Suasana jalan raya di kota kecil yang kini mulai berkembang menjadi kota besar. Penuh sesak dengan banyaknya kendaraan berjubel saling mengantre berbaris di depan sebuah palang portal. Mereka semua sedang menunggu kereta api lewat dan mengakhiri raungan sinyal dari pos jaga pemantau jalur perlintasan kereta. Sinyal suara menandakan kereta api akan segera lewat.
Jam sudah menunjuk hampir pukul 6 sore, bahkan suara azan magrib sudah berkumandang di seluruh penjuru kota. Wisnu masih terjebak di tengah kemacetan tanpa bisa menghindar. Yang bisa dia lakukan hanya dengan sabar menunggu transportasi sejuta umat itu lewat.
Gelegar suara gerbong kereta terdengar keras disela-sela bunyi klakson saling bersahutan. Getarannya juga terasa mengentak tanah area sekitaran jalur kereta yang dilewatinya.
Wisnu menghela napas, membiarkan semua mobil dan kendaraan di sekitaran mobilnya berjalan duluan agar bisa mengurai kemacetan saat portal kembali terbuka. Beberapa pengemudi memang memilih menunggu giliran menjalankan kendaraannya daripada harus saling berebut tempat. Suasana seperti ini sudah menjadi pemandangan sehari-hari di kota ini.
Hingga Wisnu merasakan ada guncangan pada mobilnya, lebih tepatnya bagian mobil belakangnya terasa ada yang menyenggol dengan keras.
Dengan cepat dia buka kaca jendela mobil dan melongokkan kepalanya ke arah belakang. Segera memberi sorotan mata tajam ke arah gadis berhelm pink yang mengendarai motor matic berwarna coklat susu terkena pantulan dari beberapa sorot lampu yang menyala mengenai badan motor itu.
“Ma-maaf, Mas,” ucap gadis itu gugup dengan beberapa kali menundukkan kepalanya.
"Bagaimana ini?" batin gadis itu panik karena harus mengalami kekacauan itu.
Wisnu mendengkus kesal, dia bukan pria semanis itu yang diam saja menerima sebuah kesalahan.
“Hei, punya mata ditaruh di mana?!” teriak Wisnu kesal, masih menatap tajam ke arah gadis di belakang samping pojok kanan mobilnya itu.
“Tidak sengaja, Mas,” jawabnya lantang menggigit bibir bawahnya panik dan merasa bersalah, gadis itu juga sedikit menampilkan senyuman canggung.
“Dia nggak sengaja, Mas,” seloroh bapak-bapak paruh baya dengan logat khas kota itu membantu membela gadis itu. “Lagian rame juga.”
Wisnu menghela napasnya mendengar ucapan itu, dia tidak mau tahu apapun kondisinya.
Deru mesin dan klakson bersahutan menambah kebisingan, memprotes Mobil Wisnu yang belum bergerak sama sekali ditengah kemacetan. Ini salah satu hal yang sangat Wisnu tidak sukai.
Wisnu segera menatap ke belakang dan menjentikkan jemari agar gadis yang menyerempet mobilnya untuk mengikutinya.
Wisnu mulai menjalankan mobilnya dengan pelan, menyibak keramaian yang mulai bisa ia atasi. Beberapa motor dan mobil menyalip dari sisi samping kanan dan kiri mobilnya.
Wisnu merasa kesulitan mencari tempat untuk memarkir mobilnya yang paling dekat dengan lokasi dan menyelesaikan masalah dengan wanita yang menabrak bagian belakang mobilnya.
Setelah mendapat lokasi yang menurutnya nyaman, dia menepikan mobil. Tampak dari kaca spion gadis itu mengikutinya dari belakang. Wisnu tersenyum sekilas, ternyata gadis itu berani bertanggung jawab dan tidak kabur begitu saja.
Wisnu segera membuka pintu mobil dan keluar dari sana, mengamati keadaan lalu-lalang kendaraan di jalan raya yang sudah mulai sepi. Ia melangkah tegas dengan tatapan tajam ke arah gadis yang tengah memarkirkan motor di belakang mobilnya. Gadis itu segera melepas helm, menggantungnya di spion dan segera turun dari motornya
“Nggak parah lho, Mas,” komentar gadis itu dengan logat jawa kental sambil mengamati bagian mobil yang disrempetnya.
“Tetap saja lecet, kamu tahu berapa harga mobilku?” jawab Wisnu dengan nada dingin.
“Tapi nggak parah, kok. Lecet dan peyot cuma sedikit banget,” sahut gadis itu membela diri, Ia berdiri dan menatap Wisnu setelah beberapa saat berjongkok mengamati dan meraba cat mobil dengan jemari tangannya.
“Kalau kamu jadi aku, kira-kira apa tanggapanmu saat mobilmu ditabrak orang?” tanya Wisnu menyandarkan tubuhnya ke badan mobil.
“Anu, Mas. Euhm … meminta ganti rugi. Cuman, liat yang nabrak juga lah, Mas,” jawab gadis itu terbata.
“Siapa namamu, kita ke bengkel sekarang,” ajak Wisnu sambil menegakkan tubuhnya dan berjalan ke arah bagian kemudi.
“Mas, maaf saya nggak bisa. Saya kerja, Mas,” tolaknya sambil berjalan mendekat sembari berlari kecil.
“Kamu mau mencoba mencari alasan?” decak Wisnu membalik badan.
“Sumpah, Mas. Enggak bohong, udah telat ini malahan.” Gadis itu mendekat dan berdiri dihadapan Wisnu. Terlihat gadis muda itu mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Kerjamu apa?” tanya Wisnu menatap gadis itu dengan cermat.
“Ehm, ngelesin, Mas.” Gadis itu tersenyum tipis.
“Ngeles? Pintar menghindari orang?” tanya Wisnu serius.
“Bukan ... bukan itu maksudnya,” tegas gadis itu mengibaskan tangannya dengan menggeleng kepalanya cepat, “Guru les, Mas,” jelasnya serius.
“Ck! Siapa namamu?” tanya Wisnu memasang wajah dingin kesal, merasa gadis ini cuma mencari alasan untuk menghindari masalah.
“Almira, Mas.”
“Umur?” tanya Wisnu lagi menampilkan wajah seriusnya.
“Huh?” Almira menatap bingung.
"Apa hubungannya antara umurku dengan masalah ini?" gerutu Almira dalam hati merasa kesal sendiri.
Gadis itu terdiam tidak mau menyahut saat mendapat pertanyaan yang jelas tidak ada sangkut pautnya dengan masalah mereka saat ini.
“Umur?!” tanya Wisnu lagi dengan nada ketus.
“40 tahun!” sahut gadis itu tak kalah ketus.
“Pantas wajahmu seperti nenek peyot,” desis Wisnu dingin dan berbalik badan melangkah menuju ke arah pintu mobilnya.
Wisnu merasa sangat kesal mendapat jawaban asal-asalan dari gadis yang jelas dilihat dari sisi manapun pasti usianya belum genap dua puluh lima tahun. Dia memilih pergi meninggalkannya begitu saja. Lagipula dia juga merasa aneh, kenapa harus menanyakan umur yang jelas terlihat sangat memalukan juga baginya.
“Lalu, urusan kita bagaimana?” teriak Almira menatap punggung Wisnu berjalan menjauhinya.
“Kali ini kamu selamat,” jawab Wisnu menoleh, “Tapi ingat! Jangan sampai kita bertemu lagi, atau kamu akan membayar mahal dipertemuan kita selanjutnya,” tambah Wisnu menipiskan bibirnya masih memandang kesal Almira.
“Mem-mbayar mahal?” tanya Almira gugup, ia merasa tidak jelas dengan ucapan pria yang sebenarnya membuatnya cukup terkejut dengan pertemuan lagi secara tidak sengaja ini.
“Iya, kamu akan membayar mahal pertemuan kita selanjutnya. Jadi berhati-hatilah, jangan lagi berurusan denganku setelah ini, atau kamu tidak akan bisa lepas dan akan berurusan denganku selamanya,” ancam Wisnu menatap tajam, ia berusaha menakut-nakuti gadis dihadapannya ini.
Wisnu bisa melihat wajah gadis itu berubah menjadi pias. Wajah pucat Almira terlihat sangat jelas dalam memahami ancamannya.
Almira memandang Wisnu dengan kerjapan mata seakan tidak percaya dengan sikapnya yang mendadak menjadi pria yang kejam.
“Apa dia bukan orang itu? Aku bersyukur kalau benar aku sudah salah orang,” ucap Almira dalam hati.
Perasaan Almira menjadi sangat tidak enak, jantungnya berdebar lebih kencang. Dia berharap pria ini bukan pria dingin dan kaku yang dia temui di masa itu.
“Semoga aku salah orang,” ucapnya lagi menenangkan perasaannya.
Tiba-tiba tetesan air hujan datang membasahi bumi, derasnya air yang turun mampu menyakiti kulit, juga terasa sakit saat mengenai tubuh. Kedua orang itu segera berpisah. Wisnu segera naik ke dalam mobil dan menutup pintunya dengan cepat. Sedangkan Almira segera berlari kecil menuju ke arah motornya dan segera menyalakan mesinnya.
Hujan deras tidak bisa dia lawan, dengan cepat Almira meninggalkan tempat itu dan mencari emperan toko-toko di pinggir jalan untuk berteduh.
Wisnu mengusap wajahnya yang basah dengan telapak tangannya. Memandang dari spion ke arah belakang, terlihat motor gadis itu sudah berjalan melewatinya. Sambil menjalankan mobilnya kembali, Wisnu menyalakan radio dan memilih chanel favoritnya.
Sudah hampir bait akhir lagu telah diputar, dan suara DJ-nya terdengar merdu menyapa para pendengar setia radio itu termasuk dirinya. Wisnu tersenyum sendiri mendengarkan. Inilah salah satu caranya untuk mengusir kesepian.
“Masih bersama Melody FM. Kalian terjebak hujan? Luar biasa ya … terkena tetesan air hujan berdua? Uhui … romantis.” Terdengar suara penyiar radio yang ceria seolah memaksa Wisnu untuk melengkungkan bibirnya, tersenyum merasa konyol.
“Saat hujan, saatnya berdo'a. Banyak do'a terkabul dikala hujan turun. Yang baik-baik ya do'a kalian, para sobat Melody FM. Jangan sampai do'a yang buruk terkabul gara-gara hujan malam ini. Ucapan adalah do'a ya sobat, jadi berhati-hatilah dalam berucap. Okey, satu lagu spesial buat kalian semua … dari Efek Rumah Kaca berjudul Desember, selamat mendengarkan. Stay tune, ya … di Chanel kesayangan kita semua, Melody FM.”
Alunan lagu mengiringi perjalanan Wisnu menuju ke rumahnya. Rumah sepi, sesunyi hatinya.
“Ucapan adalah Do'a? ucapanku tentang membayar mahal pada pertemuan selanjutnya dengan gadis itu, apa juga bisa disebut dengan do'a?" gumamnya mengingat lembali ancamannya kepada gadis yang baru saja dia temui tadi.
Wisnu tersenyum tipis dan segera menggeleng pelan, menghalau pikiran tidak masuk akal baginya.
Karakter tokoh WISNU TAMA (27 tahun)
Karakter tokoh ALMIRA PUTRI (22 tahun)
Bersambung …
Hai semua, ini novel keduaku dengan kisah cinta Wisnu spin off dari Novel Istri Kedua Tuan Krisna. Disarankan membacanya lebih dulu agar tidak bingung dengan beberapa karakter tokoh yang nantinya dimunculkan di novel kedua ini.
Ikuti terus kisah ini ya. Jangan lupa favorite, like/babnya+ komen juga votenya.
Salam segalanya dariku ~Syala Yaya🌹🌹
Selamat Membaca
Satu bulan kemudian.
Wisnu melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Dengan menatap kaca spion, sejenak dia mengecek penampilannya.
Untuk merayakan kenaikan pangkat mantan rekannya -- waktu masih menjadi bodyguard di kediaman Krisna. Wisnu datang menghadiri undangan rekannya itu ke sebuah Bar yang ada di dalam hotel miliknya sendiri.
Setelah menekan tombol lock kontak mobilnya dan memberi efek suara yang terdengar nyaring di telinga, Wisnu berjalan masuk ke dalam Bar tersebut melalui jalur khusus.
Melangkah ringan menuju ke dalam, terdengar suara musik mengalun lembut dan bukan suara hentakan musik keras. Ternyata banyak juga pengunjung dan tamu hotel yang berada di dalam sana.
“Wisnu?!” panggil rekannya bernama Dirga sambil melambai tangan serta berdiri menyambutnya dengan senyuman.
“Hei,” balas Wisnu segera mendekat dan memberi salam adu kekompakan tangan dan setengah memeluk, saling menepuk punggung disertai derai tawa. Mereka berdua melepas rindu karena sudah lama tidak bertemu.
“Hebat, katanya kau naik pangkat. Berapa anak buahmu,” lontar Wisnu memberikan pujian sambil melepas pelukan. Mereka segera duduk di kursi masih saling melempar senyuman.
“Kau yang hebat, bisa mengembangkan karirmu dan menikmati hidup tanpa memuja seorang Tuan Besar lagi,” sahut Dirga merendah.
“Bukankah semua yang kudapatkan ini juga berasal dari kebaikan Tuan Besar,” seloroh Wisnu menunduk dan tersenyum.
“Kau ini, selalu tidak percaya diri,” desis Dirga sambil melambaikan tangannya ke arah pelayan, ia memesan minuman.
‘‘Aku bicara kenyataan,’’ sahut Wisnu masih kekeh dengan ucapannya tentang kekayaan.
“Kamu sudah punya pacar baru? Jangan bilang kau masih mengingat Depe dan belum move on darinya?” ejek Dirga membuat Wisnu tertawa kecil dan duduk menyandarkan kepalanya.
“Aku malas berurusan dengan cinta. Wanita itu rumit,” ucap Wisnu membuat Dirga tertawa.
Wisnu menyandarkan bahunya, apa yang dia ucapkan sesui dengan apa yang dia rasakan, malas bila harus memulai hubungan baru.
“Pikiranmu itu yang rumit. Kau hanya butuh bertemu, bercinta dan menikah,” ujar Dirga masih terkekeh melihat ekspresi Wisnu yang benar-benar nampak malas membicarakan soal urusan cinta.
“Gila! menikah dulu baru bercinta. Apa seburuk itu kelakuanmu?” desis Wisnu melempar senyuman sinis ke arah Dirga.
“Santai, Men. Dari dulu wajahmu dan gayamu benar-benar menjengkelkan. Saat ini kau berada di jaman bebas, berhenti sok suci,” lontar Dirga mengejek Wisnu yang selalu bersikap seperti pria sejati yang bermartabat tinggi.
Wisnu hanya menatap dengan lemparan senyum dan gelengan kepala. Mengabaikan komentar tentang dirinya. Hampir setiap mantan rekan kerja yang
bertemu dengannya pasti akan melontarkan hal yang sama.
Selama kurang lebih dua tahun sejak mengundurkan diri dari jajaran Anggota Bodyguard Elite keluarga Krisna, Wisnu memilih pergi ke kota ini dan mengurusi hotel berbintang tiga yang kini sudah berhasil naik level dan masuk menjadi salah satu Hotel Bintang Lima dengan tingkat okupansi yang tinggi. Wisnu terkenal dengan sebutan si Jomblo Mapan.
Wisnu berusaha untuk membuang semua kenangan, rasa cinta yang menyesakkan perasaannya. Entah itu untuk Isna yang kini tengah sibuk dengan anak gantengnya yang imut menggemaskan dari foto-foto dan video yang dikirimkan Isna kepadanya atau untuk Depe yang nampak bahagia dengan keluarga kecil mereka yang bisa Wisnu intip lewat sosial media.
Ada himpitan berat di dalam hatinya ketika harus berhadapan dengan cinta dan wanita lagi. Ada ketakutan mendalam ketika harus membuka hati untuk sebuah hubungan yang baru.
Suasana Bar malam ini sangat ramai, pengunjung lalu lalang di sela-sela celah sempit di sekitaran tempat mereka berdua duduk. Hingga seorang wanita yang sedang lewat harus oleng saat menahan langkahnya karena hampir bertubrukan dengan pelayan Bar yang sedang membawa minuman di tangan kanannya.
Brukk!
Gadis itu menubruk tubuh Wisnu.
Wisnu tersentak dan terdorong keras oleh tubuh seorang gadis yang tidak sengaja jatuh menimpanya. Gadis itu segera berpegangan pada pundaknya agar tidak terjatuh kedalam pelukan pria tampan itu.
“Ma-maaf … maafkan saya, saya tidak sengaja,” ucap gadis itu dengan wajah yang panik.
Wisnu berusaha menjaga tubuh gadis itu agar stabil dan tidak terjatuh lagi. Pandangan mata mereka berdua saling beradu dan menjadi canggung.
"Maaf … maafkan saya," ucap pelayan itu menyesal, dengan sekuat tenaga ia menjaga karena minuman yang dibawanya hampir saja merosot dari nampan dan terjatuh. Untung ia segera menyeimbangkan diri.
Wisnu menatap pelayan yang hampir bertabrakan dengan wanita itu dengan anggukan kepala, menatapnya saat pria itu masih menunduk meminta maaf berkali-kali kepadanya.
Pelayan itu tahu kalau pria yang saat ini berhadapan dengannya adalah pemilik dari Hotel tempatnya bekerja. Dia merasa sangat takut sudah salah dalam bekerja dan membawa masalah.
“Iya, tidak apa-apa,” jawab Wisnu merasa tidak masalah.
Wisnu segera membantu gadis itu menyeimbangkan dirinya dan sedikit mendorong tubuh wanita itu agar segera berdiri lagi. mereka sama-sama bersikap canggung dan mengangguk setelah melepaskan rangkulannya.
“Maaf, sekali lagi saya minta maaf,” ucap wanita muda itu lagi dan segera melipir pergi dari tempat itu dengan perasaan malu.
Sesekali Wisnu menoleh ke arah wanita itu, mereka masih saling menengok dan menatap dengan batin yang tidak bisa di jelaskan.
"Apa aku pernah bertemu dengannya? Wajahnya seperti tidak asing bagiku," batin Wisnu mencoba mengingat wajah yang familiar baginya.
Wisnu segera mengalihkan pandangannya saat wanita itu terlihat menemui seorang pria di meja tidak jauh darinya. Wisnu membuang segala kemungkinan bahwa mereka pernah bertemu sebelumnya. Gadis itu sudah punya pacar.
“Hei, Bung, lihat siapa?” panggil Dirga kesal merasa diabaikan. “Rezeki nomplok, tiba-tiba dipeluk wanita cantik,” seloroh Dirga sambil tertawa.
“Bukan siapa-siapa,” jawab Wisnu cepat, mengabaikan celotehan rekannya itu.
Wisnu kembali ke sikap santai dan menatap kembali Dirga ketika pria itu memanggil namanya. Entah apa karena sibuk melamun sampai-sampai dirinya tidak tahu bahwa minuman yang ia pesan sudah tersaji di atas mejanya.
Wisnu segera mengambil minuman di mejanya dengan hembusan napas sambil mengamati senyuman Dirga yang juga tampak sibuk mengunyah kacang.
“Bagaimana soal kencan buta?” tanya Dirga memberi usulan. “Kau mau mencoba?”
“Cih …,” decak Wisnu menggeleng.
“Kau boleh kabur ditengah pertemuan,” ujarnya tertawa, “Aku sering melakukannya.”
“Kapan kau akan mulai serius mempunyai satu kekasih?” lontar Wisnu sambil meneguk minumannya.
Wisnu merasakan rasa pahit sangat kentara tidak seperti biasanya. Rasa yang membuatnya merasa sedikit tercekat di dalam tenggorokannya.
“Kenapa? Wajahmu aneh. Apa minumannya tidak enak? Apa aku panggilkan bartendernya kesini?” tanya Dirga menegakkan tubuhnya menatap perubahan wajah Wisnu yang seakan terpaksa meminum minumannya.
“Ah, tidak-tidak,” jawab Wisnu menyanggah.
“Tunggu usiaku 35tahun, aku akan mulai serius, Wisnu,” jawab Dirga menjawab kembali pertanyaan mantan rekannya itu tentang hubungan dengan wanita, ia juga berbicara sambil meneguk minumannya.
“Astaga, bisa-bisanya. Setelah kamu sudah mencapai usia segitu, stok wanita yang mau denganmu sudah habis,” lontar Wisnu menertawakan rekannya.
Dirga mengacungkan jemarinya ke depan wajahnya sambil ikut tertawa. “Semakin tua, pesonaku semakin luar biasa,” balasnya memiringkan wajahnya.
“Bodoh! Semakin tua kau akan semakin loyo dan payah,” sahut Wisnu tertawa terbahak sambil melayangkan minumannya di udara, lalu mereka berdua bersulang.
Ditengah canda tawa mereka, terdengar kegaduhan dari bangku seberang, seorang wanita dan pria terlihat beradu mulut dan saling mengumpat dan melontarkan kalimat tajam. Suara ribut-ribut mengalihkan perhatian mereka berdua.
“Ada yang rusuh, Nu,” seloroh Dirga menepuk pundak Wisnu, Wisnu diam mengamati situasi.
“Sepertinya pasangan yang sedang bertengkar, haruskah kita melerai?” tanya Wisnu mengamati.
Pandangan Wisnu juga terpaku pada sosok gadis yang menabraknya tadi, tampak berdiri karena bangku dimana pasangan yang sedang bertengkar ada di sampingnya. Wajah cemas memucat nampak menghiasinya. Wisnu mendadak menghawatirkan keselamatan gadis tidak dikenalnya itu. Berada di situasi gaduh yang kapan saja bisa mengancam jiwanya.
Wisnu dan Dirga segera berdiri dan melangkah mencoba mendekat ke area sana. Merasa sebagai pemilik dari gedung ini, Wisnu segera ingin ikut melerai dan menenangkan situasi. Pertengkaran sengit masih berlangsung. Mereka kesulitan menembus kerumunan orang-orang.
“Kau hanya laki-laki payah, asal kau tahu!” ejek wanita itu dengan wajah bersungut. "Aku tidak sudi bertemu denganmu lagi."
“Dasar wanita j*lang, aku tidak segan untuk membunuhmu asal kamu tahu!” balas pria itu dengan kalap mengambil botol dan melemparkan ke arah wanita itu dengan emosi yang membara.
Pyarrr
Wanita itu bisa menghindarinya dan berusaha berlari. Botol kaca yang menimpa lantai segera pecah berhamburan. Pria itu semakin kalap dengan mengambil benda apa saja dihadapan maupun samping kanan kirinya. Melemparkan semua benda ke arah wanita itu secara membabi buta.
Akibatnya semua pengunjung Bar menjadi berhamburan menyelamatkan diri dari lemparan botol, kursi maupun gelas yang dilempar.
“Berhenti, wanita terkutuk!” teriaknya sambil merangsek ditengah kekacauan yang dia timbulkan.
Beberapa pengunjung mencoba menghalangi pria itu melakukan kekerasan kepada wanita yang kini sudah menyelinap pergi karena ketakutan.
Bugg
Pria pembuat onar tiba-tiba memukul keras salah seorang pria yang menahan tubuhnya, mencegahnya pergi hingga pria itu jatuh tersungkur ke lantai.
“Wahh, dasar brengs*ek kamu ya!” hardik teman orang dipukul itu merasa tidak terima dan berniat membalas dengan meraih krah baju yang pria pembuat onar itu kenakan dan mendorongnya dengan sekuat tenaga.
Bug bug bug
Dia membalas memukulnya beberapa kali di wajahnya, tampak darah segar mengucur dari sudut bibirnya, tulang pipinya juga nampak membengkak.
Suasana berubah semakin mencekam saat tiba-tiba beberapa pria bertato datang dan mencengkeram erat pria yang memukul jatuh pria pembuat onar itu -- sepertinya dia adalah teman satu ganknya. Tanpa banyak berkata pria itu dibalas dengan pukulan beramai-ramai.
Suasana semakin tidak terkontrol. Mana yang salah, mana yang benar bercampur menjadi ajang perkelahian masal. Bar berubah menjadi arena tinju dimana beberapa orang berteriak histeris mencoba menyelamatkan diri, harus duduk lemas dipojokan, ada yang berlari menjauhi. Meja, kursi dan apapun yang berada di sana tidak luput dari ajang pengrusakan.
Beberapa Security Hotel segera datang untuk melerai, mengamankan situasi. Pertikaian yang terjadi memancing mereka semua untuk saling mendorong dan malah perkelahian meluber kemana-mana dengan beberapa orang yang ikut terpancing ikut membantu kedua kubu yang berseberangan.
Kepala Wisnu terasa pening, melihat situasi disekelilingnya semakin membuat pandangannya menjadi kabur. Dia memegang kepalanya dengan tangan kiri berpegangan pinggiran meja. Beberapa kali dia terhuyung karena dorongan orang-orang yang berlarian menyelamatkan diri.
“Kamu tidak apa-apa 'kan?” tanya Dirga meraih pundak Wisnu.
Wisnu masih bertahan dengan berpegangan apapun saja agar tidak ambruk.
“Aku bantuin wanita itu dulu ya?” ucap Dirga segera berlari meninggalkan Wisnu. Dirga melihat wanita sedang terpojok ketakutan di sudut Bar.
Wisnu hanya mengangguk mengiyakan, dia sendiri merasa tidak mampu bahkan untuk menolong dirinya sendiri dari situasi ini.
“Sial, kenapa kapalaku mendadak pusing begini?” keluhnya masih memegang pelipisnya. Hingga tubuhnya kembali terhantam tapi dia segera meraih tubuh itu hingga ia bisa berpegangan padanya dan tidak sama-sama terjatuh.
Brukk!
Wisnu memeluk tubuh seorang wanita terhuyung mengenai tubuhnya.
Wanita itu -- yang bingung cara keluar dari tengah pertikaian, tubuhnya terdorong keras orang-orang yang merangsek di depannya dan tidak sengaja mengenai badan Wisnu.
Dengan sigap pula Wisnu menahan bobot tubuh gadis itu agar tidak sampai terjatuh ke lantai bersamanya.
Suasa yang mulai kacau tak terkendali ternyata juga semakin mengacaukan pandangan Wisnu, dengan cepat dia rekatkan lengan kokohnya mengungkung tubuh itu dalam pelukannya. Tidak menghiraukan hiruk pikuk yang terjadi di sekelilingnya.
Dengan tatapan saling beradu, hingga suara teriakan histeris, ucapan mengumpat dan saling menyerang juga barang-barang pecah menjadi tidak terdengar lagi. Wisnu seakan tidak bisa merasakan dirinya lagi, segala pandangan yang berada di sekelilingnya nampak berbeda.
Wisnu merasa badannya semakin terasa berat dan rasa panas mulai menjalari tubuhnya. Gadis ini, yang tengah menatapnya dengan bingung tidak bisa melawan gerak langkah yang dengan cepat segera menyeretnya pergi dari sana.
“Kita menyingkir dari sini,” ucap Wisnu masih sesekali memejamkan matanya, kepalanya semakin pening.
“Ki-kita mau kemana?” tanya gadis itu menahan langkah gontai Wisnu yang hampir kehilangan kesadaran.
“Diam, kita akan celaka kalau tetap di sini,” bisik Wisnu di telinga gadis itu. Wisnu semakin erat mengalungkan lengannya di leher wanita yang tidak dia kenal itu.
Suara parau yang membuat bulu kuduk gadis itu meremang.
Wisnu berusaha berjalan dengan satu tangan menyusuri tembok sekaligus membantunya agar tetap bisa berdiri selain berpegangan dengan gadis yang dia rangkul erat.
“Lepasin! K-kita mau kemana?” tanya gadis itu bingung. Langkahnya masih terseret menahan beban tubuh Wisnu yang berat.
“Kita naik Lift,” ucap Wisnu menarik kuat pundak gadis bernama Almira itu saat terlihat pintu lift sedang terbuka saat beberapa orang baru saja keluar dari dalam.
“T-t-tapi,” tolak Almira menahan langkahnya.
Wisnu terlalu kuat hingga mau tak mau Almira berhasil diseret masuk ke dalam lift, Wisnu menekan asal tombol dan pintu lift segera tertutup rapat.
“Ya Allah, bagaimana ini? Kenapa pria ini membawaku kesini? Mau apa dia, aku takut sekali,” batin Almira menjadi resah.
Gadis itu masih terdesak di dalam lift bersama tangan kokoh Wisnu menggayut menahan badannya yang hendak roboh.
“T-tuan, apa Anda sedang mabuk?” tanya Almira dengan wajah resah.
Wisnu masih menahan dirinya agar tidak bergerak, memeluk tubuhnya hingga napasnya seakan sesak. Almira mendorong dengan sekuat tenaga namun tenaganya tidak sebanding dengan pria itu.
Tubuh Almira gemetar menyadari pria ini sedang dalam pengaruh obat atau minuman. Ditengah kepanikan yang melandanya dia berusaha berani dan berpikir postif. Almira berusaha menatap wajah pria yang dia tabrak tadi, wajah pria yang dia kenali sebagai pria yang termasuk pria yang baik.
Almira berusaha tidak berpikiran macam-macam.
“2709. Lantai dua belas,” Wisnu berucap dengan suara parau hampir tidak terdengar.
“Hem? Kamu bilang apa tadi?” sahut gadis itu bingung. Ia merasa pria ini memberitahu nomor kamar, tapi dia tidak mendengar dengan jelas.
“2709, nomer kamarku,” ucap Wisnu lagi dengan suara lebih jelas.
Gadis itu menahan tubuh Wisnu sekuat tenaga, setelah tiba-tiba tubuh itu terasa lunglai semakin menghimpit tubuhnya. Lift masih terasa naik ke lantai atas. Terasa lama hingga membuat Almira menghentak kaki frustasi.
“Ya ampun, kesialan apa ini? Kenapa aku malah terjebak di sini?” keluhnya kesal.
Almira segera menekan tombol angka dua belas. sebelumnya lift mengarah ke lantai enam belas.
Gadis itu mengeluh dalam hati, beberapa kali mengumpat dengan mata kesal menatap Wisnu yang matanya masih terpejam.
"Kalau Anda mabuk, kenapa harus merepotkan saya?" keluh gadis itu bersungut kesal.
Denting suara lift berbunyi. Ntah mereka saat ini berada di mana, Almira tidak tau. Yang ada dipikirannya hanya membantu pria ini menemukan kamarnya dan bisa segera pergi setelah ini. Perasaannya terlalu hancur beberapa jam yang lalu di Bar, harusnya saat ini dia mempertanyakan hubungannya dengan sang pacar dan bukan malah harus susah payah menjaga pria yang mabuk.
Setelah Wisnu sedikit tersadar, dia memandang gadis yang membantunya berjalan dengan tangan berpegangan tembok. Panas tubuh yang menderanya semakin kuat dan dirinya seperti dirasuki sosok yang membuatnya harus melepaskan sesak didalam tubuhnya.
“Rasanya aku hampir meledak. Astaga, apa ada yang salah dengan diriku?” keluhnya dengan suara bergumam, Almira hanya menoleh karena tidak jelas. Gadis itu menyangka Wisnu sedang mengigau.
Wisnu mengerjapkan matanya yang masih kabur. Menempelkan jemarinya di dinding, menyusuri koridor panjang dengan susah payah. Hingga jemarinya berhasil meraih hendle pintu yang tampak terdapat kunci dan membukanya cepat dengan menarik dirinya beserta gadis itu masuk ke dalam kamar.
“Ini bukan kamar yang Anda maksud,” ujar Almira melepaskan tangan Wisnu dan melangkah ingin keluar.
“Kau mau kemana?” Wisnu menarik kasar tangan gadis itu hingga gadis itu kembali membentur tubuhnya. Wisnu memeluknya dengan erat.
“Anda … Anda, mau apa?” tanya gadis itu dengan sinyal buruk mulai memperingatkan otaknya. “Lepaskan saya!”
Wisnu terdiam cukup lama, memandang kedua bola membulat yang menatapnya dengan rona kepolosan bercampur rasa takut.
“Lepaskan saya,” desis gadis itu meronta.
Dengan tidak melepaskan tatapan matanya, Wisnu merengkuh tubuh itu dan menyatukan bibir mereka dengan lembut.
“Hmmffhhh ….”
~Maafkan aku, jangan membenciku, karena ini bukan inginku.
Hatiku yang menuntunku menemukan cintamu.
Maafkan aku atas torehan luka ini, tapi sungguh aku juga sedih menghadapi semuanya.
(Wisnu)
~ Syala Yaya
Bersambung ...
Ikuti terus ya kisah Wisnu, siapkan hati anda dengan segala kemungkinan yang ada ^_^
Jejak like komen rate 5 juga vote ya buat Wisnu😍😍
With love ~ Syala Yaya🌹🌹
Selamat Membaca.
Malam ini, disaat banyak polisi patroli datang dan berada di dalam Mini Bar Hotel Sentosa berjibaku mengamankan dan melerai pertikaian yang malah meluber hingga terjadi kerusuhan. Wisnu sebagai pemiliknya malah berjibaku mengatasi gejolak kuat ditubuhnya. Dia melampiaskan semuanya pada gadis yang tidak dikenalnya, Almira.
Dengan kasar dia tarik tubuh gadis yang mencoba melawannya dengan ketakutan tanpa kesadaran. Akal sehatnya seolah musnah malam ini.
“Tolong … jangan lakukan ini padaku!” teriak gadis itu menyadari bahwa pria ini tidak hanya mabuk saja tapi hendak berbuat jahat padanya.
Dengan sekuat tenaga gadis itu menahan bobot tubuh Wisnu dengan menendang, memukul pria tidak dikenalnya ini semampunya saat bwrusaha menindih dan menarik pakaiannya dengan paksa.
“Lepas, dasar br*ngs*k!” teriak Almira meradang. “Kau mau apa!” bentaknya
Almira masih mencoba melawan dengan cakaran dan teriakan, tapi sungguh Wisnu tidak bisa mendengar ataupun menguasai tubuh dan pikirannya, dia ingin segera menuntaskan geloranya. Dia menggila, memaksakan kehendaknya.
Dengan cepat Wisnu bisa menguasai tubuh wanita yang sangat diinginkan dan dibutuhkannya saat ini untuk mengurai pikiran liarnya. Mengunci bibir gadis itu dengan pagutan dan melum*tnya kasar sehingga menghentikan teriakan dari gadis yang sangat mengusiknya itu.
Malam ini, Almira harus mengakui bahwa tenaganya tidak sebanding. Dia harus kehilangan kehormatan yang dia jaga selama ini oleh pria yang Almira ingat sebagai pria yang dia temui di malam itu. Malam sial yang menderanya.
Dengan isakan tangis kepiluan Almira membiarkan pria itu memeluknya setelah pergolakan mereka selesai, dia tidak punya tenaga lagi untuk melawan. Tubuhnya terasa lemas kehabisan tenaga. Nafasnya tersengal dengan dada sesak susah bernapas.
“Apa ini, yang kamu maksud dengan membayar mahal bila kita bertemu lagi?” desah Almira selalu terngiang ucapan Wisnu malam itu. Dia merasakan bahwa pria yang masih bertahan berada diatas tubuhnya itu perlahan mulai tertidur.
Almira mendorong kasar tubuh Wisnu dengan sisa-sisa tenaganya, hingga badan pria itu berhasil terguling di sisinya. Gadis itu hanya bisa meremas sprei dengan kuat seraya menegakkan tubuhnya dengan susah payah. Almira meringis, lagi-lagi dia harus merasakan sakit pada bagian inti tubuhnya, perasaannya dan juga kehidupannya.
Dengan tubuh terguncang dia menangis sejadi jadinya disamping Wisnu. Meratapi nasib buruk yang bertubi-tubi harus dia terima di dalam hidupnya.
Almira segera berupaya untuk turun dari ranjang dan berjalan tertatih mencari pakaiannya. Dengan perasaan kacau dia mengisak tangis menjumputi pakaian yang berserak di lantai dalam keadaan sobek. Dengan bersimpuh di lantai dia menatap Wisnu dengan tatapan kebencian yang menggunung.
Memakai kemeja Wisnu untuk menutupi tubuhnya, Almira segera mengambil gelas dan memecahkannya, dengan gemuruh kemarahan dia mendekati ranjang dimana Wisnu masih tertidur pulas berlapis selimut. Dia acungkan pecahan gelas ke arah pria yang menghancurkan hidupnya itu dengan sorot mata penuh kebencian.
Mencoba mendekati ranjang dengan kaki dan tangan gemetar hebat. Matanya fokus menatap Wisnu. Ingin sekali dia merusak wajah polos tertidur pulas itu agar perasaannya membaik, tapi entahlah, dia merasa bukan orang sekejam itu.
“Kau pria paling Br*ngs*k yang yang pernah kutemui,” desis Almira penuh dendam, segera dia ayunkan botol itu tepat lurus ke arah tubuh Wisnu dengan tekad.
Pyarrr!
Suara dentingan gelas yang terlempar ke samping mengenai tembok dan terberai kelantai membuat Almira terkejut.
Dengan bulatan mata terkejut dia memandang pecahan gelas itu dan Wisnu secara bergantian. Bibirnya bergetar, tangan kakinya juga. Dengan segera ingin beringsut menjauh dari sana.
Dengan cepat Wisnu menarik tangan Almira kembali ke atas kasur dan membantingnya, dengan gerakan cepat kembali menindih tubuh itu dan memberi tatapan tajamnya.
“Pergi! Br*ngs*k, lepasin aku!”
Almira kembali meronta, hingga Wisnu harus mencekal lengannya agar kembali tenang.
“Tenang! kenapa kau mau menyakitiku?” tanya Wisnu ketus, kesadarannya mulai kembali.
Almira menatap tajam Wisnu dan meludah tepat mengenai pipi kiri pria itu. Wisnu mendengus dan menarik tangan Almira ke atas kepalanya dengan kasar. Dia mengusap air ludah itu dengan lengannya penuh geram kekesalan.
“Katakan kenapa kau bisa disini dan menyerangku!” hardik Wisnu dengan suara ketus.
“Kau tidak mengingatnya? atau kau memang pria br*ngs*k?” desis Almira deng tatapan sinis. “Lepaskan aku! Pria menjijikkan.”
Dengan kesadaran yang mulai penuh, Wisnu melihat keadaannya yang tanpa busana. Segera turun dari tubuh Almira dia menatap seantero ruangan yang bukan kamarnya dengan raut wajah bingung.
Perihnya kulit tubuh bagian punggungnya juga dia rasakan, dengan perasaan yang kacau dia pandangi gadis yang belum pernah dia kenal ini sedang memakai kemeja miliknya, mata sembab dan banyaknya tanda merah di lehernya memberinya tanda yang menyesakkan dada Wisnu
Tuhan, apa yang telah aku lakukan? Apa aku sudah merusaknya?
Wisnu menatap Almira dengan ekspresi kebingungan dan penyesalan yang mendalam tapi reaksi dari gadis itu berbeda dengannya, memberinyau sorotan mata terluka.
“Aku … apa aku telah berbuat salah padamu?” tanya Wisnu dengan pandangan ke arah ceceran pakaian di lantai dan kembali menatap almira.
“Kau pria jahat!” hardik Almira kembali tergugu.
Dengan cepat Almira bangun dan menekuk lututnya dengan wajah membenam di sana. Wisnu terduduk semakin lesu.
“Bagaimana caraku, menebus dosa itu?” tanya Wisnu lemah menunduk dalam.
“Mati, mati saja kau!” jawab Almira ketus menatap Wisnu dengan mata sembab.
Sial, kenapa bisa begini? Kenapa aku bisa lepas kendali. Dirga, minuman apa yang kau berikan padaku?
Wisnu menekan pangkal hidungnya. Kepalanya berdenyut pening. Seumur hidup baru kali ini dia menghadapi hal yang tidak mampu membuatnya berani mengangkat kepala.
~Aku membencimu dengan segenap hatiku, hingga segenap hati ini seakan ingin menyerangmu dan menghancurkan bukan hanya tubuhmu tapi selipan kenangan dan juga mimpi.~ [Almira]
Bersambung …
Terimakasih sudah mencintai Wisnu. Saatnya sejenak membenci kelakuan tokohnya yaa … kalian siap??
Tinggalkan jejak like komentar dan juga Vote seikhlasnya ya ^_^
Salam cinta dariku ~Syala Yaya🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!