NovelToon NovelToon

Alter Ego Si Lemah

Kepopuleran

Happy reading guys :)

•••

Rabu, 1 Oktober 2025

Warna jingga pada langit perlahan-lahan berubah menjadi biru, matahari mulai naik ke atas angkasa untuk menjalankan tugasnya menyinari dunia. Saat ini, di depan gerbang sebuah sekolah yang bertuliskan SMA GARUDA SAKTI terlihat sebuah mobil hitam berjenis MPV sedang berhenti, membuat para siswa-siswi yang hendak berjalan masuk sontak mengurungkan niat, lalu melihat ke arah mobil itu.

Pintu mobil perlahan-lahan mulai terbuka, menampilkan sosok seorang gadis cantik dengan potongan rambut medium layer, mengenakan rok lipat pendek dan sweater berwarna pink.

Gadis itu turun dari atas mobil, mengobrol sejenak dengan seorang pria yang telah mengantarkannya, lalu berjalan memasuki gerbang seraya menyapa para siswa-siswi dan security menggunakan senyuman manis.

Gadis itu menyusuri koridor sekolah yang masih terlihat cukup sepi, hingga dirinya dibuat terkejut dan berhenti berjalan kala mendengar suara teriakan seseorang memanggil namanya dari arah belakang.

“Vanessa Veronica Mahesa! Tunggu!” teriak seorang gadis yang sedang mengenakan Hoodie berwarna cream, berlari menuju tempat Vanessa berdiri.

Vanessa menoleh ke arah belakang, kembali menampilkan senyuman manis saat melihat seorang gadis yang merupakan teman sebangkunya.

“Selamat pagi, Karina,” sapa Vanessa, ketika Karina telah berada di sampingnya.

“Pagi juga, Vee.” Karina membungkukkan badan, menaruh kedua tangan di paha, dan mengambil udara sebanyak yang dirinya bisa. “Woah, gila. Padahal gue cuma lari dari ujung koridor, tapi capeknya minta ampun.”

Vanessa memijat bagian belakang leher Karina, berusaha membantu sang sahabat agar bisa mengambil udara dengan lebih mudah.

Karina menghembuskan napas panjang, menegakkan tubuhnya, menoleh ke arah Vanessa. “Thanks, Vee.”

“Iya. Gimana, udah enakan?” tanya Vanessa, menjauhkan tangannya dari leher Karina.

Karina mengangguk, tersenyum, dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie. “Udah, Vee. Ayo, ke kelas.”

Vanessa dan Karina berjalan beriringan menyusuri koridor. Mereka berdua mengobrol dan tertawa di sepanjang perjalanan. Tidak lupa, Vanessa juga beberapa kali membalas sapaan dari siswa-siswi yang berpapasan dengan dirinya.

Melihat Vanessa yang semakin populer, membuat Karina tersenyum bangga. Ia tidak pernah menyangka, siswi pindahan yang sekarang menjadi temannya itu akan cepat sekali mendapatkan penggemar di sekolah ini.

Vanessa dan Karina memasuki ruangan kelas. Mereka berdua sedikit mengerutkan kening, melihat keadaan kelas yang sudah terlihat cukup ramai.

“Ada apa, ya, Kar?” tanya Vanessa, berjalan menuju tempat duduk, menaruh tas, dan mendudukkan tubuhnya.

Karina ikut mendudukkan tubuhnya di samping Vanessa, pandangannya terpaku pada sebuah tempat duduk yang selama dua bulan ini telah kosong. Namun, sekarang terlihat segerombolan teman sekelasnya sedang mengerumuni tempat duduk itu.

Kedua mata Karina berbinar dan melebar sempurna, menangkap sosok seorang gadis yang sangat dirinya kenali sedang duduk di kursi tempat duduk itu.

“Dia udah sembuh,” ujar Karina seraya menunjukkan sebuah senyuman bahagia.

“Siapa, Kar?” tanya Vanessa, sedikit penasaran dengan seseorang yang dimaksud oleh Karina.

Karina menopangkan dagu, menoleh ke arah Vanessa dengan masih terus tersenyum. “Angel, Vee. Angelina Putri Susilo, orang yang pernah gue ceritain ke lu beberapa minggu yang lalu.”

Vanessa ber- 'oh' ria seraya mengangguk paham, mengingat cerita Karina tentang Angelina beberapa minggu yang lalu.

“Vee, lu itu mirip banget tau sama Angel,” ujar Karina, menyandarkan tubuhnya pada pohon beringin yang terletak di taman belakang sekolah, melihat Vanessa yang sedang menutup mata, menikmati sejuknya angin sepoi-sepoi pada siang hari ini.

Vanessa membuka mata, menoleh ke arah Karina, dan berjalan mendekati sang sahabat yang berada di belakang tubuhnya. “Angel? Dia siapa, Kar?”

“Teman semasa kecil gue, dia juga satu kelas sama kita, kok, Vee,” jawab Karina.

“Yang tempat duduknya selalu kosong?” Vanessa mendudukkan tubuhnya di samping Karina.

Karina menyatukan dan menekuk kedua lutut di depan dada, lalu memeluknya menggunakan kedua tangan. “Iya, Vee. Lu mau tau gak, kenapa dia gak pernah masuk sekolah.”

Vanessa dengan cepat menganggukkan kepala.

“Jadi, dua bulan sebelum lu pindah ke sekolah ini, Angel ngalamin kecelakaan, Vee.” Karina melihat ke arah langit. “Kejadiannya malam hari, waktu itu, dia baru aja selesai rapat organisasi, dan mutusin buat pulang ke rumah naik ojek, karena ayahnya gak bisa jemput gara-gara ada rapat penting di kantor. Waktu dia baru aja naik ojek, gak berselang lama, mungkin sekitar dua menit, ojek yang dia naiki ditabrak sama mobil yang melaju dengan kecepatan sangat tinggi dari arah berlawanan.”

Vanessa melebarkan mata sempurna. “Terus, keadaan dia sekarang gimana, Kar?”

Karina menoleh ke arah Vanessa. “Kakinya patah, Vee. Dan dia sekarang ada di Singapura, buat pengobatan.”

“Semoga dia cepat sembuh, dan bisa balik lagi ke sekolah,” harap Vanessa, membalas tatapan Karina dengan sebuah senyuman di wajahnya.

Karina membalas senyuman Vanessa. “Thanks, ya, Vee. Nanti kalo dia udah sembuh, gue kenalin lu ke dia, gue yakin, kalian pasti bakal cocok dan jadi sahabat baik.”

Vanessa tersenyum tipis saat mengingat percakapannya dengan Karina beberapa minggu yang lalu. Ia terus menatap ke arah tempat duduk Angelina, hingga sang pemilik menoleh ke arahnya dan Karina.

Angelina ingin beranjak dari tempat duduk. Namun, ia mengurungkan niat kala bel berbunyi, dan seorang guru perempuan memasuki kelas.

•••

Waktu menunjukkan pukul 10.00. Bel pertanda istirahat telah berbunyi, membuat seluruh siswa-siswi keluar dari dalam kelas, dan pergi menuju kantin untuk mengisi perut yang sudah mulai keroncongan.

Di salah satu meja kantin, tepatnya di meja pojok dekat jendela, kini terlihat Vanessa dan Karina sedang menikmati makanan seraya mengobrol, dan tertawa.

“Hai, gue boleh join, gak?” tanya Angelina, membawa nampan berisi makanan yang telah dirinya pesan, melihat ke arah Vanessa dan Karina dengan menunjukkan senyuman manisnya.

Vanessa dan Karina berhenti tertawa, menoleh ke arah Angelina, lalu membalas senyuman gadis itu.

Karina bangun dari posisi duduk, berjalan mendekati Angelina, dan memeluk tubuh sang sahabat. “Angel, gimana kabar lu?”

“Gue baik, kok, Rin,” jawab Angelina.

Karina melepaskan pelukannya, memperhatikan tubuh Angelina dari atas sampai bawah. “Udah sembuh total, kan? Udah gak ada yang sakit, kan?”

“Gue udah sembuh total, Karina Eliana Rosa,” ujar Angelina, menekankan kata ‘sembuh’ agar sang sahabat tidak terlalu khawatir kepadanya. “Jadi, gue boleh gabung sama kalian gak?”

Karina mengangguk, menoleh ke arah Vanessa. “Boleh, kok. Iya, kan, Vee?”

“Iya, boleh, kok,” jawab Vanessa, melihat ke arah Karina dan Angelina.

Angelina menaruh nampan yang dirinya bawa di atas meja, mendudukkan tubuhnya di samping Vanessa. “Thanks, ya, udah bolehin gue gabung.”

“Santai aja kali, Ngel. Kayak sama siapa aja.” Karina kembali mendudukkan tubuhnya di tempat semula. “Oh, iya, Ngel. Kenalin, dia Vanessa, murid pindahan dari luar kota.”

Angelina menoleh ke arah Vanessa, menjulurkan tangan seraya menunjukkan sebuah senyuman. “Hai, salam kenal, nama gue Angelina, lu bisa panggil gue, Angel, atau Lina.”

Vanessa membalas uluran tangan dan senyuman Angelina. “Iya. Salam kenal, ya, Angel, nama aku Vanessa, kamu bisa panggil aku, Van, Ness, atau Vee.”

Karina meminum jus jeruk miliknya, menopangkan dagu, melihat Vanessa dan Angelina. “Ngel, Vee itu mirip banget sama lu tau.”

“Iya, kah?” Angelina ikut menopangkan dagu.

Karina mengangguk, melihat ke arah luar jendela, mulai menjelaskan persamaan antara kedua sahabatnya itu dengan sangat semangat dan antusias.

Vanessa dan Angelina saling pandang. Kedua gadis itu tersenyum, mulai memakan makanan milik masing-masing seraya mendengarkan Karina yang masih terus menjelaskan persamaan mereka berdua.

“Nah, itu semua persamaan kalian berdua.” Karina mengalihkan pandangan ke arah Vanessa dan Angelina, kedua matanya melebar sempurna, melihat kedua sahabatnya sudah memakan makanan milik mereka masing-masing. “Sialan, malah pada makan duluan.”

Angelina menunjukkan senyuman tanpa dosa, meminum air mineral yang sudah dirinya beli. “Sorry, Rin. Gue sama Vanessa udah laper banget, dan gak enak ganggu lu lagi cerita. Iya, kan, Van?”

Vanessa meminum jus mangga pesanannya, lalu mengelap mulut menggunakan tisu. “Iya, Kar. Sorry, ya.”

Karina menghela napas panjang, mengambil sendok dari dalam mangkuk, mulai memakan bakso yang telah ia pesan. “Ya, udah, iya, gak papa.”

Angelina menoleh ke arah Vanessa. “Oh, iya, Van. Tadi kata Karin, lu juga suka musik, ya. Lu suka musik genre apa?”

“Untuk sekarang, aku lebih suka musik Lo-Fi, sih, soalnya enak buat didengerin pas waktu santai, belajar, sama tidur,” jawab Vanessa, melipat kedua tangannya di meja.

“Ih, serius? Gue juga akhir-akhir ini lagi suka Lo-Fi, selain yang lu sebutin tadi, genre itu juga enak banget kalo dimainin pakai piano,” jelas Angelina, kembali memakan makanannya dengan menunjukkan senyum simpul.

Vanessa dan Angelina semakin dalam membahas tentang musik, sampai pada akhirnya, obrolan kedua gadis itu terhenti saat mendengar panggilan dari beberapa adik kelas yang menghampiri meja mereka.

Beberapa adik kelas itu memberikan hadiah kepada Vanessa dan Angelina, membuat Karina sontak menunjukkan sebuah senyum simpul, bahagia akan kepopuleran yang didapatkan oleh kedua sahabatnya.

Akan tetapi, tanpa Karina sadari, ada beberapa orang gadis yang sedang menatap seraya tersenyum sinis ke arah dirinya, Vanessa, dan Angelina.

To be continued :)

Ice cream dan snack

Happy reading guys :)

•••

“Vee, itu kak Galen udah datang,” ujar Karina, menunjuk ke arah sebuah mobil hitam berjenis MPV yang sudah terparkir di samping pagar sekolah.

Vanessa mengikuti arah tunjuk Karina, mengangguk, berpamitan kepada sang sahabat, lalu berjalan mendekati mobil milik sang kakak.

“Selamat sore, Kak,” sapa Vanessa, setelah dirinya masuk ke dalam mobil.

Mendengar suara Vanessa, membuat Galen yang sedari tadi sedang sibuk dengan handphone miliknya sontak menoleh, tersenyum manis saat mendapati sang adik telah duduk di samping dirinya.

“Sore juga, Dek. Gimana hari ini sekolahnya? Lancar?” Galen mematikan handphone, menaruh benda pipih itu ke dalam saku jas yang sedang dirinya kenakan.

“Lancar, kok, Kak.” Vanessa menaruh tasnya ke kursi belakang. “Oh, iya, Kak. Hari ini Adek dapat teman baru, loh.”

Galen mulai menjalankan mobil menjauhi area sekolah. “Iya, kah? Bagus, dong, tapi kamu juga harus ingat, pintar-pintar cari teman, jangan sampe kejadian beberapa bulan yang lalu ke ulang lagi.”

Vanessa mengangguk, mengingat kejadian beberapa bulan lalu, membuat tubuhnya seketika bergetar. Ia masih tidak menyangka, bahwa orang yang telah dirinya anggap sebagai sahabat baik dapat melakukan hal seburuk itu kepadanya.

Galen melirik sekilas ke arah Vanessa, mengusap lembut puncak kepala sang adik saat menyadari tubuh orang yang dirinya sayangi itu bergetar. “Udah, jangan dipikirin lagi, semuanya udah berlalu.”

Vanessa mengangguk, menopangkan dagu, melihat ke arah jendela mobil untuk menikmati suasana kota yang mulai terlihat ramai.

“Jadi, teman baru kamu itu gimana, Dek?” tanya Galen, berusaha menghilangkan bayang-bayang masa lalu dari pikiran Vanessa.

Vanessa menutup mata sejenak, beberapa kali mengembuskan napas panjang sebelum menceritakan tentang Angelina kepada sang kakak.

Galen mengerutkan kening, melirik sekilas ke arah Vanessa kala sang adik belum juga menjawab pertanyaannya. “Dek, are you okay?”

Vanessa mengangguk, menoleh ke arah Galen dengan menunjukkan sebuah senyuman manis. Ia mulai menceritakan semua hal tentang Angelina yang dirinya tahu kepada sang kakak, mulai dari kesamaan mereka, hingga prestasi yang telah diperoleh oleh gadis itu.

“Keren, kapan-kapan kenalin Kakak ke dia, ya, Dek?” Galen melihat ke arah spion, lalu membelokkan mobil menuju sebuah supermarket.

“Iya, Kak. Nanti pasti Adek kenalin.” Vanessa melihat ke arah depan, mengerutkan kening bingung saat sang kakak membelokkan mobil ke arah supermarket. “Kak, kita ngapain ke supermarket? Bukannya bahan makanan masih banyak, ya. Kita, kan, baru aja belanja bulanan beberapa hari yang lalu.”

Galen memberhentikan mobil di parkiran. “Iya, Kakak tau.”

“Terus kita ngapain ke sini, Kak?” tanya Vanessa, melihat Galen yang sudah melepaskan seatbelt.

“Bikin mood kamu bagus lagi. Ayo, turun, kita beli ice cream kesukaan kamu,” ajak Galen, keluar dari dalam mobil.

Mendengar itu, membuat kedua mata Vanessa berbinar-binar. Ia dengan cepat keluar dari dalam mobil, menghampiri sang kakak yang sudah menunggunya di luar.

Vanessa dan Galen berjalan beriringan memasuki supermarket, mencari freezer untuk membeli beberapa macam ice cream kesukaan Vanessa. Selain membeli ice cream, Galen juga membelikan berbagai macam snack untuk sang adik makan.

“Kak, serius beli snack sebanyak ini?” tanya Vanessa, melihat banyaknya snack pada troli yang sedang sang kakak dorong.

Galen hanya mengangguk sebagai jawaban, kembali mengambil beberapa snack dan memasukkannya ke dalam troli.

“Siapa yang mau makan semua ini, Kak?” Vanessa memperhatikan Galen yang masih terus mengambil berbagai macam jenis snack.

“Kamu, lah, Dek. Emang siapa lagi?” Galen mengedarkan pandangan, tersenyum saat melihat sebuah kue yang sering dibuat oleh mendiang ibundanya. “Dek, tunggu di sini sebentar, ya, Kakak mau ambil sesuatu.”

Vanessa mengangguk, melihat sang kakak yang sudah pergi menuju deretan rak kue. Selagi menunggu, ia membuka handphone, membalas beberapa chat yang dirinya terima dari teman-teman sekelas.

“Dek, coba lihat ini,” ujar Galen, seraya mengangkat kue yang telah dirinya ambil.

Vanessa mengangkat kepala, mendapati Galen yang sudah tersenyum ke arahnya dengan membawa beberapa toples kue di tangan. “Kaasstengels?”

Galen mengangguk, menaruh beberapa toples kue Kaasstengels yang telah dirinya ambil ke dalam troli. “Iya, kamu suka, kan?”

“Adek, suka, kok, Kak, tapi ini banyak banget, loh, gak mungkin, kan, Adek bisa ngehabisin ini semua sekaligus,” tutur Vanessa.

Galen mencubit pelan hidung pesek milik sang adik. “Kan, buat stok, Adekku yang paling cantik. Kakak juga gak sejahat itu buat nyuruh kamu ngehabisin ini semua sekaligus.”

Vanessa menggaruk keningnya yang tidak gatal. “Kirain, kan, Kakak nyuruh Adek buat ngehabisin sekaligus.”

“Nggak, lah.” Galen kembali memegang troli. “Ayo, ke kasir.”

Vanessa mengangguk, berjalan di samping sang kakak yang sedang mendorong troli belanjaan mereka.

•••

Langit berubah menjadi gelap, matahari telah meninggalkan dunia untuk mengistirahatkan tubuhnya. Bulan dan ribuan bintang hadir menggantikan sang surya menyinari dunia.

Di depan ruangan musik SMA GARUDA SAKTI, kini terlihat Angelina yang baru saja selesai mengunci pintu ruangan. Malam ini, ia adalah siswi terakhir yang masih berada di dalam lingkungan sekolah.

Angelina melangkahkan kaki menyusuri koridor, melihat beberapa ruangan kelas yang telah gelap seraya bersenandung, berusaha menghilangkan rasa sunyi yang sedang melandanya.

Kening Angelina mengerut, mendapati lampu ruangan kelasnya yang masih menyala. Ia berjalan mendekat untuk mematikan lampu. Namun, saat dirinya memasuki kelas, Angelina dibuat terkejut ketika melihat tiga orang teman sekelasnya masih berada di dalam ruangan.

“Nadine, Chelsea, Cindy, kalian belum pulang?” tanya Angelina, mendekati ketiga gadis yang masih sibuk dengan kegiatan mereka.

Mendengar nama mereka dipanggil, membuat ketiga gadis itu sontak menoleh, menghentikan kegiatan yang sedari tadi sedang mereka kerjakan.

“Hai, Ngel. Lu belum pulang?” sapa dan tanya Chelsea, tersenyum seraya memasukkan sesuatu hal ke dalam tas miliknya.

“Belum. Kan, gue baru aja selesai ekskul musik. Kalian sendiri kenapa belum pulang?” Angelina melihat ketiga gadis itu secara bergantian.

Chelsea, Nadine, dan Cindy saling pandang. Mereka bertiga lalu tersenyum sebelum menjawab pertanyaan dari Angelina.

“Ini, Ngel. Kami lagi gambar, sampai lupa waktu kalo ini udah malam,” jawab Nadine, menunjukkan hasil gambarannya kepada Angelina.

Angelina melihat sketchbook milik Nadine. Ia memuji gambaran gadis itu yang terlihat sangat bagus. “Bagus banget, Din.”

“Thanks, Ngel.” Nadine menutup sketchbook, lalu menaruhnya ke dalam tas.

“Ya, udah, balik, yuk, udah malam. Apa kalian masih mau di sini?” ajak Angelina, seraya memegangi kedua tali tasnya.

Ketiga gadis mengangguk, menggendong tas milik masing-masing, mematikan lampu, lalu berjalan beriringan meninggalkan kelas bersama dengan Angelina.

Di sepanjang perjalanan, keempat gadis itu mengobrol dan tertawa bersama-sama, guna menghilangkan rasa sunyi yang sedang melanda di antara mereka.

To be continued :)

Novel

Happy reading guys :)

•••

Kamis, 2 Oktober 2025

“Selamat siang, Kak. Kakak mau ke mana?” sapa dan tanya seorang gadis, saat berpapasan dengan Angelina di koridor gedung kelas sepuluh.

“Siang juga,” balas Angelina, seraya mengukir sebuah senyum simpul, “Ini, gue mau ke perpustakaan. By the way perpustakaan buka, kan?”

Gadis itu mengangguk, membalas senyum simpul Angelina. “Buka, kok, Kak. Ini, aku juga baru selesai dari perpustakaan buat ngembaliin buku yang udah selesai aku baca.”

Mendengar perkataan gadis itu, membuat Angelina mengangkat kedua ibu jarinya, mengapresiasi sang adik kelas yang sudah berhasil menamatkan salah satu buku.

Angelina lalu berpamitan kepada adik kelasnya, melanjutkan perjalanan menuju perpustakaan. Ia menghentikan langkah kaki, melihat keadaan perpustakaan sebelum masuk ke dalam.

“Banyak banget yang berubah, padahal cuma beberapa bulan, gue gak ke sini,” gumam Angelina, berjalan menuju rak-rak buku yang letaknya sudah sangat berubah.

Angelina memegangi dagu, mengamati satu per satu buku yang tertata rapi di rak. Ia terus mengamati ribuan buku itu, mencari satu buku yang sudah dirinya incar sejak beberapa bulan lalu.

“Kok, gak ada, sih, bukunya,” gumam Angelina, mengembuskan napas panjang, sudah sangat lelah mengamati buku-buku yang ada di perpustakaan.

“Angel,” panggil seorang perempuan paruh baya, saat melihat Angelina sedang terlihat pusing dengan buku-buku di depannya.

Angelina sontak menoleh ke belakang. Ia tersenyum manis, mendapati seorang pustakawan yang sangat dirinya kenali sedang membawa beberapa buah novel di tangan.

“Ibu Noer, apa kabar?” Angelina berjalan mendekati Ibu Noer, lalu mencium tangan kanan perempuan paruh baya itu.

“Ibu baik, kok. Kamu sendiri gimana, udah sembuh total?” tanya Ibu Noer, mengamati Angelina dari atas hingga bawah.

Angelina mengangguk, mundur beberapa langkah, memutar-mutar tubuhnya agar Ibu Noer percaya bahwa dirinya sudah sembuh dengan total.

“Alhamdulillah.” Ibu Noer mengembuskan napas lega, melihat siswi kesayangannya sudah tidak lagi terbaring di ranjang rumah sakit. “Oh, iya, kamu tadi lagi nyari apa? Ibu liat-liat kamu sampai pusing gitu.”

Angelina berhenti memutar-mutar tubuhnya. “Ah, itu, Bu. Angel lagi cari novel Rivalry Or Revenge, tapi dari tadi gak dapat-dapat. Ibu tau gak, novel itu ada di mana?”

Ibu Noer memegang dagu, berusaha mengingat tentang novel yang dimaksud oleh Angelina. “Novel itu baru aja kemarin dipinjam, Ngel.”

“Dipinjam? Sama siapa, Bu?” tanya Angelina, penasaran dengan orang yang telah meminjam novel incarannya itu.

Ibu Noer berjalan menuju salah satu rak yang tadi sedang diamati oleh Angelina, lalu menaruh dan menyusun beberapa novel bawaannya di sana. “Dipinjam sama Vanessa, teman sekelas kamu.”

“Yah. Itu novel cuma ada satu, ya, Bu, di sekolah ini?” Angelina mendekati Ibu Noer, melihat beberapa novel yang telah ditata rapi oleh pustakawan itu.

“Sebenarnya dulu ada dua, tapi yang satunya hilang gak tau ke mana,” jawab Ibu Noer, masih sibuk menata novel.

“Gitu, ya.” Angelina mengambil salah satu novel yang telah disusun Ibu Noer, lalu membaca blurb dari novel tersebut. “Ibu, Angel mau pinjam novel ini aja, deh.”

Ibu Noer mengangguk, berjalan menuju meja pribadinya untuk mencatat novel yang ingin Angelina pinjam.

•••

“Vee, ini gue beliin makanan sama minuman,” ujar Karina, mendudukkan tubuhnya di samping Vanessa yang sedang membaca novel di bawah pohon beringin.

Vanessa menghentikan aktivitas membacanya, menoleh ke arah Karina, tersenyum manis, lalu mengambil dan meneguk air minum yang telah sang sahabat belikan.

“Thanks, ya, Kar,” kata Vanessa, menaruh botol air minum di samping makanan pembelian Karina.

“Iya.” Karina melihat novel yang berada di pangkuan Vanessa. “Novel tentang apa itu, Vee?”

“Tentang persahabatan sama percintaan, Kar.” Vanessa menyandarkan tubuhnya pada pohon beringin, kembali membaca novel yang baru saja dirinya pinjam.

Karina mengangguk paham, mengikuti Vanessa menyandarkan tubuh di pohon beringin. Ia melihat ke arah langit, menutup mata, menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuhnya.

“Vee, nanti kalo bel masuk bunyi, bangunin gue, ya,” pinta Karina, mencari posisi ternyaman untuk dirinya bersandar.

“Iya,” jawab Vanessa singkat, seraya membalik halaman novel.

Selama lima menit, Vanessa membaca novel dengan ditemani oleh Karina yang sudah tertidur. Hingga, ia mengangkat kepala saat mendengar suara Angelina memanggil namanya.

“Vanessa!” teriak Angelina, berlari menuju tempat Vanessa dan Karina berada dengan membawa sebuah novel di tangan kanan.

“Kenapa, Ngel?” tanya Vanessa, melihat Angelina membungkukkan badan dengan napas yang terengah-engah.

Angelina menghirup udara segar sebanyak yang dirinya bisa, lalu mengangkat kepala dan melihat ke arah Vanessa. “Lu sama Karin dari tadi gue cariin, ternyata ada di sini.”

Vanessa mengerutkan kening. “Kamu nyariin aku, ada apa?”

Angelina menggelengkan kepala, berjalan mendekati Vanessa, mendudukkan tubuhnya di samping kiri gadis itu. “Gak ada apa-apa, kok, cuma mau main sama kalian berdua aja, boleh, kan?”

Vanessa tersenyum simpul. “Boleh, kok, Ngel. Tapi, ini, kan, udah mau masuk kelas, kamu kenapa malah nyusulin aku sama Karin ke sini?”

Angelina bersandar di pohon beringin, membuka novel yang telah dirinya bawa. “Kan, udah gue bilang kalo mau main sama kalian, lagian juga habis istirahat ini, kita dikasih jam bebas. Jadi, gak usah masuk ke kelas juga gak papa.”

“Hmm … gitu, ya.” Vanessa melihat ke arah langit sejenak, lalu mengalihkan pandangan ke arah Angelina. “Eh, kamu juga suka baca novel, Ngel?”

Angelina mengangguk, mengangkat kepala untuk menatap wajah Vanessa. “Iya, lumayan suka. By the way, lu juga suka, kan?”

“Iya. Kok, kamu bisa tau?” tanya Vanessa penasaran.

Angelina menunjuk novel yang sedang berada di atas pangkuan Vanessa menggunakan dagunya. “Itu … novel Rivalry Or Revenge, kan? Tadi, gue nyari novel itu di perpus, tapi kata Ibu Noer udah lu pinjam. Jadi, gue simpulin aja, kalo lu juga suka baca novel.”

Vanessa mengambil novel ‘Rivalry Or Revenge’ dari atas pangkuannya. “Eh, iya, ini novel baru aja kemarin aku pinjam. Kamu mau baca novel ini juga? Maaf, ya, malah keduluan sama aku.”

Angelina tersenyum simpul, menaruh novel bacaannya di atas daun-daun pohon beringin yang telah berjatuhan. Ia menyatukan dan menekuk kedua lutut di depan dada, lalu memeluknya menggunakan kedua tangan.

“Iya, udah, gak papa, Van. Jangan merasa bersalah gitu,” kata Angelina, melihat raut wajah Vanessa yang merasa bersalah.

“Ngel, beneran? Ini gak papa? Kamu gak marah sama aku?” tanya Vanessa, menatap serius kedua mata Angelina.

Angelina mencubit pelan pipi kanan Vanessa. “Iya, Vanessa Veronica Mahesa. Gue gak papa, tapi nanti kalo lu udah selesai baca, pinjamin ke gue, ya? Soalnya gue udah pingin baca novel itu dari beberapa bulan yang lalu.”

“Sakit, Ngel.” Vanessa mengusap lembut pipi kanannya. “Dari pada nunggu aku selesai baca, kenapa gak kita baca bareng aja?”

Angelina menopang dagu di atas kedua lutut, sedikit mengerutkan kening saat mendengar ajakan Vanessa. “Baca bareng? Lu berarti harus baca ulang lagi, dong?”

“Iya, gak papa. Lagian aku juga baru baca dua bab. Jadi, gak ada masalah kalo harus diulang,” jelas Vanessa, seraya membalik ke halaman awal novel. “Ayo, sini.”

Angelina menyelonjorkan kedua kaki, bergeser mendekati Vanessa, menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu, lalu mulai membaca novel bersama-sama.

Selama membaca, kedua gadis itu sesekali mengobrol, berdiskusi tentang isi dari novel tersebut. Terkadang, salah satu dari mereka ada yang tidak setuju dengan beberapa adegan di dalam novel, dan memberikan sebuah opsi lain untuk adegan-adegan tersebut.

Karina menggeliat, perlahan-lahan mulai membuka mata, mendengar suara Vanessa dan Angelina membuat dirinya terpaksa terbangun dari dunia mimpi. Ia menoleh ke samping, mengerutkan kening, melihat kedua sahabatnya sedang membaca novel seraya mengobrol.

Karina menggeserkan tubuhnya mendekati Vanessa, menyandarkan kepala di bahu kanan gadis itu, dan kembali menutup mata. “Berisik banget, sih, kalian.”

Kedua mata Vanessa melebar, merasakan kepala seseorang sedang bersandar di bahu kanannya. Ia sontak berhenti membaca, menoleh ke arah kanan untuk melihat orang tersebut.

“Karin, bikin kaget aja,” ujar Vanessa, mengembuskan napas lega saat mengetahui bahwa Karina yang melakukan hal itu.

Karina mencari posisi ternyaman di bahu Vanessa, kedua tangannya bergerak memeluk tubuh gadis itu. “Jangan berisik, gue masih mau tidur.”

“Tumben lu manja banget, Kar, biasanya gak pernah kayak gini lu?” tanya Angelina, melihat tingkah sang sahabat yang sangat berbeda dari biasanya.

“Diem, gue masih ngantuk,” gumam Karina, “Vee, elusin kepala gue.”

Vanessa melihat sekilas ke arah Angelina, tersenyum manis, lalu mengelus lembut kepala Karina.

“Dia beberapa bulan ini emang kayak gini, Van?” tanya Angelina, masih tidak habis pikir dengan perubahan sifat sang sahabat.

Vanessa melihat ke arah langit, berusaha mengingat sifat Karina yang mulai sering manja ke dirinya. “Baru satu bulan ini, sih, Ngel. Emang kenapa?”

Angelina menggelengkan kepala. “Gak papa, kok. Gue cuma heran aja, gara-gara dia manja kayak gini.”

Karina menaruh tangan kanan di depan bibir dan berdesis. “Diem, gue mau tidur.”

Mendengar itu, membuat Vanessa dan Angelina saling pandang, tersenyum, lalu kembali membaca novel tanpa mengganggu Karina yang sudah mulai tertidur.

To be continued :)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!