NovelToon NovelToon

Kehidupan Penuh Luka

Prolog

..."𝚃𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚊𝚍𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚝𝚊𝚞 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚒𝚜𝚒 𝚍𝚞𝚗𝚒𝚊, 𝚕𝚊𝚗𝚝𝚊𝚜 𝚔𝚎𝚗𝚊𝚙𝚊 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚖𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚙𝚎𝚛𝚌𝚊𝚢𝚊 𝚙𝚊𝚍𝚊 𝚖𝚊𝚗𝚞𝚜𝚒𝚊"...

Manusia; tempat lupa dan salah. Setiap manusia pasti melakukan suatu kesalahan. Karena pada dasarnya manusia bukanlah Tuhan.

"Aku akan tetap mencintai hidupku. Meskipun takdir yang aku jalani sekarang bukan lagi keinginanku"

Cinta, kasih sayang, kehidupan, pasangan. Semua itu adalah suatu hal yang membutuhkan pengorbanan. Baik itu waktu, tenaga, hati dan pikiran.

Kejadian naas yang tidak pernah terbayangkan dalam hidupku kini itu terjadi. Marah, kecewa, sedih adalah hal lumrah. Wajar bagi setiap orang menangis pada takdirnya yang tak sesuai.

Tapi satu hal yang aku pikirkan 'menangis tidak akan mengubah takdir'. Prinsip yang selalu ku pegang dalam hidup. Berharap jika hidup tanpa masalah? Maka jangan menghembuskan nafas di atas muka bumi.

Jutaan manusia dengan tingkah laku, karakter, dan kepribadian yang tak sama. Pola pikir manusia terkadang salah dalam mengartikan setiap hal yang dia jalani. Karena apa yang dia pikirkan belum tentu itu yang terbaik untuknya.

"Kamu manusia terjahat yang pernah aku temui"

Penghianatan, penghinaan, cacian, hujatan. Entah setelah ini apalagi yang harus aku jalani dalam setiap garis takdir yang tak pernah aku ketahui masa depannya.

"Bukan, bukan karena cinta. Tapi obsesi semata"

Cinta dan obsesi adalah dua hal yang mirip. Namun keduanya sangat jauh berbeda arti. Cinta membebaskan pada pemiliknya untuk memilih. Sedangkan obsesi hanya akan menimbulkan suatu kekangan dan keharusan.

"Kapan aku bisa di mengerti? Setiap hari, setiap detik aku selalu mengerti orang lain. Tapi apa pernah orang lain mengerti aku? "

Jika bisa, aku ingin mengeluh. Hal itu aku sanggup melakukannya. Namun jika kita berpikir rasional, apa mengeluh akan menyelesaikan setiap masalah?

"Pengorbanan? Hidupku hancur karenamu apa itu bukan suatu pengorbanan?"

Harus dipaksa seperti apalagi? Kita ini manusia. Raga yang bernyawa dan bukanlah robot yang dipaksa sempurna sesuai dengan keinginan pemiliknya. Manusia punya hati. Tapi, apa manusia lain juga memiliki hati?

Tidak setiap manusia mengerti hal itu. Jika kita mengeluh di atas setiap masalah yang ada, maka yang harus diubah adalah pola pikir kita. Kita hidup diatas tanah yang menaungi jutaan manusia. Egois jika kita berpikir setiap manusia itu sama.

"Bahkan untuk bernafas pun aku seperti berhutang pada Tuhan"

Kita dianugrahi setiap hal. Di fasilitasi apapun yang kita butuhkan oleh Tuhan. Apa yang kita inginkan akan dikabulkan oleh Tuhan jika itu terbaik untuk kita. Lantas, bentuk protes seperti apalagi yang kalian layangkan pada Tuhan karena garis takdir yang tak sesuai?

Aku, putri seorang pria yang tak berhati nurani.

Aku, seorang putri yang dicampakkan.

Ikatan darah? Ternyata tak sekuat itu jika dibandingkan dengan ikatan kekasih. Seorang anak akan kalah jika disandingkan dengan wanita yang dia puja.

Biarlah, hanya Tuhan yang tau apa yang akan terjadi kedepannya.

"Jika aku dibuang, maka aku sendiri yang akan memungutnya untuk kujadikan sebagai orang berkelas"

"Manusia tak bermoral adalah manusia yang tidak pernah merasa bersalah atas kesalahannya"

Menyakiti orang itu mudah. Tapi untuk memaafkan orang?

Satu dua manusia mengatakan jika dendam akan menyengsarakan hidup kita. Tapi apa kata sakit dibalas maaf itu adil? Bahkan aku menunggu karma Tuhan untuk setiap orang yang berbuat jahat.

Aku tidak sebaik itu untuk memaafkan setiap kesalahan orang. Aku hanya manusia biasa yang tentunya memiliki dendam.

BAB 1

..."𝙱𝚎𝚛𝚑𝚊𝚛𝚊𝚙 𝚒𝚝𝚞 𝚋𝚘𝚕𝚎𝚑, 𝚗𝚊𝚖𝚞𝚗 𝚓𝚒𝚔𝚊 𝚔𝚊𝚞 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚖𝚎𝚗𝚍𝚊𝚙𝚊𝚝𝚔𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚜𝚞𝚊𝚒 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚒𝚗𝚐𝚒𝚗𝚊𝚗𝚖𝚞 𝚖𝚊𝚔𝚊 𝚒𝚝𝚞 𝚊𝚛𝚝𝚒𝚗𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚞 𝚍𝚒𝚙𝚊𝚝𝚊𝚑𝚔𝚊𝚗 𝚘𝚕𝚎𝚑 𝚑𝚊𝚛𝚊𝚙𝚊𝚗𝚖𝚞 𝚜𝚎𝚗𝚍𝚒𝚛𝚒"...

...𝓚𝓮𝓱𝓴𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷 𝓟𝓮𝓷𝓾𝓱 𝓛𝓾𝓴𝓪...

 "Tolong!!"

"Siapapun tolong!!"

Rintikan hujan mulai membasahi tanah satu persatu bersiap mengguyur siapapun yang ada di bawah naungannya. Rambut coklat yang lebat nan indah itu kini mulai basah oleh air yang diturunkan Tuhan dari langit. Hawa dingin menyeruak dan menusuk-nusuk kulit gadis yang tengah lari di tengah kegelapan malam.

Malam yang indah namun entah mengapa saat ini sedikit terasa menyeramkan. Langkah kaki yang sedang berlari itu kini semakin bergerak lebih cepat disertai dengan deru nafas yang mulai tersengal. Mata indahnya mengeluarkan air mata dan tersapu oleh air hujan.

"Entah aku selamat atau tidak hari ini" gumamnya sambil terus menembus dinginnya hujan. Pandangannya sedikit kabur dan sulit untuk melihat apa yang ada di depannya.

"Kembali kau!!" teriak seorang pria yang kini berada di belakangnya.

"Aku tidak akan pernah ikut denganmu!!" teriak gadis itu dengan lantang

"Sekarang kau berani rupanya" ucap pria itu dan tersenyum remeh. Seorang pria dengan rupa yang sangat bengis itu kini mencengkeram erat leher gadis yang ada di hadapannya.

"Lepas!!" teriak gadis itu seraya berupaya untuk lepas dari cengkeraman pria yang tak punya hati itu.

"Teriaklah sesukamu cantik"

"Aku suka teriakan indahmu itu" Pria itu tertawa dan mengusap pipi wajah ayu gadis itu "Teriaklah lagi. Karena aku sangat menyukainya"

"Pria gila!!" umpat gadis itu dan meludah tepat di wajah laki-laki yang sangat dia benci itu.

"Yaaa!! Aku gila karenamu" ucap pria itu dan memeluk tubuh wanita tersebut dengan sangat erat seolah tak ingin membiarkannya lepas dari jeratan hidupnya.

"Jangan pernah pergi dariku"

"Jijik!! Lepas!!" Semesta seolah tak mendukungnya. Seberapa kerasnya dia berteriak tidak ada satupun yang mendengarnya karena dirinya saat ini berada di tempat yang cukup sepi dan jarang dilalui oleh warga sekitar.

"Lepasss.. " Suaranya mulai melemah karena bekapan dari pria yang kini memeluknya itu tengah memberinya obat bius.

"Maaf sayang tapi aku tidak ingin kamu pergi dariku" Perlahan pria itu membaringkan tubuh lemah yang tak sadarkan diri itu di tanah aspal yang sedang basah oleh air hujan.

Tangannya mulai melepas ikat pinggang yang melilit di sekitar pinggangnya. Bibirnya terangkat seolah puas melihat mangsa yang ada di hadapannya kini.

Plakkk

Plakkk

Plakkk

Pukulan demi pukulan pria itu layangkan pada tubuh ringkih yang sedang terbaring tanpa belas kasihan. "Bukankah aku sudah memperingatkan dirimu untuk tetap berada di sisiku. Tapi ini hukuman kecil untukmu karena berani membangkang" bisiknya di telinga gadis yang sedang menutup matanya itu

Sebilah pisau kecil yang selalu tersimpan di sakunya itu kini ia keluarkan. Jari-jarinya bermain dengan pisau yang tajam itu sembari menatap wajah cantik itu.

Setttt..

Tajamnya benda kecil itu menembus kulit-kulit wajah wanita yang sedang dianiaya itu. Tetesan darah mulai keluar dan membanjiri aspal yang semula berwarna hitam.

"Aku mencintai kamu!!" ucap pria itu benar-benar tulus dari hatinya

"Sangat mencintai kamu" Tangannya mengusap pipi yang meneteskan darah itu lalu menekannya kuat hingga darah yang keluar semakin banyak. "Tapi kenapa kamu selalu menolak cintaku" ucapnya sedih.

Tangan kekar itu kini mulai menuju leher yang sedikit memerah akibat cengkeramannya tadi. "Kamu cantik. Sangat cantik sekali di mataku"

"Tubuhmu juga indah" ucapnya lagi

Pria itu menunduk dan menatap wajah gadis yang sangat dia cintai itu lebih dekat. Matanya menelisik setiap sudut wajah yang terukir indah. Ciptaan Tuhan yang hampir sempurna. Mata siapa saja yang melihatnya sudah dipastikan akan jatuh hati karena parasnya dan tubuhnya yang indah.

"Kau harus menjadi milikku" lirihnya dengan mata yang menyorot tajam.

Dengan berani pria itu mencium pipi yang penuh dengan darah itu cukup lama dan dalam. Tidak ada rasa jijik sedikit pun meskipun darah kini menodai bibirnya.

Hujan turun semakin deras diiringi dengan kesunyian yang tercipta akibat tidak ada suara apapun. Kedua orang yang sedang berada di atas aspal itupun tidak menyuarakan suaranya. "Jika aku tidak bisa memilikimu maka orang lain pun tidak akan pernah bisa"

Sosok pria dengan tubuh tegap dan kekar itupun mulai mengangkat tubuh gadis yang dibuatnya pingsan lalu membawanya entah menuju kemana.

Langkah demi langkah di tengah derasnya hujan yang semakin lebat di tengah kegelapan malam yang semakin larut. Malam semakin mencekam dengan tubuh dingin yang tak berdaya.

"Aku tidak akan pernah membiarkanmu lari lagi dariku" lirih pria itu sembari membopong wanita yang sudah ia buat tak sadarkan diri.

Derap langkah itu perlahan memasuki rumah nuansa putih miliknya itu. Rumah sederhana yang berdiri di tengah kota. Salah satu kakinya ia gunakan untuk mendorong pintu kamar hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.

Dengan hati-hati ia menidurkan wanita yang sangat ia cintai itu di atas ranjang kamar miliknya. "Malam ini kau akan jadi milikku" lirihnya tepat di samping telinga sang gadis.

Malam ini menjadi malam yang sangat buruk bagi sang gadis karena telah kehilangan sesuatu yang paling ia jaga selama ini. Sesuatu itu direnggut dengan paksa oleh pria yang tengah terobsesi dengan dirinya disaat dirinya tidak sadarkan diri.

"Kau sangat cantik" pujinya ketika menyudahi kegiatan yang membuatnya bahagia karena merasa telah mendapatkan wanita pujaannya seutuhnya.

"Kau memang sangat cantik. Makanya aku sangat mencintai kamu sejak dulu"

"Dan hari ini aku bisa mendapatkan dirimu seutuhnya. Aku bisa memilikimu" Jari jemarinya menelisik setiap sudut wajah wanita yang masih memejamkan matanya. Matahari telah terbit di posisinya namun tidak membuat wanita itu tersadar. Obat bius yang ia hirup sangatlah berpengaruh besar pada kesadarannya bahkan sudah hampir 8 jam ia tak sadarkan diri.

"Kapan kau membuka matamu? Kau pasti akan bahagia karena sekarang kau seutuhnya menjadi milikku sayang" Tangan kekarnya membelai pipi wanita yang belum juga terusik oleh ulahnya.

Pria itu menghentikan aktivitasnya sejenak dan memposisikan dirinya duduk dengan tegak. Setelah menyelimuti wanitanya ia turun dari ranjang dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar untuk menuju dapur.

Rumah dengan design minimalis yang berada di tengah kota. Pria itu mengambil sebilah pisau yang terletak di atas meja dapur dan menuju ke arah lemari pendingin.

Perutnya yang keroncongan membuatnya harus memasak untuk mengisi perutnya. "Astaga tidak ada apapun disini" gumamnya sambil memegang dagunya.

"Aku harus keluar untuk belanja dulu. Setidaknya aku harus belanja banyak karena ada satu anggota baru" ucapnya dengan tersenyum.

Ia meletakkan kembali pisaunya diatas meja dan kembali ke arah kamar. Matanya menatap wanita yang terbaring dengan tenang di atas ranjang itu masih berada di alam mimpinya. Ia tergerak menuju lemari dan mengambil jaket serta dompet miliknya.

"Aku keluar dulu sebentar ya sayang. Kau jangan kemana-mana okeyy" ucapnya sambil mengusap rambut halus yang tergerai indah.

Kakinya perlahan melangkah keluar dari area rumah miliknya dan menuju supermarket yang terletak dua kilometer dari rumahnya. Ia memilih untuk berjalan kaki karena cuaca saat ini sedang cerah dan pria itu ingin menikmati sejenak udara sejuk di pagi ini.

"Selamat datang di toko kami" sapa pelayan dengan hangat. Sebuah sapaan yang selalu di dapatkan setiap customer yang akan belanja.

Tangannya mengambil sebuah troli dan mengarahkannya ke arah rak sayur dan buah-buahan. Ia membeli beberapa sayur, susu, buah, daging, serta beberapa camilan dengan jumlah yang cukup banyak.

"Aku tidak mau dia sampai kelaparan"

"Apalagi ya yang akan dia butuhkan?" lirihnya

Sejenak kemudian ia menatap ke arah lantai dua. "Baju? Mungkin aku harus membelikannya beberapa potong baju" Kakinya melangkah menuju lantai dua setelah membayar belanjaannya di lantai satu.

"Ada yang bisa kami bantu?" tanya sang pelayan toko dengan ramah

"Saya ingin baju wanita" ucapnya

"Baik mari ikut saya" ucap sang pelayan toko sambil berjalan menuju ke arah baju khusus wanita tersedia.

"Disini ada beberapa koleksi terbaru kami"

"Berikan aku 20 potong baju dengan ukuran seperti dirimu" ucapnya cepat

"Baiklah bapak bisa menunggu disana" ucap pelayan itu dengan menunjuk sofa yang tersedia di sudut ruangan. Selama sepuluh menit menunggu sang pelayan itu kembali dengan membawa dua puluh potong baju di tangannya dan dibantu dengan pelayan toko yang lain.

"Untuk pembayarannya bisa langsung ke kasir ya pak" ucap pelayan itu

Pria itu melangkah menuju kasir untuk melakukan pembayaran namun langkahnya terhenti ketika matanya menatap satu stel baju tidur berwarna merah yang sangat indah di matanya. "Tambahan ini satu"

Setelah urusannya beres di supermarket itu, ia kembali ke rumahnya yang sudah ia pastikan terkunci dan hanya dia yang memiliki kunci itu. Kakinya langsung melangkah menuju kamar dan memastikan wanitanya tetap berada di rumah ini.

Deg

"Dimana dia? "

"Sayangg!!" teriaknya dengan lantang memenuhi seluruh ruangan yang menggema karena suaranya.

"Ah rupanya kau disini" Pria itu tersenyum ketika menemukan sosok wanita yang tengah ia cari dan ternyata raga itu tengah terduduk di sudut kamar mandi dengan menekuk lututnya.

"Ada apa sayang? Kenapa kau disini?" tanyanya dan ikut berlutut di hadapan gadis miliknya.

"Kenapa?" Wanita itu angkat suara namun masih dengan wajah yang ia tutupi dengan tangannya.

"Apanya yang kenapa?" Dengan tutur yang lembut pria itu bertanya

"Kenapa? Kenapa sekejam itu kamu menyiksaku Devan!!" teriaknya dengan lantang di hadapannya.

Devan, pria itu terkejut dengan teriakan wanita di hadapannya yang tiba-tiba. Namun tak urung tangannya terulur untuk memeluk wanita itu dan membawanya ke pelukannya. Meskipun mendapatkan penolakan, tak urung tubuh wanita itu berada dalam dekapan Devan.

"Ga ada yang kejam sayang" ucap Devan lembut

"Lepas!! Kamu sudah merenggut apa yang selama ini aku jaga Devan!! Kehormatanku, harga diriku, mahkotaku" Wanita itu menangis pilu dengan tangan yang terus memberontak dari pelukan Devan, pelukan yang baginya menyesakkan.

"Kau jahat Devan!!" Pelukan Devan semakin kuat seiring telapak tangannya yang mengusap lembut rambut wanita yang sedang hancur di dalam dekapannya.

"Aku akan selalu menjagamu. Sampai kapanpun aku ga akan ninggalin kamu sendiri"

"Aku gak butuh kamu!!"

"Kehidupanku hancur gara-gara kamu!!"

"Masa depanku hancur karena kamu Devan!! Biadab!!"

Umpatan, makian, cacian yang keluar sangat diterima oleh Devan tanpa rasa sakit hati sekalipun. Ia mengakui jika ia melakukan tindakan yang menyakiti hati wanitanya itu.

"Aku minta maaf"

"Maafmu selamanya tidak akan merubah nasibku"

"Aku akan dengan senang hati bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu denganmu" ucap Devan. Pria itu mempererat pelukannya pada wanita yang sangat dia cintai itu.

Dahi pria itu terlipat ketika merasakan keanehan pada wanita yang dia peluk tersebut. Tidak ada pergerakan sama sekali dari tubuh wanita itu. Devan merenggangkan pelukannya dan ternyata benar dugaannya. Wanita itu pingsan.

Dengan cepat Devan membawanya dan menidurkan wanita itu di atas ranjang. "Kamu harus mulai beradaptasi dengan lingkunganmu yang sekarang" bisik Devan sembari keluar dari kamar dan menuju dapur.

Pria itu memasak sup dan beberapa lauk lainnya. Selain itu, Devan juga membuat segelas susu yang ia persiapkan untuk wanitanya. Pria yang sudah terbiasa hidup mandiri itu menatap penuh suka pada hasil karya tangannya.

Dengan perlahan dan penuh kehati-hatian Devan menaiki satu persatu anak tangga dengan membawa nampan yang berisi makanan dan susu. Satu jam tiga puluh menit ia meninggalkan wanita itu di atas ranjang namun kini matanya sudah terbuka lebar dan sedang terduduk di atas ranjang.

"Kau sudah sadar rupanya"

Tidak ada jawaban apapun. "Kau mau makan? Kamu belum makan sedari tadi" tanya Devan. Dan lagi-lagi tidak ada jawaban apapun.

Seolah bermonolog, Devan mendekat ke arah wanita itu dan menyentuh tangannya agar wanita itu memberi reaksi. "Lepas!!" lirihnya.

"Kamu masih marah?" tanya Devan lalu ia menghela nafas panjang. Untuk kali ini dia akan mencoba mengerti.

"Kamu boleh marah, tapi kamu harus tetep makan. Aku gamau kenapa-napa" ucap Devan dan mulai menyuapkan makanan ke dalam mulut wanita dengan pandangan kosong itu.

"Aku sudah hancur karenamu. Aku tidak akan kenapa-napa jika tidak makan" ucapnya dengan ketus.

"Kumohon kali ini mengertilah, pikirkan kesehatanmu" ucap Devan lembut

"Biarkan aku pergi dari sini. Baru aku akan memikirkan kesehatanku"

"Tidak!! Sampai kapanpun aku tidak akan membiarkanmu bebas dari sini" ucap Devan yang sedikit tersulut emosi. Ketika tersadar jika dia sudah membentak wanita itu, Devan menunduk untuk meredam amarahnya dan menatap wajah teduh yang selama ini membuatnya tergila-gila.

"Maaf. Apapun yang kamu inginkan aku akan mengabulkan tapi tidak untuk yang satu itu" ucap Devan penuh pengertian.

"Aku hanya menginginkan itu. Lantas... apa pembuktian cintamu yang katanya kamu sangat mencintai aku. Hanya hal sepele seperti ini saja kamu tidak bisa mengabulkan"

"Bukan tidak bisa, tapi aku tidak ingin. Aku mau kamu selalu disisiku selamanya"

"Kamu mengurungku hanya karena perasaanmu saja? Lalu apa kamu pernah berpikir tentang perasaanku? " tanyanya yang seketika membuat Devan bungkam.

"Aku... "

"Ku mohon mengertilah" ucap Devan dengan mengusap wajahnya kasar. "Aku mencintaimu"

"Ini bukan cinta" Wanita itu menatap dalam mata Devan. "Tapi ini obsesi" lanjut wanita itu membuat Devan menghembuskan nafas panjang.

"Terserah"

"Terserah apapun itu tapi satu hal yang harus kamu tau... " Devan memegang erat kedua pipi wanita yang sedang duduk di hadapannya ini.

"Kau akan selalu menjadi milikku Arlla Ratu Asyila Winata" ucapnya dengan tersenyum dan dengan lancang ia mencium pipi wanita itu dan langsung pergi keluar dari kamar.

Arlla, wanita itu masih termenung memikirkan kondisi dirinya saat ini yang sangat buruk. "Aku tidak akan pernah mencintai orang brengsek sepertimu Devan" ucapnya penuh penekanan di setiap katanya.

Bab 2

..."𝙼𝚎𝚜𝚔𝚒𝚙𝚞𝚗 𝚍𝚒𝚙𝚊𝚔𝚜𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚝𝚎𝚝𝚊𝚙𝚒 𝚊𝚔𝚞 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚝𝚎𝚝𝚊𝚙 𝚖𝚎𝚖𝚙𝚎𝚛𝚓𝚞𝚊𝚗𝚐𝚔𝚊𝚗𝚖𝚞"...

...𝓓𝓮𝓿𝓪𝓷 𝓒𝓱𝓪𝓷𝓭𝓻𝓪 𝓔𝓻𝓵𝔂𝓸𝓼...

"Tidak, tenang saja aku tidak seburuk itu"

"Bohong!!" Sepasang mata menyorot tajam tanda tak percaya

"Hahaha kau tidak percaya padaku rupanya" Senyum smirk yang ditunjukkan pria itu seolah menghina harga dirinya.

"Kata - katamu itu palsu"

"Bagus jika kau sudah tau" Tangan kekarnya mengambil sebatang rokok sambil menatap wanita yang masih terlihat kesal itu.

"Aku hanya menyuruhmu bersabar setelah itu kau akan mendapatkan semuanya"

"Sampai kapan lagi aku harus bersabar"

"Sampai semua permainan ini selesai" ucapnya dan menghisap rokok yang sudah terbakar di bagian ujungnya.

"2 bulan"

"Aku mau dalam jangka waktu 2 bulan ini semu harus sudah selesai"

"Aku tidak berjanji"

"Kau jahat dan hanya mementingkan dirimu sendiri"

"Lalu? Aku peduli? " Tawanya yang sumbang semakin meledek wanita itu hingga membuatnya semakin kesal.

"Terserah"

"Tapi jika dalam waktu 2 bulan permainan ini belum selesai aku akan membocorkan semuanya" ucap wanita itu dan pergi meninggalkan pria arogan yang masih duduk dengan angkuh.

"Kau tidak akan bisa mengancamku" ucapanya santai dan bersandar di kursi empuk yang saat ini sedang ia duduki.

...****************...

"Kenapa? Kau kembali? Takut jika aku kabur? " ucap Arlla dengan bersedekap dada menatap nyalang kehadiran pria yang menghancurkan hidupnya

"Aku minta maaf" ucap Devan dengan wajah bersalah.

"Aku kelewatan dan aku tau itu"

"Lalu dengan maafmu bisa mengembalikan semuanya ke keadaan semula?" ucap Arlla dengan sinis.

Devan menggeleng pelan dan perlahan mendekati wanita yang sedang marah terhadap dirinya.

"Aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri ketika melihatmu Arlla. Kau tau sendiri bagaimana aku sangat mencintai kamu" ucap Devan dengan sorot mata yang tulus.

"Tapi caramu salah" ucap Arlla dengan penuh kecewa

"Aku tau"

"Aku minta maaf"

"Aku akan menebus kesalahanku" ucap Devan dengan yakin. Pria itu menyentuh kedua bahu Arlla yang mulai bergetar menahan tangis. Ia sangat tau dia sudah kelewat batas dalam bertindak. Dia terlalu menyakiti wanita yang dicintainya itu.

"Aku minta maaf" ucap Devan dan memeluk tubuh wanita yang sedang menangis itu. "Lepas!!"

"Aku bilang lepas ya lepas!!" teriak Arlla memberontak.

Okey kali ini Devan mengalah. Pria itu melepas pelukannya dan menatap dalam wajah Arlla. "Kamu mau menebus kesalahanmu kan?" tanya Arlla dan Devan mengangguk dengan serius.

"Lepaskan aku" ucap Arlla

Devan terkekeh sumbang. "Kau tau aku tidak akan pernah bisa melakukan itu" ucap Devan dan menatap Arlla datar.

"Sampai kapanpun tidak akan ku lakukan" ucap Devan

"Okey"

"Tidak akan ada kata maaf untukmu sampai aku merasakan kebahagiaanku kembali" ucap Arlla penuh rasa kecewa

"Aku akan berusaha membahagiakanmu" ucap Devan

"Engga akan pernah bisa!!"

"Bisa. Aku yakin bisa" ucap Devan

"Berusahalah mencintaiku Arlla" ucap Devan penuh permohonan

"Gak akan bisa"

"Kenapa?"

"Gerald?" Devan tertawa pelan. "Kau sangat mencintai Gerald?"

"Dia tunanganku jika kau lupa" Arlla menyadarkan posisi Gerald di hati dan hidupnya.

"Dan sekarang? Apa yang kau lakukan? Menculik tunangan orang?" Arlla menertawakan sikap Devan yang konyol.

"Hanya karena kamu mencintaiku dan tidak ingin melihat aku menikah dengan Gerald?"

"Kau egois Devan"

"KAU EGOIS DEVAN!!" teriak Arlla yang sudah tersulut emosi.

"Aku hanya menyelamatkan hidupmu"

"Menyelamatkan hidupku?"

"Justru karena kehadiranmu hidupku semakin hancur" ucap Arlla yang tak habis pikir dengan pola pikir Devan.

"Aku tau apa yang kau tidak tau" lirih Devan dengan menatap dalam pujaan hatinya.

"Ya memang aku membuat hidupmu hancur"

"Iya aku yang merenggut kehormatanmu dan memilikimu seutuhnya"

"Memiliki diriku seutuhnya?"

"Nyatanya tidak Devan. Justru kau akan kehilangan diriku selamanya karena sampai kapanpun hatiku hanya untuk Gerald" ucap wanita itu membuat hati Devan mencelos.

"Ucapkan selamat tinggal pada kota ini" ucap Devan misterius dan langsung pergi meninggalkan Arlla begitu saja.

"Apa maksudmu?" tanya Arlla menuntut jawaban

"Apa maksudmu Devan?" teriak Arlla dan berlari mengejar Devan yang sudah lebih dulu mengunci dirinya di dalam kamar.

"Shittt!!" umpat Arlla kesal pada tindakan pria itu yang semena-mena terhadap dirinya.

"Apa maksudnya ucapkan selamat tinggal pada kota ini?" Arlla bersandar pada daun pintu yang tertutup dari luar.

"Apa dia akan membawaku pergi jauh?"

"Aku harus pergi dari sini sekarang juga" Kaki jenjangnya mulai melangkah menyusuri kamarnya yang sedikit luar itu. Ia menyibak gorden yang tertutup sejak ia datang di sini.

"Jendela.... "

Senyumnya terbit kala melihat jendela yang mungkin bisa saja ia gunakan untuk kabur dari rumah ini.

"Bodoh sekali Devan itu" Arlla memicingkan senyumnya dan membuka jendela yang berukuran cukup lebar sehingga muat untuk tubuhnya yang langsing.

"Astaga tinggi banget" Arlla memunculkan kepalanya keluar dan melihat ketinggian yang cukup membuatnya takut. Ia takut terhadap ketinggian mana mungkin ia loncat dari ketinggian yang bisa diperkirakan hampir 10 meter.

"Lompat ga ya? "

"Kalau ga lompat aku ga akan bisa lihat kota ini lagi"

"Aku gatau pria itu akan membawaku kemana"

"Tapi satu-satunya cara agar aku bisa kabur ya harus loncat" Arlla menggigit bibirnya ragu.

Berulang kali wanita itu melihat keluar jendela memastikan apakah dia harus loncat atau tidak. Astaga dia harus melawan phobianya agar bisa bebas dari kekangan Devan.

"Kalau aku loncat nanti jatuh dong" gumam Arlla dan melihat keluar untuk yang kesekian kalinya.

"Kalau jatuh nanti sakit dong" Lagi dan lagi kepalanya menyembul keluar jendela dengan penuh keraguan.

"Kalau setinggi itu resikonya... "

"Patah tulang"

"Gamau gamau gamau nanti kalau aku nikah jelek dong"

"Tapi kalau ga kabur nanti dibawa Devan entah kemana"

"Tapi kalau loncat bisa mati aku"

"Haduhhh gimana ini"

"Aku harus bisa"

Arlla memutar badannya menghadap ke belakang agar ia tidak terlalu takut melihat ketinggian itu. Perlahan ia keluar dari jendela dan mulai melepas pegangannya pada jendela setelah 5 menit diam karena ragu.

"Aaaaaaaa..... "

"Kok ga sakit? Alamak apa gue udah mati?" pekik Arlla

Arlla perlahan membuka matanya karena tidak merasakan sakit sedikitpun. Matanya mendelik seketika kala melihat wajah seseorang yang tiang ingin ia temui. Devan Chandra Erlyos. Wajah yang membuatnya sangat kesal.

"Ceroboh" ucap Devan dengan dingin.

"Maksudnya? " Arlla merutuki dirinya sendiri yang bertanya seperti itu. Untuk apa coba dirinya bertanya hal tidak berguna itu. Harusnya dia memanfaatkan peluang untuk kabur.

"Kamu gak liat? " Devan melirik ke arah bawah membuat Arlla mengikuti arah pandang pria itu. "Emang ada apaan"

"Tuh batu gede gak liat? "

"Main loncat-loncat aja ga liat resiko. Kalau kamu gak aku tangkap bisa mati sekarang"

"Yaudah sih mati doang kok"

"Lagian ngapain sih main kabur-kaburan gitu? Ga guna!!" ucap Devan

"Gue mau bebas dari sini"

"Ga akan bisa"

Devan membawa tubuh Arlla kembali memasuki rumahnya dan membawanya ke arah meja makan.

"Yahhh masuk kandang macan lagi" ucap Arlla kesal

"Makan dulu biar ga sakit" ucap Devan lembut

"Gausah sok perhatian" ketus Arlla dan langsung mengambil nasi putih dan beberapa lauk yang sudah di masak oleh Devan.

Devan duduk di hadapan Arlla dan memperhatikan wanita itu makan. Arlla memakan makanannya dengan lahap tanpa memperdulikan Devan yang menatapnya dengan dalam. Dari semalam ia tidak menyentuh makanan apapun. Bahkan makanan yang dibawakan Devan ke dalam kamar ia biarkan hingga basi.

"Pelan-pelan" ucap Devan dan mengusap sudut bibir Arlla yang kotor akibat makanan yang tidak masuk ke dalam mulutnya.

"Ga ada yang rebut makanan kamu juga"

"Kamu bisa ngabisin ini semua" ucap Devan lalu ia berdiri dan berjalan ke arah dapur untuk mengambil minum.

Pria itu kembali dengan satu teko air putih dan menuangkannya ke dalam gelas kosong. "Minum biar gak keselek" ucap Devan penuh perhatian.

Arlla mengusap mulutnya dan mengakhiri aktivitas makannya. Wanita itu memandangi Devan yang membereskan sisa makanannya dan membawanya ke dapur untuk di cuci. Bahkan pria itu juga yang mencuci piring kotor miliknya.

"Kamu gak makan? " tanya Arlla menatap Devan yang sedang mencuci piring. Pria itu hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum menatap pujaan hatinya.

"Aku udah kenyang liat kamu makan" ucap Devan seketika membuat Arlla mual.

"Alay"

Wanita itu berjalan menyusuri rumah yang selama ini mengurung dirinya dan merenggut kebebasannya. Setiap pergerakan wanita itu tidak luput dari pandangan Devan meskipun tangannya sibuk membereskan bekas makanan Arlla.

Ia takut jika wanita itu akan nekad keluar dari rumah ini lagi seperti yang dilakukannya beberapa menit lalu. Devan tau jika Arlla akan terus mencari cara agar bisa membobol untuk kabur.

"Kamu balik aja ke kamar" ucap Devan berada di sisi Arlla secara tiba-tiba. Sedangkan Arlla yang sedang melamun memikirkan cara selanjutnya untuk kabur menjadi terkejut dengan kehadiran Devan secara tiba-tiba.

"Gamau aku bosen" ucap Arlla

Kalau aku balik ke kamar nanti semakin sempit kesempatan aku buat kabur batin Arlla

"Terus? Mau ngapain?" tanya Devan

Arlla mengetuk dagunya dengan jari telunjuknya yang putih sembari berpikir. "Mau nonton TV aja" ucap Arlla dan langsung duduk di sofa ruang keluarga.

Devan tersenyum tipis. Ia tau jika Arlla bersikap baik seperti ini karena ingin memanfaatkan situasi agar bisa lolos namun Devan tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Biar aku temenin" ucap Devan dan ikut bergabung di sisi Arlla.

"Ahh gausah aku bisa sendiri kok kalau kamu ada kesibukan lain boleh banget kamu kerjain itu dulu"

"Aku kan cuma nonton TV ga mungkin dong bisa kabur" ucap Arlla membujuk Devan agar meninggalkan dirinya sendiri.

"Aku gak sibuk kok tenang aja" ucap Devan santai sembari menyalakan TV yang ada di hadapannya.

Gimana caranya aku bisa kabur kalau dia disini terus batin Arlla menggerutu

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!