NovelToon NovelToon

Konglomerat Dingin & Istri Polosnya

Bab 1

Bogor 1982.

.

Seorang wanita muda cantik duduk sendirian di terminal bus. Rambut keritingnya tertata rapi dengan bando putih. Dress merah polkadot sebetis menonjolkan pinggang rampingnya yang dilingkari ban putih. Aksesoris anting bulat panjang dan sarung tangan putih menambah kesan anggun.

Tidak lama, seorang pria muda datang, ia mengenakan topi kodok, rompi jeans, dan scarf merah yang elegan. Ia mengendarai motor Vespa dengan penuh percaya diri, senyumnya mempesona saat menatap sang kekasih.

"George, aku sudah menunggumu sangat lama." Gerutu Herlina dengan wajah cemberut, meletakkan kedua tangannya di pinggang.

"Maaf cintaku, tadi aku harus mengantarkan kue pesanan toko orangtuaku dulu, baru bisa menjemputmu kesini." ujar George, wajahnya memelas, berharap tatapan itu bisa meredakan kemarahan sang kekasih

Herlin memandang George sejenak, matanya yang semula tajam kini mulai melembut. Dengan perlahan, ia mengangguk, meskipun masih ada sedikit rasa kecewa yang mengendap.

Sudah dua tahun lebih mereka menjalin kisah asmara sejak berada di bangku SMA.

Setiap Minggu mereka selalu melakukan rutinitas yang sama, dua hari sekali mereka selalu bertemu di halte bus dekat rumah Herlina. Lalu George menjemputnya dan mereka pergi berkencan di taman kota Bogor.

George membonceng Herlina, mengendarai motor Vespanya dengan santai, Herlina duduk menyamping sambil melingkari satu lengannya di pinggang George.

Kadang ia menyandarkan kepalanya pada punggung George, menunjukan rasa bahagia saat dibonceng kekasihnya.

Sesampai di taman kota, mereka membeli es krim dan duduk di dekat air mancur, menikmati suasana yang tenang.

Tak lama kemudian, para teman band George datang, membawa alat musik dan mulai berlatih menyanyi bersama. Herlina, yang duduk dengan setia, menikmati momen itu sambil memandang kekasihnya yang sibuk berlatih. Ia merasa bangga melihat George bersama teman-temannya berkumpul, berusaha memperbaiki lagu ciptaan mereka.

Meski tidak ikut bernyanyi, Herlina merasa bahagia bisa berada di sana, mendukung sang kekasih dalam setiap langkah menuju kesuksesan.

Hingga tak terasa tiba-tiba langit berubah menjadi senja. George pun pamit pada teman-temannya, dan langsung mengantarkan Herlina pulang ke rumah orangtuanya.

...*****...

Kediaman rumah orangtua Herlina.

"Papa, Mama, Herlina pulang." serunya saat memasuki ruang tamu.

Seperti biasanya, George pun duduk dahulu di ruang tamu, sebelum pamit pulang ia ingin menyapa kedua orangtua Herlina.

"Ekhem!!" Herman muncul dengan wajah galak, memicingkan kedua mata ke arah pria muda yang sedang duduk di ruang tamu.

"Eh..!! Om....!! Ha.... Halo om... Sore..." sapa George gelagapan, seluruh tubuhnya dibuat merinding dengan tatapan permusuhan dari Herman.

Herman menghempaskan bokongnya ke atas sofa ruang tamu lalu ia bertanya, "Kamu sekarang kerja apa?" tanya Herman ketus.

Sebenarnya ini bukan lah pertemuan pertama mereka, karena Herman sudah mengenal George sejak masih duduk di bangku SMA.

Awalnya Herman tidak masalah dengan hubungan percintaan monyet putrinya ini, karena George juga berasal dari keluarga yang baik dan berkecukupan, namun setelah lulus SMA, pria muda ini tidak punya pekerjaan yang jelas, namun selalu berniat ingin menikahi Herlina.

"Enak saja dia bilang mau menikahi Herlina, tapi tidak ada penghasilan tetap, mau dikasih makan apa putriku." Herman menatap sinis, sembari mengumpat dalam hati.

"Ooo... Kalau saya... Masih main musik saja Om, seperti biasa jadi saya jadi gitaris band sekaligus vokalis juga,hehehe..." George terkekeh sambil angguk-angguk, terlihat jelas dari ekspresinya ia merasa takut, mendapati tatapan permusuhan dari Herman.

"Hmmp! Apa tidak ada kerjaan yang lain selain melakukan hobi di jalanan!?" ejek Herman mencemooh.

"Ta... Tapi kadang saya juga bantu ibu saya berjualan di toko kue dekat pasar." tambah George sembari membasuh keringat yang bercucuran.

"Pa! Jangan galak-galak sama George, saat ini George tengah sibuk mempersiapkan album musik loh, Pa-. Kalau berhasil sukses dipasaran, George janji akan melamar Herlina secepatnya." sela Herlina, yang datang sambil membawakan nampan minuman.

"Hah..." George menghela nafas lega melihat kedatangan sang pacar yang membela dirinya.

"Ini sayang, minum lah dulu, kamu pasti haus." Herlina tersenyum manis sambil memberikan segelas air lemon pada kekasihnya. Dengan wajah bahagia George pun menyeruput gelas minuman dari sang kekasih.

"Cih!!" decak Herman, ingin sekali ia menendang pria ini keluar dari rumah.

"Tidak peduli, Papa minta kalian putus sekarang juga! Hubungan kalian tidak punya masa depan," pekik Herman dengan tegas.

Herlina dan George tertegun diam melihat kemarahan Herman yang tiba-tiba membuncah.

Suasana yang sebelumnya tenang dan hangat, tiba-tiba berubah menjadi tegang. Semua mata tertuju pada Herman yang berdiri di tengah ruang tamu dengan wajah merah padam, seolah-olah tidak bisa menahan emosinya.

.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

#TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA ❤️❤️❤️

**Jangan lupa meninggalkan jejak kebaikan dengan Like, Subscribe, dan Vote ya...~ biar Author makin semangat menulis cerita ini, bentuk dukungan kalian adalah penyemangat ku...😘😘😘**

Bab 2

"Tapi Pa! Herlina dan George sudah lama saling mencintai! Saat ini juga George sedang berusaha." Herlina bersih keras mempertahankan hubungan cintanya walaupun di tentang sang ayah.

"Tidak mau dengar alasan apapun, segera akhiri hubungan kalian. SEKARANG JUGA!!!" suara teriakan Herman menggelegar, membuat Herlina terkejut dan hampir menangis di tempat.

Ayah yang selama sosoknya dikenal sabar dan penuh kasih, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang begitu pemarah, bahkan keras.

Herlina tercengang, matanya memerah, tetapi dia berusaha menahan air mata yang hampir tumpah. Sebelum Herman meledak seperti ini, Herlina sudah lama mengetahui bahwa ayahnya ingin ia segera putus dari George. Tapi Herlina enggan melepaskan George, terlalu banyak kenangan, terlalu dalam perasaan kagumnya pada George.

"Tidak ada tempat untukmu di sini!" teriak Herman dengan suara keras, matanya penuh amarah. Ia sudah tidak tahan lagi melihat pria yang tak punya pekerjaan tetap itu mendekati putrinya.

Tanpa memberi kesempatan untuk George membela diri, Herman meraih sepasang sepatu dari dekat pintu dan melemparkannya ke arah George dengan kasar. "Pergi sana!Jangan pernah kamu dekati lagi putri saya!"

George amat terkejut, tubuhnya kaku sejenak saat beberapa sepatu melayang ke arahnya. Ketakutan memenuhi dirinya, namun rasa malu dan sakit hati membuatnya mundur.

Dengan langkah terburu-buru, George mundur, berusaha menghindari sepatu yang masih terbang ke arahnya. Ia berlari keluar rumah, dan langsung menuju motor Vespanya. Tanpa pikir panjang dan pamit pada sang kekasih, George langsung menyalakan mesin dan tancap gas pergi dari sana.

Herlina terjatuh di lantai, menangis tanpa suara. Hatinya terasa hancur. Mengapa ayahnya tidak bisa menerima George? Mengapa orang yang seharusnya mendukungnya malah menjadi orang yang menghancurkan kebahagiaannya?

"Cepat masuk kamarmu!" perintah Herman pada putrinya. Matanya menyala, wajahnya nampak merah, dan setiap kata yang keluar dari bibirnya terasa seperti cambuk yang menyakitkan bagi Herlina.

Bukannya Herman tidak mau memberikan kesempatan kepada mereka berdua, namun keadaan ekonomi keluarganya sedang sangat kritis, mana mungkin ia menambah kesulitan lagi dengan menampung seorang pria pengangguran.

Dengan langkah lesu Herlina menaiki tangga dan masuk kedalam kamarnya. Kejadian yang baru saja terjadi di ruang tamu membuat dunianya seakan runtuh.

"Hikss.. Huhuhu Papa jahat!! Keterlaluan!! Teganya papa mengusir George begitu saja." gumam Herlina sambil membenamkan wajahnya diatas bantal, sedih rasanya bila hubungan cinta tidak direstui seperti ini.

Saat di bangku SMA dulu, George merupakan laki-laki pujaan para siswi di sekolahnya. Ada banyak sekali siswi yang tergila-gila pada George, selain wajahnya tampan, suaranya bagus dan merdu, tidak heran bila hampir setiap hari George menerima surat cinta dari banyak siswi disekolah.

Perawakan George yang ramah serta lemah lembut kerap kali membuat hati para wanita jatuh hati padanya, ditambah pula ia pintar bermain gitar dan membuat puisi cinta, namun secara akademis nilainya jeblok.

Puisi-puisi cinta George selalu saja menggetarkan hati Herlina. Hampir setiap hari Herlina rela bersaing dengan para siswi disekolah untuk mendapatkan perhatian dari George sang pujaan hati.

Apalagi saingan terberatnya Irene. Dari semua siswi disekolah, dialah wanita yang paling mengintimidasi dirinya, Irena tak segan-segan berbuat kasar pada para siswi yang mau mendekati George.

Namun atas nama cinta, Herlina rela bertengkar dengan Irene. Sudah beberapa kali pula mereka saling menjambak dan menampar demi bisa mendapatkan perhatian George.

Namun tak disangka perjuangan Herlina tidak lah sia-sia, ia berhasil mendapatkan perhatian dari George dan memenangkan hati pria itu. Para siswi di sekolah pun jadi sangat iri pada Herlina.

Sejak itulah Herlina dengan polosnya selalu menganggap George adalah cinta sejatinya sampai maut memisahkan.

Namun roda kehidupan berputar, setelah setahun menjalin hubungan asmara dengan George, Tiba-tiba saja perusahaan ayahnya bangkrut.

Lalu sikap Herman mulai berubah. Ia tidak lagi merestui hubungan mereka, tiap hari selalu saja menyuruh Herlina untuk putus dari George, lalu mencari kenalan pria kaya untuk dinikahi.

Tapi Herlina tidak rela, tidak mau menyia-nyiakan perjuangan cintanya saat di bangku SMA. Tangannya menggenggam erat sebuah kertas yang terlipat di meja samping tempat tidurnya.

Itu adalah lirik lagu ciptaan George untuknya, lirik itu berisikan sebuah janji setia, bahwa mereka akan selalu bersama, meski banyak halangan yang datang. Herlina tahu, tanpa George, hidupnya tidak akan lengkap.

Dengan tekad yang bulat, Herlina menghapus air mata di wajahnya. Di luar sana, langit sore mulai memerah, mengingatkan pada saat-saat indah bersama George. Tak ada lagi keraguan dalam dirinya. Ia harus melangkah, harus bertindak sekarang, sebelum semuanya terlambat.

Herlina membuka lemarinya, lalu ia bergegas mengenakan sebuah jaket dan scarf. Dengan hati yang berdebar kencang, Herlina menyelinap keluar dari kamar, menuruni tangga dengan langkah pelan dan hati-hati.

Saat berhasil turun, ia mendengar suara kedua orangtuanya yang sedang berada di dapur. Tanpa pamit pada mereka, Herlina segera menuju pintu keluar rumah, ia membuka dengan hati-hati, memastikan pintu itu tak bersuara.

Dengan satu tarikan napas dalam, Herlina cepat-cepat melangkah keluar dan menutup pintu perlahan. Hatinya berdebar semakin kencang, saat berhasil keluar dari pintu pagar halaman rumahnya.

Ia tahu dirinya telah mengambil keputusan yang besar, keputusan untuk meninggalkan keluarganya demi cinta, keputusan yang membawa dirinya pada sebuah takdir yang tak pernah ia duga.

.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

#TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA ❤️❤️❤️

**Jangan lupa meninggalkan jejak kebaikan dengan Like, Subscribe, dan Vote ya...~ biar Author makin semangat menulis cerita ini, bentuk dukungan kalian adalah penyemangat ku...😘😘😘**

Bab 3

Herlina terus melangkah tanpa tujuan yang jelas. Langkah kakinya terasa berat, seolah-olah dunia ini terlalu luas untuk dijelajahi sendiri. Ia berusaha mengingat kembali rute-rute yang biasa dilalui bersama George, namun terasa asing tanpa kehadiran pria itu di sisinya.

Air mata mulai mengalir di pipinya. Ia merasa begitu kesepian, sore ini tak banyak orang berlalu lalang di sekitaran trotoar, suasana jadi sepi, mungkin karena hari sudah akan berganti malam.

Merasa takut, Herlina jadi ingin berbalik saja kembali ke pulang rumah orangtuanya. Tetapi hatinya tak bisa mengabaikan perasaan yang terus menerus ingin bertemu George.

Herlina ingin mendengar suara nyanyian George yang menenangkan, ingin melihat senyum kekasihnya yang selalu membuat suasana hatinya terasa lebih baik.

Saat Herlina sedang larut dalam pikirannya, tiba-tiba...

Splash..!!

Sebuah mobil retro melaju kencang, menghantam genangan air di pinggir jalan, dan mengguyur tubuh Herlina dengan air kotor bercampur lumpur. Tubuhnya basah kuyup, bajunya kini berubah menjadi coklat kehijauan akibat lumpur yang menempel.

Herlina terkejut, seketika itu juga ia merasa marah, perasaan yang semula hampir hilang kembali muncul. Ia mengibaskan tangan, mencoba menghapus lumpur yang membasahi wajahnya. Tanpa pikir panjang, ia memandang mobil yang baru saja lewat, melaju dengan cepat tanpa sedikit pun berniat mengerem.

"HEI..!!! JANGAN LARI, PENGECUT..!!!" teriak Herlina dengan marah, menunjuk ke arah mobil yang semakin menjauh. Hatinya memanas, perasaan tidak adil, perasaan kesal, semua bercampur dalam satu letupan. Ia berlari mengejar mobil itu, meskipun kakinya terasa berat dan tubuhnya masih basah kuyup.

Ngiiiikk!!

Mobil itu langsung berhenti mendadak dan menepi ke pinggir jalan, mengerem dengan keras. Pintu mobil terbuka, dan seorang pria berjanggut tebal keluar dengan langkah tegap.

Pria itu tampak besar dan kekar, mengenakan jaket kulit hitam, matanya tajam menatap Herlina yang sudah berdiri, masih basah kuyup dan marah.

Buukk!!

Tanpa memberi kesempatan pria itu berkata apa pun, Herlina langsung menghampirinya dan memukul tubuh pria itu dengan tas kecil yang ia genggam erat.

Namun Pria itu hanya diam, tak bergeming. Hanya menatap Herlina dengan pandangan datar, seolah tidak terpengaruh oleh pukulan tersebut. Janggut tebalnya bergerak-gerak, namun wajahnya tetap tak menunjukkan ekspresi apa pun.

"CEPAT MINTA MAAF PADAKU..!!!" teriak Herlina, suaranya semakin meninggi, semakin kesal. Ia terus memukulkan tas kecil itu ke tubuh pria besar itu, namun pria itu tak menunjukkan reaksi apa pun.

Mendengar teriakan Herlina, pria berjanggut itu akhirnya membuka mulut, suaranya dalam dan tenang. "Memang salah aku apa?" Ujar pria itu dengan nada yang arogan, sambil melipat kedua tangan.

Herlina tercengang, terkejut karena pria itu tidak tahu sudah membuat dirinya kotor terkena lumpur.

Dengan tatapan mata berapi-api. "Liat bajuku! Jadi kotor semua gara-gara kamu dan mobilmu!!" teriak Herlina, sembari memperlihatkan jaket dan dress polkadot merah yang banyak noda lumpur ke pria asing itu.

Pria itu tidak meminta maaf, tapi malah mengeluarkan isi dompetnya. "Ya sudah, ini silahkan ambil uangku, belilah pakaian yang baru." Pria itu memberikan beberapa lembar uang kertas.

Herlina terpana sesaat, namun kemarahannya justru semakin membara. Ia menatap uang itu dengan pandangan tajam, seolah uang itu adalah bentuk penghinaan.

"AKU GAK BUTUH!!" Herlina menepis tangan pria yang memberikan uang padanya, ia masih punya harga diri, dirinya hanya mau menuntut permintaan maaf dari mulut pria asing yang membuat bajunya kotor terkena lumpur.

Namun...

Hujan yang awalnya hanya rintik-rintik, berubah menjadi deras begitu cepat. Dalam hitungan detik, Herlina dan pria berjanggut itu sudah basah kuyup, tubuh mereka penuh dengan air yang menggenang di jalanan.

Tanpa bicara banyak, pria itu langsung menarik tangan Herlina kencang dan memaksanya untuk masuk ke dalam mobil.

"Ayo masuk ke dalam mobilku," katanya tegas, nada suaranya berubah dari yang sebelumnya dingin menjadi sedikit lebih mendesak.

Herlina terkejut sangat. "Lepaskan!" teriaknya, berusaha menarik tangannya dari genggaman pria itu.

"Aku tidak ingin!"

Tapi pria itu mendorongnya masuk ke mobil.

"AAAGGHH TOLONG!! AKU DI CULIK!!" didalam mobil, Herlina berteriak ketakutan, seorang pria asing brewokan yang baru saja ia temui di jalan, tiba-tiba saja membawanya pergi entah kemana.

.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

#TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA ❤️❤️❤️

**Jangan lupa meninggalkan jejak kebaikan dengan Like, Subscribe, dan Vote ya...~ biar Author makin semangat menulis cerita ini, bentuk dukungan kalian adalah penyemangat ku...😘😘😘**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!