Aurora Steffani Leandra, seorang gadis polos yang berusia 18 tahun. Aurora masih berstatus sebagai pelajar di sebuah sekolah negeri. Sekarang dia sudah berada di kelas 12, yang artinya sebentar lagi dirinya akan lulus.
Dengan wajah cerianya, Aurora keluar dari kamarnya untuk menuju meja makan. Rumah Aurora memang tidak terlalu besar, dia tinggal bersama kedua orang tuanya di rumah yang bisa dibilang sederhana.
Walaupun sederhana, Aurora tetap merasa sangat senang. Dia tidak perduli tinggal dimana, yang terpenting adalah dirinya tinggal bersama kedua orang tuanya yang sangat menyayanginya.
Aurora adalah putri tunggal dari pasangan Aditya Carlos Leandra dan Agatha Leandra. Mereka berdua sangat menyayangi putri mereka.
Apapun akan mereka lakukan untuk kebahagiaan Aurora.
"Selamat pagi pah".
"Selamat pagi mah" ucap Aurora dengan senyum manisnya.
"Selamat pagi sayang, ayo cepat sarapan dulu. Nanti kamu bisa terlambat ke sekolah" ucap Agatha.
"Iya mah" jawab Aurora.
"Sayang, hari ini kamu berangkat ke sekolah sendiri ya. Papah ada urusan penting pagi ini, jadi gak bisa mengantar kamu ke sekolah" ucap Aditya.
"Memangnya papah mau kemana?" tanya Aurora.
"Papah dan mamah mau menemui seseorang" ucap Aditya.
"Yaudah deh, aku berangkat naik bus aja" ucap Aurora.
"Maaf ya sayang" ucap Agatha.
"Gak papa mah, gak perlu meminta maaf. Kalau gitu aku berangkat sekarang aja ya takut telat" ucap Aurora.
"Iya sayang, hati-hati di jalan ya" ucap Agatha.
"Iya mah".
"Kalian berdua juga hati-hati perginya" ucap Aurora.
Setelah putrinya berangkat ke sekolah, kini Aditya dan Agatha langsung bersiap untuk pergi.
Hari ini mereka berdua mau menemui orang yang sudah memberikan pinjaman kepada mereka.
"Pah, bagaimana kalau dia marah karena kita belum bisa mengembalikan uang yang pernah kita pinjam".
"Mamah takut dia akan mencelakai putri kita" ucap Agatha.
"Mamah tenang aja, papah tidak akan membiarkan putri kita ikut terseret dalam masalah ini" ucap Aditya.
"Yaudah, sebaiknya kita pergi sekarang ya" ajak Aditya.
"Iya ayo pah, mamah juga udah siap" ucap Agatha.
Aditya dan Agatha langsung masuk ke dalam mobil. Keluarga Aurora memang memiliki sebuah mobil, yaitu mobil tua yang sudah sering mogok.
Tapi mereka semua masih bersyukur karena dengan adanya mobil tua ini mereka tidak perlu kehujanan atau kepanasan jika mau pergi kemana-mana.
"Emm pah, kenapa perasaan mamah tiba-tiba gak enak ya. Apa terjadi sesuatu pada Aurora" ucap Agatha.
"Jangan bilang seperti itu, aku yakin Aurora pasti baik-baik aja" ucap Aditya.
"Tapi entah kenapa, mamah merasa akan terjadi sesuatu ya" ucap Agatha.
"Mungkin kamu lelah mah, udah lebih baik istirahat saja. Lagipula perjalanan masih jauh kan" ucap Aditya.
"Mamah coba hubungi Aurora dulu deh, untuk memastikan dia baik-baik saja" ucap Agatha.
Agatha langsung menghubungi putrinya, dia merasa tiba-tiba perasaannya tidak enak. Dia takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada putrinya itu. Apalagi hari ini Aurora berangkat menggunakan bus.
Sudah beberapa kali Agatha menghubungi putrinya tapi tetap saja Aurora tidak mengangkat panggilannya.
"Pah, kok Aurora tidak mengangkat panggilan mamah ya" ucap Agatha.
"Tenang mah, mungkin saja Aurora masih berada didalam bus, karena itu dia tidak bisa mengangkat panggilan dari kamu" ucap Aditya.
"Bisa jadi ya, tapi tetap saja kenapa perasaan mamah gak enak ya" ucap Agatha.
"Udah, kamu harus yakin tidak akan terjadi sesuatu pada putri kita" ucap Aditya mencoba menenangkan istrinya.
"Papah benar, mamah harus selalu berfikiran positif. Jangan sampai kekhawatiran mamah menjadi kenyataan" ucap Agatha.
Sedangkan Aurora yang masih berada didalam bus tidak mengetahui kalau ponselnya berbunyi. Aurora memang menonaktifkan nada ponselnya.
Didalam bus, Aurora harus berdesakan dengan penumpang lain. Karena entah kenapa hari ini banyak sekali orang yang pergi menggunakan bus.
Karena itu juga, Aurora tidak sempat melihat ponselnya.
"Hufttt, aku telat gak ya. Kayanya jalanan didepan macet deh" gumam Aurora.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, akhirnya Aurora sampai di sekolah. Beruntung dirinya belum terlambat, karena masih 5 menit lagi bel akan berbunyi.
"Aurora" teriak seorang gadis.
"Astaga, kuping aku bisa pecah mendengar teriakan Risa setiap pagi" gumam Aurora.
Risa Andriani, sahabat satu-satunya Aurora dan juga teman sebangku Aurora. Sifat Risa yang cerewet dan berisik membuat Aurora sering pusing menghadapi perilaku Risa.
Tapi walaupun begitu, Aurora sangat menyayangi Risa. Dia sudah menganggap Risa sebagai saudaranya sendiri.
Disekolah ini Aurora memang tidak banyak memiliki teman. Bahkan bukan tidak banyak lagi, tapi hanya Risa seorang yang menjadi teman Aurora.
Risa langsung berlari mengejar Aurora. Setelah berada didekatnya, Risa langsung merangkul pundak Aurora.
"Tumben kamu berangkat naik bus, memangnya gak dianterin sama papah kamu?" tanya Risa.
"Enggak, papah katanya ada urusan sama mamah. Karena itu aku berangkat naik bus" ucap Aurora.
"Ohh gitu, yaudah kita langsung masuk ke kelas aja. Bentar lagi bel masuk akan berbunyi" ucap Risa.
Aurora dan Lisa langsung berjalan ke kelas mereka. Aurora bukanlah murid populer disekolah ini. Dia murid yang lebih senang menyendiri dan tidak suka membuat masalah.
Sampai di kelas, Aurora dan Lisa langsung duduk di bangku kedua dari depan. Suasana kelas sudah sangat ramai saat mereka berdua datang.
"Oh iya Ra, kamu udah denger belum kalau orang tua Jeni ditangkap sama polisi karena kasus korupsi" ucap Risa mulai bergosip.
"Jangan bergosip Risa, ini masih pagi" ucap Aurora.
"Ihh ini tuh bukan gosip tapi fakta" ucap Risa.
"Memangnya kamu dengar dari siapa, jangan asal bicara takutnya kamu dimarahi oleh Jeni dan gengnya itu".
"Aku gak mau ya kamu berurusan sama gengnya Jeni. Selama ini kan kamu tahu bagaimana kejamnya geng mereka kalau membully murid lain" ucap Aurora.
Jeni adalah salah satu murid populer di sekolah ini. Selain cantik, Jeni juga terkenal anak orang kaya. Karena itu banyak murid yang ingin berteman dengannya.
Tapi Jeni memiliki sifat sombong dan selalu membully murid-murid yang lemah. Karena itu juga banyak murid yang tidak suka dengan Jeni dan teman-temannya.
Jeni memiliki dua teman yang memiliki sifat sama dengannya yaitu Lisa dan Sasya. Mereka berdua sama dengan Jeni suka membully murid-murid lain.
"Tapi apa yang aku bilang ini fakta Ra, aku dengar dari murid-murid lain saat di bus tadi" ucap Risa.
"Udah ya, sebaiknya kita gak usah ikut campur urusan Jeni dan keluarganya. Kita pura-pura gak tahu aja" ucap Aurora.
"Yahh kamu mah Ra, gak seru lah kalau diajak gosip" ucap Risa.
Aurora hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah Risa.
"Udah, daripada gosip lebih baik kamu keluarin buku pelajaran. Sebentar lagi guru akan datang" ucap Aurora.
"Astaga, kamu bilang buku pelajaran aku baru ingat sekarang. Kemarin kan kita ada tugas suruh merangkum, tapi aku lupa belum ngerjain".
"Emm Ra, kamu pasti udah kan. Aku pinjem dong" ucap Risa dengan wajah melasnya.
"Hufttt kebiasaan deh kamu, kalau ada tugas pasti lupa. Makanya jangan kebanyakan gosip, jadi gitu kan tugas sampai lupa di kerjain" ucap Aurora.
"Yah Ra, aku kan lupa. Ini gak ada hubungannya sama aku yang suka gosip" ucap Risa sambil tersenyum.
"Yaudah nih, gak usah senyum-senyum terus cepetan salin sebelum guru datang" ucap Aurora.
"Makasih banyak Ra, kamu adalah sahabat sekaligus penolong aku dari hukuman guru" ucap Risa dramatis.
Tepat setelah Risa menyalin tugas milik Aurora, guru masuk kedalam kelas.
"Nih Ra makasih ya, untung aja tepat waktu. Kalau aku belum selesai, bisa-bisa dapat hukuman nih" bisik Risa.
"Lain kali gak mau begini lagi ya" ucap Aurora.
"Iya iya" jawab Risa.
"Alahh gak percaya sama kamu, udah sering aku ingetin tapi kamu tetap aja gak berubah" ucap Aurora.
"Iya namanya juga lupa Ra" ucap Risa.
"Kamu tuh bukan lupa, tapi sengaja lupa alias malas" ucap Aurora.
"Hehehe, kamu tahu aja si" ucap Risa.
Pelajaran langsung dimulai setelah guru masuk ke dalam kelas. Hari ini kelas Aurora akan belajar matematika. Pelajaran yang paling tidak disukai oleh semua murid kecuali Aurora.
Pelajaran yang paling Aurora sukai adalah matematika. Entah kenapa Aurora sejak dulu selalu menyukai pelajaran matematika.
Padahal, kebanyakan murid tidak menyukai pelajaran tersebut.
"Baiklah anak-anak sekarang buka buku halaman 20. Bapak mau kalian mengerjakan soal 1 sampai 10 dalam waktu 1 jam" ucap pak Agus guru matematika yang sangat tidak disukai oleh semua murid karena terkenal sangat galak.
"Yahh pak, baru aja masuk udah disuruh mengerjakan soal aja. Masih pagi ini pak" ucap salah satu murid.
"Oke baiklah, karena ini masih pagi jadi bapak akan menambah 5 soal lagi. Jadi total semuanya 15 soal kerjakan dalam waktu 1 jam" tegas pak Agus.
"Yahhh pak, kok gitu si" keluh semua murid.
"Cepat kerjakan, jika ada yang masih protes bapak akan tambahkan 5 soal lagi. Jadi semuanya 20 soal, kalian mau" ucap pak Agus.
"Jangan, baik pak kita kerjakan" ucap semua murid.
"Astaga, pak Agus benar-benar mau menyiksa kita. Masa harus mengerjakan 15 soal dalam waktu 1 jam".
"Bahkan 2 jam pun aku gak bakal selesai, ini malah cuma dikasih waktu 1 jam" gerutu Risa.
"Shuttt diam Ris, lebih baik kamu kerjakan saja soal-soal ini. Sebelum pak Agus mendengar keluhanmu dan menambah soalnya lagi".
"Emangnya kamu mau" bisik Aurora.
"Ehh jangan" ucap Risa dengan suara keras.
Semua murid langsung melihat ke arah Risa.
Pak Agus yang sedang mengawasi langsung mendekat ke meja Risa dan Aurora.
"Ada apa Risa, kenapa kamu berteriak seperti itu. Jangan apa yang kamu maksud?" tanya pak Agus.
"Ehh enggak pak, maaf maaf".
"Itu maksudnya emmmm.......".
"Oh iya itu, tadi ada kecoa, terus saya reflek bilang jangan mendekat. Iya itu maksud saya tadi" ucap Risa sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ohh, bapak kira apa. Yasudah, kamu kerjakan soal yang tadi bapak kasih. Ingat, selesaikan dalam waktu satu jam" ucap pak Agus.
"I-iya pak" jawab Risa.
"Gila untung aja pak Agus percaya. Kalau enggak, bisa-bisa dia tambahin soalnya lagi" batin Risa.
Akhirnya semua murid langsung mengerjakan soal yang pak Agus berikan dengan tenang. Tidak ada yang berani mencontek, apalagi sampai bercanda.
Semua murid langsung fokus mengerjakan soal-soal tersebut. Begitu juga dengan Aurora. Tanpa kesulitan, Aurora bisa mengerjakan semua soal dengan mudah.
Sedangkan kedua orang tua Aurora sudah sampai di sebuah mansion yang sangat megah.
Mansion tersebut adalah milik keluarga Robertson.
"Kita sudah sampai mah, ayo kita turun" ucap Aditya.
"Mamah takut pah, bagaimana kalau tuan muda Robertson marah karena kita belum bisa membayar hutang" ucap Agatha.
"Kita coba bicara saja dulu mah" ucap Aditya.
Akhirnya kedua orang tua Aurora turun dari mobil. Saat mereka ingin masuk tiba-tiba penjaga didepan mansion langsung mencegah mereka berdua.
"Siapa kalian?".
"Ada kepentingan apa datang kesini?" tanya salah satu penjaga.
"Emm kita berdua ingin bertemu dengan tuan muda Robertson" ucap Aditya.
"Apa kalian sudah membuat janji?" tanya sang penjaga.
"Belum, memangnya harus membuat janji dulu ya?" tanya Aditya yang memang tidak tahu.
"Iya, kalau mau bertemu tuan muda harus membuat janji dulu. Karena tuan muda sangat sibuk" ucap sang penjaga.
"Bagaimana ini pah, kita belum membuat janji kan" ucap Agatha.
"Tunggu sebentar mah, papah akan coba hubungi asistennya. Dulu kita kan berurusan dengannya" ucap Aditya.
Aditya langsung menghubungi orang yang dulu menjadi perantara dirinya bisa meminjam uang pada keluarga Robertson.
Sedangkan didalam mansion, ada seorang pria yang berwajah dingin, memiliki sorot mata yang sangat tajam dan memiliki sebuah tato kecil bergambar naga di dadanya.
Pria tersebut berusia 25 tahun, dia sedang menatap ke luar sambil menghisap sebatang rokok.
Dia adalah Edgar Giovano Robertson, seorang mafia yang terkenal dingin dan kejam. Edgar selalu membunuh orang-orang yang sering mengusiknya.
Dia tidak akan mengampuni orang-orang tersebut walaupun keluarganya sendiri. Edgar sangat tidak suka dengan orang yang suka berkhianat. Dia pasti akan langsung membunuh orang tersebut tanpa ampun.
Kedua orang tuanya sudah meninggal karena dibunuh oleh pamannya sendiri. Keluarga Robertson selalu memperebutkan harta dan kekuasaan.
Mereka semua tidak segan untuk saling menyakiti bahkan membunuh untuk mencapai tujuan mereka.
Seperti yang pamannya lakukan pada kedua orang tuanya. Karena ingin menguasai harta orang tuanya, paman Edgar tanpa segan membunuh kakaknya sendiri.
Beruntung Edgar selamat dalam kecelakaan tersebut. Karena itu sekarang dia sangat dendam pada pamannya dan berusaha ingin membunuhnya.
Saat sedang mengingat kedua orang tuanya, tiba-tiba ada yang mengetuk ruang kerjanya.
"tok tok tok".
"Permisi tuan, saya Max. Ada hal yang harus saya sampaikan" ucapnya.
"Masuklah" ucap Edgar.
Max langsung masuk kedalam setelah mendapat persetujuan dari Edgar.
"Ada apa, kenapa kau mengganggu waktuku?" tanya Edgar.
"Maaf tuan, didepan ada orang yang ingin bertemu dengan anda" ucap Max.
"Siapa yang sudah berani datang ke mansionku?" tanya Edgar.
"Dia seorang pria bernama Aditya Carlos Leandra dan istrinya" ucap Max.
"Keluarga Leandra?".
"Oh iya aku ingat sekarang, dia Aditya yang mempunyai hutang pada kita sebesar 5 milyar kan" ucap Edgar.
"Benar tuan" ucap Max.
"Ada apa dia datang kesini, bukankah hutangnya belum jatuh tempo. Apa dia ingin membayarnya sekarang?" tanya Edgar.
"Saya kurang tahu tuan, apa perlu saya menanyakan hal tersebut padanya?" tanya Max.
"Tidak perlu, suruh mereka masuk saja" ucap Edgar.
Sebenarnya bagi Edgar, uang 5 milyar tidak ada apa-apanya. Tapi berhubung Aditya berhutang padanya maka tetap saja Edgar akan menagihnya.
Bagi Edgar hutang sekecil apapun harus tetap di bayar, agar tidak ada orang yang memanfaatkannya.
Setelah mendapat persetujuan dari Edgar, Max langsung keluar untuk mempersilahkan orang tersebut masuk.
"Kalian masuklah, tuan Edgar sudah menunggu didalam" ucap Max.
"Terima kasih tuan, anda sangat baik karena mau membantuku bertemu tuan Edgar" ucap Aditya.
"Hemm, sebaiknya cepatlah. Tuan tidak mempunyai waktu yang banyak" ucap Max.
"Baiklah" ucap Aditya.
Aditya dan Agatha langsung berjalan masuk mengikuti asisten tuan Edgar.
Bel istirahat sudah berbunyi, semua murid di kelas Aurora, langsung ramai karena belum menyelesaikan soal yang pak Agus berikan.
"Baiklah anak-anak sekarang kumpulkan semua jawaban kalian" perintah pak Agus.
"Yahhh" keluh semua murid.
Dengan terpaksa semua murid langsung mengumpulkan jawaban dari soal-soal yang diberikan pak Agus.
Walaupun mereka belum menyelesaikan semuanya tapi mau bagaimana lagi, waktu sudah habis. Mau tidak mau mereka semua harus menyerahkannya.
"Baiklah, kalian sudah boleh beristirahat" ucap pak Agus yang langsung pergi keluar.
Semua murid langsung pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka setelah tadi harus berfikir dengan keras.
"Kamu tadi selesai semua Ra?" tanya Risa.
"Selesai, kamu gimana udah juga kan?" tanya Aurora.
"Mana ada udah, yang ada masih banyak nih yang belum aku kerjain. Masih ada sekitar 5 soal lagi".
"Udahlah, aku pasrah aja. Lagian pak Agus kejam banget si kasih soal banyak waktunya cuma sedikit" gerutu Risa.
"Yaudah, kalau gitu lebih baik sekarang kita ke kantin ya. Aku kasihan lihat wajah kamu yang kusut kaya gitu" ucap Aurora.
"Ihh kamu ngejek aku ya" cemberut Risa.
"Hehehe, aku bercanda. Yaudah yuk ke kantin, aku lapar nih" ajak Aurora.
"Yaudah ayo, aku juga mau makan banyak. Daripada pusing mikirin pelajaran tadi" ucap Risa.
Aurora dan Risa langsung berjalan keluar dari kelas menuju kantin. Sampai di kantin ternyata sudah penuh dengan murid-murid yang sedang beristirahat.
"Yahh penuh lagi, kita mau makan dimana Ra?" tanya Risa.
"Iya lagi, apa kita bungkus terus makan di kelas aja?" usul Aurora.
"Jangan, yang ada nanti kita dimarahin guru kalau sampai ketahuan makan di kelas" ucap Risa.
"Terus sekarang gimana?" tanya Aurora.
"Ya mau gak mau kita harus menunggu ada yang selesai makan" ucap Risa.
"Yaudah deh, kita pesan dulu aja kali ya" ucap Aurora.
"Boleh deh" ucap Risa.
Saat Aurora dan Risa sedang memesan makanan, tiba-tiba Jeni dan teman-temannya datang.
Kedatangan Jeni membuat seluruh isi kantin menjadi heboh.
"Hufttt kebiasaan deh, perusuh datang" bisik Risa.
"Shutt gak boleh bilang kaya gitu. Gimana kalau ada yang mendengar, kita akan terkena masalah nantinya" bisik Aurora.
"Astaga, aku lupa. Emang ya mulut aku rasanya gatal kalau gak mengomentari mereka" ucap Risa.
"Udah, kita gak usah lihatin mereka" ucap Aurora.
"Iya Ra, aku juga gak mau kena masalah sama mereka. Bukannya takut ya, tapi malas aja kalau harus berurusan dengan mereka" ucap Risa.
Karena kantin penuh, Jeni langsung mengusir seorang murid yang sedang duduk.
"Heh Lo cupu, minggir gue mau duduk" ucap Jeni.
"Tapi Jen, kan gue dulu yang duduk disini" ucap murid tersebut.
"Lo berani sama kita" ucap Lisa.
"Bu-bukan gitu, tapi gue belum selesai makan" ucap murid tersebut.
"Gue gak mau tahu, sekarang Lo pergi atau Lo mau gue kasih pelajaran" ucap Jeni dengan sombong.
"Oke oke gue pergi, jangan melakukan apapun ke gue" ucap murid tersebut yang memilih mengalah daripada dirinya terkena masalah.
"Nah gitu dong, dari tadi kek" ucap Sasya.
Jeni langsung duduk setelah mengusir murid tadi.
"Lo semua mau makan apa?" tanya Lisa.
"Emm gue mau bakso aja, jangan lupa gak pakai mie ya" ucap Jeni.
"Kalau gue samain aja" ucap Sasya.
"Yee, kalau Lo mah pesen sendiri. Enak aja nyuruh-nyuruh gue" ucap Lisa.
"Yaampun, kan sekalian Lis" gerutu Sasya.
"Enggak ada sekalian, gue pesen makanan Lo pesen minumannya" ucap Lisa.
"Yaudah iya iya" ucap Sasya.
Sedangkan di mansion keluarga Robertson, kedua orang tua Aurora sedang berbicara dengan Edgar.
"Ada apa kalian kesini?" tanya Edgar.
"Tu-tuan, maksud kedatangan saya kemari karena ingin membicarakan mengenai uang yang pernah saya pinjam" ucap Aditya.
"Cepat katakan, tidak perlu berbasa basi. sebenarnya ada apa?".
"Aku tidak punya banyak waktu" ucap Edgar dengan nada dingin.
"Begini tuan, kita berdua kesini ingin mengatakan bahwa saya ingin meminta waktu lagi untuk mengembalikan pinjaman yang pernah tuan berikan" ucap Aditya dengan takut.
"Jadi kau tidak mau membayar hutangmu padaku" ucap Edgar.
"Bukan, bukan seperti itu tuan. Saya akan mengembalikan pinjaman tersebut, tapi tidak sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati".
"Usaha milikku sedang mengalami penurunan. Jadi belum ada yang yang masuk sampai saat ini. Karena itu kita berdua datang kesini untuk meminta kelonggaran waktu" ucap Aditya.
"Aku bukan orang yang baik kau tau itu kan, aku juga tidak suka dengan orang yang ingkar janji. Walaupun uang yang kau pinjam itu tidak berarti untukku, tapi bukan itu masalahnya".
"Yang aku permasalahkan adalah kepercayaan yang sudah aku berikan padamu. Kita kan sudah sepakat kalau kau akan mengembalikan uang tersebut dalam waktu 6 bulan".
"Tapi kenapa sekarang kau ingin mengingkari kesepakatan kita" ucap Edgar.
"Tuan, aku mohon berikan kami kelonggaran. Suamiku benar-benar belum memiliki uang untuk melunasi hutang kami pada anda tuan" ucap Agatha ikut mencoba berbicara pada Edgar.
"Tunggu, aku dengar kau memiliki seorang putri kan" ucap Edgar.
"Iya, anda benar tuan. Tapi kenapa ya?" tanya Aditya.
"Aku menginginkan putrimu, kalau kau mau memberikan putrimu kepadaku. Aku akan menganggap hutangmu lunas" ucap Edgar.
"Tidak, jangan libatkan putriku. Ini masalah diantara kita berdua, jangan seret putriku dalam masalah ini. Kasihan putriku, dia masih sangat kecil tuan" ucap Aditya.
"Bukankah putrimu sudah berusia 18 tahun, dia bukan anak kecil lagi tuan Aditya" ucap Edgar.
"Tetap saja, bagiku putriku masih anak kecil. Apalagi dia adalah gadis yang sangat polos. Baiklah, aku akan membayar hutang sesuai dengan perjanjian kita".
"Tapi jangan ganggu putriku, aku mohon" ucap Aditya.
"Iya tuan, suamiku benar. Jangan libatkan putriku dalam masalah hutang piutang ini" ucap Agatha yang tidak ingin putri satu-satunya ikut menanggung hutang kedua orang tuanya.
"Baiklah, terserah kau saja. Aku hanya memberi solusi pada kalian. Tapi ingat kalau sampai besok kalian belum bisa membayar hutang-hutang itu, aku akan membawa putri kalian" ancam Edgar.
"Jangan tuan".
"Aku janji besok saat waktunya tiba uangnya sudah ada. Kalau begitu kita berdua permisi dulu" ucap Aditya.
"Terserah kalian".
"Lebih baik sekarang kalian cepat pergi dari sini. Mengganggu waktuku saja" ucap Edgar.
Aditya langsung mengajak Agatha untuk pergi, dia tidak ingin membuat tuan Edgar semakin marah padanya.
Keluar dari mansion keluarga Robertson, kini kedua orang tua Aurora sudah berada didalam mobil.
"Bagaimana ini pah, aku tidak mau Aurora sampai berurusan atau bahkan dibawa oleh tuan Edgar".
"Apa yang harus kita lakukan untuk mendapat uang sebanyak itu dalam waktu dekat" ucap Agatha.
"Tenang mah, aku tidak akan membiarkan putri kita ikut terlibat. Sekarang aku sudah memutuskan untuk menjual semua property kita termasuk rumah dan mobil ini untuk membayar semua hutang-hutang kita".
"Bagaimana apa kamu setuju?" tanya Aditya pada istrinya.
"Mamah setuju aja pah, asalkan Aurora tetap bersama kita" ucap Agatha.
"Baiklah, ayo sekarang lebih baik kita ke restoran lebih dulu. Kita akan mulai mencari orang yang mau membeli restoran kita" ucap Aditya.
"Iya pah" ucap Agatha.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!