Hari itu, hujan deras mengguyur seluruh bagian kota Kekaisaran Han seolah ingin menutupi bau anyir darah juga bau busuknya mayat. Kekacauan terjadi dimana-mana, seluas mata memandang hanya lautan mayat dan pertarungan.
Senjata saling beradu, membunuh siapa saja yang ditargetnya. Aliran Putih, Netral dan Aliran Hitam saling membantai memperebutkan pusaka penguasa dunia serta kitap tampa tanding Dunia Persilatan. Saling membunuh demi menjadi pemiliknya.
"Apa lagi yang kau tunggu?! Serahkan pedang pusaka itu!"
"Kalian datang di tempat yang salah, tidak ada pusaka yang kalian maksudkan!"
Pedang Pusaka Naga, yang melagenda dan digadang dimiliki oleh Sekte Vila Bambu Giok yang saat ini dilanda kekacaun yang sama di seluruh Dunia Persilatan Kekasairan Han menjadi tempat yang tidak luput dari keserakahan para Pendekar. Pedang Pusaka yang diangungkan.
"Guru!"
Sebuah rombongan tampak memasuki pintu Sekte Vila Bambu Giok terkejut melihat keadaan Sekte mereka yang kacau balau, mayat saudara seperguan mereka tergeletak tak lagi bernyawa di bawah genangan darah dan derasnya hujan.
"Siapa kalian?! Beraninya datang mengacau di Sekte Vila Bambu Giok."
Masing-masing dari rombongan itu menodongkan pedang mereka, kemaran nampak jelas dari wajah-wajahnya, dari pakaian mereka nampak jelas bagian dari Sekte Vila Bambu Giok.
Dengan sigap mereka menghampiri Tetua Sekte Pedang mereka yang sudah susah payah menopak tubuhnya dengan pedangnya, keadaannya sungguh mengkhwatirkan bagi yang melihatnya, nafasnya sudah terputus-putus.
"Oooh, sungguh malang nasibnya. Aih, padahal masih muda! Tapi salahkan nasib Sekte kalian yang menyembunyikan benda terkutuk, ckckc!"
Seorang gadis muncul dari balik pintu bangunan utama Sekte dengan senyum mengejeknya, gaun hitamnya amat bersih seolah darah menolak memerciknya setelah pembataian.
"Aiyo, Saudari Xue! Bukankah keterlaluan menyebut Pedang Pusaka Naga itu benda terkutuk? Amat sangat disayangkan bukan?"
Senyuman gadis yang bernama Xue Yi itu memudar, dirinya menatap malas pemuda di sampingnya yang mengoreksi ucapannya. Pemuda berumur dua puluan lebih itu tertawa bangga melihat expresi sang gadis.
"Dewi Jarum Racun dan Kipas Terbang!"
Salah satu dari rombongan Sekte Vila Bambu Giok mengenali dua orang di pintu bangunan utama Sekte terkejut demikian pula yang mendengarnya.
"Oh? Sepertinya kita amat terkenal rupanya, hahah!"
Dewi Jarum Racun Xue Yi tertawa dengan sebelah tanganya menutup sebagian mulutnya.
"Apa yang kalian tunggu! Habisi siapa pun yang menjadi bagian Sekte ini!" Xue Yi lanjut berteriak, tatapannya dingin. Aura pembunuhnya seolah sengaja ia tidak tutupi.
"Berhenti! Mereka tidak ada kaitannya dengan benda yang kalian cari!" Tetua Pedang Sekte Vila Bambu Giok berteriak.
Nyatanya teriakannya tidak dihiraukan, puluhan Pendekar Aliran Hitam yang dipimpin Xue Yi juga Fen Hen si Kipas Terbang tetap bergerak dengan nafsu membunuh ke arah rombongan Sekte Vila Bambu Giok.
Pertarungan tak bisa dielakkan lagi, darah segar kembali membanjiri halaman depan bangunan utama Sekte. Tetua Pedang yang dari awalnya memang sudah terluka tak bisa berbuat banyak, sementara pemimpin rombongan itu hanyalah berada di tingkat Pendekar Bergelar saja tak bisa berbuat banyak setelah jarum jarum Xue Yi menembus bagian tubuhnya. Nyatanya hal itu bukanlah pertarungan namun pembatain!
☆☆☆
Sementara itu di sebuah goa tersembunyi dengan air yang amat dingin terus menetes di permukaan di goa itu, nampak dua orang bagian dari Sekte Vila Bambu Giok disana.
"Fang Wei, ingat! Apapun yang terjadi, jangan pernah kembali!"
"Tapi Ketua Sekte!"
"Wei-er, kamu adalah harapan terakhir Sekte Vila Bambu Giok. Bawa Pedang Naga ini keluar dari Kekaisaran Han! Dan lupakan semuanya!"
Demikian sebuah pedang dengan sarung pedang berwarna biru itu diserahkan kepada pemuda belasan tahun oleh pria paruh baya yang rupanya Sang Ketua Sekte Vila Bambu Giok.
Sementara Sang pemuda bernama Fang Wei itu seolah enggan meninggalkannya, wajahnya pucat melihat keadaan Ketua Sektenya yang sudah terkena luka dalam parah karena pertarungannya dengan pemimpin dari Aliran Hitam sebelum Xue Yi dan rombongannya ikut menyerbu Sektenya.
"Ketua, aku tidak bisa pergi!" Fang Wei bersikeras tinggal untuk berjuang bersama Sektenya.
"Dengar! Apapun yang terjadi jangan biarkan pedang ini jatuh ketangan yang salah, lindungilah Wei-er! Dan ini..."
Ketua Sekte Vila Bambu Giok menyerahkan sebuah buku yang sampulnya nampak usang, buku itu memiliki judul Naga Mengarungi Dunia.
"Ketua, aku..."
Fang Wei berlutut, ia mengigit bibir bawahnya keras. Matanya berkaca kaca, Fang Wei menggenggam erat Pedang dan Kitap dari Ketua Sekte.
"Aku... tidak akan mengecewakan Sekte! Aku akan membalaskan semua ini!" Fang Wei bertekat, hatinya seolah tersayat sayat.
"Wei-er, hiduplah dengan tekad yang kuat dihatimu."
Sang Ketua Sekte tersenyum hangat, tangannya mengelus kepala pemuda di hadapannya. baru delapan tahun dia mengambil Fang Wei sebagai muridnya kini harus berpisah dengan keadaan yang amat menyedihkan.
Saat itu, sebelum kekacauan Dunia Persilatan dimulai karena kemunculan Kitab kitab dan 38 Pedang Sihir penguasa dunia. Sebuah Desa dirampok oleh bandit membantai habis seisi Desa, membunuhi warganya mau tua maupun muda dan merebut anak anak gadis mereka.
Seorang Pendekar yang kebetulan diselamatkan oleh warga Desa menjadi penyelamat bagi Desa itu namun Pendekar itu sudah terluka dan keadaannya membuat dirinya terlambat menyelamatkan seisi Desa menjadi tragedi, kala itu penyesalah sangat amat mengusik hatinya. Namun di tengah penyesalan itu, seorang anak berusia empat tahun muncul dari balik tiga orang mayat orang dewasa menarik perhatiannya. Rasa iba dan tanggung jawab akhirnya dia membawa sang anak menuju Sektenya dan Ketua Sektenya saat itu mengambilnya sebagai murid Sekte Vila Bambu Giok.
Sang anak bernama Wei, dan Pendekar yang membawanya ke Sekte memberinya marganya sebagai hadiah. Pendekar itu bernama Fang Lang memberinya marga Fang pada Wei.
Dhuar!
Ledakan di mulut goa mengejutkan Ketua Sekte dan Fang Wei, expresi Ketua Sekte menjadi cemas dan serius.
"Tidak ada waktu lagi, pergilah Wei-er! Ingat pesanku! Aku akan mengulur waktu."
Ketua Sekte menarik pedangnya, Fang Wei menahan nafas. Fang Wei memberi hormatnya dan menyimpan Pedang Naga dan kitapnya, penghormatan yang akan menjadi terakhir untuk sang Ketua Sekte. Fang Wei mengusap air matanya, dengan ilmu meringankan tubuh terbaik Sekte Vila Bambu Giok Fang Wei meninggalkan goa dalam sekejap menuju jalan rahasia keluar dari Sekte.
"Wah, sebuah kebetulan yang sangat pas Ketua Fei." seorang pemuda berjalan mendekat dengan kipas besi bersimbah darah ditangannya, diikuti oleh lima orang lainnya yang semuanya mengenakan jubah hitam khas Lembah Hantu.
Ketua Sekte Vila Bambu Giok, Fei Jiulong tidak menjawab. Ujung pedangnya tetap ia arahkan ke orang orang Lembah Hantu.
"Apa ini, Ketua Fei? Mengorbankan murid Sekte dan 7 Tetuanya hanya untuk bersembunyi?" nada manja Xue Yi memecah keheningan tiba tiba itu.
"Dewi Jarum Racun, Xue Yi dan Kipas Terbang Fen Hen. Ada masalah apa Lembah Hantu kalian dengan Vila Bambu Giok?" Fei Jiulong menatap dingin. Aura pedangnya menyelimuti, menurunkan oksigen dalam goa itu. Aura yang dapat membuat pendekar dibawah pendekar Raja akan berlutut tak berdaya.
"Sudahi kepura puraanmu! Serahkan harta yang kalian sembunyikan!" Fen Hen menunjuk Fei Jiulong dengan kipas besinya.
"Harta yang kalian kami Vila Bambu Giok tidak pernah mengenalnya!"
Tatapan Fei Jiulong semakin dingin, perkataannya justru membuat Fen Hen tertawa terbahak bahak.
"Kalian sungguh pandai menipu rupanya." Xue Yi tertawa mengejek, jari tangannya memainkan tiga jarum beracun. Detik berikutnya tawanya berhenti diganti dengan tatapan membunuh.
"Si tua bangka Fei! Jika kau menyerahkannya sekarang, mungkin aku akan membuat kematianmu tidak terlalu menyakitkan. Bukankah itu penawaran yang menarik?" Xue Yi menututp sebelah matanya, seolah tak menganggap nyawa Fei Jiulong tidaklah penting.
"Tidak ada kematian yang tidak menyakitkan!"
Selesai berkata, Fei Jiulong melepaskan energi pedang ke arah rombongan Lembah Hantu. Energi pedangnya berhasil mendorong Xue Yi dan Fen Hen tiga langkah.
"Aiyo, benar benar keras kepala sekali!" Xue Yi menepuk pelan gaun hitamnya.
"Habisi si tua itu sekarang! Benar benar tidak ada etika!" Fen Hen mendegus kesal.
Fei Jiulong tertawa mengejek, "Aku heran, siapakah yang justru tidak punya etika!"
Fen Hen mengeram sementara Xue Yi tertawa keras, demikian pertarungan tak terelakkan lagi. Fei Jiulong yang awalnya memang sudah terluka tidak unggul lagi melawan dua pendekar Raja dari Lembah Hantu.
Sementara itu, Fang Wei berhasil keluar dari wilayah Sekte Vila Bambu Giok, nafasnya mulai tidak stabil. Fang Wei yang masih Pendekar Ahli tidak bisa beratahan lebih lama. Fang Wei menoleh ke belakang dimana lokasi Sektenya berada, senyuman pahit Fang Wei sematkan. Hatinya panas dipenuhi dendam dan rasa bersalah dan ketidak mampuannya, Sekte Vila Bambu Giok memang hanya Sekte yang tidak besar dengan hanya memiliki satu Pendekar Suci dan empat Pendekar Raja sementara hanya beberapa dari tetua hanya Pendekar Bergelar selebihnya hanya sepuluh murid Sekte hanya berada di Pendekar Ahli selebihnya Pendekar kelas tiga dan satu. Dimana di mata kelompok penyerang rata rata Pendekar Bergelar.
"Suatu hari, aku akan kembali dan membalas kalian semua!" ucap Fang Wei pelan, tangannya mengepal keras.
Fang Wei bergegas meninggalkan lokasinya, bergerak dengan mengandalkan tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuhnya. Fang Wei memilih jalur sepi dan menuju hutan perbatasan, Fang Wei berencana menuju Kekaisaran Tang dan menghilangkan jejaknya demi melindungi pusaka dan kitabnya hingga suatu hari Fang Wei akan kembali dengan kekuatan besar.
Fang Wei duduk memeluk kedua lututnya, jubah Sektenya tercampur warna tanah dan sedikit lusuh sehabis melalui jalur rerumputan dan berlimpur akibat hujan.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tidak mungkin aku kembali..." gumam Fang Wei, hatinya masih sulit menerima keadaan.
Fang Wei tidak mungkin kembali ke Sekte Vila Bambu Giok yang sudah jelas diduduki oleh dua Tetua Aliran Hitam dari Lembah Hantu. Fang Wei belum mengerti mengapa Lembah Hantu bisa mengetahui keberadaan dua harta yang disembunyikan Sektenya.
Api yang dinyalakan oleh Fang Wei dengan susah payah seolah tidak mempan memberi kehangatan untuknya. Gelapnya malam di sekitarnya memberinya sedikit rasa tidak nyaman terlepas dari rasa lelahnya, lokasi Fang Wei sudah hampir sampai di sebuah Kota yang menjadi perbatasan menuju Kekaisaran Tang.
Sebetulnya Fang Wei ragu, lantaran dirinya tidak mengenal siapapun disana. Masalah lainnya Fang Wei hanya Pendekar Ahli, dengan kemampuannya sekarang juga sedang membawa dua harta yang jelas akan menjadi incaran membuat Fang Wei dilema.
"Sialan!"
Fang Wei mendengus kesal, dua harta yang membuat semuanya kacau dan membuatnya kehilangan semuanya. Fang Wei meraih Pedang Naga dan mencoba menariknya dari sarungnya.
"Apa apaan, Pedang ini rusak?" Fang Wei mengerutkan alisnya.
Nyatanya Pedang Naga itu tidak bergeming dari sarungnya, sekeras apapu Fang Wei berusaha menariknya namun sia-sia.
"Memang sudah rusak, lalu apa gunanya?" Fang Wei melempar Pedang Naga ke sampingnya, Fang Wei mulai berpikir mungkin Pedang itu sudah rusak lantaran sudah tersimpan di Goa Beku sangat lama.
Fang Wei justru mengeluarkan Kitap Naga Mengarungi Awan dari jubahnya dan mulai membalik setiap halamannya. Membacanya dengan cermat, sesekali raut wajah Fang Wei berdecak kagum.
"Naga Pedang Bersalju, ilmu ini menarik tapi... harus mempunyai tenaga dalam yang tinggi, hmm."
Fang Wei mengelus dagunya, halaman yang sedang dibacanya jelas harus memeliki kemampuan setingkat Pendekar Raja untuk menguasainya. Pandangan Fang Wei jatuh ke arah Pedang Naga lalu menatap Kitap itu lagi, nama keduanya hampir sama apa mungkin untuk dapat menarik Pedang Naga harus menguasai Kitab Naga Mengarungi Awan dulu? Begitulah yang muncul dipikiran Fang Wei.
Fang Wei lanju membaca halaman berikutnya hingga sampai di halaman terakhir, Naga Mengarungi Awan begitulah judul halaman terkahir itu.
Naga Mengarungi Awan memungkinkan penguasanya memiliki kemampuan menyatu dengan padang dan menebas lawan dengan sekali serang akan memiliki tujuh tebasan yang sama dan setiap tebasannya mencegah targetnya memperoleh kesempatan memulihkan diri mereka dengan memblokir jalur tenaga dalam lawan. Untuk menguasainya harus memiliki lima ratu tenaga dalam untuk setiap kali memakainya. Jelas penggunanya harus Pendekar Suci dengan tenaga dalam tinggi.
"Lima ratus? Banyak sekali." Fang Wei menutup Kitap Naga Mengarungi Awan lalu kembali memandangi Pedang Naga.
Fang Wei meraih Pedang Naga menatapnya lekat lekat, untuk bertahan di Kekaisaran Tang Fang Wei setidaknya harus meningkatkan bela dirinya hingga tingkat minimal Pendeka Bergelar.
Bukan tampa alasan, di Kekaisaran Tang mempunyai aturan tidak tertulis yang lemah akan dimangsa oleh yang kuat. Fang Wei akan mengantar nyawa jika pergi dengan kemampuannya sekarang apa lagi Fang Wei adalah orang asing disana nantinya.
"Tidak ada pilihan lain." Fang Wei menghela nafas berat, Fang Wei berencana berlatih di depan hutan kegelapan dengan bantuan sedikit Pil Pecahan Bulan yang diberikan oleh Gurunya Fang Lang sebelumnya.
"Aku tidak berharap akan menggunakannya pada akhirnya, Guru Fang." Fang Wei mengelus botol Pil nya, jelas sebelumnya Fang Wei tidak mau menggunakan Pil itu, selain pemberian terakhir Gurunya sebelum Gurunya itu dikabarkan terbunuh dalam sebuah misi.
Fang Wei kemudian duduk bersila setelah menelan Pil Pecahan Bulan, keheningan malam itu membantu Fang Wei lebih tenang menyerap semua khasiat dari Pilnya. Menjelang subuh Fang Wei baru membuka mata, mulutnya melepaskan hawa dingin.
Fang Wei mengepalkan tinjunya, senyumannya tersemat. Fang Wei mencapai tingkat Pendekar Bergelar dalam semalam, memang Fang Wei hampir mencapai tingkat itu di usinya yang baru sembilan belas tahun. Fang Wei bisa saja sudah lama mencapai tingkat itu dengan bantuan Pil Pecahan Bulan, tapi Fang Wei mencoba menutupinya dengan sumber daya yang hampir setingkat dengan Pil itu. Fang Wei berfikir tidak akan menggunakannya karena ingin menyimpan pemberian terakhir Gurunya.
"Mungkin sudah cukup." Fang Wei meraih Pedang Naga dan menyamarkan jejak apinya.
Fang Wei berencana berburu siluman tingkat rendah di Hutan kegelapan yang memang terkenal sebagai rumah segala binatang buas dan siluman. Selain untuk mengambil permata siluman untuk dijual nanti sebagai bekal perjalanannya, Fang Wei akan bisa melatih kekuatannya.
☆☆☆
"Apa sebenarnya guna kalian berdua?!"
Seorang pria paruh baya menunjuk geram dua Tetua Lembah Hantu yang kini berlutut takut di hadapannya, Xue Yi dan Fen Hen berkeringat dingin.
Penyerangan di Sekte Vila Bambu Giok nyatanya tidak membawa apa apa bagi Partriak Lembah Hantu, Gui Tian.
Lembah Hantu sudah mengumpulkan lima Kitap dan sepuluh Pedang Pusaka yang menjadi penyebab kacaunya Dunia Persilatan saat ini. Tujuan Lembah Hantu mengumpulkannya jelas ingin menjadi kelompok nomor satu di seluruh Dunia Persilatan nantinya. Namun kembalinya dua Tetuanya tidak memuahkan hasil apapun membuat Gui Tian geram.
"Si tua Fei Jiulong begitu licik, dia jelas sudah membuat salah satu muridnya mengamkan harta itu!" Fen Hen buka suara namun tetap berlutut, tidak berani mengangkat pendagannya.
"Anggota kami sudah mengacak seluruh Sekte juga Goa rahasia mereka namun..." Xue Yi tidak melanjutkan ucapannya, aura penindasan yang begitu pekatnya di arahkan ke mereka berdua.
"Cari, bila perlu gali seluruh jalan dan lokasi Sekte itu!" Gui Tian membalikkan tubuhnya meninggalkan aula tahtanya.
Gui Tian sudah tidak terlihat barulah Xue Yi dan Fen Hen berani bergerak, nafas mereka seolah sesak dengan aura Gui Tian keluarkan untuk menekan mereka berdua.
Demikian dua Tetua itu mengerahkan para bawahannya menuju lokasi Sekte Vila Bambu Giok guna melacak jejak pelaku pelarian yang membawa dua harta itu.
☆☆☆
"Sial! Sial! Sial!"
Fang Wei lari terbirit birit dikejar siluman ular lima ratus tahun, baru saja Fang Wei menghabisi dua siluman dua ratus tahun dan mengambil dua permatanya namun sialnya nasibnya bertemu seekoer serigala yang kebetulan mendekat karena terpancing oleh bau darah. Fang Wei tidak menyangka Hutan Kegelapan begitu berbahaya walau tidak masuk terlalu jauh.
"Berhenti mengejarku! Dagingku tidak enak!" Fang Wei menjerit, nafasnya memburu dan panik mendapati serigala siluman itu terus mengejarnya.
Auuuu!
"Aku menyesal, aku menyesal!"
Fang Wei terus berlari, sesekali melihat ke belakang. expresinya memburuk, serigala itu seolah menyeringai ke arahnya. Berpikir betapa enaknya menikmati daging Pendekar yang sudah lama tidak dia nikmati.
"Sial!" Fang Wei menghentikan larinya, di hadapannya adalah jalan buntu di bawahnya ada jurang yang amat gelap tak berdasar.
"Saudara serigala... Dengarkan aku, dagingku benar-benar tidak berasa. Jadi, lepaskanlah aku... kasihanilah aku!"
Fang Wei lemas, serigala itu malah menyeringai melihat Fang Wei memohon. Air liurnya tidak berhenti menetes menatap Fang Wei.
Melihat serigala itu tidak berniat melepaskannya, Fang Wei menjadi geram. Fang Wei menodongkan pedangnya yang kini penuh retakan sehabis membunuh dua siluman dua ratus tahun sebelumnya.
"Nampaknya kita harus menjatuhkan saudara serigala, ck!"
Fang Wei menelan Pil pemulih satu satunya yang dimilikinya lalu maju menyerang duluan walau Fang Wei kurang yakin bisa menang karena memang sudah kelelahan.
"Ilmu Pedang Giok, membelah hujan!"
Fang Wei berputar, berikutnya melepaskan sebuah tebasan menyamping sembanyak tiga kali, setiap tebasannya meninggalkan koyak di tempat yang sama. Potongannya rapi, seolah dipotong dengan pelan dan lembut.
Luka yang diberikan Fang Wei membuat serigala itu oleng, Fang Wei tidak melewatkan kesempatan. Fang Wei melompat ke belakang serigala itu dan melapaskan tebasan yang sama dan sebuah tendangan yang mengandung tenaga dalam besar membuat tubuh siluman serigala itu jatuh ke jurang di depannya.
"Permatanya!"
Fang Wei memukul jidatnya, akibat terburu burunya malah membuatnya lupa dengan permata siluman seigala itu. Permata siluman lima ratus tahun dihargai sepuluh koin emas, namun melihat serigala itu jatuh tidak terlihat lagi membuat Fang Wei mengjambak rambutnya sendiri.
"Dasar kau bodoh, Wei!" kembali Fang Wei memukul jidatnya, detik berikutnya pandangannya buram. Pukulannya rupanya terlalu keras membuatnya hilang keseimbangan.
***
Terima Kasih untuk like kamu yang udah menyempatkan diri untuk membaca dan memberi like ya.
Like kamu begitu berhaga untuk saya heheh, terima kasih untuk yang sudah mampir ya. Dan juga Novel ini akan update setiap hari loooh, ikuti terus keseruannya ya heheh. Sekali lagi Terima Kasih banyak.
Fang Wei kehilangan keseimbangan, pandangannya mulai samar sebelum Fang Wei merasakan dirinya tidak terasa menghantam tanah melainkan seolah tetap jatuh terus menerus.
"Apa yang terjadi?" Fang Wei memaksa membuka matanya, di jarak pandangannya hanyalah kabut dan kegelapan.
Fang Wei tersentak kaget, rupanya dirinya jatuh ke dalam jurang tak berdasar tadi mengikuti jatuhnya si siluman serigala itu. Fang Wei masih merasakan tangannya menggenggam pedang retaknya.
"Rupanya inilah akhirnya, maafkan aku... Aku gagal melanjutkan tanggung jawabku." Fang Wei tersenyum pahit, di tengah penyesalannya Fang Wei hanya bisa bersyukur masih jatuh bersama Pedang Naga di punggungnya beserta Kitabnya.
Pikiran Fang Wei melayang dan mulai membayangkan andaikan dirinya mendapat kehidupan keduanya di masa lalu maka Fang Wei akan sangat menghargainya dan giat berlatih hingga dapat mengubah akhir dari Sektenya.
"Apa yang kupikirkan? Konyol sekali." Fang Wei menggeleng, merasa bodoh dengan pikiran singkatnya.
Sudah cukup lama rasanya Fang Wei jatuh namun belum nampak dirinya menghantam dasar jurang. Sebelumnya Fang Wei pernah mendengar tentang kisah jurang ini, menurut Pendekar yang pernah melewatinya katanya jurang itu mengelurkan aura kematian yang pekat serta sering terdengar suara mengerikan dari sana dan penampilannya yang gelap membuat orang orang menamainya Jurang Tak Berdasar.
☆☆☆
Sementara di waktu yang sama Xue Yi dan Fen Hen terus mengacak acak Sekte Vila Bambu Giok berkali kali serta meluaskan anggota Lembah Hantu di seratus meter lokasi Sekte Vila Bambu Giok.
"Dasar tikus kecil! Dimana sebenarnya dia bersembunyi?!" Xue Yi menghentakkan kakinya geram.
Sudah satu jam lebih mereka melakukan pencarian namun belum mendapat titik terang, menurut informan Lembah Hantu, Sekte Vila Bambu Giok memiliki satu orang murid yang paling disanyangi Ketua Sekte bernama Fang Wei. Xue Yi menarik kesimpulan besar jika harta yang dicari dibawah oleh Fang Wei. Dugaan yang sangat benar sekali.
"Kau tidak mau kakimu lagi?" Fen Hen melirik Xue Yi yang masih saja menghantamkan kakinya ke lantai.
"Tutup mulutmu!" tatapan Xue Yi dingin, dari semua yang terjadi Fen Hen masih terlihat masih santai.
Dengan mereka berdua yang lagi lagi pulang dengan tangan kosong, maka Gui Tian pasti tidak akan tinggal diam lagi. Membayangkan hukuman yang akan mereka terima membuat Xue Yi menjadi sangat gelisah namun Fen Hen masih bisa melebarkan senyum menjengkelkannya.
"Tetua!"
Anggota Lembah Hantu datang menghadap, setelah memberi hormat dia menjelaskan kalau ada jejak di sekitar lokasi menuju Hutan Kegelapan, mereka menyimpulkan kalau Fang Wei melarikan diri kesana.
"Hutan Kegelapan? Orang gila mana yang berpikir bersembunyi disana?" Fen Hen menutup kipasnya, dahinya mengerut meragukan laporan itu.
"Itu mungkin, menurutmu selain disana dimana lagi dia bisa bersembunyi? Dengan keadaan Dunia Persilatan sekarang, aku ragu ada Sekte aliran putih yang mau menerimanya." Xue Yi tertawa mengejek.
Senyuman Fen Hen yang baru dia lakukan memudar, tatapannya penuh hawa membunuh kepada Xue Yi. Sementara gadis itu tetap tertawa.
"Perluas pencarian di Hutan kegelapan!" Fen Hen meninggikan suaranya, detik itu juga anggota Lembah Hantu bergerak bersamaan diikuti Fen Hen dan Xue Yi.
☆☆☆
Fang Wei perlahan lahan membuka matanya, namun hanya cahaya samar samar seolah menjelang malam. Seluruh tubuhnya menjerit sakit.
"Terima kasih saudara serigala, terlepas dari aku yang membunuhmu justru kau malah menyelamatkanku."
Tubuh Fang Wei ternyata mendarat dengan sempurna di atas tubuh siluman serigala, melihat kondisi tubuh serigala yang hampir hancur mendakan betapa dalamnya dasar jurang itu.
"Aku tidak bisa membayangkannya..." Fang Wei menelan ludahnya, membayangkan jika tubuhnya menghantam langsung dasar jurang.
Fang Wei kemudian melakukan pernapasan yang diajarkan Gurunya untuk memulihkan tenaga dalamnya, takut takut ada siluman yang mendekat karena bau darah.
Cukup lama Fang Wei memulihkan diri, namun tidak ada satu siluman pun yang mendekat. Fang Wei cukup heran namun bersyukur.
Tenaga dalam Fang Wei sudah pulih, sebagian ia gunakan mengobati lukanya dan menghentikan pendarahannya. Fang Wei sudah bisa bergerak walau belum leluansa, pandangannya menyisir seluruh sekitarnya.
"Hampir malam, berapa lama aku tidak sadarkan diri tadi?" Fang Wei menggaruk kepalanya, jubah Sektenya sudah mengerikan dengan robekan disana sini serta berbau amis darah.
"Nasibku sungguh mengerikan..." senyuman Fang Wei pahit.
Fang Wei kemudian bangkit mulai mencari kayu untuk menyalakan api lalu mencari sumber air untuk membersihkan dirinya.
"Tidak layak pakai lagi rupanya." gumam Fang Wei, jubahnya setelah dibersihkan malah tampak mengerikan.
Tidak ada pilihan lain selain tetap memakai kembali jubahnya, karena memang tidak ada jubah ganti lagi yang dibawanya hanya pedang dan kitab. Fang Wei kemudian mengambil sepotong daging dari siluman serigala, Fang Wei menemukan cara melatih tubuh menggunakan daging siluman di Kitap Naga Mengarungi Awan.
"Apa hujan tidak menyentuh kayu kayu disini?" Fang Wei merasa heran lantaran kayu kayu yang dibakarnya sangat kering seolah tidak pernah terkena hujan deras sebelummya.
Fang Wei kemudian mengambil daging bakarnya, "Sial, apa tidak terlalu matang?" warna daging yang seharusnya matang sempurna malah nampak aneh.
"Matang apanya... rasanya bagai arang!"
Fang Wei memandangi dagingnya lagi, rasanya hampir pahit semua namun khasiatnya begitu besar yang tidak di sia siakan oleh Fang Wei. Banyak pertanyaan kenapa api yang nampak biasa saja bisa begitu panas dan cepat membakar daging siluman yang seharusnya memakan waktu sangat lama malah sangat singkat.
"Lokasi ini sangat aneh..." ada rasa takut di lubuk hati Fang Wei. Rasanya lokasinya itu sangat ganjal dan aneh.
"Blurph."
Fang Wei mengelus perutnya, selain mengenyangkan daging siluman juga memperkuat fisiknya menjadi kuat sayangnya kualitas tulangnya hanya tingkat putih.
Ada tiga jenis kualitas tulang khusus pendekar, tulang hitam untuk kualitas dasar lanjut dengan tulang putih sebagai kualitas menengah dan tulang kuning untuk tulang kualitas tinggi.
Fang Wei sebenarnya cukup beruntung terlahir dengan kualitas tulang putih melihat dari dirinya hanya anak rakyat biasa dan mulai berlatih di usianya yang lima tahun setelah tragedi yang dialami Desanya lalu bertemu dengan Gurunya Fang Lang.
Biasanya kualitas tulang akan menjadi penentu tingkatan bela diri, kualitas tulang seperti Fang Wei akan mencapai tingkat pendekar Raja dan akan sangat beruntung untuk mencapai pendekar Suci bila disokong dengan sumber daya yang langka.
"Mengapa begitu dingin?" Fang Wei mengerutkan dahinya, hawa dingin yang amat dingin hingga mengecilkan nyala api yang dinyalakan Fang Wei membuatnya meringkuk memeluk lututnya.
Fang Wei berusaha membesarkan nyala apinya namun tetap tidak ada perubahan, hawa dingin itu semakin menjadi seiring waktu.
Berikutnya Fang Wei samar samar mendengar suara nyanyian yang lebih mirip seperti mantra mantra. Mengikuti suara itu Fang Wei mencoba mendekat, suaranya berasal dari sumber air tempat Fang Wei membersihkan tubuhnya.
"Apa apaan?!" Fang Wei bergumam pelan, di hadapannya sumber air yang terlihat biasa saja sekarang bercahaya kebiruan.
Di tengahnya ada seorang putri duyung yang duduk di atas batu besar, tangannya terangkat keatas dengan mulutnya yang terus menyandungkan nyanyian lebih tepatnya seperti mantra aneh.
"Ukh!" Fang Wei tercekat tatkala si putri duyung bebalik kepadanya, wajah yang nampak mengerikan dan sangat pucat menatap Fang Wei tampa expresi sebelum melompat ke air.
"Siluman ikan? Putri duyunng? Hantu?" Fang Wei menelan ludahnya, mengingat dirinya tadi sempat membersihkan diri disitu.
Pandangan Fag Wei kemudian jatuh ke lubang batu besar di sumber air itu, ada sebuah cahaya terang seperti sebuah kristal yang bersinar. Fang Wei ingin melihatnya dari dekat namun tidak berani mendekat, Fang Wei belum tau pasti sesuatu yang mendiami sumber air tersebut.
Fang Wei menyimpulkan kalau benda itulah yang menyebabkan semua ke anehan di lokasinya itu serta hawa dingin yang terus bertambah setiap jamnya. Mungkin itu adalah sebuah barang berharga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!