"Kamu liat Surya gak?"
Juragan Karya nampak mengedarkan pandangannya, dia sedang mencari keberadaan Surya, pria miskin yang menurutnya belagu karena jarang sekali mau kalau dia suruh.
Pria itu lebih baik mengurus ladangnya yang sangat sedikit dan tentunya hanya menghasilkan uang sedikit, hal itu yang membuat juragan Karya kesal.
Pria itu maunya Surya bekerja di ladang miliknya, atau bekerja di perkebunan miliknya dengan upah yang sedikit. Bukan mengelola ladangnya sendiri, lalu menjual sayurannya sendiri ke pasar.
Namun, saat ini dia mendengar kalau ibunya Surya sedang sakit. Juragan Karya berpikir kalau pria itu pasti akan mau dia suruh-suruh, karena pria itu sedang membutuhkan biaya untuk ibunya yang sakit.
"Tidak, juragan. Memangnya ada apa?"
"Mau nyuruh bersihin kandang sapi di belakang rumah, dia itu kan' miskin. Mau kali kalau disuruh bersihin kandang sapi, lumayan nanti saya upahin buat dia beli obat ibunya."
Anak buahnya yang biasa membersihkan kandang sapi sedang tidak masuk bekerja, karena istrinya sedang melahirkan. Makanya juragan Karya sengaja mencari Surya, karena menurutnya hanya Surya yang pantas membersihkan kotoran sapi.
"Coba aja ke rumahnya, soalnya saya dengar dia lagi ngurusin ibunya. Lagi gak bisa kerja di ladang, tadi pagi aja mau ngopi malah ngutang diwarung. Kayaknya duitnya abis buat berobat ibunya. Ya udah, kena semprot mak Ijah."
Juragan Karya tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang dikatakan oleh anak buahnya, karena ini adalah kesempatan dirinya untuk mempekerjakan Surya dengan gaji yang kecil.
Sebenarnya Surya tidak pernah melakukan kesalahan, hanya saja entah kenapa dia merasa tidak suka kepada Surya. Pria itu tidak mau menjadi budaknya.
Selain itu, dulu ibunya Surya adalah kembang desa. Juragan Karya begitu menyukai wanita itu, sayangnya Sari menolak untuk dinikahi oleh Juragan Karya. Wanita itu malah lebih memilih pria miskin yang katanya memperlakukan Sari dengan penuh cinta.
"Baguslah kalau dia lagi susah, bisa saya manfaatkan. Biar gak belagu dia," ujar Juragan Karya.
Nyatanya bukannya Surya yang menolak rezeki, tetapi pria itu merasa kalau juragan Karya terlalu menginjak-injak harga diri orang miskin seperti dirinya. Pria itu selalu saja bersikap semena-mena.
"Aku akan pergi ke rumah anak itu," ujar Juragan Karya.
Sebenarnya, selain karena tidak mau terlalu dihina dan diinjak-injak oleh Juragan Karya, Surya juga memang ingin menjaga ibunya yang sakit-sakitan.
Semenjak ayahnya meninggal saat dia memasuki usia remaja, ibunya itu sering sakit-sakitan. Untuk berjalan saja kadang kesulitan.
Surya sudah berkali-kali membawa ibunya ke dokter, tetapi herannya dokter tidak pernah menemukan penyakit ibunya tersebut. Sudah banyak orang yang menyarankan kalau ibunya dibawa ke dukun saja, tetapi Surya tidak mau.
"Pasti penyakit Sari tambah parah," ujar Juragan Karya sambil mengendarai mobil pick up karena dia baru saja mengantarkan sayuran ke pasar.
Selama ini Surya selalu berusaha untuk mencukupi kehidupan dirinya dan juga ibunya, jika untuk makan saja selalu cukup dari ladang.
Selain itu, kalau mau makan sayuran, tinggal metik saja di belakang rumahnya. Untuk ikan, pria itu biasanya akan memancing ke sungai. Untuk ayam, Surya akan makan seminggu sekali, karena dia memang memelihara banyak ayam.
"Surya! Keluar kamu, saya mau bicara sama kamu."
Juragan Karya sudah memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah milik Sari, pria itu langsung mengetuk pintu dan meneriaki nama pria itu.
Sayangnya, berkali-kali dia mengetuk pintu dan memanggil nama Surya, tak ada sahutan sama sekali. Bahkan, sepertinya tak ada yang berniat untuk membukakan pintu kayu yang sudah mulai rapuh itu untuknya.
"Belagu sekali dia, sampai tak mau menyahuti ucapanku."
Juragan Karya tadinya ingin menendang pintu kayu tersebut, tetapi dia melihat jika pintu itu tidak terkunci. Karena penasaran, akhirnya dia mendorong pintu kayu itu.
"Apa rumahnya kosong?"
Juragan Karya melangkahkan kakinya dengan hati-hati, tak lama kemudian dia tersenyum karena melihat pintu kamar Sari yang nampak terbuka.
Dia melihat Sari yang sedang merebahkan tubuhnya, matanya terpejam. Wanita itu memakai baju panjang dengan rok panjang, cantik sekali.
Walaupun Sari sudah lama sakit, tetapi badan wanita itu tidak kurus. Sangat sehat dan terawat, sepertinya Surya memang merawat ibunya dengan sangat baik.
"Ternyata kamu tetap cantik seperti dulu," ujar Juragan Karya.
Sari memang sering merasakan kakinya sakit, dia bahkan kesulitan untuk berjalan. Untuk membersihkan rumah dia masih bisa, tetapi harus sangat pelan-pelan.
"Kamu sangat menggoda, Sari."
Juragan Karya mengedarkan pandangannya, takut-takutnya ada Surya di dalam rumah tersebut. Namun, sepertinya Surya sedang pergi dan Sari ditinggalkan sendirian.
"Kamu cantik, Sari."
Juragan Karya mengelusi pipi Sari dengan jari telunjuknya, tak lama kemudian jari telunjuk itu turun untuk mengelus leher Sari.
"Surya! Jangan ganggu, Ibu mau tidur."
Sari yang merasa terganggu nampak bangun dari tidurnya, tetapi wanita itu seakan begitu enggan untuk membuka mata. Wanita itu belum lama berusaha untuk membersihkan rumah, makanya dia begitu kecapean dan ingin beristirahat.
Sari merasa ada yang aneh, karena kini dia merasa ada yang menyentuh dadanya. Bukan hanya menyentuh, tapi dia merasa ada yang memijat dadanya tersebut.
Tentunya Surya tidak mungkin melakukan hal itu, Surya merupakan anak yang sopan dan juga baik. Sari dengan cepat membuka matanya, wanita itu begitu terkejut dan matanya langsung membulat dengan sempurna.
"Juragan Karya, kamu ngapain di sini?"
"Kangen, gak boleh aku kangen kamu. Boleh dong, kangen-kangenan sama mantan gebetan," jawab Juragan Karya dengan tangannya yang terus turun untuk mengelus perut Sari.
''Jangan macam-macam! Ingat, kamu itu punya istri dan juga anak yang sangat cantik. Jangan pernah datang ke sini untuk menemuiku, jangan membuat hal yang nantinya akan merugikan kamu sendiri."
"Ck! Kamu dan anak kamu itu sama-sama belagu, udah miskin tapi ngomongnya kayak orang berada saja."
"Bukannya begitu, aku hanya tak ingin nantinya ada fitnah. Lebih baik Juragan cepat pulang, nanti Ine dan juga Anggi bisa marah."
"Aih! Justru aku belum mau pulang, di sini tidak ada orang. Aku mau mengajak kamu untuk bersenang-senang, bukankah kamu membutuhkan uang?"
"Maksudnya bagaimana?" tanya Sari yang bingung dengan apa yang dikatakan oleh Juragan Karya.
"Maksudnya, badan kamu itu masih sangat bagus, Sari. Sudah lama sekali kamu tidak ada yang menyentuh, bagaimana kalau kita melakukannya?"
"Gila! Kamu gila, Juragan!"
"Jangan sok jual mahal, kamu juga sudah lama tidak ada yang menyentuh. Pasti punya kamu itu sudah berkedut ingin dimasuki, aku janji akan memberikan uang yang banyak untuk kamu, asalkan kamu mau melakukannya dengan aku."
"Tidak! Aku tidak mau, aku lebih baik mati daripada harus melakukan hal yang tidak-tidak dengan kamu."
"Ayolah, toh Surya juga tak ada. Kita akan melakukannya, demi kesembuhan kamu. Demi uang, ingat! Kalau kamu mau melakukannya denganku, akan ada uang yang banyak yang kamu terima."
"Tidak, aku tak mau."
Sari berusaha untuk turun dari tempat tidur, tetapi dengan cepat Juragan Karya menaiki tubuh Sari. Wanita itu tidak bisa berbuat apa-apa, karena Juragan Karya langsung mengunci pergerakan wanita itu.
"Jangan, jangan lakukan hal ini kepadaku."
Sari menangis, tak lama kemudian dia berusaha untuk berteriak. Namun, dengan cepat Juragan Karya membekap mulut wanita itu dengan tangan kirinya.
Tangan kanannya tertinggal diam, tangan itu dengan cepat menyingkap rok panjang yang dipakai oleh Sari. Dia tersenyum penuh minta saat melihat paha mulus Sari.
"Uuuh! Kamu sangat seksi, pasti legit. Sudah lama tak terjamah soalnya," ujar Juragan Karya.
Sari menggelengkan kepalanya, Karena kini dia melihat jika Juragan Karya mulai membuka celana yang dia pakai. Namun, tak lama kemudian Sari bisa bernapas lega, karena dia mendengar suara Surya yang memanggil dirinya.
"Bu! Surya pulang, kenapa pintunya tidak ditutup?"
Juragan Karya nampak begitu kesal, dengan cepat dia turun dari tubuh Sari. Dia juga merapikan rok yang dipakai oleh wanita itu.
"Sial!" ujar Juragan Karya sambil melompat dari jendela sambil merapikan celana yang dia pakai.
Surya terlihat begitu senang sekali karena dia pulang dengan membawa uang, sejak pagi Surya pergi ke kota bersama dengan sahabatnya dari kampung sebelah. Surya diajak mengantarkan sayur ke kota, dia pulang dengan membawa uang upah sebesar empat ratus ribu.
Pria itu terlihat begitu senang sekali dengan penghasilannya, makanya dia pulang dengan tak sabar dan memanggil manggil nama ibunya.
Namun, dia merasa heran ketika Surya tiba di depan rumah, karena pintu rumah itu terbuka dengan lebar. Padahal, seingatnya dia hanya membuka sedikit pintunya, agar ibunya tak kesusahan saat keluar. Karena kunci pintunya sudah dol.
"Ibu! Ibu di mana? Kenapa pintunya ngablak begini? Apakah Ibu sedang di luar?"
Surya sempat mengedarkan pandangannya, di depan rumahnya ada mobil milik Juragan Karya. Dia sempat merasa heran, tetapi dia tidak bisa menuduh karena tidak ada Juragan Karya di sana.
"Kenapa mobil dia ada di sini? Apa dia sedang berada di sekitar sini?" tanya Surya kepada dirinya sendiri.
Tak lama kemudian Surya ingat akan Juragan Karya yang suka melakukan sesuatu hal yang berbahaya, pria itu juga begitu suka menghina dirinya. Surya jadi berpikir, mungkin pria yaitu sedang mencari dirinya dan ingin menghina dirinya kembali.
"Tapi, aku pergi sejak pagi. Mana mungkin dia mau menunggu, atau---"
Dia teringat akan ibunya yang tak berdaya, dia takut kalau ibunya itu sedang dianiaya oleh Juragan Karya. Karena pria itu tidak menyukai dirinya, takut takutnya Juragan Karya melampiaskannya dengan menyakiti ibunya.
Dengan cepat Surya masuk ke dalam kamar ibunya tersebut, sungguh saat ini yang terbersit di dalam otaknya adalah juragan karya sedang menganiaya ibunya tersebut.
"Ibu! Ibu sedang apa? Apakah ibu baik-baik saja?" tanya Surya sambil menghampiri ibunya yang kini sedang duduk dalam keadaan lemah.
Tanpa Surya tahu, Juragan Karya masih ada di balik jendela. Dia menatap Sari dengan tatapan tajamnya, pria itu bahkan menunjuk ke arah Surya. Lalu, menunjukkan sebuah belati kecil yang begitu tajam.
Juragan Karya seolah sedang mengancam Sari bahwa pria itu akan membunuh Surya, kalau Sari mengatakan hal yang tidak-tidak tentang apa yang sudah terjadi di antara keduanya.
"Ibu! Ibu kenapa sih? Kenapa ibu kelihatan seperti ketakutan begitu? Apa yang sudah terjadi? Apa tadi Juragan Karya ke sini dan memarahi atau menganiaya ibu?"
Sari hanya bisa menggelengkan kepalanya, karena dari luar jendela Juragan Karya nampak menusuk menusukkan pisau itu ke arah Surya. Pria itu seolah sedang memeragakan kalau Juragan Karya sedang menusuk tubuh Surya.
"Ibu! Katakan ada apa sebenarnya? Ibu tidak biasanya ketakutan seperti ini??
Sari kembali menggelengkan kepalanya, dia takut jika dia membuka suara, maka putranya akan dalam keadaan bahaya.
"Kalau Juragan Karya melakukan hal yang tidak baik, Ibu bilang saja. Jangan takut," ujar Surya.
Sari terharu mendengar apa yang dikatakan oleh putranya, karena putranya begitu ingin melindungi dirinya. Namun, tetap saja dia sangat ingat kalau mereka adalah orang miskin.
Juragan Karya adalah orang paling kaya di kampung tersebut, tentunya mereka tidak bisa berbuat apa-apa walaupun Juragan Karya melakukan hal yang tidak pantas kepada mereka.
Jika mereka melawan, maka Juragan Karya akan mengarahkan orang-orangnya untuk menghancurkan Sari dan juga Surya. Sari tidak mau hal itu terjadi kepada dirinya dan juga anaknya.
"Tidak apa-apa, tadi Ibu hanya kesakitan. Sedangkan di rumah tidak ada kamu, makanya Ibu tadi menangis karena kesakitan."
"Oh begitu, tapi kenapa di depan ada mobil Juragan Karya? Apa tadi dia ke sini?"
"Ya, tadi dia nanyain kamu. Katanya mau nawarin pekerjaan," jawab Sari berbohong.
"Oh, tapi aku nggak mau ngambil kerjaan dari dia, Bu. Upahnya terlalu murah, dia itu kayak yang mau hina kita terus," ujar Surya.
"Terserah kamu saja, yang penting kalau nolak jangan bikin dia marah. Ngomong secara baik-baik saja," ujar Sari mengingatkan putranya agar tak mencari masalah.
"Iya, Bu. Surya tahu, oh iya Bu. Ini aku dapat uang empat ratus ribu, ini bisa buat ibu berobat. Ibu mau berobat sekarang apa nanti?"
"Besok saja kalau pagi sudah tiba, ini sudah mau sore loh."
"Iya sih, Bu. Aku juga ada kerjaan lagi, aku diminta temanku untuk mengantarkan sayuran ke ibu kota selepas maghrib. Apakah ibu membolehkan? Soalnya ini upahnya lumayan gede," ujar Surya.
Sari tersenyum senang, dia merasa bahagia kala putranya akan pergi untuk menghasilkan uang. Dia tidak boleh melarang anaknya tersebut, karena jika putranya mendapatkan penghasilan yang banyak, itu artinya keadaan Surya akan lebih baik lagi.
"Ya sudah, kamu pergi saja. Ibu tidak apa-apa sendirian di rumah, yang penting kamu harus jaga stamina. Jangan sampai kelelahan, kalau misalkan nanti di jalan kamu mengantuk, kamu tidur saja dulu."
Juragan Karya menyeringai saat mendengar Surya akan pergi ke kota malam ini, karena sudah merasa tenang dengan informasi yang sudah didapatkan, pria itu langsung pergi dari sana dengan kebahagiaan yang tidak terkira.
Namun, pria itu memutuskan untuk pergi dengan berjalan kaki saja. Tidak mungkin dia pergi dengan membawa mobilnya, karena nanti Surya pasti akan curiga kalau misalkan dia pergi dengan mobilnya tersebut.
"Iya, Bu. Terima kasih atas pengertiannya, kalau begitu sekarang Ibu makan ya. Habis itu minum obat, terus istirahat aja."
"Iya," jawab Sari.
"Oiya, Bu. Kalau misalkan aku pergi, apakah Ibu berani di rumah sendirian? Atau, mau minta ditemani sama tetangga?"
Kalau minta ditemani kepada tetangga, itu artinya Surya harus mengeluarkan uang untuk mengupahi orang tersebut. Sari tidak mau terlalu merepotkan anaknya.
"Gak apa-apa, gak usah memanggil tetangga untuk menemani Ibu. Ibu itu hanya kesulitan bergerak, bukan lumpuh total."
"Baiklah, kalau begitu nanti malam Surya akan pergi. Ibu hati-hati di rumah," ujar Surya.
"Ya," jawab Sari.
Selepas maghrib Surya menyiapkan makanan untuk ibunya, dia juga memberikan uang yang dia dapatkan kepada ibunya semuanya. Karena Surya sudah mendapatkan uang bensin dan uang makan untuk dia pergi ke ibu kota.
Lalu, pria itu pergi ke ibu kota dengan membawa mobil pick up yang penuh dengan sayuran. Dia akan mengatur sayuran tersebut ke pasar Induk, dia pergi sendiri agar uang makannya bisa dia pegang semua.
"Astagfirullah! Kenapa perasaanku tidak enak?" ujar Surya ketika dia sudah melajukan mobilnya tersebut selama 3 jam lamanya.
Pria itu sampai menepikan mobilnya terlebih dahulu, dia mengucap istighfar beberapa kali sambil mengelus dadanya.
"Semoga saja tidak akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan," ujar Surya yang kembali melajukan mobilnya menuju ibu kota.
Jika saja pada awal dia mau berangkat sudah merasakan tidak enak hati, maka Surya tidak akan jadi pergi. Namun, masalahnya dia kini sudah setengah jalan, tak mungkin rasanya dia pulang kembali.
Apalagi uang upah dari juragan sebelah sudah dia kantongi, sangat senang rasanya dia bisa memegang uang yang menurutnya sangat banyak itu.
Walaupun dengan perasaan yang tidak enak, Surya tetap melanjutkan perjalanannya. Dalam hati dia selalu berdoa agar ibunya ada dalam keadaan baik-baik saja.
"Semoga tidak terjadi hal yang tak diinginkan," ujar Surya sambil fokus dalam mengemudi.
Setelah 6 jam perjalanan, akhirnya dia tiba di pasar induk. Dia menurun nurunkan sendiri sayuran yang dia bawa agar tidak mengupahi orang lain.
"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga," ucap Surya.
Pukul tiga pagi dia sudah selesai melakukan pekerjaannya, sebenarnya dia ingin langsung pulang, tetapi rasanya dia ingin beristirahat sebentar saja.
Dengan beristirahat dia akan lebih baik, karena rasa kantuknya juga akan hilang walaupun cuma tidur sebentar saja.
"Ya, istirahat akan lebih baik." Surya meregangkan otot-otot lelahnya.
Akhirnya dia tidur sampai jam empat pagi, setelah adzan subuh berkumandang dia langsung melaksanakan shalat subuh dan langsung kembali ke kampung halamannya.
"Sepertinya membeli ayam goreng akan lebih baik, ibu pasti senang," ujar Surya.
Saat di perjalanan pulang dia membelikan ibunya ayam goreng dua potong, karena mereka sudah sangat lama tidak memakan makanan enak. Dia juga membeli buah-buahan untuk ibunya itu.
Pukul sebelas siang Surya sudah sampai di kediaman ibunya, dengan tidak sabar ya dia langsung masuk dengan membawa apa yang sudah dia beli.
"Ibu, Surya pulang."
Surya menyimpan apa yang dia beli di atas meja makan, lalu dia berlari menuju kamar ibunya. Surya tersenyum kala melihat ibunya yang sedang tertidur dengan pulas.
"Bu, pulas sekali tidurnya. Bangunlah, Surya bawa ayam goreng dan juga buah."
Surya memegang tangan ibunya, tidak lama kemudian Surya mengernyitkan dahinya dengan dalam. Dia merasa kalau tangan ibunya begitu dingin, dia juga merasa kalau wajah ibunya begitu pucat.
"Bu, ibu kenapa? Ibu sakit?"
Surya memegangi dahi ibunya yang dingin, tak lama kemudian dia menyadari kalau ibunya tak bernapas.
"Bu! Ini tak mungkin," ujar Surya ketakutan.
Surya berkali-kali memeriksa denyut nadi ibunya, tak lama kemudian dia memeriksa napas ibunya apakah masih berhembus atau tidak.
"Astagfirullah! Ibu!" teriak Surya yang menyadari kalau Ibunya sudah tidak bernyawa lagi.
Surya menangis sambil terus berteriak memanggil nama ibunya, sungguh dia merasa ketakutan karena mendapati bahwa ibunya sudah tiada.
Karena Surya terus saja berteriak, para tetangga akhirnya datang menghampiri pria itu. Mereka langsung menanyakan tentang apa yang sebenarnya terjadi.
"Ada apa, Sur? Kenapa kamu berteriak-teriak?"
"I--- Ibu, Ibu meninggal." Surya berkata sambil tergagap, dia sungguh masih belum percaya dengan apa yang sudah terjadi.
Tetangga Surya bahkan bergegas untuk memanggil mantri kesehatan desa, tak lama kemudian mantri kesehatan datang dan memeriksa kondisi Sari.
"Ibu Sari sudah meninggal, apa mau langsung dikuburkan atau bagaimana?"
"Ibu!" jerit Surya sedih.
Awalnya Surya terus saja menjerit-jerit dan merasa tidak percaya kalau ibunya itu sudah tiada, tetapi setelah para tetangga menasehati Surya, akhirnya pria itu berhenti menangis dan meminta bantuan kepada para tetangga untuk mengurus jenazah ibunya.
Surya ingin kalau ibunya segera dimakamkan sebelum sore hari tiba, dia ingin kalau ibunya bisa segera beristirahat dengan tenang.
"Sur, Mak Inem mau ngomong."
Seorang ibu pemandi jenazah langsung menghampiri Surya, wanita itu berbicara dengan berbisik. Karena takut banyak orang yang mendengarnya.
"Ada apa, Mak?"
"Ini loh, liat ini."
Ibu pemandi jenazah itu menarik lengan Surya agar masuk ke dalam tempat di mana wanita itu memandikan Sari, Surya yang juga penasaran tentunya menurut.
"Ada apa sih?"
"Ini loh, maaf. Anu-nya Ibu kamu terluka, kaya robek dan berdarah pas saya buka roknya. Di pahanya juga biru, kaya ditekan sama kaki dalam waktu yang lama. Terus, dada atasnya kaya ditekan tangan dengan kencang, biru juga."
Surya memerhatikan jenazah ibunya, benar sekali apa yang dikatakan oleh ibu pemandi jenazah itu. Ada yang janggal dengan jenazah ibunya tersebut.
"Menurut Mak Inem, kira-kira apa yang terjadi kepada ibu?" tanya Surya yang tidak bisa berpikir apa-apa karena kesedihan yang melanda.
"Kayaknya ibu kamu meninggal karena diperkosa deh," jawab Mak Inem.
"A-- apa?"
"Ya, Ini dugaan Emak. Lalu, ini jenazah ibu kamu mau dibawa ke rumah sakit untuk di otopsi? Atau mau dikuburkan saja?"
Kalau saja Surya memiliki uang yang banyak, Ingin rasanya dia pergi membawa ibunya ke rumah sakit besar. Tentunya untuk melakukan otopsi, dia ingin memastikan apakah ibunya meninggal dengan wajar atau tidak.
Sayangnya, jika ingin pergi ke rumah sakit besar, dia harus pergi ke kota. Itu artinya dia harus memiliki uang yang banyak, karena dia harus menyewa mobil, dia juga harus membayar biaya rumah sakit yang sangat mahal.
"Mandikan saja, Mak. Biarkan ibu tenang, aku akan mencari tahu siapa yang sudah melakukan hal yang tidak baik ini kepada ibu."
"Baiklah, Emak nurut."
Mak Inem akhirnya memandikan jenazah Sari, setelah dimandikan lalu dishalatkan. Setelah itu, Sari dimakamkan di pemakaman umum yang ada di desa.
Semuanya berlangsung begitu cepat, setelah maghrib dilanjut acara tahlilan. Lalu, setelah semua warga desa pergi, Surya masuk ke dalam kamar ibunya untuk mencari petunjuk.
"Sebenarnya siapa yang melakukan ini sama Ibu? Apa mungkin Juragan Karya?"
Surya tak bisa menuduh begitu saja, karena selama ini Juragan Karya hanya terlihat membenci dirinya. Tak pernah sekalipun pria itu menyakiti ibunya.
"Tidak mungkin, tapi maling juga rasanya tak mungkin."
Surya mengobrak abrik kamar ibunya, tak lama kemudian dia menemukan cincin dengan batu akik yang khas di kolong ranjang ibunya.
"Astagfirullah! Bukankah ini cincin milik Juragan Karya? Apa mungkin pria itu yang sudah memerkosa ibu?"
Tiba-tiba saja darah Surya langsung mendidih, dia dengan cepat pergi menuju rumah Juragan Karya. Namun, anak buahnya berkata kalau Juragan Karya masih ada di ladang.
Pria itu sedang menghitung berapa ton sayuran yang masuk ke gudang, Surya yang sudah tahu di mana keberadaan Juragan Karya langsung pergi ke sana.
Brak!
Surya menendang pintu gudang, Juragan Karya yang sedang menghitung berapa kilo sayuran yang masuk nampak kaget.
"Surya! Ada apa kamu ke sini?"
"Tak usah berpura-pura bedebah sialan! Kamu kan' yang sudah memerkosa dan membunuh ibu?" teriak Surya dengan matanya yang sudah memerah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!