Bab 1. Korban Bully
Callista berjalan memasuki pintu gerbang Sekolah Alexandria dengan perasaan was-was. Dia menengadah melihat bagian atas gedung sekolah, takut ada pot yang jatuh menimpa kepalanya lagi seperti tiga hari yang lalu. Akibatnya kepala gadis itu mendapatkan luka dengan lima jahitan.
"Aku harus lebih berhati-hati," batin Callista dengan pandangan mengarah ke segala penjuru.
Baru saja lima langkah Callista memasuki pintu gedung bangunan sekolah, ada yang melempari dirinya dengan beberapa telur busuk. Walau dia berusaha melindungi kepalanya yang masih berbalut perban, badan kurusnya tidak selamat dari serangan mendadak itu.
Beberapa murid yang melihat kejadian itu langsung tertawa terbahak-bahak. Menjadi suatu kesenangan bagi mereka jika melihat ada orang yang terkena bully-an. Biasanya murid yang mendapatkan kemalangan itu berasal dari keluarga bangsawan kelas rendah atau memiliki kekurangan. Kecuali, kasus Callista ini.
Callista berasal dari keluarga Owen, salah satu keluarga bangsawan kelas atas. Sesuatu yang mustahil jika ada yang berani menindas dirinya. Namun, seperti inilah kenyataannya. Entah siapa dalang dari semua kemalangan yang memimpa dirinya.
Mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan seperti ini baru dirasakan oleh Callista selama setahun belakangan ini. Dia tidak asal muasal kenapa dirinya mendapat perlakuan tidak manusiawi dari orang-orang yang menyerangnya secara diam-diam dan tiba-tiba.
Awalnya Callista sering menangis mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang yang terlihat begitu benci kepadanya. Kini, air mata itu sudah kering, hanya menyimpan rasa amarah di dalam dirinya, tetapi dia tidak bisa membalas semua kejahatan mereka.
Baru saja masuk sekolah setelah izin sakit selama tiga hari, Callista harus merasakan kembali penindasan kepada dirinya. Dia membuka blazer seragamnya, lalu mencuci bagian kotor yang terkena telur busuk.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya salah seorang murid perempuan yang masuk ke toilet.
"Bau apa ini? Busuk sekali!" lanjut temannya, lalu keduanya tertawa sambil menutup hidung.
Callista tidak menanggapi ocehan kedua murid itu. Setelah selesai membersihkan bajunya yang kotor, dia pun pergi dari sana.
"Loh, Kak Callista! Kenapa blazer milik kamu basah?" tanya Zanetha dengan ekspresi wajah khawatir.
"Ini kotor, jadi aku membersihkan," jawab gadis bersurai panjang itu seraya tersenyum kepada adiknya.
"Apa ada yang berbuat jahat lagi kepadamu, Kak?" tanya Zanetha sambil memegang kedua tangan Callista.
Mendapatkan perhatian dari adiknya sudah membuat Callista senang dan mood-nya kembali bersemangat lagi. Senyum manis pun tercipta dari wajahnya yang cantik.
"Aku baik-baik saja, kok! Kamu tenang saja," jawab Callista meyakinkan sang adik.
"Lihat saja kalau pelaku kejahatan itu ketemu, Papa tidak akan tinggal diam!" ucap Zanetha dengan penuh kekesalan.
Callista tidak pernah mengadukan kepada kedua orang tuanya atas perlakuan buruk yang dia dapatkan selama di sekolah. Mereka itu orang-orang yang sangat sibuk dan pastinya tidak akan punya waktu mengurusi masalah remeh dirinya. Namun, kejadian kemarin membuat kedua orang tuanya marah dan tidak terima, karena putri sulung keluarga Owen mendapatkan serangan sehingga kepalanya terluka cukup parah.
Pandangan dan perlakuan teman-teman kelasnya kepada dirinya juga banyak yang berubah. Kalau dahulu mereka akan mendekati dan menempel seperti lintah, sekarang mereka menjaga jarak dan tidak jarang ikut senang atau tertawa, ketika dirinya mendapatkan kemalangan.
Ketika Callista akan mengambil buku pelajaran yang ada di loker miliknya, ada banyak sampah yang keluar. Dia hanya menatap dengan penuh kesal. Karena dia harus membersihkan semua sampah-sampah itu.
Ternyata tidak sampai di situ saja, ketika Callista akan duduk di bangkunya, dia melihat kursi dan mejanya dilumuri oleh minyak goreng. Dengan perasaan kesal, lagi-lagi dia harus membersihkan meja dan kursinya. Untung saja dia membawa dua saputangan dari rumahnya, tadi.
Callista berpikir perundungan itu sudah berakhir. Ternyata dia salah, buku miliknya sudah dipenuhi oleh coretan-coretan kasar dan hinaan untuknya.
Kali ini air mata Callista tidak bisa dia bendung lagi. Dia tidak tahu kenapa ada orang yang membenci dirinya dan melakukan perundungan kepadanya.
***
"Seperti biasa setiap awal tahun ajaran baru di musim panas, sekolah akan mengadakan perkemahan. Hal ini bertujuan untuk mendekatkan hubungan para murid. Selain itu untuk menambah pengalaman dan ilmu murid-murid di Sekolah Alexandria ini," kata kepala sekolah ketika berdiri di depan ratusan muridnya.
Para murid dan guru bertepuk tangan menyambut gembira kegiatan sekolah ini. Terlihat sekali mereka sangat menantikannya.
"Kegiatan perkemahan akan dilakukan mulai hari Sabtu pagi nanti dan berakhir Minggu sore. Jadi, persiapkan diri kalian dengan baik-baik dan jaga kesehatan kalian agar bisa mengikutinya dengan baik dan penuh rasa gembira," lanjut kepala sekolah.
Kegiatan ini menjadi ajang tahunan di awal ajaran baru. Banyak murid-murid yang menantikannya. Karena mereka bisa bertemu dengan banyak senior atau junior. Tidak aneh jika nanti akan terjalin hubungan asmara antar murid setelah mengikuti kegiatan ini.
Biasanya Callista akan bersemangat mengikuti kegiatan kemping ini. Namun, untuk tahun ajaran sekarang ini, dia tidak yakin apa bisa menikmati semua jadwal kegiatan yang sudah dibentuk oleh panitia, yaitu OSIS.
***
Waktu berlalu dengan cepat, hari ini murid-murid Sekolah Alexandria mengadakan kegiatan kemping. Perkemahan selalu diadakan di sebuah perbukitan yang memiliki pemandangan yang indah. Ini membuat para remaja itu merasa tubuh dan otaknya fresh. Selain untuk menjalankan program sekolah, mereka juga bisa sekalian liburan.
Setelah mendirikan tenda, Callista beristirahat sejenak. Baru saja lima menit gadis itu duduk di dalam tenda bersama teman-temannya, ada seorang perempuan yang merupakan murid baru menemuinya. Orang itu tidak bicara apa pun, tetapi memberikan sepucuk surat yang dibentuk kecil, lalu digenggamkan ke tangannya.
Tentu saja Callista merasa heran dengan tingkah murid baru itu. Apalagi orang itu langsung pergi berlari meninggalkannya.
"Aneh sekali murid itu," batin Callista sambil melihat gadis bertopi itu menjauh.
Kak Callista, ada yang mau bicarakan dengan kamu. Ini sangat penting sekali. Nanti malam aku menunggumu di bawah pohon oak yang ada di pinggir danau.
Adikmu,
Zanetha
***
Callista mendatangi tempat perjanjian dia dengan sang adik. Sudah menunggu selama lima menit, Zanetha belum terlihat batang hidungnya. Tentu saja ini membuat dia khawatir terjadi sesuatu kepada adiknya.
"Kak, sini!"
Terdengar suara Zanetha memanggil. Callista pun mencari sumber suara dan terlihat adiknya sedang duduk di sebuah perahu sampan yang sering digunakan di danau itu.
"Zanetha, sedang apa kamu di sana?" tanya Callista sambil berjalan mendekati sang adik.
"Naiklah!" perintah gadis berambut hitam kemerahan itu sambil melambaikan tangan agar kakaknya mau ikut dengannya.
"Berbahaya, Zanetha! Bukannya ada yang mau kamu bicarakan sama aku?" tanya Callista yang berdiri di pinggir danau.
"Iya. Karena yang mau aku bicarakan itu sesuatu yang sangat penting, jadi tidak boleh ada orang lain yang mendengarnya," jawab gadis berparas cantik itu dengan bola mata berwarna hijau.
Mau tidak mau Callista pun ikut naik perahu bersama Zanetha. Dengan menggunakan dayung, sang adik membawa mereka ke tengah danau.
Suasana di sana sangat sepi dan hanya bercahaya kan bulan purnama. Mereka masih bisa melihat keadaan di sekitar dengan bantuan itu.
Tanpa sengaja Callista melihat sebuah gelang yang dipakai oleh Zanetha. Gelang berwarna merah dengan tali menjuntai yang ujungnya memiliki hiasan. Dia ingat orang yang menjatuhkan pot bunga dari atas gedung sekolah beberapa hari yang lalu, memakai benda berwarna mencolok itu.
"Kau!" Callista membelalakkan matanya dengan muka yang berubah pucat.
Bab 2. Hidup Kembali
"Ada apa, Kak?" tanya Zanetha dengan senyum manis menghiasi wajahnya, tetapi terlihat menyeramkan di mata Callista.
"Ka-mu yang sudah menjatuhkan pot bunga ke kepala aku, 'kan?" tanya Callista balik masih tidak percaya kalau itu ulah adik kesayangannya.
"Ah, akhirnya kamu tahu juga kalau aku adalah orang yang sudah mencelakai kamu," ucap Zanetha diiringi tawa terkekeh sampai mengeluarkan cairan bening di sudut matanya.
"Ke-napa? Kenapa kau lakukan itu kepadaku? Apa salahku sampai kamu tega melakukan hal itu?" tanya gadis berambut panjang lurus itu secara bertubi-tubi.
"Banyak hal yang membuat kamu pantas mendapatkan semua perlakuanku kepadamu!" bentak Zanetha dengan tangan terulur mencekik Callista.
Mendapat serangan mendadak seperti ini membuat Callista berusaha untuk melawan. Tubuhnya terdorong ke belakang karena tenaga Zanetha lebih kuat. Semenjak gadis itu mendonorkan ginjal untuk orang yang dianggapnya adik, kondisi fisik dia menjadi lemah dan mudah sakit.
"Asal kamu tahu saja, kau bukanlah anak papa dan mamaku. Tapi, kamu menikmati semua hal yang dimiliki oleh keluarga Owen, termasuk kasih sayang kedua orang tuaku!"
Detak jantung Callista seakan berhenti begitu mengetahui berita ini. Tidak pernah terbersit sedikit pun kalau dia bukan anak dari pasangan Michael dan Hannah.
"Lalu, salahkan wajahmu yang selalu banyak menarik perhatian laki-laki. Aku tidak suka! Semua perempuan yang memiliki wajah lebih cantik dari aku, maka pantas mati!"
Bola mata Callista membulat. Dia teringat akan dua murid perempuan yang terkenal memiliki wajah yang sangat cantik dan menjadi idola murid laki-laki. Keduanya ditemukan meninggal diduga bunuh diri, ternyata itu salah, yang benar adalah karena dibunuh.
Tangan Zanetha yang mencekik leher Callista merasakan perih karena sang kakak berusaha melepaskan cengkeraman itu, sampai kukunya menancap.
"A-pa se-mua yang ter-jadi ke-pada-ku ada-lah u-lah-mu?" tanya Callista terputus-putus mulai kehabisan napas.
"Ya, benar sekali! Semua perundungan yang kamu dapatkan selama ini adalah atas perintahku. Aku membayar beberapa murid agar melakukan semua itu kepadamu," jawab gadis cantik seperti jelmaan iblis.
Dengan mengerahkan kekuatannya Zanetha berhasil mendorong Callista jatuh ke danau. Seringai jahat tercipta di wajahnya, melihat tubuh kakaknya tenggelam.
"Selamat tinggal kakakku tersayang," kata Zanetha, lalu tertawa terbahak-bahak karena merasa puas sudah bisa menyingkirkan saingannya.
Callista merasa tubuhnya lemas dan tidak bisa menggerakkan kedua tangan dan kakinya lagi di dalam air. Dia tenggelam semakin dalam ke dasar danau.
"Apa ini akhir hidupku?" batin Callista.
Gadis itu tidak menyangka kalau orang yang menjadi dalang dari semua pem-bully-an dan kemalangan yang menimpa dirinya adalah Zanetha. Dia membayar dan menyuruh beberapa orang untuk mencelakai dirinya.
"Kau bukanlah kakak kandung aku! Dan kau juga buka bagian dari keluarga Owen. Tetapi, kau menikmati semua fasilitas milik keluargaku! Dasar benalu, tidak tahu malu. Kau pantasnya mati!"
Kata-kata Zanetha kepadanya tadi terus terngiang-ngiang di dalam otak Callista. Dirinya tidak tahu sama sekali akan semua itu. Apakah adiknya berbohong atau tidak, dia tidak tahu. Namun, jika dia mengingat kembali apa saja yang sudah terjadi kepadanya di keluarga Owen, kemungkinan dirinya bukan anak dari pasangan Michael Owen dan Hannah Owen, sangat besar.
Selama ini Callista harus menuruti perintah keluarga besar Owen, terutama kedua orang tuanya. Dia juga harus selalu mengalah dan menjaga Zanetha, yang diketahui olehnya sebagai adik. Bahkan dia beberapa kali mendonorkan darah dan memberikan satu ginjal miliknya karena ginjalnya rusak akibat suka makanan yang banyak mengandung gula dan jarang minum air putih.
"Seandainya saja aku masih diberikan kesempatan hidup, akan aku balas perlakuan jahat mereka!" batin Callista.
***
"Nona ... Nona Callista! Bangun!"
"Siapa?" batin Callista yang masih dalam keadaan belum sadar.
Callista merasa ada yang memanggilnya. Dia juga merasakan ada yang mengguncangkan tubuhnya beberapa kali.
"Nona Callista, ini sudah siang! Nanti Anda akan terlambat masuk ke sekolah," ucap seorang pelayan wanita paruh baya.
Perlahan Callista membuka matanya. Bola gadis itu bergerak ke kanan dan kiri melihat keadaan tempat dirinya berada sekarang. Dia tahu betul di mana ini. Lalu, netranya bergulir ke arah orang yang sudah membangunkan dirinya.
"Nenek Casandra? Kau kah itu?"
Pelayan wanita yang selalu mengurusnya sejak kecil itu tersenyum kepadanya. Callista pun membalas senyuman orang yang sudah lama dirindukan olehnya.
"Senang sekali bisa melihatmu lagi, Nenek Casandra!" pekik Callista senang sambil memeluk tubuh renta wanita itu.
"Nona ini bicara apa? Seakan kita sudah lama tidak bertemu. Bukannya setiap hari kita bertemu," kata Casandra sambil terkekeh.
"Eh, apakah ini mimpi? Bukannya Nenek Casandra meninggal sudah hampir satu tahun, ya?" batin Callista.
Pelayan wanita itu pergi ke kamar mandi menyiapkan segala keperluan nona mudanya. Setelah itu dia meminta Callista bergegas mempersiapkan dirinya karena nanti berangkat sekolah bersama Zanetha.
Tubuh Callista bergerak menuruti apa yang dikatakan oleh pelayannya. Ketika hendak mengambil tas, dia melihat kalender. Mata gadis itu berkedip beberapa kali, lalu mencubit lengannya sendiri.
"Apa ini? Kenapa kalender ini tertulis tahun 1970? Bukannya sekarang tahun 1971?" batin Callista.
Seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, Callista memeriksa buku diary miliknya. Ternyata semua menunjukkan waktu satu tahun yang lalu. Catatan yang dia tulis selama mendapatkan pem-bully-an di sekolah sama menunjukkan tanggal tahun lalu.
"Jangan-jangan aku kembali ke masa satu tahun yang lalu!" teriak Callista di dalam hatinya. "Berarti Nenek Casandra beneran masih hidup," lanjutnya.
"Apa aku diberikan kesempatan untuk membalaskan semua kejahatan mereka atau mencegah kejahatan mereka kepada orang-orang yang tidak bersalah?"
Callista mendatangi ruang makan, bersamaan dengan kedua orang tuanya. Dia memeluk dan mencium pipi keduanya seperti mana biasanya. Tidak lama kemudian datang Zanetha. Gadis itu juga melakukan hal yang sama. Senyum manis dan sikap manjanya tidak ada yang berubah, sama seperti setahun yang lalu.
Callista memerhatikan mereka dan terlihat tidak mencurigakan. Namun, dia kini sudah tahu kalau dirinya bukanlah bagian dari keluarga Owen. Gadis itu ingin tahu kenapa dirinya bisa menjadi bagian keluarga bangsawan ini. Kenapa juga identitas aslinya di sembunyikan.
Dia juga bersumpah tidak akan mau memberikan ginjalnya kepada Zanetha. Selain itu, dirinya juga akan mencari kedua orang tua kandungnya.
"Di kehidupan kali ini aku tidak boleh mati sia-sia. Aku harus berhati-hati terhadap keluarga Owen, terutama kepada Zanetha. Aku juga akan menegakkan keadilan bagiku dan juga orang-orang disekitar aku," batin Callista.
***
Ketika akan memasuki gedung sekolah, Callista memilih jalan memutar ke samping dan akan masuk lewat jalan samping. Dia tahu jika masuk lewat pintu depan, maka akan ada murid yang melempari dirinya dengan telur busuk.
Senyum Callista mengembangkan ketika melihat ada murid yang bersembunyi sambil memegang telur di kedua tangannya. Dia yakin kalau orang itu sedang menanti kedatangan dirinya. Lalu, gadis itu pun menepuk pundak murid laki-laki yang sejak tadi mengawasi pintu depan.
"Hei!" Callista mengejutkan murid itu sampai kedua telur busuk yang di genggaman tangannya jatuh mengenai celana dan sepatunya.
"Kau!" Murid laki-laki itu terlihat sangat terkejut. Mukanya mendadak pucat.
"Jadi, kamu yang selama ini selalu melempari aku dengan telur busuk!" Callista bertolak pinggang sambil melotot.
Murid itu langsung berlari terbirit-birit. Callista pun tersenyum. Kejadian di masa lalu menjadikan dia tahu pola serangan orang-orang kepadanya. Sekarang saatnya dia memberikan balasan kepada pelaku.
"Tidak akan aku biarkan kalian berbuat semena-mena lagi. Lihat saja pembalasan yang akan kalian dapatkan karena sudah berbuat jahat!" batin Callista.
Bab 3. Teror Untuk si Cantik
Callista berpikir selama jam pelajaran apa yang harus dia lakukan mulai sekarang untuk melindungi dirinya dan murid-murid yang tidak bersalah. Maka dirinya harus bisa melakukan ilmu beladiri atau apa pun itu, yang penting dia bisa melawan ketika ada orang jahat.
Tiba-tiba saja terbersit untuk ikut bergabung dengan klub anggar. Dahulu sewaktu masih sekolah dasar, dia pernah belajar memainkan pedang itu. Maka, ketika jam istirahat, dia pun mendatangi ruang klub kebanyakan berisi laki-laki.
"Aku ingin bergabung di klub ini," kata Callista kepada ketua klub.
Anggota klub anggar sangat senang dan merasa terhormat karena putri sulung dari keluarga Owen akan belajar dan berlatih bersama mereka. Callista tidak menyangka kalau orang-orang yang tergabung di klub ini baik-baik. Dia langsung merasa nyaman bisa berteman bersama mereka.
Setelah masuk klub anggar, Callista harus bisa bergabung dengan OSIS. Dengan memiliki kekuasaan di sekolah, maka dirinya bisa memiliki kebebasan dalam mengambil sikap dan tindakan nantinya terhadap semua murid di Sekolah Alexandria ini.
Callista membaca pengumuman tentang perekrutan anggota OSIS. Maka dia pun mendaftarkan dirinya menjadi bagian dari organisasi siswa.
***
Selama satu Minggu ini Callista sibuk mencari dukungan kepada murid-murid di sekolah agar bisa menempati jajaran kepengurusan OSIS. Setelahnya, akan ada pengumuman orang-orang yang nantinya menjabat di OSIS akan diberi kewenangan.
"Wah, sesuai prediksi kalau Charlie Kinsey yang akan menjadi ketua OSIS. Lalu, Callista Owen sebagai wakil ketua OSIS," ucap beberapa para murid.
Callista tidak masalah menjadi seorang wakil, yang penting dia memiliki kuasa di sekolah ini. Agar bisa mewujudkan apa yang sudah dia rencanakan. Yaitu, menolong teman-temannya yang mendapat pembullyan seperti dirinya.
Charlie Kinsey adalah murid laki-laki yang terkenal dingin dan berasal dari keluarga bangsawan kelas atas. Lebih kaya dan memiliki pengaruh besar di negeri ini.
"Aku harus bisa menjalin hubungan baik dengan Charlie. Semoga saja dia bisa membantu aku di kala butuh bantuan," batin Callista.
Terlihat Zanetha menatap kesal dan benci kepadanya. Kedua tangan gadis itu terkepal kuat dan sorot mata yang tajam.
***
Seorang murid perempuan dengan tag name Bella, membuka paket yang dikirim ke rumahnya. Senyum manis tercipta dari wajahnya yang sangat cantik. Dia adalah salah seorang teman Callista di sekolah. Walau di terlahir dari keluarga bangsawan, tetapi terlahir dari hasil hubungan gelap ayah dengan pelayanan di rumahnya.
"Kyaaaaa!" teriak Bella histeris ketika melihat isi kotak paket.
Di dalam kotak itu ada seekor kelinci putih yang berlumuran darah merah. Tubuh Bella bergetar hebat dan air mata bercucuran. Wajah pun berubah pucat pasi seakan darahnya hilang.
"Nona Bella, ada apa?"
Seorang pelayan mendekati Bella. Ketika melihat isi kotak yang merupakan sebuah bangkai, dia segera membawanya keluar. Tidak lama kemudian dia datang dengan nampan berisi poci dan gelas yang biasa digunakan untuk menikmati teh.
"Nona minumlah ini dahulu, agar menenangkan perasaan Anda," kata pelayan wanita itu sambil menyerahkan segelas teh.
***
Setelah tiga hari tidak masuk sekolah karena shock, Bella masuk sekolah. Di depan pintu masuk, dia bertemu dengan Callista. Mereka sudah lama saling mengenal dan berteman dekat sejak duduk di sekolah menengah atas.
"Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Callista dengan tersenyum manis.
"Aku sudah lebih baik," jawab Bella yang membalas dengan senyum tipis.
Keduanya berjalan beriringan menuju loker. Ketika Bella membuka loker, dia berteriak kencang dan memancing murid-murid yang ada di sana. Gadis itu berjongkok dengan tubuh yang bergetar hebat dan keringat bercucuran.
"Bella, ada apa?" tanya Callista sambil memegang temannya itu.
Karena Bella menangis ketakutan, Callista memeriksa loker milik temannya. Dia melihat ada foto Bella yang dilumuri darah dan bertuliskan "Mati". Tentu saja ini membuatnya marah. Dengan cepat dicopot dan membersihkan dengan saputangan miliknya.
"Kamu jangan takut. Aku akan melindungi kamu dan menangkap pelaku yang sudah berbuat ini kepadamu," kata Callista. Lalu, dia membawa Bella ke ruang kesehatan.
Para siswa yang tadi terdiam dan memerhatikan apa yang terjadi, kini berbisik-bisik dan menduga-duga apa yang terjadi kepada Bella. Kabar-kabar buruk tentang gadis itu pun berembus ke seluruh penghuni sekolah.
***
"Kita harus mencari tahu siapa pelaku dan apa motif orang itu melakukan kejahatan seperti ini," kata Charlie ketika mengadakan rapat dadakan bersama anggota OSIS.
Callista ingat kalau dahulu Bella di temukan mengakhiri hidupnya. Dengan melompat dari atas gedung sekolah. Sebenarnya itu bukan kasus bunuh diri, melainkan pembunuhan. Pelakunya adalah Zanetha karena dia benci kepada Bella yang memiliki wajah yang sangat cantik dan banyak disukai oleh laki-laki.
"Tunggu kalau tidak salah Bella adalah anak haram keluarga Louis. Namun, saat ini belum terungkap ke publik. Hanya beberapa orang yang tahu akan rahasia ini. Semua itu terungkap setelah kasus kematiannya yang di duga depresi karena bukan anak sah keluarga Louis. Kalau aku bisa menggagalkan kematian Bella kali ini, berarti rahasianya akan tetap terjaga. Kecuali, nanti ada orang yang tahu rahasia itu bicara, akan lain lagi ceritanya" batin Callista.
Para anggota OSIS akhirnya memutuskan untuk mencari tahu siapa bilang onar dari kejadian yang menimpa Bella. Mereka memulai penyelidikan dengan menggeledah barang milik murid ketika jam istirahat. Siapa tahu akan ada petunjuk si pelaku.
Ketika Callista menjenguk Bella di ruang kesehatan, dia melihat ada kotak bekal di samping kepala temannya itu. Karena curiga, maka wakil ketua OSIS itu membukanya dengan hati-hati.
Mata Callista terbelalak ketika melihat isi kotak bekal itu. Ada bangkai tikus yang berlumuran darah yang masih segar. Dengan cepat dia pergi menemui Charlie yang sedang menggeledah barang bersama anggota OSIS lainnya.
Kini Callista dan Charlie berada di ruang OSIS dan memeriksa kotak bekal yang ditujukan untuk meneror Bella. Keduanya menduga kalau pelaku adalah orang yang berada di sekitaran lantai dua di bangunan sayap kiri ketika penggeledahan yang sedang dilakukan oleh anggota OSIS.
"Ada beberapa murid yang berada di sana ketika aku mendatangi ruang kesehatan," kata Callista.
Dalam hati gadis itu bertanya-tanya di mana keberadaan Zanetha saat ini. Dia yakin kalau dialah pelaku yang sebenarnya sesuai dengan pengakuan dia di kehidupan masa lalu.
"Aku tidak punya bukti yang menyatakan kalau Zanetha adalah pelaku dan dalang dari semua kejahatan yang terjadi di Sekolah Alexandria," batin Callista.
"Dengan begini bisa mengerucutkan pencarian si pelaku. Kita tinggal fokus ke beberapa orang yang terlihat berkeliaran di sana ketika jam istirahat," kata Charlie.
Callista memiliki daya ingat dan hafal yang kuat. Dia masih ingat dengan orang-orang yang berpapasan dengannya, tadi.
Akibat dari kejadian yang menghebohkan sekolah itu, mau tidak mau para murid harus diperiksa. Dengan teliti Callista menunjuk orang-orang yang tadi bertemu dengannya di bangunan gedung sebelah kiri.
"Hei, kamu tadi saat jam istirahat berada di gedung sayap kiri, 'kan?" tanya Callista kepada murid laki-laki kelas satu.
"Ah, i-ya. Kenapa memangnya?" tanya murid bernama Bertrand dengan gugup sedangkan yang seorang lagi menganggukkan kepala tanda membenarkan ucapan Callista.
"Apa yang sedang kamu lakukan di sana?" tanya Charlie dengan sorot mata yang tajam dan mimik muka serius.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!