*Sebuah kisah percintaan yang telah terjalin empat tahun lamanya, menjalani suka duka bersama, membangun mimpi dan janji untuk bahagia bersama sampai akhir hayat. Tetapi pada suatu saat ada sebuah pengkhianatan yang dilakukan, pengkhianatan itu menghancurkan segala mimpi yang telah di bangun dan mengingkari segala janji yang telah diucapkan.
Malam itu, di sebuah restoran seorang gadis sedang menunggu kedatangan seseorang yang ia cintai, gadis berambut panjang sepunggung, kulit kuning langsat, tinggi dan memiliki postur tubuh yang proporsional, memiliki senyum yang manis serta lesung pipi yang menjadi nilai plusnya. Sikapnya yang ramah, baik hati dan murah senyum membuat siapa saja yang melihatnya akan terpesona dan tertarik oleh senyumnya yang manis semanis madu itu.
Setelah menunggu lama akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba.
"Hai, udah lama nunggu ya?" tanya seseorang dari arah belakang, Lia menoleh dan tersenyum. Terlihat Kevan, kekasihnya itu duduk di seberangnya.
"Oh, hai. Engga ko," ucap Lia
"Udah pesan makanan?" Lia menggeleng
"Belum aku nunggu kamu," jawabnya Kevan tersenyum
"Ya sudah kita pesan ya." Ucap Kevan
Setelah memesan makanan kemudian mereka melanjutkan perbincangan.
"Gimana kerjaan kamu?" tanya Kevan
"Lancar ko, meskipun sering ada kendala sedikit. Kerjaan kamu gimana?" Lia balik bertanya pada Kevan
"Lancar juga dan Alhamdulillah aku naik jabatan," ucap Kevan. Lia yang mendengar hal itu lantas merasa bahagia, meski pun Kevan bekerja di perusahaan Papanya, tapi dia ingin memulai dari nol terlebih dahulu.
"Syukurlah, aku turut bahagia. Oh iya kata kamu ada hal penting yang mau kamu bahas?" Lia penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh Kevan.
"Hmmm, lebih baik kita bahas hal itu setelah makan saja." Ucap Kevan
Tak lama makanan yang mereka pesan pun datang kemudian mereka memakan makanannya masing-masing. Setelah selesai makan mereka membahas hal yang tadi.
"Apa yang mau di bahas?" tanya Lia yang mulai tidak sabar
"Emmm, itu anu..." ucap Kevan sangat gugup untuk menceritakan hal itu, hal yang akan sangat menyakiti perasaan gadisnya. Tapi cepat atau lambat dan mau tak mau ia harus cepat menyelesaikan masalah ini agar tidak ada yang semakin tersakiti.
"Hei, kenapa? Ko kamu gugup gitu?" Lia mengusap punggung tangan Kevan.
"Aku mau kita akhiri hubungan ini," ucap Kevan
Deg!
Jantungnya seakan berhenti berdetak, Lia tidak menyangka bahwa Kevan akan semudah itu mengakhiri hubungannya.
"Ka-kamu bercanda bukan?" tanya Lia dengan suara yang mulai bergetar
"Maaf, tapi ini memang sudah pilihan aku." Dengan mata yang berkaca-kaca Lia menatap ke arah mata Kevan berharap ada sebuah kebohongan di balik tatapan mata itu tapi nyatanya tidak semuanya nyata.
"Tapi kenapa?" tanya Lia dengan lirih
"Aku akan menikah dengan perempuan yang udah dijodohkan oleh orang tuaku." Tes, air mata jatuh dari pelupuk mata Lia, gadis yang selalu tersenyum kini senyuman itu hilang seakan sinar kebahagiaan yang ada di dalam dirinya telah meredup.
"Tapi, kamu kan tau aku pacar kamu, kita pacaran itu udah empat tahun lho dan kita udah berencana untuk nikah di tahun ini bukan? Kenapa kamu nerima perjodohan itu? Kenapa Van?" tanya Lia dengan suara bergetar. Air mata terus membasahi pipi gadis itu,
"Maaf ini semua keinginan Ayah aku, dia ingin aku menikah dengan anak dari teman bisnisnya." Sungguh rasanya hati kevan sakit melihat gadis itu terus saja menangis.
"Dan kamu menerima begitu saja? Emang siapa perempuan itu? Kamu kenal makanya kamu langsung terima?" tanya Lia
"Ya, aku kenal perempuan itu dia Tazqia adik kelas kita saat masa SMA dulu dan sebelum ada perjodohan ini aku sudah menjalin hubungan dengan dia saat kamu sibuk dengan pekerjaan kamu, tepatnya 6 bulan yang lalu," jelas Kevan
Tangis gadis itu semakin pecah, air mata terus bercucuran tanpa mau berhenti. Tidak menyangka bahwa ia telah dikhianati oleh kekasihnya.
"Ya sudah, hubungan kita berakhir. Semoga kamu bahagia dengan pilihan kamu." Ucap Lia kemudian gadis itu berjalan meninggalkan restoran tersebut dengan perasaan kecewa, marah dan sakit hati.
__________________________________________
Hai, teman-teman. Ini cerita yang baru pertama kali aku buat. Jangan lupa baca, kasih vote dan klik likenya ya,
Dan jangan lupa juga Add ke Favorit♥
__________Semoga kalian suka*___________
Sebulan telah berlalu sejak hari itu, hari di mana segala impian dan harapan hancur seketika. Ya, gadis yang dulu ceria kini berubah menjadi gadis yang pendiam. Selama satu bulan ini dia menjalani hari-harinya tanpa rasa bahagia. Rasa sakit dan kecewa yang ia dapatkan tidak mampu di lupakan begitu saja, bagaimana pengkhianatan yang di lakukan oleh orang terkasihnya dulu. Dia termenung kemudian ia berpikir, tak lama dari itu ia mengambil keputusan.
Keputusan yang dapat merubah dirinya menjadi seperti dulu lagi, ya dia memutuskan mengikhlaskan semuanya meski berat tetapi ia harus terima dengan lapang dada agar dia dapat menjalani hidup tanpa diiringi dengan rasa sakit dan kecewa yang dalam. Dia tidak ingin berlarut dalam keterpurukan. Cukup hanya satu bulan saja ia mengabaikan dunia di sekitar, orang-orang yang masih membutuhkannya. Terutama anak didiknya yang sudah ia anggap seperti anak sendiri. Ya , ia berprofesi sebagai Guru TK dimana menjadi Guru TK itu harus memiliki emosi yang stabil dan kesabaran yang extra.
___________________________________________
Lia, gadis itu mulai tersenyum menjalani hari-harinya, senyum yang sudah lama tidak terpancar dari wajahnya kini kembali. Ia tengah dalam perjalanan menuju ke tempat di mana ia mengajar, TK Ceria. Tempat yang memberikannya banyak pengalaman dan kasih sayang. Ia sudah sampai di sekolah itu dan ia melihat jam yang ada di tangannya ternyata baru menunjukkan pukul 07.00 masih ada waktu 30 menit untuk ia bersiap-siap mengajar. Saat di ruang guru.
"Assalamu'alaikum, Bunda Lia." Lia menoleh ternyata Bu Dini yang menyapanya
"Wa'alaikumsalam, Bu Dini." Jawab Lia sambil tersenyum
"Alhamdulillah, senyumannya sudah kembali lagi, tetap di pertahankan ya Bun. Kasihan itu anak-anak ngeliat Bunda mereka sedih," ucap Bu Dini
"Iya, Bu. Maafkan saya karena satu bulan kemarin saya telah membuat sedih anak-anak," ucap Lia merasa bersalah
"Tidak apa, Bun. Ya sudah kalau begitu saya permisi ya Bun, mau tekan bel masuk soalnya." Bu Dini pergi dari hadapan Lia
Lia : "Ya silahkan." tak lama bel pun berbunyi (Kringgg) semua anak-anak masuk ke kelasnya masing-masing. Lia pun berjalan ke kelas tempat ia mengajar.
"Assalamu'alaikum, anak-anak Bunda." Sapa Lia dengan senyuman anak-anak pun bersemangat menjawabnya.
"Wa'alaikumsalam, Bunda. Yee Bunda sudah senyum lagi."
"Iya sayang, maafkan Bunda ya nak, satu bulan kemarin Bunda jarang tersenyum ke kalian," ucap Lia merasa sangat bersalah pada mereka
"Iya Bunda, tidak apa. kami mengerti yang terpenting Bunda sekarang jangan sedih lagi kan ada kami." mereka pun berhamburan memeluk Bundanya.
Setelah acara berpelukan itu, pelajaran pun di mulai terdengar suara canda tawa anak-anak dan Lia. Lia merasa bersyukur berkat mereka ia dapat melupakan sedikit rasa sakitnya. Tak lama bel pulang pun berbunyi (Kringgg), setelah mengucapkan salam, anak-anak berhamburan keluar menemui orang tua mereka. Lia pun merapikan barang-barangnya dan bergegas pergi ke kantor guru.
Setelah dia meletakkan semua barangnya, ia pun berpamitan untuk pulang kepada guru yang lain. Dia pun memesan Ojek online. 15 menit perjalanan untuk sampai dari rumahnya, setibanya di rumah ia membersihkan dirinya terlebih dahulu kemudian beristirahat sebentar setelah itu memasak untuk makan siang.
Setelah makan, ia duduk di ruang tamu sambil menonton TV. Tiba-tiba suara bel rumah berbunyi ia pun bergegas ke depan dan membuka pintu ternyata itu adalah petugas pos. Ia menerima sebuah surat dan kemudian mengucapkan terimakasih. Kembali ke ruang tamu, ia duduk dan membuka surat itu lalu membacanya. Deg! Surat itu ternyata surat Undangan Pernikahan Kevan dan Tazqia, yang akan dilaksanakan 1 Minggu lagi. Ia melamun dan tersenyum kecut. Saat tengah asyik melamun dia di kagetkan dengan sidang dering ponsel. Dia pun menjawab telpon tersebut.
"Halo, Van?" ya yang menelpon itu adalah Vani, salah satu sahabatnya. Lia memiliki 3 sahabat yaitu Vani, Tania dan Putra.
"Emm, itu gue mau tanya lo sama Kevan baik-baik saja, kan? Ini ko ada Undangan pernikahan dari Kevan sama Tazqia? Ini serius?" Pertanyaan beruntun ditanyakan oleh Vani, Lia pun terdiam.
"Li, lo baik-baik saja kan?" tanya Vani khawatir
"Ya, gue sama Kevan engga baik-baik saja, kita udah engga ada hubungan apa-apa lagi dan apa yang lo liat di surat itu benar, Kevan akan nikah sama Tazqia," jelas Lia
"Wet wet, tunggu deh bukannya lo baik-baik aja sama Kevan ya? Ko tiba-tiba putus gini? Dan itu Tazqia mana coba? Lo kenal?" tanya Vani penasaran
"Engga tiba-tiba ko, satu bulan lalu gue putus sama Kevan dan Tazqia itu adik kelas kita waktu SMA," ujarnya
"Dan lo simpan semua hal ini sendiri? Lo sama sekali engga cerita apa-apa ke kita?" tanya Vani
"Bukan gitu Van, gue cuma engga mau lo, Tania sama Putra khawatir dan ikut sedih, kalian juga punya kesibukan masing-masing. Gue enggaa mungkin cerita masalah ini ke kalian." Vani menghela nafas kasar kemudian berkata
"Lo tau kita berempat sudah bersama dari masa SMA, wajar kalau kita khawatir. Suka duka selama jadi sahabat kita lalui bersama, dan lo malah enggaa cerita apa-apa ke gue, Tania atau Putra? Lo masih anggap kita sahabat engga sih?!" Vani mulai kesal karena pemikiran Lia
"Maafin gue, maaf. Gue sudah anggap kalian keluarga gue sendiri. Lain kali gue akan cerita ke kalian, maafin gue fan," ucapnya merasa bersalah
"Hmm, ya sudah. Sekarang lo ada dimana?" tanya Vani
"Di rumah."
"Lo sudah cerita masalah ini ke orang tua lo?" Lia hanya terdiam dan Vani pun sudah tahu apa jawabannya
"Lo harus cepet kasih tahu keluarga lo tentang hal ini, cepat atau lambat mereka pasti akan tahu, lebih baik lo duluan yang ngasih tahu ya." Vani menasehati
"Iya Van, makasih atas nasihatnya."
"Sudah, lo kaya sama siapa aja. Oh iya nanti malam kita ketemu di tempat biasa, gue sudah kabarin Tania sama Putra. Kalau gitu gue tutup ya. See you Lia." Sambungan terputus.
Lia pun merebahkan dirinya di sofa, dia memijat pelipisnya karena merasa pusing kemudian dia memutuskan untuk tidur.
Dua jam kemudian ia terbangun dan melihat jam di dinding ternyata sudah pukul 4 sore. Dia pun bangun dan ke dapur untuk pergi minum. Setelah itu dia mengambil ponsel dan menelpon seseorang. Setelah telponnya tersambung, dia mulai berkata.
"Assalamu'alaikum Bunda," ya dia menelepon Bundanya
"Wa'alaikumsalam, aduh anak Bunda ini ko baru telpon? Kamu lupa ya kalau masih punya Bunda?" ucap Bunda dengan nada merajuk
"Engga ko Bun, maaf ya Lia lagi sibuk-sibuknya ngajar jadi baru sempat kasih kabar ke Bunda. Oh iya besok Lia pulang, ada yang mau Lia bicarakan ke Ayah dan Bunda," ucap Lia
"Ya sudah sayang, Bunda tunggu ya."
"Iya Bunda, Lia tutup teleponnya ya Bun. Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam."
Ia pun bersiap-siap untuk pergi bertemu dengan sahabatnya.
Malam pun tiba, setelah selesai bersiap Lia pun segera pergi ke restoran dengan taksi. Untungnya jalan tidak terlalu ramai sehingga ia bisa cepat sampai. Sesudah membayar taksi ia masuk ke dalam restoran dan kemudian melihat sekeliling untuk mencari dimana tempat duduk sahabatnya. Setelah berhasil menemukan ia berjalan menghampiri sahabatnya, di sana sudah ada Vani dan Tania.
"Ini dia sudah datang." Ucap Vani
"Hm, Putra mana?" tanya Lia setelah duduk
"Dia lagi ke toilet," Lia hanya manggut-manggut
"Kalian sudah pesan?" Mereka berdua mengangguk
"Sudah, kita juga sudah pesan ko buat lo sahabat kita yang paling bontot," ucap Vani dengan nada mengejek
"Enak aja, lu kira gue apaan di kata bontot." Lia kesal dengan sebutan Vani itu
"Hehe, sensi amat. PMS lo ya?" Lia hanya memutar bola matanya malas. Tak lama Putra pun datang. Dia sengaja mengendap-endap karena posisi Lia membelakanginya, kemudian,
"Dorrr" Putra mengejutkan Lia,
"Ish ga ada kerjaan lo ngagetin orang mulu," ucap Lia dengan nada kesal karena terkejut
"Anggap aja sambutan karena sudah lama engga ketemu," sambil duduk di sebelah Lia, Lia pun memukul pelan tangan putra.
Mereka berbincang-bincang sampai makanan datang lalu memakan makanan yang mereka pesan itu sesekali mengobrol di selingi dengan canda tawa. Setelah selesai makan Putra pun membuka pembicaraan yang lebih serius ia ingin bertanya tentang masalah yang menimpa sahabatnya satu ini, ya dia Lia.
"Li gue mau tanya sesuatu." Ucap Putra serius
"Ya udah nanya aja, biasanya kan ga perlu izin dulu," ucap Lia sambil terkekeh pelan
"Gue serius." Lia pun menatap Putra
"Nanya apa Put? Jangan bikin tegang dong," Putra menghela nafas kemudian bertanya
"Hubungan lo sama Kevan benar-benar berakhir? Kenapa di gue ada surat Undangan Pernikahan dia sama Tazqia?" tanya Putra
"Lo sudah tahu kenapa nanya?" sungguh Lia merasa malas harus membahas hal ini
"Jawab pertanyaan gue!" Ucap Putra dengan nada sedikit membentak, Lia tersentak. Baru kali ini Putra membentaknya. Lia pun menunduk, Putra sadar apa yang telah dia lakukan, kemudian dia mengusap punggung Lia perlahan.
"Maaf, gue cuma mau tahu kenapa hal ini bisa terjadi, yang gue tahu lo sama dia baik-baik saja selama ini tapi kenapa sekarang kaya gini?"
"Apa yang bisa gue lakuin? Semua ini karena permintaan dari Papanya, lo tahu kan kalau Papanya itu engga terlalu suka sama hubungan gue dan Kevan. Gue harus apa Putra? Disaat dia saja ternyata sudah ngejalin hubungan sama perempuan itu sebelum adanya perjodohan ini?" Lia berkata dengan lirih, air mata mulai membasahi pipi gadis itu, gadis yang selama ini berusaha untuk tetap tegar.
"Hiks, gue juga engga nyangka akhirnya bakal kaya gini, semua mimpi yang sudah gue bangun sama dia hancur begitu saja.. Dia.. Hiks.. Dia hancurin segalanya Put," Vani, Tania dan Putra tahu bagaimana perasaan Lia saat ini. Gadis yang selama ini selalu ceria, gadis yang sudah dianggap sebagai adik mereka karena umurnya yang paling muda dan gadis itu lah yang selalu bisa membuat orang disekitarnya tertawa bahagia. Kini ia menangis karena apa yang dilakukan oleh orang terkasihnya sangat melukai hatinya.
Putra membawa Lia ke dalam pelukannya,
"Kenapa lo engga cerita sama gue atau sama yang lain? Kenapa lo pendam semuanya sendiri? Lo simpan semua rasa sakit lo dan lo selalu tersenyum seakan engga terjadi apa-apa, kenapa?" tanya Putra
"Maaf, gue.. Hiks.. Gue cuma engga mau lo semua khawatir."
"Hei, lihat gue!" Putra mengangkat dagu Lia agar melihatnya.
"Kalau lo engga cerita kita malah takut terjadi sesuatu sama lo, kita semua tahu Kevan itu udah bagaikan sandaran bagi lo karena dia selalu ada buat lo dan sekarang sandaran itu hilang bukan berarti lo harus pendam semuanya sendiri, masih ada kita. Sahabat sekaligus kakak lo," Putra berkata dengan nada lembut. Lia pun semakin terisak di dalam dekapan Putra, Vani dan Tania yang melihat itu turut menitikan air mata, mereka tidak menyangka laki-laki yang mereka anggap dapat menjaga sahabatnya ini malah menyakitinya.
Putra yang sedari tadi sudah meredam emosi ditambah dengan mendengar suara tangis Lia, gadis yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri yang dia sayangi. Putra merasa tidak terima dengan apa yang telah di lakukan Kevan pada adiknya. Tangannya mengepal kemudian dia melepaskan pelukannya dari Lia. Lia pun tersentak lalu menatap Putra.
"Gue enggaa akan pernah terima Kevan nyakitin lo kaya gini, orang yang gue percaya buat ngejaga lo malah nyakitin lo. Gue engga terima, gue akan balas perbuatan dia." Putra pun meninggalkan restoran. Lia yang mendengar apa yang di katakan Putra lantas langsung mengejarnya, ia takut Putra akan terkena masalah karenanya. Vani dan Tania menyusul setelah mereka membayar makanan.
"Put, Putra! Tunggu! Put!!!" Lia meraih tangan Putra.
"Apa lagi? Gue mau bales perbuatan dia yang sudah nyakitin lo." Lia pun menggeleng.
"Engga Put, Engga! Lo engga boleh balas perbuatan dia," ucap Lia
"Kenapa? Karena lo masih sayang sama dia makanya lo engga mau sampe dia kenapa-napa?" Lia menggeleng.
"Engga, bukan gitu Put. Gue engga mau lo kena masalah cuma karena gue, lo tau bukan Papanya kaya gimana? Gue ga mau lo terlibat dalam masalah yang lebih rumit, please Putra. Cukup dia yang kaya gitu ke gue. Lo jangan, jangan buat gue takut lo kenapa-napa," Lia berkata dengan memelas agar Putra tidak bertindak lebih jauh. Putra yang sudah terbawa emosi lantas memukul pohon yang ada di sebelahnya kemudian dia menarik tubuh Lia ke dalam dekapannya.
"Lo baik, lo baik banget. Dia bodoh, dia ga bersyukur dan malah ninggalin lo demi perempuan lain. Gue minta maaf, oke gue engga akan kasih pelajaran ke dia. Minta maaf oke. Tapi lo janji jangan sedih dan nangis lagi, lo harus janji untuk selalu cerita ke gue, Vani atau Tania."
"Iya Put, gue janji." Putra semakin mengeratkan pelukannya. Dan semua kejadian itu di saksikan oleh seseorang yang mereka tidak sadari kehadirannya.
Vani dan Tania pun datang ikut memeluk mereka. Saling memberikan kekuatan terutama pada Lia. Setelah sepuluh menit pelukan mereka baru terlepas, Lia pun sudah tidak menangis lagi. Kemudian mereka pergi mengantar Lia untuk pulang ke rumah, mereka ingin memastikan bahwa Lia baik-baik saja. Setelah sampai di rumah Lia, ia meminta untuk para sahabatnya mampir sebentar karena ia masih merindukan sahabatnya. Dia pun kembali berbincang-bincang.
"Oh iya, gue besok mau pulang ke rumah Ayah Bunda," ucap Lia
"Serius? ko ngedadak! Gue boleh ikut?" tanya Vani antusias
"Gue juga," Tania angkat bicara
"Lo berdua engga kerja? Sudah biar gue saja yang nganterin Lia."
"Engga!" Ucap Vani dan Tania
"Please gue ikut, gue kangen banget sama Bunda. Lagi pula besok gue libur," Vani berucap dengan tatapan memohon
"Gue juga, ambil cuti sehari gak apa lah, please boleh ya?" Lia pun mengangguk. Kemudian ia menatap Putra.
"Ngapain natap gue gitu?" tanya Putra curiga
"Besok kita ke rumah Ayah Bunda, di antar Putra pake mobil Putra."
"Yes!!!" Vani dan Tania bersorak gembira
Putra hanya pasrah dan menuruti keinginan para adiknya ini.
____________________________________________
Hai, teman-teman. Ini cerita yang baru pertama kali aku buat. Jangan lupa baca, kasih vote dan klik likenya ya,
Dan jangan lupa juga Add ke Favorit♥
___________Semoga kalian suka__________
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!