NovelToon NovelToon

Gelora Hasrat Atasanku

BAB 1

"Mulai hari ini Anda sudah boleh bekerja, Nona. Ruangan Anda ada diluar ruangan Pak CEO, saya harap Anda bisa bekerja sama dengan baik bersama kami." Ucap seorang pria yang merupakan asisten pribadi dari Perusahaan tempat Alana melamar pekerjaan ini.

Sudah lama Alana menunggu panggilan tentang diterimanya ia bekerja, hari ini ternyata panggilan yang sangat ia nantikan itu. Pandangan mata Alana tertuju pada tempat ia bekerja mangadu nasib nanti.

"Akhirnya aku dapat pekerjaan juga!" Alana menata semua barang-barangnya di meja kerja.

Alana adalah putri satu-satunya keluarga Jegger, seorang putri dari keluarga kaya raya. Seharusnya Alana tidak perlu bekerja di tempat lain pastinya pihak keluarga tetap mampu membiayai hidupnya. Tapi, kamus dalam kehidupan Alana adalah mandiri. Kalau diri sendiri bisa mengapa harus bergantung pada orang lain, hal itu yang membuat Alana tetap bersikukuh ingin bekerja di Perusahaan lain meskipun semua keluarga melarang.

Mata Alana sesekali melirik kearah ruangan atasan, ia penasaran seperti apa wajah atasannya. Kebetulan Alana adalah seorang sekretaris pribadi, bertemu atau bahkan bepergian dengan atasan adalah hal yang akan sering ia lakukan nanti.

"Nona Alana, jika membutuhkan sesuatu bisa katakan kepada saya." Ucap Wendi, dari awal Alana mendaftarkan diri di Perusahaan Alexander pria itu memang selalu membantunya dalam hal apapun.

"Baik, Pak. Senang bekerja sama dengan Anda," Respon Alana sembari menundukkan kepalanya, ia tersenyum manis mendapatkan rekan kerja yang lumayan tampan seperti Wendi.

"Persiapkan dirimu untuk berkenalan dengan Tuan, beliau akan segera datang sebentar lagi." Wendi memberikan arahan lalu pergi menuju lift, mungkin atasan mereka sudah berada di lantai bawah.

Langsung Alana mengambil cermin kecil yang selalu ada di tasnya, ia merapikan rambut yang sedikit berantakan. Melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10:00, jam hampir siang begini atasan mereka baru datang.

"Ah, mungkin karena dia memiliki istri dan anak jadi berangkat ke Kantor siang begini.." Gumam Alana di dalam hati.

Alana sedikit tahu tentang Atasannya ini, itupun dari para karyawan yang bergosip. Kata mereka jika atasan tampan dan gagah, sayangnya sudah memiliki istri dan anak. Sebenarnya Alana tidak terlalu peduli tentang seperti apa wajah atau bahkan status atasannya. Yang terpenting bagi Alana adalah pekerjaannya lancar dan mendapatkan uang itu saja.

Suara pintu lift terbuka membuat fokus Alana berpindah pada satu tujuan yaitu arah lift. Terlihat pria dengan memakai pakaian serba hitam keluar dari sana, wajahnya masih menyamping karena bicara dengan Wendi. Alana ingin terus memperhatikan tapi malah kunci mobilnya jatuh, terpaksa Alana harus berjongkok untuk mengambil kunci tersebut.

Disaat kunci mobil sudah berhasil Alana ambil malah mendengar langkah kaki tegas yang sangat dekat dengannya. Kepala Alana mendongak, tapi ia tidak berani terus melihat keatas. Jadinya Alana mencoba bangkit, ia menunduk hormat dulu lalu kembali mengangkat wajahnya penuh percaya diri.

Awalnya Alana tersenyum manis tapi perlahan senyuman itu memudar tergantikan dengan ekspresi terkejut. "Astaga!" Alana membekap mulutnya sendiri, ia seakan mimpi melihat pria yang sengaja ia hindari selama lima tahun ini ada di hadapannya malah bekerja sebagai atasannya pula.

Lain dengan ekspresi atasan, Silas Alexander. Pria itu menatap Alana datar saja lebih tepatnya tanpa ekspresi, malah bingung melihat Alana yang menatapnya penuh keterkejutan.

"Kau seperti bertemu dengan hantu saja melihatku," Ucap Silas sangat dingin.

Suara yang sangat Alana rindukan, ia langsung menunduk hormat merasakan debaran jantungnya yang berdebar sangat luar biasa.

"Bodoh, Alana bodoh! Bagaimana bisa kau lupa jika memang Kak Silas adalah Alexander, kau tidak berguna Alana!" Alana tiada henti merutuki dirinya sendiri.

"Tatap wajahku!" Perintah Silas hingga Alana langsung menatapnya. Alana mencoba tidak tahu apapun lebih tepatnya merasa tidak pernah mengenal Silas. "Mari bicara di ruanganku, banyak hal yang harus kita bicarakan dan banyak juga hal yang harus kau jelaskan." Ujar Silas, ia berlalu pergi melewati Alana begitu saja.

Langsung kedua mata Alana terpejam disaat Silas sudah pergi, aroma parfum yang Silas gunakan masih sama seperti lima tahun yang lalu. Alana terduduk lemas di bangku kerjanya, ia membaca ulang dokumen perjanjian kerja. Bagaimana bisa Alana tidak membaca siapa nama atasan mereka, mengapa ia bisa se ceroboh itu?

Alana ingin pingsan saja rasanya, tiba-tiba ia terpikirkan oleh sesuatu. Yaitu tentang fakta jika Silas sudah menikah dan bahkan sudah memiliki anak, seharusnya Alana tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi.

"Tidak, semua sudah masalalu Alana. Yang terpenting semua perasaanmu yang ada untuk pria tua itu sudah menghilang. Itulah intinya!" Alana sangat yakin kali ini jika ia akan berhasil menghadapi Silas.

~

Disisi lain Silas terus berjalan mondar-mandir memikirkan Alana yang tiba-tiba saja muncul seperti ini. Selama lima tahun Silas terus mencari Alana tanpa henti, eh malah wanita itu muncul sendiri seakan menantang dirinya. Langkah Silas terhenti diarah jendela besar, kedua tangannya tersimpan disaku celana.

"Wajah cantik itu masih sama seperti lima tahun yang lalu.." Gumam Silas, ingin sekali rasanya ia memeluk Alana sangat erat tadi.

Alana adalah wanita paling egois yang pernah Silas kenal, wanita yang telah membuat sosok Silas jatuh cinta. Tapi, malah pergi secara tiba-tiba hanya karna salah paham besar. Siapa sangka jika Alana akan bersembunyi selama lima tahun, bahkan tidak mudah ditemukan di manapun.

"Kau membuat kehidupanku menjadi semakin kacau, Alana. Menikah dengan wanita yang tidak aku cintai, lalu sekarang seenaknya kau muncul dengan wajah cantik itu?"

Tiada henti Silas mengumpat, pandangan matanya sudah tertuju pada pintu masuk sekarang. Ia masih menunggu Alana untuk masuk, banyak hal yang perlu Silas tanyakan.

"Mengapa kau pergi secara tiba-tiba lima tahun yang lalu, Alana?"

"Mengapa kau menghindari aku hanya karna mendengar berita tentang aku yang menikahi Nadia?"

"Mengapa kau sudah pergi tanpa tahu perasaanku yang sebenarnya?"

"Kenapa kau pergi dariku dengan cara paling egois seperti itu?!"

BAB 2

Semua pertanyaan itu hanya bisa Silas pendam agar tidak membuat Alana tertekan lalu malah pergi lebih jauh lagi. Silas hanya bisa diam dengan pertanyaan yang terus berputar dalam benaknya itu. Mungkin sikap tidak adil yang selama ini Alana lakukan membuat takdir pertemuan lagi untuk mereka.

Tok.. Tok.. Tok..

Suara itu mengejutkan Silas yang tengah melamun, ia langsung berbalik badan menantikan Alana yang masuk. Pandangan mata pria itu terus tertuju pada Alana yang berjalan perlahan menuju kearahnya. Wanita itu terus menunduk tidak ada menatap Silas sama sekali, sementara Silas terus saja menatap Alana tanpa kedip sedikitpun.

"Apa kabarmu, Alana?" Tanya Silas langsung saja pada intinya, meskipun banyak pertanyaan yang lebih membutuhkan jawaban dari pada jawaban yang ia lontarkan.

Mendengar pertanyaan Silas membuat jantung Alana semakin berdebar kencang saja, ia mencoba memberanikan diri menatap ke arah Silas.

"Baik, Tuan."Jawabnya sangat singkat, sebenarnya Alana sedang menjaga jarak diantara dirinya dengan Silas.

Tangan Silas bersedekap didada sembari menatap Alana yang sudah menatapnya. "Aku lega jika selama lima tahun ini kau baik-baik saja, tidak seperti aku. Selama lima tahun kehidupanku kacau.." Silas mengatakan itu murni sesuai apa yang ia rasakan.

Alana hanya diam menatap Silas saja, pandangan mata Alana menyelidiki sosok Silas. Pria tampan yang sempat ia cintai lima tahun yang lalu, akibat Silas pernah mengambil keputusan untuk menikah dengan Nadia membuat rasa ilfil ada pada diri Alana untuk sosok Silas.

"Sesuai perjanjian kerja, Tuan. Aku adalah sekretaris pribadimu. Mari hanya membahas pekerjaan saja bukan hal lain, kita harus profesional bukan?"

Apa yang dikatakan Alana seolah enggan membahas perbuatannya kepada Silas. Apakah Alana memang sekejam itu akan sebuah perasaan seseorang, apa Alana tidak tahu seperti apa rasanya selama lima tahun ini hidup dengan rasa penasaran dan kekhawatiran.

"Baiklah, tetap profesional." Silas mencoba mengikuti saja apa yang Alana pikirkan, karena Silas tidak mau Alana pergi jauh lagi.

Pandangan mata Alana terus tertuju pada Silas yang tengah menumpuk berbagai dokumen. Jari yang mana melingkar di jari manis cincin pernikahan, hal itu yang membuat Alana semakin yakin jika sebenarnya Silas memang tidak pernah mencintainya. Alana mencoba mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak mau berpikiran hal seperti sakit hati ataupun lainnya.

"Periksa semua dokumen ini, kau harus mempelajari segera. Malam ini aku akan membawamu untuk bertemu dengan para kolega disalah satu Klub." Ucap Silas, nada suaranya terdengar dingin dan datar sekali.

Alana mengambil semua dokumen tersebut di meja, ia tersenyum kepada Silas lalu menunduk hormat. Alana tidak ada mengatakan apapun meskipun semua dokumen ini akan membingungkan dirinya nanti. Disaat Alana mulai berbalik badan dan melangkah pergi malah Silas menghentikannya.

"Tunggu, Alana Jegger.."

Spontan langkah Alana terhenti, tapi wanita itu tidak berbalik badan sedikitpun. "Kau adalah sekretaris pribadiku, harus lebih dekat denganku lagi. Itulah tugas seorang sekretaris pribadi bukan?"

Sadar, ya Alana sadar akan fakta itu tapi kenapa harus diingatkan lagi oleh Silas. Alana menganggukkan kepala saja lalu melangkah pergi, tidak mau lebih lama lagi dengan Silas. Alasannya karena Alana sudah tidak tahan melihat wajah tampan itu terus menatapnya.

"Huh, Astaga!" Alana meletakkan dokumen itu dimeja, ia terus menghela napas panjang dengan semua hal yang terjadi. Alana tidak pernah menyangka jika akan mengalami hal selucu ini dalam hidup.

"Dia memang selalu seperti itu, merasa terpaksa menikahi seseorang.. padahal faktanya tidak seperti itu. Kalau terpaksa kenapa cincin pernikahan itu masih dipakai?" Alana menatap tidak suka kepada pintu ruangan Silas, lebih tepatnya Alana terus mengumpat Silas yang banyak bicara menurutnya.

Lain dengan Silas yang masih berharap jika Alana masuk lagi kedalam ruangannya, menjelaskan semua ulahnya selama ini. Apakah Alana akan membiarkan Silas terus hidup dalam rasa penasaran seperti ini? Alana memang tidak adil akan perasaan yang dimiliki Silas.

"Bahkan selama lima tahun, perasaan ini tidak kunjung hilang, Alana. Aku masih sangat mencintaimu..."

Dan kini Alana serta Silas berada didalam satu mobil yang sama, keduanya hanya saling diam saja sedari tadi. Sesekali Alana melihat kearah Silas yang tengah sibuk dengan ponselnya, ntah apa yang dilakukan pria tersebut.

"Mungkin sedang berkirim pesan dengan istriku.." Gumam Alana didalam hati, ia menghela napas berat sembari menyandarkan kepalanya di jendela mobil.

Karena helaan napas berat Alana membuat fokus Silas menjadi teralihkan pada wanita cantik yang duduk di sampingnya. Langsung Silas mematikan ponselnya untuk bicara dengan Alana, mungkin wanita itu bosan terus diam sedari tadi.

"Nanti jangan meminum yang ada disana, mengerti?"

"Kenapa?" Alana bertanya karena bingung, kalau sudah membahas suatu masalah pekerjaan di Klub pasti tidak jauh jauh dari hal berbau alkohol.

"Nanti kau mabuk, karena kau masih terlalu kecil untuk minum anggur."

"Ck, kecil katanya?" Alana tidak terima tentunya, ia menatap tidak suka Silas yang masih saja menatapnya. "Aku sudah besar, Tuan. Bahkan sudah berumur 26 tahun, tidak Alana bocah lima tahun yang lalu yang sangat mudah kau tipu." Ntah kenapa Alana berani mengatakan hal itu.

Alana membuang wajahnya kearah jendela mobil dengan kedua tangan bersedekap didada. Tanpa ia tahu jika Silas tengah tersenyum tipis akan apa yang ia katakan barusan.

"Bagiku kau tetaplah Alana lima tahun yang lalu, tidak perduli meskipun waktu sudah berlalu selama itu. Tetap saja, kau adalah Alana bocah menggemaskan yang menyukai aku." Balas Silas, ia menaikan kedua alisnya membuat Alana semakin kesal saja.

"Buang pikiran itu jauh-jauh, Tuan Silas. Tidak ada perasaan bodoh itu lagi padaku untukmu!"

"Perasaan bodoh?" Silas tidak suka perasaan Alana yang ada pada dirinya dikatai perasaan bodoh. "Dengar, Alana.."

"Profesional, Tuan. Profesional... ingatlah." Alana langsung lebih dekat dengan pintu mobil, ia tidak mau mendengar apa yang dikatakan Silas lagi. Cincin pernikahan itu seakan menjadi bukti akan semuanya, jika selama ini memang Silas mempermainkan hatinya.

Silas tidak bisa berkata apapun, ia hanya diam menatap ke arah jendela mobil juga.

BAB 3

^Klub Malam Jakarta Barat

Langkah Silas sangat mantap menyusuri koridor Klub Malam tersebut, ia tidak perduli dengan tatapan wanita yang terus tertuju padanya. Malah Silas terus memperhatikan Alana yang merasa takjub dengan tempat yang ia datangi ini. Disaat mereka sudah sampai di ruangan yang telah disiapkan, sebelum masuk Silas ingin mengatakan sesuatu hal pada Alana.

Alana tiba-tiba terkejut karena Silas menatapnya sangat tajam, bahkan menunjuk wajahnya. "Dengar, jangan minum apapun di ruangan nanti. Minum jus saja yang sudah aku pesan, mengerti?" Silas tetap memberikan peringatan kepada Alana.

"Apa urusannya sama dia jika aku mabuk nanti, dia memang selalu saja sok perhatian!" Balas Alana tentunya didalam hati, untuk kali ini Alana hanya mengangguk saja sebagai bentuk menuruti apa yang Silas katakan.

Merasa jika memang Alana memegang teguh semua peringatannya maka Silas yakin untuk masuk. Membuka pintu ruangan masuk disusul oleh Alana dibelakangnya, ternyata kolega mereka sudah menunggu disana.

"Selamat datang, Tuan Silas.." Sapa orang-orang yang ada disana, Alana terus memperhatikan cara Silas menghadapi para kolega tersebut.

Tangan Alana diam-diam diraih Silas untuk duduk disebelahnya, akibatnya Alana tidak bisa memberontak karena menjaga images didepan para kolega yang ada. Jadinya Alana duduk di samping Silas dengan jarak yang sangat dekat, bahkan aroma Silas saja dapat Alana rasakan.

Terus membicarakan masalah perusahaan dan perjanjian saham, banyak hal hingga Alana merasa sedikit bosan sebenarnya. Pandangan mata Alana tertuju pada minuman anggur yang sangat menggoda itu. Tanpa berpikir panjang Alana langsung mengambil minum anggur tersebut, menenggaknya separuh.

Mata tajam Silas melihat kearah Alana yang tetap santai memegang gelasnya. Seakan tidak merasa bersalah akan apa yang telah Alana janjikan sendiri tadi.

"Sudah, jangan minum lagi.." Bisik Silas, ia yakin pastinya kadar alkohol Alana sedikit. Dua gelas saja sudah membuatnya mabuk, tapi malah Alana tetap santai bercerita dengan sekretaris para kolega sembari menikmati minuman anggurnya.

Beberapa jam berlalu akhirnya pertemuan para kolega akhirnya selesai juga, Silas menatap tajam Alana yang masih menenggak habis satu gelas. Bisa dikatakan jika Alana sudah meminum sebanyak lima gelas, pastinya sekarang sedang bertahan untuk tetap sadar diri.

"Alana!" Silas menyadarkan Alana yang tengah memejamkan mata meskipun masih dalam posisi duduk. "Kenapa kau tidak pernah mendengarkan aku, ha?! sudah aku katakan jangan minum alkohol tapi kau tetap_"

"Hust..." Jari telunjuk Alana mendarat pada bibir Silas, ia menatap pria itu dengan tatapan penuh kebencian. "Jangan banyak bicara, Silas. Kau adalah penipu!" Ucap Alana, tubuhnya sempoyongan.

Silas tersenyum sinis akan apa yang Alana katakan, ia memegang erat tangan Alana meskipun penuh pemberontakan.

"Kau salah paham, Alana! Justru kau yang jahat padaku, kenapa kau meninggalkan aku tanpa sebab, ha?!" Tanya Silas dengan berteriak, semua rasa kesal dihati ia tumpahkan sekarang.

Pandangan mata Alana semakin kabur, tubuhnya terasa panas. Apa yang ditanyakan Silas dengan kemarahan tadi sama sekali tidak digubris oleh Alana, ia malah berusaha untuk bangkit.

"Ahhh... kepalaku!" Alana memegang kepalanya yang terasa sakit sekali, mencoba bangkit untuk pergi dari Silas.

Silas terus memperhatikan Alana yang sempoyongan, ia berdecak sebal karena tidak bisa mengabaikan Alana yang sedang tidak sadarkan diri seperti itu.

"Kau selalu saja membuatku khawatir," Ucapnya, Silas bangkit mengikuti Alana yang sudah membuka pintu.

Langkah Alana gontai menyusuri Koridor klub malam sementara Silas tetap mengikuti dibelakangnya. Alana hampir saja terjatuh untungnya ada pria yang menangkap tubuhnya, hal itu membuat darah Silas seakan mendidih.

"Hati-hati, Nona. Kau terlihat menggoda sekali disaat_" Omongan pria itu terhenti karena Silas langsung merebut Alana, ia menatap tajam pria yang hampir saja berkata mesum.

"Dia wanitaku!" Peringatan Silas sangat tegas dan terdengar tidak terbantahkan, hingga pada akhirnya Pria asing tersebut langsung melangkah pergi.

Silas dan Alana saling pandang satu sama lain, Sama-sama saling memberikan tatapan penuh permusuhan. Alana mendorong tubuh Silas meskipun ia kesusahan untuk berdiri tegak tanpa bantuan siapapun.

"Jangan sentuh aku! Ingat, aku membencimu!" Alana ingin melangkah pergi tapi ia sudah tidak tahan mengangkat kepalanya lagi, hingga Alana terduduk di lantai.

"Kadar alkoholmu sangat rendah, lain kali tidak usah minum anggur sialan itu." Ucap Silas, ia berjongkok dihadapan Alana yang tengah menatapnya sendu.

Tiba-tiba saja tangan Alana memegang wajah tampan Silas, menatap pria itu dengan senyumannya. "Mari habiskan malam bersama, bagaimana?" Tanya Alana, ntah kenapa ia bisa mengajak Silas untuk melakukan tindakan itu.

Silas tertawa kecil saja. "Kau bahkan tidak mau bicara baik-baik padaku, lalu sekarang dengan randomnya kau mengajak aku untuk making love?" Silas merasa sangat rendahan dimata Alana.

"Baiklah kalau kau tidak mau, aku akan cari pria lain." Alana berusaha bangkit, tapi segera ditarik oleh Silas hingga kembali berjongkok lagi. "Ada apa? Kau tidak maukan, yasudah aku mau cari pria lain!"

"Apa kau sering menghabiskan malam dengan pria lain selama ini?" Tanya Silas dengan nada berat serta tatapan mata yang sangat tajam. Silas masih menyelidiki apakah Alana memang sedang dikuasai alkohol atau memang inilah sikap aslinya. "Jawab, Alana!" Tuntut Silas.

Alana tetap diam tidak mau menjawab, dengan sedikit sempoyongan Alana bangkit untuk pergi mencari pria malam ini. Alana tidak memikirkan apapun kecuali kesenangan saja, ia sedang dibawah pengaruh alkohol.

Silas tetap diam berdiri menatap Alana yang sudah pergi itu, ia memikirkan semuanya. Membayangkan jika selama ini seperti itulah cara Alana bergaul, hati Silas sangat sakit dengan fakta menyedihkan ini.

"Baiklah, kau boleh dengan kehidupan kelam seperti itu karena belum ada aku. Sekarang tidak akan aku biarkan ada pria lain yang menyentuh tubuhmu!" Silas berjalan cepat menuju Alana, ia menggendong tubuh wanita tersebut dari belakang.

"Ahhhhh!" Alana menjerit tapi segera dibungkam oleh bibir Silas, hingga Alana tidak memberontak lagi. Langkah kaki Silas sangat mantap membawa Alana menuju kamar di mana mereka akan saling menyerahkan diri malam ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!