Di sebuah rumah kosong yang terpencil di pinggiran kota, terdapat seorang remaja laki-laki yang sedang terikat ,dan tergeletak tak berdaya di lantai.
Wajahnya ditutup rapat dengan kain hitam ,sehingga ia tak bisa melihat apapun di sekelilingnya.
Tangannya terikat kuat dengan tali rafia, yang membuatnya sulit untuk bergerak. Tubuhnya terasa lemas ,lelah akibat siksaan yang dialaminya selama ini.
Pakaiannya berantakan, sobek-sobek, dan secerca darah segar masih membekas dibajunya.
Ceklek
Pintu rumah itu terbuka dan terdengar langkah kaki sekelompok orang yang perlahan mendekati remaja tersebut.
"Yak bangun-bangun!" perintah salah satu dari mereka, sembari menendang-nendang kepala remaja yang masih tersungkur itu.
"Argh" ringis remaja tersebut menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
"Siapa kalian? Lepasin gue!" ucapnya terengah-engah.
Ia merasa sudah tidak kuat lagi, setelah kurang lebih 3 malam dia disiksa, di pukul benda tumpul, bahkan sayatan pisau tak luput dari siksaan yang ia terima dari mereka.
"Banyak ngomong ni bocah" geram mereka, dan berniat ingin menghajar remaja itu lagi, namun terhenti ketika mendengar suara langkah kaki seseorang yang perlahan mendekati mereka
Tap
Tap
Tap
"Bos" sapa mereka seraya membungkuk hormat dan memberi jalan untuk orang itu yang perlahan mendekati tubuh remaja yang masih tergeletak.
"Hmm" dehem orang itu yang merupakan bos dari mereka. Berpostur tinggi, mengenakan setelan kemeja putih pendek, dan memiliki tato di lengan kanannya.
"Hmm, ya bukannya kalian terlalu berlebihan memperlakukan dia seperti ini?" ucap bos itu tersenyum miring melihat kondisi remaja tersebut yang sangat memprihatinkan.
"Yak, sapa lo? lepasin gue, atau gue bunuh lo sekarang juga!" ancam remaja itu megertak.
"Hahaha, ya sejak kapan seorang Elvano Faiz Narendra menjadi konyol seperti ini hmm" ejek bos itu.
"Hah?? Lo tau nama gue?" tanya Elvano yang terkejut dan tidak menyangka jika orang itu mengetahui namanya. Itu berati orang tersebut mengenalinya dan pasti seseorang yang dekat dengannya selama ini.
"Elvano Faiz Narendra, pewaris kedua Keluarga Narendra, dikenal sebagai ahli bela diri, dan memiliki kecerdasan yang luar biasa." bos itu tersenyum sinis melempar pandangan ke arah anak buahnya
"Tapi melihatnya seperti ini, terikat dan tak berdaya, bukannya membuat siapa saja yang melihatnya merasa kasihan bukan?" ejek bos itu, dan mendapat gelak tawa dari anak buahnya.
"Hahahaha" tawa mereka
Sesuai tebakan Elvano, ternyata memang benar jika orang itu adalah orang yang selama ini Elvano cari, sebagai otak pelaku pembunuhan dan kehancuran Keluarga Narendra. Orang yang telah membunuh kakak kandung Elvano.
"YAK, JAWAB GUE LO SIAPA HAH!" bentak Elvano yang mulai tersulut emosi , namun Bos itu tampak tenang dan santai, seakan tidak terpengaruh.
"Elvano, Elvano, Elvano. Siapa sangka kita akan bertemu di situasi yang seperti ini" ucap Bos itu sambil tersenyum sinis.
Elvano menatapnya dengan tatapan tajam, meskipun wajahnya tertutup rapat. Ia berusaha menahan rasa sakit yang menyiksa seluruh tubuhnya. Dia ingin tetap tegar, dan tidak menunjukkan kelemahan di depan mereka.
"Kenapa kalian melakukan ini padaku? Apa kalian tidak punya hati nurani?" tanya Elvano dengan suara yang mulai serak.
Bos itu hanya tertawa kecil, seolah menikmati situasi tersebut. Ia kemudian menganggukkan kepala ke arah para anak buahnya, memberi isyarat untuk melanjutkan hiburan mereka.
Tanpa ampun, para anak buah Bos itu kembali menghajar dan menyiksa Elvano. Sedangkan bos itu terlihat begitu menikmati hiburan yang ada didepan matanya.
Mereka memukul dan menendangnya tanpa belas kasihan. Namun, di balik rasa sakit yang menyiksa tubuhnya, Elvano tetap mempertahankan keberanian dan kekuatannya. Ia tak ingin menyerah begitu saja, meskipun keadaannya memang terlihat sangat buruk.
Setelah beberapa saat, Bos itu akhirnya menghentikan hiburan mereka. Suasana ruangan yang sebelumnya penuh tawa dan sorak sorai kini berubah menjadi hening. Ia berjalan mendekati Elvano yang sudah tergolek lemas di lantai.
Dengan tatapan dingin, ia jongkok di depan remaja itu dan perlahan membuka kain penutup wajah Elvano.
"Argh" ringis Elvano samar-samar menyesuaikan pandangan matanya dan terkejut melihat siapa yang ada didepannya.
"Lo?" kedua mata Elvano terbelalak tidak percaya saat menatap wajah seseorang yang sangat akrab baginya.
"Yes, it's me" ucap bos itu tersenyum miring.
"Jadi selama ini, lo dalang dibalik semua peristiwa ini hah?" marah Elvano.
Ia merasa sangat kecewa dengan orang yang ada di depannya saat ini. Orang yang selama ini ia percaya justru orang itu yang berkhianat dan membuat Keluarga Narendra hancur.
"Ya itu resiko kalian karna sudah main-main dengan istriku" balas bos itu tersenyum sinis.
"Apa maksudmu?" tanya Elvano menatap tajam.
Tiba-tiba, Bos itu mengeluarkan pisau dari balik pakaiannya. Membuat jantung Elvano semakin kencang saat melihat senjata tajam itu di depan matanya.
"Ini adalah akhir dari permainanku, Elvano. Kau bisa tidur tenang di sini" ucap Bos itu sambil tersenyum puas.
Tanpa ragu, Bos itu mengayunkan pisau ke arah leher Elvano. Namun, sebelum pisau itu menyentuh tubuh Elvano, tiba-tiba ia mengurungkan niatnya.
"Est, kayaknya aku tidak perlu mengotori tanganku dengan darah kotor keluarga Narendra" ucapnya dan menaruh kembali pisau di pakaiannya.
"Kenapa lo gak bunuh gue?" tanya Elvano
"Bunuh gue kalau lo berani!" tantang Elvano yang kini sangat emosi.
"Emm, tidak tidak tidak. Buang- buang waktu , toh kamu juga bakalan mati kan disini" senyum bos itu dan berdiri memberi kode kepada anak buahnya untuk menyiram air bensin dari segala arah.
Byur
Byur
Byur
"Yak, lo mau bakar gue disini untuk hilangkan bukti hah? Lo pikir bisa lolos dengan cara itu?" tanya Elvano menatap tajam namun dibalas senyuman licik bos itu sembari mengeluarkan korek api.
"Hmm, selamat tinggal Tuan Muda Elvano Faiz Narendra" ucapnya berbalik pergi, dan melemparkan korek api kearah belakang hingga membuat percikan api dan..
Boom
Api menjulur ke seluruh area rumah, memercikkan cahaya menyeramkan di setiap sudut ruangan. Elvano, yang masih dalam kondisi terikat dan lemah, berusaha keras untuk melepaskan diri dari ikatan yang mengikat tangannya.
Dia meronta kesakitan, berusaha melawan kelemahan tubuhnya. Namun, tiba-tiba sebuah kayu yang terbakar jatuh dari langit-langit yang mulai roboh.
Elvano melihat kayu itu mendekatinya dengan cepat, seketika itu juga dia merasakan kepanikan yang mendalam.
Tanpa bisa bergerak cepat, Elvano hanya bisa menatap kayu terbakar yang semakin mendekat. Dengan cepat, Elvano menutup matanya dan....
5 bulan yang lalu
"Wih, rapi bener anak Mama mau kemana?" tanya Linda, yang melihat putranya, Elvano turun dari tangga dengan mengenakan jas rapi
"Mau ke kantor ayah, Ma." balas Elvano sambil tersenyum, dan duduk di meja makan.
"Kantor ayah? Mau ngapain?", tanya Linda dengan wajah bingung.
Elvano membalas, "Mau belajar bisnis seperti Kak Devan, Ma".
Linda tersenyum senang mendengar jawaban Elvano. "Hmm gitu, ya udah semangat ya, kamu pasti bisa kok." Ucapnya sambil mengelus kepala anaknya.
"Iya Ma, siap. Kalau gitu El berangkat dulu ya, dah Mama," ucap Elvano sambil mencium pipi Linda, dan bergegas pergi.
"Eh" Linda tercengang melihat Elvano yang terburu-buru berangkat, dan tidak menghabiskan sarapannya terlebih dahulu.
"Aduh, kebiasaan ni anak kalau sarapan gak mau di habiskan dulu" gumam Linda melihat mangkuk Elvano yang masih ada sedikit sereal.
Elvano Faiz Narendra adalah putra kedua dari CEO terkemuka perusahaan Narendra Group, sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang teknologi.
Sejak kecil, Elvano telah hidup dalam kemewahan, dan kemapanan yang tidak semua orang dapat rasakan. Keluarganya memiliki rumah mewah, mobil mewah, serta segala kebutuhan terpenuhi dengan mudah.
Meskipun hidup dalam kemewahan, Elvano tidak pernah merasa puas. Dia memiliki ambisi yang besar, untuk bisa mengukir namanya sendiri di dunia bisnis, dan tidak hanya hidup dengan bayang-bayang reputasi ayahnya.
Dengan kecerdasan, dan ketampanannya, Elvano banyak diidolakan oleh banyak orang. Dia kerap menjadi pusat perhatian di mana pun dia berada.
Dan sebagai anak dari seorang CEO, Elvano memiliki beban berat untuk menunjukkan bahwa dia juga memiliki potensi, dan kemampuan yang sama seperti ayahnya.
"Tuan muda, apakah Tuan yakin untuk menghadiri pertemuan tersebut? Sebelumnya, Tuan tidak pernah terlibat langsung dalam pertemuan dengan investor, " tanya Lucas pengawal pribadi Keluarga Narendra.
"Tidak apa-apa. Aku ingin belajar lebih banyak dan melihat bagaimana ayah saya berinteraksi dengan para investor. Aku yakin, aku bisa mengatasi pertemuan tersebut" balas Elvano tersenyum percaya diri.
Sesampainya di kantor, Elvano langsung menuju ruang rapat tempat pertemuan dengan para investor. Ayahnya, Faiz Narendra, sudah duduk di ujung meja, diapit oleh para investor yang berwajah serius.
Elvano dengan santainya, duduk di sebelah ayahnya dengan percaya diri, dan membuat Faiz terkejut melihat kedatangan Elvano yang tiba-tiba tanpa memberitahunya terlebih dahulu.
"Elvano? Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Faiz, terkejut dan sedikit kesal.
Elvano hanya tersenyum, "Ayah, aku ingin belajar lebih banyak tentang bisnis dari ayah. Aku ingin membantu mengembangkan perusahaan kita bersama-sama," ucapnya dengan tenang
Faiz menghela nafas dalam-dalam, tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan keputusan mendadak putranya ini.
Pertemuan ini adalah tentang kerjasama bisnis besar, yang sedang mereka negosiasikan, dan Elvano, yang masih belajar di perguruan tinggi, tidak seharusnya ada di sini.
"Baiklah, El. Kamu boleh mengikuti pertemuan ini, tapi jangan coba-coba ikut bicara kecuali aku minta pendapatmu," ucap Faiz dengan tegas.
Elvano hanya mengangguk paham, tetapi senyumnya tidak pernah hilang dari wajahnya. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan baginya untuk belajar langsung dari sang ayah, seorang visioner dalam dunia bisnis.
Pertemuan dimulai, dengan Faiz memimpin diskusi dengan pihak lain, tentang kerjasama yang akan dilakukan. Elvano duduk diam, mencermati setiap kata, dan gerakan ayahnya.
Dia belajar bagaimana Faiz berbicara dengan percaya diri, dan meyakinkan. Dan bagaimana ayahnya menunjukkan keberanian, dan ketenangan dalam mengambil keputusan penting.
Namun, di tengah pertemuan, terjadi masalah yang membuat situasi menjadi tegang.
Pihak lain menuntut persyaratan tambahan, yang tidak sejalan dengan visi Faiz. Elvano bisa merasakan ketegangan mulai terasa di udara, dan dia merasa semakin tertarik dengan dunia bisnis ini.
Tanpa aba-aba, Elvano tiba-tiba berdiri dan memberikan sugesti yang brilian kepada pihak lain.
Ide-ide segar, dan inovatif keluar dari mulutnya, yang membuat semua orang terkejut dan kagum. Faiz pun tercengang melihat bakat bisnis yang dimiliki anaknya.
Setelah pertemuan selesai, Elvano duduk bersama ayahnya di ruang kerja. Faiz tersenyum bangga melihat kemampuan Elvano, yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
"Gimana ayah, aku bolehkan belajar lagi, lebih banyak, dan ikut bergabung demi kesuksesan perusahaan ini?" tanya Elvano ,dan Faiz mengangguk mengijinkan Elvano untuk bergabung ke dalam perusahaan.
"Ayah bangga dengan kemampuan dan semangatmu, Elvano. Ayah yakin kamu akan menjadi pemimpin yang hebat suatu hari nanti" ucap Faiz tersenyum.
"Tetapi ingat, jalan menuju kesuksesan tidaklah mudah. Kamu harus siap dengan segala tantangan dan rintangan yang akan kamu hadapi" lanjutnya.
"Elvano siap, Ayah. Aku akan bekerja keras dan tidak akan mengecewakan ayah" balasnya dengan penuh percaya diri.
"Tapi aku tidak setuju jika dia ikut bergabung di perusahaan ini ayah" ucap seseorang yang masuk keruang kerja Faiz.
"Kak Devan" ucap Elvano yang melihat kakak kandungnya Devan Faiz Narendra, yang tiba-tiba datang dan melakukan protes tidak setuju, jika Elvano ikut bergabung di perusahaan Narendra Grup
"Ayah, Devan tidak setuju jika Elvano ikut bergabung di perusahaan ini" protes Devan.
"Mengapa kamu tidak setuju?" tanya Faiz bingung.
"Karena dia masih muda ayah, dan kau bocah, bukannya kamu hari ini kuliah hah?" tanya Devan menatap tajam Elvano.
"Kak, aku ingin belajar mengurus perusahaan Narendra Grup. Aku ingin ikut membantu membesarkan bisnis keluarga kita" balas Elvano
"Elvano, kamu masih terlalu muda untuk terlibat dalam urusan bisnis yang serius. Lebih baik fokus kuliah dulu dan belajar ilmu yang memadai"ujar Devan
"Tapi kak, aku yakin aku bisa melakukannya. Aku ingin belajar dari bawah, mengetahui bagaimana mengelola perusahaan dengan baik" ujar Elvano bersungguh-sungguh.
"Aku tidak ingin hanya jadi pewaris, tapi juga menjadi pemimpin yang mampu menjalankan perusahaan dengan baik" lanjutnya
"Tapi Elvano, bisnis bukanlah hal yang mudah. Aku sudah menjalankan perusahaan ini selama bertahun-tahun, dan aku tahu betapa sulitnya menjaga perusahaan tetap stabil" ucap Devan.
"Aku mengerti kak, tapi aku ingin membuktikan kemampuanku. Aku ingin membantu mengembangkan bisnis kita dan membuat nama keluarga kita semakin besar di dunia bisnis" jawab Elvano yang masih bersikukuh keras.
"Yak, kamu tidak mengerti. Bisnis tidak hanya soal membuat nama, tapi juga soal tanggung jawab. Aku tidak ingin kamu terlalu terbebani dengan semua ini. Lebih baik fokus pada pendidikanmu dulu" ujar Devan.
"Tapi aku..."
"Sudah, Elvano. Aku tidak bisa terus mendengarkan ini. Kalau kamu tetap bersikeras pada keputusanmu, lebih baik kamu pergi dari sini" usir Devan.
"Devan, apa-apaan kamu ini mengusir adikmu didepan ayah" ucap Faiz emosi.
"Maaf ayah, tapi ini yang terbaik" jawab Devan.
"Kak, kamu tidak serius kan?" tanya Elvano merasa tidak percaya.
"Hmm, aku serius Elvano. Aku tidak ingin kamu terlalu terpengaruh dengan keinginanmu sendiri. Aku tahu kamu masih muda dan belum siap untuk menghadapi tekanan bisnis yang sebenarnya" balas Devan menatap dingin Elvano
"Oke kak, kalau itu keputusanmu. Aku akan pergi dari sini" ucap Elvano.
Elvano pun pergi dari rumah mereka dengan hati yang pahit. Ia merasa kecewa dengan sikap kakaknya yang tidak mendukung keinginannya.
Namun, dia tetap bersikeras untuk belajar mengurus perusahaan Narendra Grup meskipun harus melawan kakaknya sendiri.
**************
Ferdi berjalan pulang kerumah sambil megerutu kesal, langkah kakinya berat seperti dituntun oleh amarah yang menyala-nyala di hatinya.
Hari ini, segala sesuatu terasa begitu berat dan menyebalkan baginya. Ia baru saja habis kena omel oleh bosnya yang kasar dan angkuh.
Dengan wajah yang memerah oleh kemarahan, Ferdi memasuki rumahnya dengan langkah yang berat. Tanpa ragu, ia menendang pintu rumahnya dengan keras.
Bruak
"Astagfirullah" kaget Wulan, istri Ferdi yang sedang memasak di dapur.
Ia segera mematikan kompor, dan terburu-buru menuju ruang tamu, yang dimana ada suaminya yang sedang duduk dengan raut muka kesal, sembari memijat pelipisnya.
"Mas?" panggil Wulan berjalan mendekati Ferdi, dan berganti tangan Wulan yang memijat pelipis Ferdi dengan lembut.
"Hmm" gumam Ferdi memejamkan mata, merasakan sensasi pijatan istrinya yang cukup mengurangi rasa sakit kepalanya.
"Mas, kenapa kok pulang-pulang marah begitu? Apa ada masalah?" tanya Wulan dengan lembut dan berhati-hati, karena ia tau kalau suaminya tempramental.
"Gak ada" balas cuek Ferdi, membuat Wulan menghela nafas ,dan tidak ingin bertanya lebih lanjut.
Dirinya hanya fokus memijat pelipis dan pundak suaminya, sambil berpikir mungkin saja suaminya lelah bekerja seharian.
"Sudah cukup, aku mau makan" ucap Ferdi bangun, berjalan menuju meja makan.
"Bentar aku siapin" ujar Wulan bergegas menyiapkan semua makanan di meja.
"Cuma ini?" tanya Ferdi ketika melihat piring makanan yang cuma ada nasi, sayur lodeh, tahu dan tempe.
"Maaf mas cuma ada ini saja" jawab Wulan. Ferdi yang marah mendengar jawaban istrinya, membalikan kasar meja makan, dan membuat piring-piring dan gelas berjatuhan.
Pranggg
"Astagfirullah" kaget Wulan menutup telinganya.
"Udah aku bilang, aku gak suka makanan kayak gitu" kesal Ferdi.
"Maaf mas, tapi uang belanja yang mas kasih sudah habis, dan cuma itu yang bisa aku beli dan masak" ujar Wulan merasa takut melihat raut marah suaminya.
"Ck, dasar istri nyusahin, bisanya cuma minta-minta. Kamu gak tau apa aku capek seharian kerja, dan kamu seenaknya minta-minta uang aku hah!" marah Ferdi.
"Uang kamu? Kamu bilang uang kamu mas? Gak salah? Itu nafkah yang harus kamu kasih ke aku. Uang suami uang istri juga, lagi uang itu untuk keluarga kita juga kan mas? Biaya sehari-hari dan sekolah anak kita." Ujar Wulan membuat Ferdi....
Plakk
"Argh" ringis Wulan ketika pipinya di tampar Ferdi.
"Diam gak usah banyak protes!" geram Ferdi menujuk wajah istrinya.
"Makanya jadi istri jangan cuma berleha-leha di rumah, main handphone dan goyang-goyang gak jelas. Kerja sana biar tau rasanya capek kerja seharian!" lanjutnya dan meninggalkan dapur sembari menendang kursi di sampingnya
Bruak
Wulan menutup matanya, hatinya terasa hancur. Ia tidak pernah mengharapkan perlakuan buruk seperti ini dari suaminya. Mereka telah menikah selama 19 tahun dan semakin hari semakin jauh dan terpisah.
Ferdi yang dulu pernah ia cintai, kini menjadi sosok yang kasar dan tidak memperhatikan perasaannya.
Sambil menahan tangis, Wulan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya yang basah oleh air mata. Ia mencoba menguatkan hati dan memikirkan bagaimana cara mengatasi masalah ini.
Apa yang salah dengan pernikahan mereka? Apakah semua ini adalah kesalahannya? Pikiran Wulan terbang jauh ke masa lalu, di mana segalanya tampak begitu indah dan damai.
Ferdi adalah pria yang penyayang dan perhatian, mereka saling mendukung dan menghargai satu sama lain. Namun, ketika mereka memiliki anak pertama, semuanya berubah.
Anak pertama mereka adalah seorang gadis kecil yang cantik dan manis. Namun, Ferdi merasa kecewa karena ia selalu menginginkan seorang anak laki-laki untuk meneruskan nama keluarganya.
Hal ini membuatnya merasa kecewa dan kesal, sehingga ia mulai menjauhi Wulan dan anaknya. Semenjak saat itu, Ferdi mulai sibuk dengan pekerjaannya dan sering pulang larut malam.
Tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah terabaikan, sehingga Wulan merasa kesepian dan terlantar.
Meskipun mencoba memahami kondisi suaminya, Ferdi semakin hari semakin egois dan melupakan keluarganya.
Di sisi lain, Wulan harus berjuang untuk mengatur keuangan keluarga sendirian. Uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan anak dan keluarga, Ferdi gunakan untuk kebutuhan pribadinya. Ia seringkali berpesta dan berjudi, bahkan menyawer biduan dangdut di tempat hiburan malam.
"Ayah, ampun yah, jangan!!" teriak seorang gadis yang menangis membuat Wulan yang sedang melamun terkejut, dan segera menghampiri asal suara gadis tersebut.
Saat sampai disana Wulan terkejut ketika melihat Ferdi sedang...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!