NovelToon NovelToon

CINTA DI LUAR NASKAH

Hanya Seorang Figuran

"Jangan menyentuhku!"

"Awh!"

Pemuda dengan rahang tegas itu sedikit terkejut melihat wanita yang berusaha menyentuhnya terjatuh. Ekspresi terkejut di wajah teramat tampan itu dengan cepat menghilang, berganti menjadi raut datar yang memancarkan aura seorang dominan. Tangannya bergerak mengambil dompet di saku, mengeluarkan seluruh lembaran di dalamnya.

"Perempuan murahan!"

Lembaran dolar yang tidak terhitung jumlahnya dilempar ke wajah cantik wanita yang terduduk di lantai. Tatapan sedingin kutub utara dari pria yang berhasil meraih julukan Pria Paling Seksi di Dunia itu turut mencemooh.

"Padahal kau menikmati tubuhku!!!" pekik wanita bersurai pirang panjang yang seluruh wajahnya memerah, malu dan terhina.

"Kau pikir sebanyak apa wanita yang tubuhnya kunikmati?" Senyuman bengis yang ditampilkan pria itu membuat sang wanita menatap nanar, tatapannya penuh luka.

"OKE, CUT!!!"

Teriakan dari pria di balik kamera membuat wanita yang sebelumnya duduk di lantai langsung berdiri, meringis saat menyadari bahwa kakinya terkilir.

'Duh, kakiku yang malang. Hari pertama syuting sudah begini.'

“Anda baik-baik saja?"

Wanita itu menoleh, menatap wajah tampan yang merupakan bintang utama dalam film yang tengah mereka garap.

'Sudah sok tampan, sekarang sok baik pula!' rutuknya dalam hati.

"Tidak apa-apa," ucap wanita itu seraya tersenyum sopan, membungkuk pelan sebelum membalik badan, berniat segera pergi.

“Anda benar-benar luar biasa," ujar pemuda beriris biru, menghentikan wanita yang terlihat sangat jelas mengabaikannya. "Dengan bakat seperti itu, bukankah Anda bisa mendapatkan peran utama?"

'Itu bukan urusanmu!' Alexa berteriak dalam hati, jengkel saat situasinya tidak memperbolehkan wanita itu bertindak sesuka hati.

"Peran utama tidak didapat hanya karena seseorang memilik bakat, Tuan Raymond." Alexa kembali memasang senyum, sebuah senyum yang sama sekali tidak sampai di binarnya.

Raymond mengangkat alis mendengar jawaban wanita di hadapannya, entah kenapa terdengar seperti sindirian untuknya.

“Anda benar. Selain bakat, keberuntungan dan koneksi juga sangat penting di dunia ini. Meski begitu, seseorang yang bekerja keras bisa mengalahkan segalanya." Raymond tersenyum lembut, caranya menatap dengan hangat membuat orang-orang di sekitar lansung terpana.

"Ah, dia benar-benar malaikat."

Bisikan itu membuat Alexa mengerutkan kening. Semua orang menganggap pemuda di hadapan Alexa saat ini adalah titisan malaikat dari surga.

'Tidakkah mereka melihat tanduk di kepalanya itu?' Alexa membatin kesal, sedikit kecewa dengan mata orang-orang yang tersihir senyum palsu Raymond.

"Terima kasih sudah mengatakan sesuatu yang menghibur, Tuan Raymond. Saya tidak tahu kalau Anda memiliki waktu senggang untuk memberi motivasi pada orang lain." Alexa kembali mengangguk sopan sebelum berbalik, bergegas keluar dari ruangan yang merupakan salah satu set di lokasi syuting.

“Alexa!

Panggilan itu membuat wanita bersurai panjang kembali menghentikan langkah, padahal ia hampir mencapai pintu untuk keluar dari gedung dan pulang. Wanita itu segera tersenyum cerah saat melihat salah satu staff menghampiri.

"Syutingnya sudah selesai, aku boleh langsung pulang, kan?" tanya wanita yang dipanggil Alexa, netra coklat madunya berbinar.

Kekehan wanita yang menghentikan langkah Alexa terdengar, tangannya terulur untuk mengusak gemas kepala Alexa. "Sutradara ingin bertemu denganmu dulu," ucapnya.

Sutradara? Duh, Alexa sedikit merengut, perasaannya mendadak tidak enak. Wanita itu melirik pada seorang pria paruh baya yang berada tidak jauh dari mereka, membalas tatap dengan raut serius yang membuat wanita itu semakin menciut.

"Aku tidak akan dimarahi, kan? Aku juga tidak melihat manajerku, apa Anda tahu ia ke mana?" tanya Alexa pelan, bibirnya melengkung ke bawah, terlihat menggemaskan bagi wanita di hadapannya.

"Mana mungkin dimarahi! Sudah, temui sana! Kau akan tahu di mana manajermu nanti," ucap wanita itu sembari mengedipkan sebelah mata.

Alexa menghela, berjalan pelan menuju seseorang yang disebut legenda dalam dunia perfilman. Sutradara kondang yang namanya harum di penjuru dunia sebagai salah satu yang terbaik itu membuat Alexa tidak nyaman.

'Kudengar ia sering menemukan orang berbakat di jalan, mengolesnya dan menjadikannya bintang yang bersinar sangat terang. Seharusnya tadi aku melakukan beberapa kesalahan!'

Alexa menyesali sikapnya yang ceroboh. Ia ingin cepat pulang karena barang yang ditunggunya selama tiga bulan datang hari ini, jadi wanita itu memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam sekali pengambilan gambar.

"Permisi, Tuan, katanya Anda memanggil saya?" Alexa bertanya sopan. Suaranya pelan, tapi tidak terdengar lemah. Ekspresi wajahnya datar, namun tidak ketus. Caranya menatap terlihat tegas, tanpa menghilangkan kelembutan di binarnya.

‘Dia bukan wanita sembarangan,' batin pria paruh baya yang tiba-tiba jantungnya berdegup kencang. Sudah lama ia tidak melihat aura yang dipenuhi kecantikan dan keanggunan, belum lagi bakat akting menakjubkan yang dimiliki aktris di hadapannya.

"Ya, ada yang ingin kami bicarakan. Ikutlah denganku!"

Meski sangat malas, Alexa tetap melangkah mengikuti seseorang yang berjalan menuju sebuah ruangan. Wanita itu mengerjap saat menyadari bahwa mereka memasuki ruangan pribadi sang aktor utama.

Kenapa ke sini? Perasaannya semakin tidak enak.

Tidak ada staff lain di dalam ruangan, hanya ada empat orang yang salah satunya merupakan manajer Alexa. Wanita itu bertanya lewat tatapan, berharap diberi beberapa clue tentang apa yang sedang terjadi, tapi delikan tajam yang Alexa terima membuatnya menciut.

Tubuh wanita itu terasa kaku saat entah bagaimana pembagian tempat duduknya terasa tidak adil. Kenapa ia harus duduk di sebelah pria yang menyebabkan kakinya terkilir?

"Silakan duduk, Nona Alexa."

'Yah, bukan berarti aku sudi duduk di sebelahnya.'

Alexa menarik kursi, duduk setelah memberi salam sopan pada pria yang hanya mengangguk sekilas.

'Cih, sok keren!'

"Baiklah, aku akan menjelaskan kenapa memanggil kalian berdua ke sini. Mungkin Tuan Raymond sudah mendengar dari manajer, tapi saya yakin Nona Alexa belum."

'Bagaimana mau tahu kalau tidak diberi kesempatan bicara dengan manajer dulu!'

Alexa tersenyum kecil, menutupi perasaan gondok di dada. "Kalau saya boleh tahu, ada apa, ya? Apa saya melakukan kesalahan?"

"Tidak, Nona Alexa, Anda tidak melakukan kesalahan sama sekali. Saya pribadi sangat terkesan dengan akting Anda. Semuanya berjalan lancar dalam sekali take, itu benar-benar menakjubkan."

Pujian bertubi yang dilayangkan sang sutradara langsung diangguki oleh produser di sebelahnya.

"Syukurlah kalau begitu." Diam-diam Alexa merutuki dirinya yang terlalu bersemangat. Berdoa saja dua orang terkenal di hadapannya tidak merencanakan sesuatu yang menakutkan.

"Setelah saya dan produser berdiskusi, kami mengambil keputusan bahwa akan menambah adegan di mana Damian kembali ke ruangannya, menatap foto-foto di atas meja dan melemparnya ke kotak sampah."

Penjelasan sutradara di hadapannya membuat Alexa hampir menghela napas. Ia tahu maksud dan tujuannya tanpa mendengar lebih lanjut. Mereka pasti ingin membuat kamera menyorot foto-foto itu saat sang pemeran utama sedang melihatnya.

"Jadi, maksud Anda, saya dan Tuan Raymond akan melakukan pemotretan untuk foto-foto itu?"

"Bukan hanya pemotretan, Nona Alexa. Kami ingin menambah adegan--"

Adegan Tambahan

“Tunggu!” Alexa berseru, tangannya terangkat, menghentikan sutradara di hadapannya untuk menjelaskan lebih lanjut. Terlihat sangat tidak sopan memang, tapi bukankah tujuan pembicaraan ini semakin menakutkan?

“Ada baiknya mendengarkan penjelasan sutradara sampai selesai sebelum menyela.”

Sindiran tajam dari pemuda di sisinya membuat Alexa hampir memutar bola mata. Meski begitu, ia tidak bisa merasa kesal karena memang salahnya memotong pembicaraan orang lain.

“Maaf, silakan dilanjutkan.”

Pria paruh baya yang merasa bahwa Alexa akan menolak tawarannya mengetukkan jemari di pegangan kursi. Wanita di hadapannya sangat terkenal dengan julukan Aktris Figuran. Semua peran yang dimainkan Alexa hanyalah sebatas figuran. Ia memerankan karakter tambahan hampir di setiap serial televisi, bahkan sudah tidak terhitung berapa kali Alexa hanya muncul di layar sebagai orang yang ditanyai arah jalan.

Mungkin ini pertama kali bagi Alexa bermain sebagai figuran di sebuah projek besar, dengan para aktor dan aktris dunia. Sutradara, produser serta rumah produksi yang menaungi projek ini juga bukan main-main.

Jujur saja awalnya pria itu tidak berharap banyak dari seseorang yang dipanggil untuk menggantikan pemeran figuran pilihannya yang tiba-tiba mengalami kecelakaan seminggu lalu, tapi akting wanita di hadapannya benar-benar di luar ekspektasi. Kenapa aktris berbakat seperti Alexa hanya berkeliaran sebagai seorang figuran?

Sebenarnya ia sangat ingin mengganti pemeran utama wanitanya menjadi Alexa, tapi jelas itu sangat tidak profesional. Jadi, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah menambah adegan demi melihat lebih lanjut akting wanita di hadapannya.

“Seperti yang saya sebut sebelumnya, kami ingin menambah beberapa adegan yang akan ditampilkan di awal film, sebagai penguat kehidupan malam Damian sebelum bertemu pemeran utama wanita.”

Sebuah ketukan di pintu membuat semua orang menoleh. Wanita yang berdiri di belakang Alexa berjalan menuju pintu, mengambil beberapa kertas dari salah seorang staff.

Alexa menerima kertas-kertas berisi kontrak baru yang disodorkan sang manajer. Keningnya berkerut cukup dalam saat membaca beberapa poin tambahan.

“Apa tidak bisa menggunakan pemeran tambahan lain? Kalau untuk menguatkan karakter Damian sebelum bertemu pemeran utama wanita, bukankah lebih bagus kalau diperlihatkan bahwa Damian tidak hanya bermain dengan satu wanita?” Alexa meletakkan kertas di meja, menatap pada sutradara dan produser yang tampak terkejut dengan perkataannya.

“Maksudku, wanita asing yang melakukan hubungan satu malam bersama Damian dan wanita yang datang untuk minta dinikahi, bisa dibuat menjadi dua orang berbeda. Kurasa hal itu justru bisa lebih menguatkan betapa brengsek Damian, kan? Apalagi kalau ditambah figuran lain yang datang dan mengaku hamil anaknya.”

Wanita yang masih mengenakan gaun hitam ketat yang mencetak lekat bentuk tubuhnya itu mengulum bibir, berusaha untuk tidak tersenyum lebar meski sudut-sudut bibirnya bergetar.

Alexa mengabaikan helaan napas manajer di belakangnya, fokus pada reaksi dua orang yang sepertinya tidak pernah berpikir ia akan mengatakan sesuatu di luar dugaan.

Di lihat dari sisi mana pun, ide cerita yang dilontarkan Alexa sangat masuk akal dan terdengar lebih menarik.

‘Tidak sia-sia aku menghabiskan waktu berjam-jam membaca novel romansa dewasa,’ batin wanita itu bangga.

“Idenya bagus, tapi sepertinya tidak bisa diterapkan.”

Bukan sutradara atau produser di hadapan Alexa yang memberi respon, melainkan pemuda yang duduk tegak di sebelahnya. Alexa menoleh, netra coklat madu yang biasa menjerat dengan pesona alami itu tampak bertanya.

“Sepertinya Tuan Raymond memiliki ide lain? Katakan saja, akan kami dengarkan.”

“Saya lebih setuju dengan ide dari sutradara, meski bukan berarti masukan Nona Alexa tidak bagus. Tapi, kalau harus mencari pemeran figuran lainnya hanya untuk menjadi teman tidur Damian, ditambah wanita yang datang dan mengaku hamil, kita akan kehabisan waktu. Mencari seseorang yang cocok untuk mengisi peran-peran itu saya rasa tidak bisa hanya dalam waktu satu dua hari. Proses syuting akan terhambat dan tidak sesuai jadwal, hal ini bisa merugikan banyak pihak.”

Penjelasan yang masuk akal itu! Alexa menahan diri untuk tetap memasang ekspresi tenang, meski sebenarnya ia ingin menggebrak meja dan menyatakan ketidaksetujuan. Bagaimana ia akan keluar dari situasi menakutkan seperti ini?

‘Mama akan mendepakku dari kartu keluarga kalau sampai memiliki adegan lebih banyak, apalagi di projek sebesar ini.’ Alexa membatin sedih, mengingat Black Card yang mungkin akan lenyap dari dompetnya.

“Seperti yang dikatakan Tuan Raymond, lebih baik menambah satu adegan dengan pemeran yang sudah ada agar tidak membuang banyak waktu dan terkesan tidak profesional.”

Kalimat yang dilontarkan produser di hadapannya membuat Alexa semakin tersudut.

“Aku tidak bisa mengambil keputusan ini sendiri,” ucap Alexa pada akhirnya. “Aku harus membicarakannya dengan manajerku dulu,” lanjutnya sembari menoleh ke belakang, menatap dengan netra berembun pada seseorang yang sepertinya berniat mengatakan sesuatu.

Ayolah, serangan mata memelas! Alexa menatap wanita yang memegang kendali atas tali kehidupannya dengan mata berkaca-kaca, berharap manajernya mau menurutinya dan menjaga sikap, tidak mengatakan sesuatu dengan lidahnya yang setajam belati.

Helaan napas dan anggukan pelan dari sang manajer membuat Alexa tersenyum puas. Wanita itu kembali menatap dua orang penting yang duduk di hadapannya.

“Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu. Sore nanti akan saya kabari hasil diskusi kami,” ucap wanita itu sopan, berdiri dan membungkuk pada orang-orang di ruangan itu sebelum menarik manajernya untuk keluar.

“Terima kasih karena sudah membantu memberikan alasan yang masuk akal, Tuan Raymond. Setidaknya Nona Alexa akan memikirkan ulang, tidak seperti sebelumnya yang terlihat sekali berusaha menolak.”

Perkataan sutradara ternama di hadapannya membuat pemuda yang dipanggil Raymond tersenyum kecil. “Aku hanya memberi masukan berdasarkan logika,” katanya tenang.

*** 

“Aduh! Pelan-pelan, dong!” Alexa meringis ketika handuk yang baru direndam ke dalam air hangat kuku ditempelkan ke pergelangan kakinya. Bibir merah muda wanita itu merengut saat wanita yang berlutut di hadapannya menekan handuk dengan cukup keras, sepertinya punya dendam pribadi.

“Salahmu sendiri mengabaikannya terlalu lama. Kalau ada yang sakit, kau harusnya minta izin untuk langsung beristirahat dan mengobati lukamu dulu, bukannya sok jadi jagoan!”

Pergelangan kakinya bengkak dan memerah, sakit, tapi Alexa masih harus mendengarkan omelan manajernya. Sudah begitu nadanya ketus sekali.

“Kita akan langsung ke dokter setelah kau bisa berjalan lebih baik karena kita tidak punya kursi roda.”

Alexa menatap kakinya yang dibungkus handuk agak panas sebelum mengalihkan tatapnya pada wanita bersurai panjang yang meraih kursi dan duduk di hadapannya, tangan wanita itu kembali terulur untuk menekan pelan handuk.

“Maaf,” ucap Alexa lirih, merasa bersalah setelah melihat ekspresi khawatir yang coba ditutupi wanita di hadapannya. “Alena tidak mau memaafkanku? Wah, aku jadi sedih!”

“Aku terlalu sering mendengarmu meminta maaf,” ucap Alena cukup ketus.

Alexa semakin memasang wajah sedih, bibirnya melengkung ke bawah dengan mata yang mulai mengembun, sebuah telaga terbentuk di netra coklat wanita itu.

“Oke, cukup, aku memaafkanmu! Berhenti memasang wajah sok sedih seperti itu bisa, kan?”

Senyum lebar yang langsung terpasang di bibir tipis Alexa membuat Alena memutar mata jengah. Kalau tidak terbiasa melihat wanita itu berakting, Alena mungkin akan terperangkap pada ekspresi sedih Alexa.

“Tapi, aku benar-benar minta maaf dengan tulus, lho! Rasa bersalahku bukanlah akting,” ucap Alexa.

Alena kembali menghela napas. “Iya, Tuan Putri, aku tahu. Kau pikir berapa lama kita saling mengenal? Aku bahkan bisa menebak semalam kamu memimpikan apa.”

Alexa terkekeh lucu. Benar, mereka berteman sejak zaman zigot, lebih tepatnya mereka adalah sepupu yang lahir di tanggal, bulan dan tahun yang sama. Alena adalah saudara sekaligus sahabat yang pasti akan selalu membela Alexa kapan pun dan di mana pun.

“Nah, Nona Manajer, sekarang kita harus bagaimana untuk tawaran dari sutradara?”

“Sudah jelas harus ditolak, kan? Selain kau yang amat sangat tidak suka dengan Raymond, kita juga harus menyelamatkan leher agar tidak ditebas Papa dan Bibi Valisha.”

“Aku memang tidak suka orang sok tampan itu, tapi kalau ditolak dan mereka terpaksa mencari figuran yang lain dengan jalan cerita tidak berubah, maka adegan yang menyebabkan kakiku terkilir tadi juga akan dihapus. Rasanya aku tidak rela pekerjaan yang kulakukan sampai terluka begini tiba-tiba tidak jadi tayang.”

Benar-benar dilema! Alena menatap wanita di hadapannya dengan tatapan kasihan. Ia yang paling tahu betapa Alexa sangat menyukai karirnya sebagai aktris. Wanita itu akan sangat bahagia meski hanya bisa mengambil peran ekstra figuran.

Alena pun tahu betapa Alexa sangat berbakat dalam akting, tapi situasi tidak memihak wanita itu untuk menekuni bidang yang dicintainya.

“Kalau begitu kita terima saja! Peranmu di sini hanyalah figuran, jadi sudah pasti wajahmu tidak akan ada di poster utama. Selama Papa dan Bibi Valisha tidak menonton filmnya, maka nyawa kita selamat.”

Perebut Posisi

“Ada jaminan mereka tidak akan menonton?” Alexa bertanya ragu, pasalnya projek film yang sedang berjalan ini merupakan karya dari sutradara ternama dunia, belum lagi ditambah para aktor dan aktris yang terkenal profesional di bidangnya.

“Mereka, kan, sibuk. Saat filmnya tayang, Bibi Valisha akan repot dengan koleksi musim panas terbaru, Papa juga tidak akan punya waktu untuk datang ke bioskop dan menonton film.”

Wanita yang masih mengenakan wig pirang itu mengangguk, membenarkan hal yang dikemukakan manajernya.

“Oh, tapi bagaimana kalau Bibi Serra yang mengajak Paman untuk nonton? Papamu kan, cinta mati dengan Bibi Serra. Apa pun yang Mamamu itu minta, pasti dikabulkan.”

Alena tersenyum miring, terlihat seperti penjahat dalam novel. “Jangan lupa kalau Mama juga cinta mati dengan kita, Alexa. Mudah untuk melobi Mama,” ucapnya seraya menaik turunkan alis.

Mau tidak mau Alexa terkekeh. Benar, di tengah kesibukan ibu kandungnya, Alexa lebih sering dititipkan dan dirawat oleh Serra dan menjadi salah satu kesayangan wanita itu juga.

“Oke, sudah diputuskan! Sekarang, ayo pulang, kesayanganku pasti sudah sampai, kan?” Binar di netra coklat Alexa membuat suasana langsung terasa cerah seketika.

“Kita ke rumah sakit dulu!”

Ugh!

***

Alexa menyesali keputusannya. Wajah wanita itu tampak kesal, belum lagi tatapan yang dipenuhi api di netra coklatnya.

Ia baru selesai mandi, rambutnya masih agak basah ketika wanita itu mulai membuka kotak berisi light stick edisi spesial yang ditunggunya selama tiga bulan sejak pembelian. Alexa juga tersenyum sangat lebar setelah benda itu terkoneksi sempurna dengan bluetooth di ponselnya.

Kebahagiaan wanita itu runtuh saat televisi di ruang tengah sedang menampilkan berita tentang seseorang. Acara gosip yang cukup terkenal itu sedang membandingkan popularitas seorang aktor dan salah satu grup idola dari negeri ginseng.

Alexa keluar dari kamar, menatap penuh permusuhan pada wajah tampan di layar televisi. Keningnya berkerut tidak suka melihat sebuah kalimat yang terpampang.

“RAYMOND DEVANO, AKTOR TAMPAN YANG BERHASIL MERAIH JULUKAN SEBAGAI PRIA TERSEKSI DI DUNIA, MENGGESER POSISI KEY BXS.”

Apa-apaan! Alexa mendelik jengkel, berjalan ke arah meja, meraih remote tv dan mematikan benda persegi itu.

“Duh, kenapa mengganggu, sih?” Alena menatap jengkel, mulutnya terlihat mengembung dipenuhi makanan.

Alexa duduk di sisi wanita bersurai panjang yang tengah melahap mie instan, meraih mangkuk dari tangan Alena dan menyeruput makanan pedas yang tidak pernah membuat bosan itu.

Alena memutar bola mata, jengah dengan tingkah kekanakkan wanita di sampingnya. Ia, kan, bisa memindahkan saluran televisi kalau tidak suka dengan acara yang ditampilkan, bukannya langsung mematikannya tanpa izin dan mengganggu waktu istirahat orang lain!

“Kenapa berita tidak masuk akal seperti itu ditonton? Menggeser posisi Key dari mana, jauh sekali perbedaannya, bagai langit dan bumi!”

Wow! Alena hanya bisa menggeleng, sudah terbiasa dengan segala omelan dan kekesalan Alexa ketika idolanya dibandingkan dengan orang lain. Apalagi posisi sebagai Pria Terseksi di Dunia sudah menjadi langganan salah satu member idol grup BXS sejak tiga tahun terakhir.

“Lagipula berita itu sudah lama, sudah basi, kenapa masih diulang-ulang–-aduh!” Alexa mengaduh saat Alena menyentil dahinya cukup keras.

“Berita itu juga tayangan ulang, bodoh!” ujar Alena gemas. “Kembalikan makananku!”

Alena menatap penuh dendam saat mangkuk yang berhasil ia rampas kembali dari tangan Alexa, sudah kosong, bersih. Sisa baunya pun tidak ada.

“Argh, makananku!” teriak Alena kesal, kakinya menghentak lantai sebelum menatap tajam wanita di sebelahnya.

“Aku tidak mau tahu, pokoknya ganti–” Alena semakin merengut, tidak bisa melanjutkan perkataannya saat melihat perban yang melingkar di pergelangan kaki Alexa. Ia bahkan tidak bisa meminta ganti rugi karena Alexa sedang terluka.

“Bagaimana kalau kita pesan makanan lain saja? Tante Serra bilang tidak boleh makan mie instan terlalu sering,” ucap Alexa seraya terkekeh, menggaruk kepala yang tidak gatal.

“Sudahlah, aku kenyang hanya dengan melihat wajahmu!” ketus Alena, beranjak dari sofa sambil membawa mangkuk kosong menuju dapur.

Alexa yang tidak merasa bersalah sama sekali, kembali meraih remote televisi dan menyalakan benda persegi di hadapannya. Sudah tidak ada lagi berita tentang aktor sok tampan yang sialnya akan menjadi seseorang yang akan bergumul di atas ranjang bersamanya, meski hanya akting.

“Haruskah aku membatalkan persetujuan penambahan adegan? Toh, belum tanda tangan kontrak juga!”

“Sangat tidak profesional,” ucap wanita yang baru kembali dari dapur, suaranya menajam setelah mendengar gumaman Alexa. “Aku akan mengadukannya pada BXS saat fan meeting nanti,” ancam Alena serius.

Alexa berdecih, ancaman yang selalu mampu meluluhkannya. “Lalu, bagaimana? Sepertinya aku akan menatap orang itu dengan dendam membara, di saat yang harus kulakukan adalah menatapnya penuh gairah. Wah, membayangkannya saja sudah membuatku merinding!”

Alexa mengusap kedua lengan, bergidik ngeri hanya dengan membayangkan tubuhnya disentuh pemuda yang mengambil alih posisi pangerannya.

“Kalau begitu bayangkan kau sedang menjadi seorang pembunuh bayaran,” ucap Alena seraya menyeruput teh hangat yang tadi dibawanya. “Seseorang yang mendekati pemuda kaya raya, menghabiskan malam yang memabukkan bersama, sebelum paginya kamu meracuninya melalui secangkir kopi.”

Netra coklat Alexa mengerjab beberapa kali, menatap penuh binar pada sepupu, sahabat, manajer sekaligus penasihat hukumnya.

“Uang yang kau dapatkan sebagai bayaran atas kerja keras itu bisa digunakan untuk membeli album baru atau merchandise lain, kan?” Alena menambahkan, memberi alasan lain agar wanita di sisinya bisa mendapat ide. Sejujurnya ia keceplosan saat mengatakan tentang 'pembunuh bayaran'.

Daripada memberi ide konyol seperti meminta Alexa membayangkan sedang menjadi pembunuh bayaran, sudah pasti lebih baik mengarahkannya ke hal yang lebih positif seperti mencari uang demi beli album baru.

“Aku kan, tidak punya masalah keuangan. Masalahnya adalah membangun perasaan terhadap lawan main yang tidak bisa kusukai.”

Terlahir sebagai sendok emas, Alexa memang tidak pernah memiliki masalah keuangan. Satu-satunya masalah wanita itu adalah suka mencari gara-gara dengan tambang berlian–maksudnya ibunya.

“Kau bahkan belum pernah benar-benar mengobrol atau berjarak cukup dekat dengan Raymond, bagaimana begitu yakin tidak bisa menyukainya? Jangan-jangan sekali kamu merasakan sentuhannya, kamu malah ketagihan, seperti menemukan oasis di tengah padang pasir.”

“Ini bukan novel, tahu! Jangan samakan dunia nyata dengan khayalan tidak masuk akal yang sering ada di novel online, dong!”

“Padahal kau yang sering baca novel dengan jalan cerita seperti itu!”

Alexa kembali merengut, tidak bisa menyangkal saat yang dikatakan Alena adalah fakta yang tidak bisa dipisahkan darinya. Alexa, novel romantis, BXS, komik dan anime adalah satu kesatuan yang mustahil berpisah.

“Hal yang masuk akal adalah mencari uang untuk membeli segala pernak pernik idolamu, kan? Kamu juga bisa beli novel, komik dan hal lainnya, dengan uang hasil kerja kerasmu sendiri.”

Alasan yang disampaikan Alena memang sangat masuk akal, mereka juga menggunakan itu untuk meyakinkan wanita yang telah melahirkan Alexa agar ia diizinkan mengintip sedikit ke dunia entertain.

Tapi, alasan agar–memaksa–diberi izin memasuki dunia hiburan, tidak bisa digunakan untuk menimbulkan perasaan pada seseorang yang membuat Alexa jengkel setiap kali wajahnya tampil di televisi.

“Bagaimana dengan menantang kemampuan aktingmu sendiri? Kesempatan seperti ini, bermain di projek besar, di bawah besutan sutradara yang beberapa kali mendapat penghargaan dunia, juga bersama seorang aktor yang kemampuannya tidak bisa diremehkan, mungkin tidak akan datang dua kali.”

Dulu, Raymond merupakan salah satu aktor kesukaan Alexa, setidaknya sampai beberapa bulan lalu setelah pemuda itu menggeser posisi idolanya. Bukannya tidak terima, wanita itu kesal karena media terus saja membanding-bandingkan, sampai ada kalimat bahwa grup idola kesayangan Alexa itu tidak lagi dikenal dunia alias tenggelam, kalah oleh sang aktor dengan sejuta pesona.

Yang salah adalah medianya, tapi Alexa jadi jengkel dan marah dengan aktornya. Kekanakkan memang, Alena juga sudah sering memperingatinya untuk mengabaikan saja semua berita yang jelas sekali dibuat-buat heboh entah untuk apa, saat bidang pekerjaan yang dilakoni Raymond dan BXS jauh berbeda.

Entah Alena harus bersyukur atau tidak saat Alexa bisa mengendalikan ekspresi wajahnya dan menyelesaikan pekerjaannya tanpa masalah.

“Baiklah, ayo tantang diriku! Akan kubuat orang sok tampan itu kehilangan kepercayaan diri setelah melihat aktingku yang menakjubkan!”

Yah, terserah sajalah!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!