NovelToon NovelToon

Istri Kedua Yang Dirahasiakan

Permulaan

Samuel Ozage, pengusaha muda yang lumayan berkuasa di negara itu, dia sudah menikah dengan seorang artis yang bernama Vania Angela, seorang artis juga model papan atas saat ini. Sam sangat mencintai istrinya, apapun yang Vania mau, pasti dia kabulkan, walau bertentangan dengan keninginan hatinya.

Nyonya Marina Sarie, nenek Sam yang sudah sangat tua, dia hanya ingin satu hal dari cucunya itu, yaitu seorang cicit. Namun keinginannya tidak dapat Sam penuhi, karena Vania menolak untuk punya anak. Demi karirnya yang saat ini sangat gemilang.

Melihat mertuanya yang semakin tidak berdaya, membuat Ramida memikirkan rencana lain untuk memenuhi keinginan terbesar mertuanya itu. Ramida adalah ibu Samuel.

"Sam, jika Vania tidak mau hamil dan melahirkan anakmu, menikahlah lagi, mama akan carikan perempuan untuk menjadi istri kedua buatmu, tenang saja, Vania tidak akan tahu, kita rahasiakan pernikahan keduamu.

***

Keberuntungan apa yang tergaris buat Ramida, dia bertemu seorang gadis yang mempunyai masalah cukup berat. Namanya Moresa,

"Aku bisa membantumu, tapi, kamu juga harus membantuku."

"Bantuan apa yang Nyonya inginkan pada saya?" Tanya Resa.

"Menjadi istri kedua putraku, tapi selamanya kau hanya istri yang dirahasiakan, ini bukan pernikahan kontrak, kalau putraku tidak melepaskanmu, maka selamanya kamu jadi istri kedua yang dirahasiakan," seru Ramida.

Resa mematung, wajahnya nampak kaget mendengar permintaan Ramida. Bagaimana mungkin, setiap wanita pasti ingin menikah, tapi jika pernikahannya di rahasiakan, bagaimana masa depannya.

"Jika kau mau, aku akan menjamin kebutuhan hidup ibumu, menjamin pengobatannya, kamu hanya perlu bilang pada ibumu, kalau kau bekerja menjadi babysitter, yang menjaga mantan bayi, maaf, maksudku menjaga mertuaku."

**********

Untuk karya ini Slow up ya, karena Author sambil belajar cara menulis novel. Selama ini Author nulis dengan jurus "seke" Sekehendak diri 🤣

Visual Bayangan Ala Author ya. Readers bebas mau bayangin visualnya siapa.

Resa "Moresa Haya"

Samuel Ozage

Maafkan Author ini, ya cantik ... Author pinjam dirimu buat jadi "Vania Angela"

Bab 1 Moresa Haya

Moresa Haya. Akrab di panggil Resa, anak tunggal dari pasangan Hayati dan Garie Harahap. Gadis cantik dengan postur tubuh yang sangat ideal memiliki garis wajah, dengan kecantikan yang hampir sempurna. Ternyata memiliki semua itu, tidak menjamin takdir kehidupan yang ia jalani indah dan mudah.

****

Moresa POV

Kenapa kehidupan ini begitu kejam? Seharusnya papa berterima kasih pada mama, karena mama telah berbesar hati, mencarikan istri kedua untuk papa. Tapi ... apa balasannya? Setelah lima tahun pernikahan kedua papa dan wanita itu. Aku dan mama dilempar begitu saja dari rumah yang selama ini menjadi istana kami. Tanpa kami tahu apa kesalahan kami.

Aku sangat membenci wanita itu, dia berasal dari desa, dia pembantu kami yang mama pilih untuk menjadi istri kedua papa. Harusnya dia bisa berbagi suami dengan mama, tapi dia malah menjadi penyebab utama segala kepahitan ini. Hingga kami di usir dari rumah kami sendiri. Apa karena penyakit mama? Sehingga dia takut uang papa habis, hanya untuk membayar biaya pengobatan mama? Bukankah dia tahu dari awal, karena penyakit mama inilah, menjadi penyebab dia bisa menjadi Nyonya kedua di rumah ini.

Masih jelas, bagaimana kemarahan papa saat mengusir kami, entah apa salah kami. Tapi, aku yakin. Semua ini pasti karena nenek sihir itu.

Hidup sungguh tidak adil. Mama sakit parah, kanker pada rahimnya sudah menjalar. Kata dokter, mama harus menjalani operasi pengangkatan rahim, sebelum kanker itu menyebar pada organ vital yang lainnya. Tapi apa dayaku?

Kini kami hanya tinggal di sebuah kontrakan kecil, yang terletak di ujung gang, setelah aku dan mama dibuang oleh papa. Laki-laki yang tidak tahu di untung!

Satu tahun sudah, aku dan mama hidup di kontrakan kecil ini, menjadi buruh cuci, untuk menyambung kehidupan kami. Mama sungguh wanita yang berhati mulia, ia selalu memintaku, agar memaafkan papa dan istri mudanya, mama juga meminta, jangan menaruh dendam pada dua orang tersebut. Aku hanya tersenyum, saat mama memberikan nasehat itu.

Susana di kampung ini sangat sepi, hanya suara motor lewat, lalu lalang di gang itu, memecah kesunyian malam. Aku tengah mencuci piring, bekas makan malam kami. Tangan ini bergerak-gerak dengan gesit, menyabuni, menggosok dan membilas piring, gelas dan juga yang lainnya. Tapi pikiranku terbang entah kemana, otak ini terus bekerja, memikirkan cara, agar bisa mendapatkan dana, untuk biaya pengobatan mama.

Sudah satu bulan, aku tidak bisa membawa mama ke Rumah Sakit, wajah tua itu nampak pucat, karena obat-obatan yang selama ini membantunya bertahan dari rasa sakit tidak mampu kubeli.

"Resa …." Terdengar suara yang lemah dari arah luar.

Aku segera mencuci tangan dan langsung berlari menuju sumber suara itu. "Mama!" Jeritku.

Aku panik, ketika melihat mama pingsan di lantai rumah kami. Tanpa pikir panjang, aku berlari keluar rumah, meminta bantuan para tetangga untuk membantu membawa mama ke Rumah Sakit.

"Hei! Rumah Sakit? Dengan apa aku membayar biaya pengobatan mama?" Pikirku.

Aku menepis semua pikiran itu, saat ini kesembuhan mama yang paling penting. Atas bantuan beberapa warga, akhirnya mama bisa di bawa ke Rumah Sakit. Benar dugaanku, mama tidak akan mendapat pelayanan karena aku tidak mampu membayar biaya administrasi di UGD itu.

Dengan perasaan yang sangat hancur, kuseret kaki ini meninggalkan UGD. Aku tidak punya tujuan pasti, ku datangi siapa saja yang kami kenali untuk mengemis bantuan dari mereka untuk pengobatan mama.

Tidak terhitung berapa orang yang ku temui, berapa buah rumah yang ku datangi, tapi tak satupun dari mereka yang bisa membantu mama. Wajar saja, mereka juga susah, bagaimana mereka membantu kami.

Aku sangat frustrasi, pilihan terakhir, rumah laki-laki yang paling aku benci, menjadi tujuan langkah kaki ini. Dengan semangat, ku seret kaki ini berlari menyusuri jalanan kota yang gelap dan dingin. Berharap laki-laki yang tidak tahu di untung itu, punya sedikit hati nurani, untuk membayar biaya pengobatan mama kali ini.

Tokkk tok tok!

Dengan berat hati, terpaksa punggung tangan ini mengetuk pintu rumah.

Terlihat seorang pembantu membukakan pintu. "Non Resa?" Dia menyapaku.

"Bi Minah, papa ada?" tanyaku

"Ada Non, sebentar bibi panggilkan," balasnya.

"Siapa Minah?!" Terdengar suara yang tidak asing dari dalam, membuat perasaanku semakin kacau. Karena jika nenek sihir itu yang menemuiku lebih dulu, bisa dipastikan, bantuan tidak akan aku dapat.

"Ini, Non Resa datang." Bi minah menjawab pertanyaan wanita itu.

Pintu terbuka semakin lebar, sangat jelas aku bisa melihat keadaan dari dalam rumah itu. Aku sangat kaget melihat keadaan rumah itu, sangat jauh berbeda dengan keadaan saat kami tinggal di rumah ini. Barang-barang mewah papa yang menjadi pajangan tidak ada satupun, bahkan lampu gantung yang bernilai ratusan juta itu juga tidak ada.

"Ada apa, perlu apa kau kemari?" Pertanyaan istri kedua papa membuyarkan lamunanku.

"Apakah aku bisa bertemu papa?" Tanyaku, dengan wajah memasang wajah memelas.

"Siapa Sri?" Pertanyaan itu bersumber dari dalam rumah.

Seketika rona wajah ibu tiriku itu berubah masam. Jika aku bisa bertemu langsung dengan papa, pasti papa mau menolongku.

"Anakmu!" Ucapnya ketus, sambil memandang sinis kearah ku.

"Resa?" Papa menyapaku lebih dulu.

Aku hanya menunduk, bingung harus memulai perkataan dari mana.

"Kau nampak kacau, katakan kau mau apa?" Tanya papa padaku.

Hatiku merasa tereyuh, ini pertama kali papa berkata lembut, setelah menikah dengan nenek sihir yang berdiri si sampingnya itu.

"Pah, boleh minta tolong? Keadaan mama sangat lemah, pihak Rumah Sakit tidak mau menangani--"

"Kami tidak punya duit! Makanya kalau miskin! Jangan sok pergi ke Rumah Sakit segala!" Nenek sihir jahat itu seketika memotong ucapanku.

Aku menarik napas begitu dalam, untuk mengumpulkan keberanian. "Andai mama masih bisa bertahan, aku tidak akan membawanya ke Rumah Sakit, tapi mama pingsan, sangat terpaksa aku membawanya." Air mata terlepas begitu saja dari pelupuk mata ini.

Papa terdiam, melihatku menangis seperti ini. Dia menepuk pundakku.

"Keuangan papa sedang dalam masalah, saat ini kakak tiri kamu sedang berusaha membantu keuangan papa," ucapnya.

Doar!

Rasanya bom waktu meledak begitu saja dalam dadaku, terlihat sunggingan senyuman di wajah nenek sihir itu. Aku bodoh! Seharusnya tidak perlu datang ketempat ini.

Terlihat papa merogoh saku bagian belakang celananya. Membuat wajah nenek sihir yang tadinya tersenyum penuh kemenangan mendadak cemberut.

"Resa, hanya ini sisa uang papa," ucapnya. Dia menyodorkan beberapa lembar uang merah padaku.

Seketika hatiku merasa gembira, ternyata pria tua menyebalkan ini masih punya hati. Membuatku langsung memeluknya.

"Terima kasih papa …." Ucapku, aku sangat bahagia atas bantuan papa. Setidaknya, mama bisa mendapat pelayanan medis, walau jauh dari harapan bisa mengantar mama ke meja operasi. Tapi ini sungguh keajaiban.

Papa menepuk punggungku. "Sudah sana, cepat ke Rumah Sakit," pintanya.

Aku menarik diri dari pelukan papa. "Terima kasih," ucapku lagi.

"Kamu kesini naik apa?" Tanya papa padaku.

"Jalan kaki," jawabku.

Papa menarik napasnya begitu dalam.

"Pak Aceng!"

Papa berteriak memanggil supirnya yang bernama Aceng.

Pak Aceng berlari menghampiri papa. "Iya Tuan," sahutnya.

"Ceng, tolong antar Resa," pinta papa pada Pak Aceng.

"Baik Tuan," jawabnya.

"Pergilah, mama kamu butuh kamu, maafkan papa." Papa memelukku kembali. Dia melepaskan pelukannya, dan meminta kami untuk segera pergi.

Sekilas aku melirik wajah nenek sihir yang berdiri di samping papa, aku melempar senyuman penuh kemenangan ke arahnya. Bantuan papa tidak terlalu besar, tapi itu serasa kehilangan satu triliun, bagi nenek sihir itu, jika uang papa, di berikan padaku dan mama.

Aku menggelari istri kedua papa itu nenek sihir, namanya Sri Astuti, punya satu anak perempuan cantik katanya, tapi aku tidak penah tahu seperti apa wujud anak nenek sihir itu.

Aku segera kembali ke Rumah Sakit, tempat mama di rawat, di antar sopir papaku, bernama Pak Aceng.

Bab 2 Samuel Ozage

Samuel Ozage, anak tunggal keluarga Ozage. Wajah tampan, tinggi badan yang sangat ideal, terlahir sebagai anak orang kaya, sungguh beruntung, pastinya dia menjadi incaran semua wanita di belahan bumi ini.

****

Samuel Ozage POV

Sejak menduduki, posisi CEO di perusahaan keluarga, kehidupanku sudah terlanjur keliru. Menghabiskan waktu sepanjang malam bersenang-senang dengan banyak perempuan, menjadi hal lumrah dan kesenangan bagiku.

Menjabat posisi itu, meneruskan tampuk kepemimpinan, seakan beban di seluruh dunia ini bertumpu di leherku. Usia masih muda, 28 tahun, harus mengemban posisi paling sangat vital di perusahan Ozage Crypton Group. Itu bukan hal mudah, hingga kaki ini salah melangkah, untuk menyembunyikan beban dan menumpahkan segala kekacauan pada hatiku, hingga sampai kini, masih belum bisa bangkit dari lumpur dosa.

Kehidupan yang salah ini aku ambil, sebagai pelarian, karena aku sungguh tidak siap dengan semua tanggung jawab yang datang, setelah ayah tiada.

Hingga suatu malam, aku bertemu, wanita cantik, yang bekerja di tempat hiburan malam, yang bernama Vania Angela, wanita yang sangat istimewa, walau terlihat menor. Mungkin itu karena tuntutan pekerjaanya. Tapi, dia menyita seluruh perhatianku.

Wanita itu sungguh luar biasa, aku tidak bisa mengalihkan ingatanku, sejak pertempuran pertama kami.

Mungkin bagi dia, pelayanan yang dia berikan adalah hal lumrah, karena memang itu pekerjaannya, menyenangkan dan memuaskan nafsu para penjahat wanita seperti kami, yang mendatanginya. Tapi, aku tidak rela, melepaskan begitu saja wanita energik, aktif dan sangat bergairah itu.

Bermacam cara ku tempuh, sungguh sangat sulit dan payah, proses yang ku lalui, akhirnya aku bisa membawa wanita itu pulang.

Bukan hanya membawanya pulang, tapi aku akan menjadikan dia ratuku. Dia meminta syarat, mau menjadi istriku, jika dia di bantu menjadi model dan selebritis di negara ini. Itu bukan hal sulit, tentu saja semua keinginannya terkabul.

Dengan satu jentikkan jariku, dia menjelma menjadi artis terkenal di negara ini. Kami pun menikah, dia terkenal menjadi model, juga terkenal sebagai istriku, Tuan Sam. Pengusaha hebat di negara ini. Menyandang status sebagai istri Tuan Sam, juga profesinya yang kini sebagai artis dan model, membuat Vania tampil semakin cantik.

Balutan gaun yang harganya selangit, dengan aksesoris dari barang-barang brand ternama, semakin mendukung kecantikannya, Vania Angela, istri Tuan Samuel Ozage, wanita yang sangat luar biasa, mempunyai bentuk tubuh yang sangat seksi dan ideal, berpenampilan modis dan glamour, semakin bangga aku menyebutnya, 'dia istriku.'

Aku sangat bahagia dengan pernikahan ini, keluarga besarku juga tidak mempermasalahkan asal-usul Vania, nenek dan ibu sungguh sangat baik menerimanya. Tapi, satu hal yang masih mengganjal di hati ini. Vania menolak untuk hamil, padahal nenek sangat berharap bisa secepatnya menimang cicit.

Dua tahun sudah pernikahan kami, keadaan nenek semakin lemah, hati ini terasa berat, permintaan nenek sungguh tidak sulit, namun aku tidak mau memaksa Vania mengandung anak kami, dia sangat bahagia dengan karier keartisannya, dia takut, bentuk tubuhnya tidak ideal lagi, jika hamil dan melahirkan. Vania orang yang sangat kritis dalam memperhatikan lekuk tubuhnya, naik satu ons saja, ledakkan teriakannya mengguncangkan seisi rumah kami.

Aku sangat mencintai Vania, tapi aku juga sangat mencintai nenek dan ibu. Permintaan nenek dan keinginan Vania berlawanan. Apalagi Vania sungguh tidak menyukai anak kecil. Semakin lengkap dilema hati ini.

Seminggu sudah Vania syuting di luar kota, keadaan rumah terasa mencekam, karena lagi-lagi keadaan nenek drop. Nenek pun di rawat di Rumah Sakit. Aku dan ibu menunggui nenek di kamar perawatan nenek.

"Sam …." Sapaan itu, terdengar sangat lemah, terlihat nenek berusaha mengangkat tangannya, memintaku untuk mendekat padanya.

Aku berjalan menghampiri nenek, kuciumi tangan keriputnya. "Iya nek," jawabku.

"Sam, nenek ini adalah istri ketiga kakekmu, karena istri pertama dan istri kedua kakekmu, tidak bisa memberikan keluarga besar Ozage keturunan."

Ucapan nenek barusan bagaikan batu besar yang menghantam dadaku. "Apa maksud nenek?" Tanyaku.

"Jika Vania tidak mampu memberi kamu keturunan, nenek mohon, agar kamu menikah lagi," pintanya.

Aku sangat geram mendengar permintaan nenek, sampai kapanpun aku tidak akan menyakiti Vania.

"Sam, nenek faham kamu sangat mencintai istrimu, demi nenek sayang, menikahlah, berikan nenek tua ini kesempatan untuk menimang cicit," ucap nenek padaku.

Aku memandang kearah ibu, wajah ibu terlihat bingung, entah apa yang ibu rasakan. Ibu berjalan ke arah nenek. Dia memegang tangan nenek begitu lembut.

"Bu, aku akan bicara dulu pada Sam, ibu yang sabar, ya." Ucap ibu pada nenek.

Mendengar hal itu hatiku semakin kalut, dugaanku, sepertinya ibu mendukung keinginan nenek.

Ibu memandang kearahku. "Sam bisa kita bicara?" Ucapnya.

Aku menganggukkan kepalaku, menjawab pertanyaan ibu. Kami segera melangkah, keluar dari kamar nenek. Kini kami berdua berada di sudut Rumah Sakit yang sepi.

"Apa alasan Vania, kenapa sampai saat ini dia tidak mau hamil anakmu? Apa kalian bermasalah dengan kesehatan kalian? Atau---"

"Kami baik-baik saja bu," aku sengaja memotong perkataan ibu, agar ibu tidak menerka-nerka terlalu jauh.

"Kenapa sampai sekarang kalian tidak punya anak?"

"Bu, Vania tidak mau hamil, dia takut tubuhnya tidak ideal lagi jika dia hamil."

Mendengar penjelasanku ibu mengelengkan kepalanya.

"Kodrat wanita sayang, hamil, melahirkan, menyayangi anak-anaknya, mengurus--"

"Aku tahu bu." Lagi-lagi ku potong perkataan ibu, sebelum ibu ceramah lebih panjang lagi.

"Di sini, kamu harus membuktikan kamu lebih memilih siapa, jika memilih istrimu, silakan kalian berbuat apa yang kalian mau, jika menyayangi ibu dan nenek, maka kamu pinta istrimu agar mau mengandung anakmu, atau kau menikah lagi, secara diam-diam!" Ucap ibu, Ibu langsung pergi meninggalkanku.

"Kenapa serumit ini!" Gerutuku, dengan kedua telapak tangan, kuremas kasar rambut kepalaku

Kuputuskan untuk pulang ke rumah, karena Vania sebentar lagi akan kembali, rasa rindu ini sangat besar pada istriku yang sangat luar biasa ini.

***

Jam menunjukkan jam 9 malam, samar terdengar suara mesin mobil dari arah luar, aku tersenyum, karena itu Vania yang datang. Kupercepat langkah kaki untuk meyambutnya. Setelah sampai di pintu utama, benar saja, bidadariku datang.

"Selamat malam sayang." Sapaku, aku membuka kedua tanganku untuk memeluknya.

Dia tersenyum, dan berjalan cepat kearahku. "Selamat malam juga sayang," sapanya, dia langsung menenggelamkan wajanya di dadaku yang bidang.

"Sayang, kangen .…" ucapku, manja.

"Aku juga."

Kami melepaskan pelukan kami, dan langsung melangkah bersama masuk kedalam rumah. Tujuan kami, ruang pribadi, hanya ada aku dan dia di tempat itu, kamar kami.

Setelah masuk kamar, Vania langsung menuju kamar mandi untuk meyegarkan dirinya yang nampak lelah. Aku merebahkan tubuhku, di tempat tidur, untuk menunggunya, sambil memainkan ponsel.

30 menit berlalu, baru dia keluar dari kamar mandi, mengenakan lingerie seksinya. Dia berjalan kearah meja rias, seperti biasa, meng aplikasikan skincare pada setiap bagian kulitnya. Dari wajah sampai ujung kaki, seperti biasanya juga, dia akan menghabiskan waktu berjam-jam di depan cermin itu.

Aku bangkit dari posisi berbaring, melangkahkan kaki untuk mendekatinya. Aku memeluknya dari belakang, menenggelamkan wajah, dan bermanja di lekukan leher jenjang itu, terlihat di cermin, dia tersenyum karena ulahku.

"Sayang, boleh aku bicara?" Tanyaku.

"Silakan sayang," jawabnya, lengkungan senyuman masih terlihat di pantulan cermin itu.

"Nenek sakit, nenek minta---" ucapanku belum selesai, tapi dia langsung mendorongku.

"Kalau kamu, mau aku hamil! Lebih baik kita cerai!"

Doar!

Seakan geledek menembak hatiku. Saat mendengar permintaannya. Aku berusaha menetralkan ledakan dan perasaan ini.

"Bukan begitu, nenek dan ibu ingin mengadopsi anak dari panti asuhan, mereka memintaku untuk meminta persetujuanmu." Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutku.

Terlihat wajahnya yang penuh amarah mulai padam.

"Owh, aku kira, kamu memintaku hamil," dia menghela napasnya begitu santai.

"Aku tidak berani sayang, karena kebahagianmu adalah hal yang paling utama," godaku.

"Silakan kalian ingin mengadopsi anak, asal jangan aku yang kalian suruh, mengurus anak itu," Ucapnya.

"Walaupun ibu dan nenek memberi dia hak waris?" Tanyaku.

Dia mengerucutkan bibirnya dan mengangguk dengan santai.

"Aku akan kabari ibu, jika kau setuju," Seruku.

Vania kembali ke meja riasnya, melanjutkan kembali merawat kulit tubuhnya. Aku berjalan menuju tempat tidur, duduk di tepi tempat tidur memainkan ponselku, sambil memandangi dia dari kejauhan.

Rasanya aku sangat iri dengan kulit tubuhnya, Vania sangat memperhatikan setiap jengkal tubuhnya, dia rawat dengan sepenuh hatinya, aku sadar, Vania hanya mencintai dirinya sendiri. Dia tidak pernah mencintai orang lain.

Rasa cintaku yang teramat besar untuk Vania, membuat akalku di kalahkan oleh hatiku. Permintaan nenek, dan usul ibu saat di Rumah Sakit kembali terbayang.

Dengan berat hati, aku mengambil keputusan, menyetujui permintaan nenek dan ibu, untuk menikah lagi, demi mendatangkan penerus keluarga, yang tidak akan mau Vania penuhi.

Aku mengetik pesan di ponselku.

^Bu, baiklah aku bersedia menuruti permintaan kalian, dengan syarat hubungan kami, selamanya tidak boleh diketahui oleh pihak lain selain kita, dan pihak yang kita percaya. Terutama Vania, dia tidak boleh tahu pernikahan ini.^

Selesai mengetik pesan, langsung ku kirim pesan tersebut, juga langsung ku hapus. Agar tidak dibaca Vania.

Ku letakkan ponsel di atas nakas, sedang tubuh ini berbaring di tempat tidur, mataku pun terpejam, membayangkan permintaan ibu dan nenek.

Lalu tiba-tiba, aroma parfume yang sangat khas tercium, sentuhan lembut pun mendarat di dadaku. Siapa lagi? Dia wanita yang sangat aku cinta, yang mulai memberi sentuhan mautnya, yang nantinya membuat diri ini melayang jauh kepuncak kenikmatan tertinggi.

"Sayang ...." Desahku. Saat merasakan sentuhan Vania, yang tak dapat aku ungkapkan lewat kata-kata.

Dia hanya tersenyum, dan terus memanjakanku. Perasaan gundah hati ini, sesaat padam. Kami pun larut dalam kegiatan indah ini. Dia aktif di atasku, sedang aku terkulai tak berdaya karena ulahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!