"Rin.. Arin.."
Sesosok pria bertubuh jangkung berkacamata berteriak memanggil seorang wanita berambut ikal sebahu yang berjalan jauh didepannya.
Wanita tersebut berhenti, kemudian menoleh.
"Kenapa Bim?"
Tanya Arin.
"Nih, ada titipan."
Bimo menyerahkan sepucuk surat berwarna merah muda kepada Arin.
"Surat cinta misterius lagi..?"
Arin menatap dengan jengah.
"Yaudah sih terima aja, untung belum banyak teman-teman yang lihat, surat ini terpampang di mading."
Bimo menyodorkan surat tersebut ke tangan Arin.
Dengan sedikit kesal Arin menerima surat itu, kemudian meremas dan merobeknya hingga lecek.
"Ini ulah siapa coba?"
Tanya Arin dengan geram.
Bimo mengangkat pundaknya sambil menggeleng.
"Coba kamu tanya Irfan deh, dia kan salah satu pengurus mading. Barangkali dia tahu sesuatu."
Saran Bimo.
"Yaudah deh."
Jawab Arin dengan pasrah.
Baru saja Arin dan Bimo akan menaiki tangga menuju ruang kelas mereka, tiba-tiba seorang pria merangkul mereka dari belakang.
"Ciieee Cieee.. Ada yang dapat surat cinta daei pengagum rahasia nih. Ariana Dahlia, aku mengagumimu tanpa syarat.. Aku hanya bisa memandangmu dari kejauhan, mengagumi senyumanmu..."
Pria itu bergaya seolah sedang membaca puisi, lebih tepatnya puisi yang tertulis di surat cinta misterius sebelumnya.
Arin langsung menyumpal mulut pria tersebut dengan surat yang tadi diberikan oleh Bimo.
"Nih makan nih kertas, biar kamu kenyang dan gak bawel."
Ucap Arin dengan nada kesal.
Bimo yang melihat hal tersebut hanya bisa tertawa.
"Sabar Di, hari ini Arin lagi PMS soalnya.."
Ucap Bimo sambil menepuk pundak pria bernama Hadi.
"Kayaknya nih bentar lagi bakal ada yang punya pacar nih Bim.."
Ucap Hadi dengan nada meledek.
"Iya, kayaknya sih gitu Di.. Tapi baguslah, setidaknya salah satu dari kita gak jadi jomblo ngenes.."
Balas Bimo juga dengan sesumbar.
"Ngaco ya kalian..! Udah ah, aku mau masuk kelas. Bye."
Arin menghentakkan kakinya dengan keras di tangga pertanda dirinya sedang sangat kesal.
Bagaimana tidak, ini surat cinta ketiga yang dipajang di mading kampus dan sukses membuat Arin menjadi bulan-bulanan teman satu kampusnya terutama sesama anak Manajemen.
"Surat cinta lagi?"
Tanya Irfan yang ternyata sudah lebih dulu tiba di kelas dan melihat Arin yang tampak kesal.
"Fan, kamu kan pengurus mading. Masak iya sih kamu gak tahu siapa yang nempelin surat itu.."
Ucap Arin dengan nada jengkel.
"Aku kan gak stand by dua puluh empat jam didepan mading nona.."
Jawab Irfan.
"Pokoknya kamu harus cari tahu siapa pelakunya Fan. Sumpah aku udah malu banget sejak kemarin jadi bulan-bulanan teman satu kampus."
Arin memelas.
"Yaudah deh, ntar aku coba cari tahu.. Eh, Bimo sama Hadi mana?"
"Biasalah, masih bahas hal gak penting dibawah."
Jawab Ariana.
Tak lama kemudian kedua orang yang dimaksud muncul sambil tertawa sumringah.
"Nih bocah berdua kayaknya senang banget ya?"
Gumam Arin.
"Hehehee.. Jelas dong. Karena ada kabar bahagia.."
Ucap Bimo.
"Kalo kalian sih ditraktirin cilok juga udah bahagia."
Irfan menyela dengan tatapan mengejek.
"Lebih dari itu.."
Balas Hadi yang juga cengengesan.
"Ada kabar apa sih?"
Tanya Arin yang tampak penasaran.
"Hari ini gak ada kelas, Pak mata empat sakit."
Jawab Bimo dengan sumringah.
"Lah kamu kan juga mata empat bhambhangggg..."
Sela Arin.
"Lagian kualat loh nanti, dosen sakit kalian malah cengengesan."
Sambung Irfan.
"Sebenarnya sih kita kasihan, tapi gimana ya.. sakitnya Pak Rojak ada hikmahnya juga untuk kita.."
Ucap Hadi.
"Betul sekali.."
Dukung Bimo
"Bilang aja kalian belum ngerjain tugas dari pak Rojak."
Sanggah Arin.
Hadi dan Bimo mengangguk bersamaan.
"Mumpung gak ada kelas, kita ngopi aja yuk.."
Ajak Bimo.
"Aku sih yes banget.."
Balas Hadi sambil memberikan jempol.
"Fan, Rin, kalian gimana?"
Tanya Bimo.
"Aku ngikut aja deh."
Jawab Irfan singkat.
"Duh, maaf ya.. Aku gak bisa ikutan. Soalnya hari ini ada janji sama temen-temen komunitas, mau bikin kegiatan di panti asuhan."
Tolak Arin.
"Yaudah, ntar malam deh.."
Ucap Hadi.
"Gak bisa juga.. Aku kan harus on air.."
Lagi-lagi Arin menolak.
"Hem.. Susah emang punya temen yang serba sibuk ye.."
Gerutu Hadi.
"Kalo gitu ntar malam ngopinya di studio kamu aja deh, biar sekalian ikutan on air bahas yang bucin-bucin kemarin itu.."
Usul Bimo.
Arin mengangkat bahu, pertanda pasrah.
"Yaudah deh, aku pergi duluan ya.."
Arin meraih tasnya, kemudian bergegas pergi.
Dia akan menemui teman-teman komunitasnya. Mereka sudah berjanji bertemu di Lapangan Merdeka dan seharusnya dia terlambat, tapi karena hari ini tidak ada kelas dia bisa datang lebih awal dan membantu teman-temannya.
"Selain memberikan bantuan kita juga akan menyemarakkannya dengan beberapa kegiatan untuk menghibur anak-anak di panti seperti yang udah kita rencanakan. Arin, kamu udah ada gambaran kegiatannya kan?"
Tanya mbak Dian.
"Insyaa Allah mbak. Jadi nanti kita akan mengajak anak-anak itu bermain, aku juga udah pilihkan beberapa permainan sederhana yang bisa dimainkan dan bisa membuat orang-orang terhibur."
Jawab Arin dengan mantap.
"Oke, terus gimana dengan sembako dan kebutuhan pokok lainnya? Udah aman kan?"
"Aman mbak, Gilang dan yang lain udah sampai di panti..."
Jawab Indah yang mendapat bagian menjadi penanggung jawab sembako yang akan mereka salurkan.
"Donasi uang tunainya gimana Tiwi?"
"Alhamdulillah.. pagi tadi ada tambahan donasi sebesar sepuluh juta rupiah yang masuk ke rekening kita dari seseorang mbak, jadi jumlah donasi uang tunai yang akan kita salurkan totalnya dua puluh lima juta rupiah."
Jawab Tiwi.
"Alhamdulillah, semoga donasi yang akan kita salurkan bermanfaat untuk anak-anak panti dan menjadi berkah untuk kita semua."
Ucap Mbak Dian.
"Aamiin.."
Jawab Arin, Indah dan Tiwi bersamaan.
"Kalo gitu kita gerak sekarang ya, teman-teman yang lain juga udah pada nunggu di lokasi kan."
Kemudian keempat gadis itu pergi dengan mengendarai sepeda motor mereka.
Setelah tiba di panti asuhan, Arin dan teman-temannya langsung berbaur bersama anak-anak panti asuhan.
Terutama untuk Arin, yang saat itu bertanggung jawab sebagai moderator acara untuk kegiatan mereka.
Anak-anak panti sangat terhibur dengan kegiatan yang mereka lakukan, bahkan Arin tak sungkan mengajak anak-anak itu bermain dan bercanda bersama. Anak-anak itu terlihat sangat dekat dengan Arin, meskipun itu pertama kalinya Arin bertemu dengan mereka.
"Berkat Arin kegiatan kita jadi lebih hidup ya mbak, gak monoton."
Ucap Tiwi sambil memperhatikan kebersamaan Arin dengan anak-anak panti asuhan yang sedang asyik bermain tebak kata.
"Iya, syukurlah. Mbak juga senang melihatnya. Semangat dan keceriaan Arin menular pada kita semua."
Balas mbak Dian sambil tersenyum.
Hari menjelang sore ketika kegiatan mereka selesai.
Setelah berpamitan dengan anak-anak panti, Arin dan teman-temannya bergegas pergi dan berkumpul kembali di Lapangan Merdeka.
"Alhamdulillah, kegiatan kita hari ini berjalan dengan lancar. Terimakasih atas kerjasamanya, teman-teman.. Kedepannya Insyaa Allah kita akan tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk masyarakat."
Ucap mbak Dian sesaat sebelum mereka membubarkan diri dari tempat tersebut.
"Insyaa Allah mbak, semoga kedepannya makin banyak lagi orang-orang yang hatinya tergerak untuk membantu sesama."
Balas Arin sambil tersenyum.
"Aamiin.."
Jawab teman-teman yang lain serentak.
"Oke teman-teman, sampai ketemu lagi di kegiatan-kegiatan kita selanjutnya.."
Akhirnya satu persatu teman-teman Arin membubarkan diri.
"Arin, mbak secara pribadi juga mau ngucapin terimakasih banyak sama kamu. Karena dalam kegiatan kali ini kamulah yang paling banyak berperan untuk mencari donatur dan memberikan ide kegiatan kita."
Ucap Mbak Dian dengan tulus.
"Sama-sama mbak.. Seharusnya justru aku yang ngucapin makasih, karena mbak Dian mengizinkan aku bergabung dengan teman-teman di komunitas ini. Senang banget rasanya bisa ikut berbagi dan menghibur anak-anak panti."
Balas Arin sambil tersenyum.
"Oh iya, habis ini kamu mau kemana? Mau langsung pulang?"
Tanya mbak Dian.
Arin menatap jam tangannya sejenak, kemudian menggeleng.
"Kalo pulang juga nanggung sih mbak, soalnya sebentar lagi jadwal on air. Aku pamit duluan ya mbak..
Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam."
Jawab mbak Dian.
------
"Assalamualaikum.. Hai sobat Hitz, ketemu lagi bareng Arin malam ini di acara CINTA (Curhat INteraktif Tapi Asyik).
Arin bakal temenin sobat Hitz sampe jam sembilan malam nanti, tentunya dengan curahan-curahan hati kalian yang mungkin malam ini sedang mengalau gelisah merana seperti cuaca diluar sana.."
Arin mulai membuka acara on airnya.
Dan akibat cuaca yang sedang hujan lebat, teman-teman Arin terpaksa membatalkan niat mereka untuk menemani Arin di studio.
Pukul sembilan malam, akhirnya Arin selesai mengudara dan bersiap untuk pulang.
Gilang juga sudah mulai mengudara, menggantikan Arin.
Diluar masih hujan rintik, namun Arin tetap bergegas untuk pulang dengan sepeda motornya.
Saat sedang dalam perjalanan, tiba-tiba sepeda motor milik Arin mogok.
Dia berusaha untuk kembali menyalakannya, namun gagal.
Dari kejauhan seseorang yang aedang berkendara dengan sepeda motor tampak memperhatikan Arin.
Orang tersebut menghentikan sepeda motor gedenya, tepat di hadapan Arin.
Dengan tubuh atletisnya dia menuruni sepeda motor dan berjalan mendekati Arin.
"Motornya kenapa mbak?"
Sapa pria asing tersebut.
Arin menoleh sejenak.
"Gak tahu mas, tiba-tiba aja mogok. Padahal tadi masih baik-baik aja."
Jawab Arin.
"Coba aku cek dulu, barangkali bensinnya habis.."
Ucap pria tersebut yang kemudian membantu Arin memeriksa sepeda motornya.
Bensinnya masih penuh, namun sepeda motornya tak bisa dinyalakan.
"Mbak, kayaknya aki sepeda motor mbak udah soak nih. Harus dibawa ke bengkel. Kebetulan aku tahu dekat sini ada bengkel, biar aku bantu ya."
Usul pria itu.
Awalnya Arin merasa ragu, takut jika pria yang sedang berusaha menolongnya ini memiliki niatan buruk.
Dan seolah mengerti dengan tatapan Arin yang meragu, pria itu tersenyum dengan tulus.
"Ini kunci motor aku, dan ini dompet aku. Didalamnya ada KTP, SIM, STNK, dan beberapa kartu ATM.
Kalau mbak berpikir aku akan berniat buruk, mbak boleh simpan itu sebagai jaminan. Aku cuma berniat membantu kok, gak lebih."
Ucap pria tersebut sambil menyerahkan kunci motor dan dompetnya.
"Maaf ya mas, boleh aku cek KTP mas dulu..?"
Ucap Arin untuk meyakinkan hatinya.
Pria itu mengeluarkan KTP dari dalam dompetnya.
Arin memperhatikan dengan seksama data yang ada di KTP dan mencocokkan wajah pria tersebut dengan yang ada di foto.
"Mas bukan asli warga sini ya?"
Tanya Arin saat melihat alamat pria tersebut ternyata di luar kota.
"Bukan mbak, sebenarnya aku kesini untuk menghadiri acara pernikahan temanku. Dan ini pertama kalinya aku ke kota ini."
Jawab pria tersebut jujur.
"Jadi, darimana mas tahu kalau didekat sini ada bengkel?"
Tanya Arin dengan tatapan menyelidik.
"Kebetulan sore tadi ban motorku bocor didekat sini, dan salah seorang warga sini yang membantuku menunjukkan bengkel terdekat. aku membawanya ke bengkel di ujung jalan sana."
Jawab pria tersebut sambil menunjuk kedepan.
"Ooh."
Balas Arin singkat.
Setelah pria itu menitipkan sepeda motornya di salah satu warung kaki lima, kemudian dia membantu Arin mendorong motornya sambil mereka berjalan menuju ke bengkel.
"Ooh, jadi mas ini kerja di rumah sakit.."
Ucap Arin setelah mendengar sedikit tentang pria yang membantunya yang usianya lima tahun lebih tua darinya.
"Ya, Alhamdulillah mbak. Meskipun gajinya gak terlalu besar, Insyaa Allah masih bisa nabung buat masa depan."
Ucap pria tersebut polos.
"Ehm, cukup panggil Arin aja mas."
Ucap Arin dengan canggung.
"Oke Arin, kamu juga cukup panggil aku Rangga."
Balas pria tersebut.
-----
"Mbak, aki motornya soak. Harus diganti dengan yang baru. Tapi di bengkel ini kebetulan gak ada stok aki baru, toko onderdil jam segini juga udah tutup. Kalau mbak mau, motornya di tinggal dulu aja. Besok setelah akinya di ganti mbak bisa ambil di bengkel ini."
Ucap montir bengkel setelah memeriksa penyebab kerusakan sepeda motor Arin.
"Oh, yaudah deh mas aku tinggal dulu aja ya. Besok siang aku ambil."
Jawab Arin.
"Gimana Rin?"
Tanya Rangga yang baru kembali setelah mengambil sepeda motor miliknya yang tadi dia titipkan di warung kaki lima tak jauh dari bengkel.
"Montirnya bilang akinya soak, tapi mereka gak punya stok aki baru. Jadi besok baru bisa diambil karena toko onderdil jam segini udah tutup."
Jawab Arin.
"Hemm.. Yaudah, biar aku anterin kamu pulang ya."
Tawar Rangga.
"Eeh, jangan.. Gak perlu kok. Ini aja aku udah makasih banget mas Rangga bantuin dorong motor aku sampe kesini. Lagian mas Rangga juga harus pulang kan."
Tolak Arin.
"Gak apa, ayo biar aku anterin aja. Lagian bahaya kalo anak gadis pulang sendiri malam-malam begini.."
Lah, sama dia juga bahaya kan. Kenal juga gak, tiba-tiba sebaik itu berniat bantu. Jangan-jangan ada udang dibalik rempeyek.
Batin Arin.
"Rin, ayo aku antar pulang. Kamu tunjukin jalannya ya. Kamu kan tahu, aku bukan warga sini. Aku kurang tahu daerah ini."
Rangga menyadarkan Arin.
Arin berpikir sejenak.
"Ehm, oke deh. tapi beneran nih gak ngerepotin?"
Tanya Arin.
"Sama sekali gak repot kok."
Jawab Rangga sambil tersenyum tulus.
Akhirnya malam itu Rangga mengantarkan Ariana kembali ke rumahnya sambil berbincang ringan selama di perjalanan.
Pukul setengah sebelas malam, akhirnya mereka tiba di depan gerbang rumah Arin.
Kakek dan nenek Arin sudah menunggu di teras. Sebelumnya Arin memang sudah menghubungi kakeknya dan mengatakan motornya mogok sudah dibawa ke bengkel.
"Assalamualaikum.."
Ucap Arin dan Rangga serentak.
"Waalaikumsalam.."
Jawab kakek dan nenek Arin.
"Ya Allah Arin, syukurlah kamu baik-baik aja. Nenek sangat khawatir waktu kakek bilang motor kamu mogok, apalagi ini udah malam. Baru aja nenek akan hubungi ayah kamu."
Nenek langsung memeluk cucu kesayangannya dengan perasaan lega.
"Arin baik-baik aja kok nek, untungnya ada mas Rangga yang bantu Arin tadi. Kalo gak, pasti kram nih badan Arin dorong motor sendirian ke bengkel."
Jawab Arin.
"Nak Rangga, terimakasih ya sudah menolong Arin cucu kakek."
Ucap kakek Arin dengan tulus kepada Rangga.
"Sama-sama kek.. Lagipula sesama manusia kan memang harusnya saling tolong menolong. Toh kalau bukan saya, pasti orang lain juga akan melakukan hal yang sama."
Balas Rangga sambil tersenyum.
"Ya, itu memang benar. Tapi tidak swmua orang memiliki rasa peduli untuk membantu sesama."
Jawab kakek.
"Kakek bisa aja. Kalo gitu, saya pamit dulu kek, nek. Soalnya udah larut malam."
Ucap Rangga.
"Mas Rangga, langsung balik ke kota Medan atau nginap di hotel dulu?"
Tanya Arin.
"Langsung balik ke kota Medan. Soalnya besok pagi aku juga harus kerja."
Jawab Rangga jujur.
"Maaf ya mas Rangga, karena menolongku mas Rangga jadi pulang selarut ini. Padahal besok mas harus bekerja."
Arin tampak merasa bersalah.
"Gak apa Arin, jangan merasa bersalah ya. Aku benar-benar tulus kok menolong kamu."
Jawab Rangga sambil tersenyum.
"Nak Rangga, kalau kamu mau menginaplah dulu menunggu besok pagi. Perjalanan larut malam itu berbahaya. Kebetulan ada kamar kosong, tadinya kamar itu milik Ardan cucu sulung kakek. Tapi dia sudah menetap di Jepang setelah menikah dengan wanita Jepang sejak tiga tahun lalu."
Usul kakek.
"Gak usah kek, saya langsung pulang aja. Lagipula besok pagi saya harus masuk kerja."
Tolak Rangga.
"Yasudah, kalau begitu hati-hati di jalan ya nak Rangga. Sekali lagi terimakasih, karena kamu sudah membantu cucu kakek."
Ucap kakek dengan tulus.
"Sama-sama kek.. saya pamit dulu. Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam.."
Kemudian Rangga meninggalkan kediaman Arin setelah berpamitan pada Arin dan keluarganya.
"Rin, kalau nenek lihat-lihat Rangga ganteng juga ya, kayak artis. Dan sepertinya dia juga lelaki yang baik.. Buktinya, dia bersedia menolong kamu meskipun kalian tidak saling mengenal."
Ucap nenek sampil tersenyum sumringah.
"Idih.. nenek apaan sih, gantengan kakek lah. Tapi Arin akui, dia memang baik dan tulus."
Jawab Arin tak mau kalah.
"Tapi saat kamu akan menikah nanti, kamu harus menikah dengan lelaki yang lebih ganteng dan lebih baik dari kakek."
Sahut kakek sambil mengusap kepala cucunya dengan lembut.
"Yang lebih ganteng dari kakek sih banyak, tapi yang lebih baik dari kakek Arin yakin gak ada. Bagi Arin, kakek tetap yang terbaik."
Jawab Arin polos.
"Arin.. Suatu hari nanti kamu pasti akan bertemu dengan sosok lelaki yang akan menjadi pengganti kakek. Lelaki itu haruslah lebih baik dari kakek. Jika tidak, kakek tidak akan melepaskan kamu bersamanya. Dia harus bisa menjaga kamu dan menyayangi kamu seperti yang kakek lakukan."
Ujar kakek sambil tersenyum tulus.
"Sudah.. sudah, ayo masuk. Sudah larut malam. Nanti masuk angin."
Sahut nenek.
Arin sudah berada di kamarnya, kemudian mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.
Tiba-tiba tangannya memegang sesuatu, seperti sebentuk kartu pipih. Arin mengeluarkan benda tersebut dan betapa terkejutnya dia saat melihat KTP milik Rangga masih ada padanya.
"Ya Allah.. Aku lupa, tadi aku pegang KTP mas Rangga sebagai jaminan dan menyimpannya di dalam tas. Gimana ya.. Padahal ini benda yang sangat penting. "
Arin tampak panik sambil memegang KTP milik Rangga.
"Yaudah deh, besok aku minta tolong Irfan nemenin aku untuk nganterin kerumahnya mas Rangga. Mudah-mudahan alamatnya sesuai dengan yang di KTP ini."
Gumamnya.
Keesokan paginya Arin berpamitan pada kakek dan neneknya untuk berangkat kuliah. Dan setelah selesai kuliah dia berencana mengantarkan KTP milik Rangga ke alamat yang tertera di KTP tersebut. Awalnya kakek melarang, namun karena tahu Arin tidak pergi sendiri akhirnya kakek mengizinkan. Arin sudah meminta tolong pada Irfan untuk menemaninya.
Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam dengan sepeda motor, akhirnya mereka tiba di alamat rumah Rangga.
Arin segera turun dari boncengan, kemudian memasuki pekarangan yang dipenuhi aneka tanaman.
"Assalamualaikum.."
Ucap Arin saat tiba didepan pintu yang sedikit terbuka.
"Waalaikumsalam.."
Seorang wanita seusia ibunya keluar dari dalam rumah.
"Maaf, cari siapa ya?"
Tanya wanita itu.
"Sore tante, maaf numpang tanya.. Apakah benar ini rumahnya Rangga Aditya?"
"Iya, betul. Saya mamanya Rangga. Ada apa ya?"
Wanita yang mengaku sebagai mama Rangga tampak ingin tahu.
"Alhamdulillah, syukurlah gak salah alamat. sebelumnya perkenalkan tante. Saya Arin. Tadi malam mas Rangga sudah menolong Arin waktu motor Arin mogok di jalan, tapi KTP milik mas Rangga malah tertinggal di Arin. Maksud kedatangan Arin kesini, ingin mengembalikan KTP ini."
Kemudian Arin menyerahkan KTP milik Rangga kepada mama Rangga.
"Oh, iya ini memang KTP milik Rangga. Kalau begitu ayo masuk dulu nak Arin, sebentar lagi Rangga juga pulang."
"Ehm, gak usah tante.. Arin buru-buru. Soalnya Arin juga harus segera pulang ke kota Siantar. Takutnya kemalaman."
Tolak Arin.
"Owalah, nak Arin sampai datang jauh-jauh.. Kenapa gak dititip di jasa pengantaran aja."
Ucap mama Rangga.
"Gak apa tante, lagian mas Rangga juga kan udah banyak bantu Arin."
Jawab Arin.
"Nak Arin kesini sendiri?"
Tanya mama Rangga.
"Gak kok tante, Arin sama teman. Dia menunggu didepan."
Jawab Arin.
"Yasudah, kalau begitu terimakasih ya nak Arin, sudah mengantarkan KTP milik Rangga."
Ucap mama Rangga dengan tulus.
"Sama-sama tante.. Kalau gitu Arin pamit dulu ya tante. Salam aja sama mas Rangga."
Setelah berpamitan pada mamanya Rangga Arin bergegas menghampiri Irfan yang menunggu di depan.
"Yuk kita pulang."
Ucapnya.
"Udah selesai urusannya? cepat banget."
"Iya, aku cuma mau balikin KTP cowok yang tadi malam udah nolongin aku."
jawab Arin.
"Lah, jadi kamu minta aku temenin kamu sampe sejauh ini cuma demi KTP?"
Irfan tampak terkejut.
"KTP kan juga penting bagi pemiliknya Fan, yaudah sih yuk balik.. Ntar aku traktirin ngopi deh.."
ucap Arin sambil memasang wajah memelasnya.
"Oke, deal ya.."
Balas Irfan bersemangat.
"Sepertinya dia gadis yang baik, sayang udah punya pacar.."
Gumam mama Rangga yang melihat dari kejauhan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!