mulai bertebaran tentang keluarga Asyifa. Banyak diantara mereka yang tak tahu apa-apa, justru memvonis Asyifa sebagai pelakor! Wanita simpanan! Perempuan penggoda suami orang! Bermacam fitnah dan tudingan mulai bermunculan menghujat Asyifa.
Perlahan, malam merambat turun menyelimuti awan yang telah mulai menghitam di ufuk barat. Gelapnya malam kian bergulir cepat diiringi rintik hujan gerimis di malam yang sunyi itu.
Asyifa menarik selimut tebalnya dan menutupi tubuh mungil Safina dengan hati-hati.
"Tidurlah nak, malam ini papamu mungkin takkan pulang. Kamu gak boleh rewel ya..., uhm..., sayang mama." Asyifa mengecup dahi Safina dengan lembut.
Perlahan ia turun dari pembaringan dan berjalan ke kamar mandi. Waktu sholat isya sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Asyifa segera mengambil wudhu untuk menunaikan kewajibannya sebagai umat Islam.
Didalam kamar, Asyifa melaksanakan sholat fardhu isya dengan khusyuk.
"Ya Allah ya tuhanku, berikanlah ampunan pada hambamu ini. Kuatkanlah hatiku dalam menghadapi segala cobaan hidupku ini Ya Allah. Aku insan mu yang biasa, yang tak luput dari salah dan dosa. Tabahkan hati hamba mu ini Ya Allah." Secercah doa tak luput ia panjatkan pada sang pencipta.
Asyifa meraup wajahnya dengan kedua telapak tangan yang tertutup mukena putih yang ia kenakan sebagai tanda ibadahnya telah usai.
Air mata kembali jatuh dipipinya. Asyifa kembali menangis tersedu-sedu sambil duduk diatas sajadah yang terbentang meratapi nasib dan derita yang baru saja ia hadapi.
Biasanya, jika Randa tak pulang satu atau dua hari, ia tak merasakan sakit hati ataupun sedih. Selama ini Asyifa diberitahu Randa jikalau dia dinas keluar kota. Namun kali ini, Asyifa sudah mengerti. Randa takkan pulang, karena saat ini dia pasti sedang bersama istri pertamanya Nikita. Suatu kenyataan yang sangat menyakitkan hati dan menghancurkan perasaan Asyifa.
.
.
.
BERSAMBUNG
Dirumah kediaman Nikita dan Randa, pertengkaran suami istri itu ternyata belum juga usai.
Baru saja menjejakkan kakinya didalam rumah, Nikita langsung mengamuk melemparkan beberapa hiasan dan foto-foto pernikahannya dengan Randa yang terpajang didinding rumah.
Tidak puas begitu saja, ia masuk ke ruang kerja dan membanting semua barang yang ada di dekatnya. Kertas-kertas dan buku-buku yang ada diatas meja kerja milik Randa pun tak luput dari sasaran kemarahannya.
Randa yang melihat kegilaan Nikita, berulangkali berteriak memarahi istrinya.
"Hentikan Nikita! Apa kau belum puas juga hah...!?" bentak Randa tanpa ada keberanian untuk mendekati Nikita.
Tingkah laku brutal Nikita bisa saja membahayakan keselamatannya. Apalagi saat Nikita mencoba melemparkan sebuah guci keramik padanya.
Prang! Serpihan-serpihan pecahan keramik bertebaran dilantai diiringi suara lengkingan Nikita yang menggelegar.
"Aku belum puas! Aku lebih baik mati daripada hidup begini terus!" jerit Nikita dengan kedua bola mata mendelik garang.
Dia pun berjalan cepat membawa amarahnya menuju dapur dan mengacak-ngacak perabotan dapur seakan mencari sesuatu yang penting.
Randa mengikuti langkah Nikita dengan perasaan was-was.
"Tuh...,! Bunuh saja aku! Bunuh aku mas! Biar kau puas! Biar kau bisa hidup enak sama si Asyifa dan anakmu! Biar kau bebas tanpa ada aku!" Nikita tiba-tiba melemparkan sebilah pisau dapur keatas meja makan yang ada di hadapan Randa.
Randa tersentak kaget. Wajahnya pucat pasi melihat kelakuan Nikita yang sudah diluar batas.
"Kau tidak mau kan? Kau takut dipenjara? Oke, aku akan menghabisi nyawaku sendiri jika itu bisa membuatmu senang." ujar Nikita bergegas hendak meraup kembali pisau dapur yang ada diatas meja makan.
"Nikita! Kau sudah gila ya!" Randa berlari cepat menahan tangan Nikita.
Aksi Randa yang lebih cepat, mampu mencegah niat Nikita yang hendak melakukan perbuatan yang tak diinginkan.
Nikita meraung keras saat niatnya tak kesampaian. Apalagi saat Randa memeluk tubuhnya dengan kuat. Seluruh kemarahan dan emosinya ia timpakan pada Randa kala itu juga.
Randa membiarkan dirinya jadi sasaran amukan kemarahan Nikita. Dia cuma diam saat jerit tangis Nikita membahana di seluruh rumah. Sikap kasarnya perlahan berubah hilang dan melunak meskipun tubuhnya sakit terkena beberapa pukulan yang diberikan Nikita padanya.
"Bunuh aku mas..., Bunuh aku. Jangan siksa aku lagi. Aku sudah tak sanggup lagi mas..., aku bisa gila!" Ratap Nikita dengan pilu.
"Kalau kau tak mau ceraikan dia, aku lebih baik mati mas. Aku tak sanggup hidup dimadu selamanya." Ratapan dan rintihan disertai Isak tangis yang keluar dari bibir Nikita membuat Randa tak berkutik lagi.
Mungkin selama ini dia terlalu egois, hanya memikirkan harga dirinya sebagai lelaki. Berharap mendapatkan seorang keturunan hanya demi menjaga wibawanya sebagai lelaki sejati di depan keluarga besarnya.
Randa seringkali diejek dan dicemooh oleh kedua orang tua dan saudara-saudaranya karena tak mempunyai keturunan selama menikah dengan Nikita.
Apalagi saat Nikita divonis mengidap kanker kista ganas. Harapan Randa untuk memiliki seorang keturunan pupus sudah saat dokter memutuskan untuk melakukan operasi pengangkatan rahim pada Nikita.
Hal itu memaksa Randa untuk memilih keputusan yang salah. Dia membujuk Nikita untuk memberinya restu, agar ia bisa menikah lagi demi keinginannya untuk mendapatkan anak.
Awalnya Nikita menolak keinginan Randa. Namun bujuk rayu Randa untuk tetap mencintainya dan takkan menceraikannya membuat hati Nikita luluh juga. Nikita mengizinkan Randa menikah lagi asalkan Randa bersedia menceraikan istri mudanya setelah mendapatkan seorang anak.
Pilihan Randa jatuh pada Asyifa yang cantik, lugu dan polos. Berbekal ilmu tipu menipu yang ia miliki, Randa berhasil memperistri Asyifa setelah diberi restu oleh kedua orang tua Asyifa yang miskin dan juga lugu.
Mengaku sebagai bujangan yang kaya raya, pekerja keras, bertanggung jawab dan bekerja di luar kota, Randa sukses meraih kepercayaan Asyifa dan keluarganya dalam membina rumah tangga selama dua tahun.
Pernikahan itupun membuahkan hasil saat Asyifa melahirkan Safina putri pertama Randa dan Asyifa. Randa mulai mabuk dengan kebahagiaannya bersama Safina dan Asyifa. Randa mulai mengabaikan perasaan Nikita yang mulai dipenuhi rasa takut kehilangan Randa.
Sejak itulah, kecemburuan dihati Nikita makin meningkat. Jadwal kepulangan Randa mulai tidak teratur. Dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama Asyifa dan anaknya.
Randa mulai lalai memperhatikan Nikita. Dia pun seringkali bermuka masam dan tak pernah nyaman saat bersama Nikita. Randa telah lupa diri, ia lupa dengan janjinya pada Nikita.
Selama ini Randa tak sadar, keegoisannya melahirkan kesakitan dan kelukaan pada kedua perempuan yang telah ia nikahi itu.
Nikita dan Asyifa adalah dua perempuan yang sama-sama punya perasaan. Tak ada satupun dari mereka yang ingin hidup dimadu.
"Maafkan Mas, Nikita. Aku takkan menceraikan mu. Kita akan tetap bersama hingga kakek nenek, seperti impian kita dulu." Randa berusaha membujuk Nikita kembali tanpa melepas pelukannya.
"Kamu dulu janji sama aku mas, kamu bilang akan menceraikan Asyifa. Sekarang kamu sudah punya Safina, tinggalkan Asyifa mas..., bawa Safina kesini. Aku bisa merawatnya dengan baik. Aku akan menjadi ibu untuknya." Rengek Nikita membenamkan kepalanya dalam dekapan Randa diiringi isak tangis yang menyisakan cegukan manja.
"Beri aku waktu sedikit lagi Nikita. Sabarlah, umur Safina beberapa bulan. Safina masih butuh air susu ibu kandungnya. Pihak pengadilan takkan membiarkan mas untuk menceraikan Asyifa begitu saja. Mas juga harus punya alasan yang tepat untuk bisa bercerai dengan Asyifa. Kita harus mencari kesalahan Asyifa dulu agar bisa mendapatkan hak asuh Safina dengan mudah." Randa mengucapkan suatu kebohongan yang sengaja ia ciptakan untuk membujuk Nikita.
Padahal dalam hatinya, Randa tak rela untuk menceraikan Asyifa. Jauh di lubuk hatinya, Randa tetap ingin mempertahankan Asyifa dan Nikita sebagai istrinya-istrinya. Randa membutuhkan kedua perempuan itu dalam hidupnya.
"Baiklah mas, aku menunggumu. Aku akan bersabar hingga kalian bercerai." sahut Nikita lirih.
Nada bicaranya terdengar pasrah mengikuti keinginan Randa, membuat Randa mengembangkan senyuman seraya mempererat pelukannya pada Nikita.
"Terimakasih sayang, akhirnya kau mau bersabar. Percayalah, aku takkan mengkhianati perjanjian kita, aku akan memenuhi segala keinginanmu. Aku mencintaimu Nikita." ucap Randa bahagia.
Nikita hanya diam dalam pelukan hangat Randa. Tanpa Randa sadari, sebuah senyuman sinis terukir dibibir Nikita.
"Lihat saja suamiku, aku hanya memberimu waktu sampai batas kesabaran ku habis. Jika kau tak kunjung menepati janjimu, aku sendiri yang akan turun tangan. Aku akan merampas Safina dari tangan kalian berdua. Ku pastikan, kau dan Asyifa takkan pernah hidup bahagia selamanya." Dalam diam, ternyata Nikita punya niat yang buruk direlung hatinya.
Lain yang ada dalam pikiran Nikita, lain pula yang ada dalam benak Randa.
"Dasar wanita bodoh! Mana mungkin aku menceraikan Asyifa yang masih muda dan cantik. Apalagi dia sangat patuh dan gampang diatur. Dia juga ibu dari Safina. Aku takkan pernah melepaskannya begitu saja. Saat ini aku terpaksa mengikuti keinginan mu hanya karena harta yang kau miliki. Aku belum siap untuk jatuh miskin, Nikita." Seringai licik terukir indah dibibir Randa.
Sungguh pemandangan yang sangat menyedihkan. Kedua pasangan suami istri itu terlalu sibuk dengan pikiran buruk mereka masing-masing.
Satu sama lain, hanya memikirkan keegoisan Mereka tanpa memikirkan perasaan Asyifa yang telah remuk redam menelan derita sendirian sebagai korban permainan kehidupan yang telah mereka rencanakan dari awal.
Apakah Asyifa mampu menerima penderitaan selanjutnya?
.
.
.
BERSAMBUNG
"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!