Alur santai, jangan lupa like favorite dan rate ya. Terimakasih.
Selamat membaca ya.
***
Ini adalah hotel terbesar di kota ini, hotel yang berdiri megah di tengah-tengah kota, bernama Royal Malik. Yang berarti milik keluarga Malik tentunya.
Aku dengar, hotel ini dulu hampir di ambang kehancuran. Sebab pemilik sebelumnya meninggal. Tetapi kehancuran itu tidak berlangsung lama, setelah anak pertama dari pemilik Royal Malik memegang kendali hotel ini, bahkan hotel ini sampai berdiri megah sampai sekarang.
Aku bersyukur bisa di terima berkerja di tempat ini. Mengingat aku hanya tamatan SMA dan tempat ini begitu elit, jarang sekali ada orang seberuntung aku, walaupun aku hanya cleaning servis di sini.
Karena aku dari kecil hidup sendiri di usia sepuluh tahun, menjadikan aku lebih dewasa dari usia teman-teman sebayaku. Aku sudah tidak memiliki orang tua atau sanak saudara. Aku merantau ke kota untuk mencari pengalaman hidup, walaupun sebenarnya hidupku sudah sangat pahit.
Terkadang aku juga iri dengan mereka yang hidup serba mewah. Bagaimana rasanya hidup berkecukupan.
Segera aku tepis angan-angan ku itu. Kata orang mimpi jangan terlalu tinggi jika jatuh sakit. Tapi apa salahnya bermimpi seperti itu, bukannya semua orang berhak berangan-angan jadi orang kaya. Aku hanya bisa menertawai diri sendiri.
Perkenalkan namaku Daysi nama yang cantik bukan. Aku berasal dari keluarga pas-pasan dulu sebelum kedua orang tuaku meninggal. Umurku sekarang menginjak 25 tahun, seharusnya aku sudah menikah mengingat usiaku sudah segini, tetapi bagaimana lagi jodohku masih di pelukan orang lain.
Aku tidak punya waktu untuk berdandan, cukup bisa mengenyangkan perut aku bahagia. Jika punya rejeki lebih aku berikan kepada yang membutuhkan. Aku tidak memamerkan diriku atau bersifat sombong. Aku menceritakan diriku apa adanya. Biar semua orang tidak menyalahkan atau menafsirkan diriku yang macam-macam.
Suatu hari, terjadi kebakaran hebat di panti asuhan tempatku tinggal dulu, aku bingung saat Umma Inayah memintaku menolong adik-adikku yang masih kecil dan membutuhkan tempat berteduh dan kebutuhan lainnya.
Mengingat aku pernah hidup di panti asuhan selama kurang lebih enam tahun, dan hanya aku yang paling sering berkunjung membuat mereka berharap lebih.
Kehidupan memang sulit.......
Tiba saatnya di mana hari aku harus mendonorkan salah satu ginjal ku, untuk menolong adik CEO tempat aku berkerja. Lebih tepatnya sistem barter dan saling menguntungkan. Aku dapat menyelamatkan panti asuhan dan juga bisa menolong adik CEO tempatku berkerja. Bahkan di surat perjanjian itu Ksatria Malik menawarkan penukaran yang tidak mungkin orang lain mau membantu yaitu berupa pendidikan sampai lulus sarjana dan kebutuhan pokok perbulannya. Sungguh Mulia pikirku saat itu.
Aku tidak tahu jika yang aku tolong adalah sahabatku sewaktu SMA dulu. Bahkan ia meminta sang Kakak untuk menikahi ku karena aku sahabat lamanya serta yang mendonorkan salah satu ginjalnya. Sungguh konyol pikirku waktu itu di saat Aurellia meminta sang Kakak Ksatria Malik untuk menikahi ku, apa dia tidak tau jika sang Kakak memiliki ucapan yang sangat menusuk indra pendengaran.
Di lain tempat. Lebih tepatnya di videotron depan hotel dan di dalam hotel.
Seorang pria tampan turun dari jet pribadinya. Tanpa ada senyuman di wajahnya namun tidak mengurangi pesonanya, banyak yang mengambil gambarnya entah di buat apa untuk tema berita besok atau apa aku juga tidak tahu.
Dia adalah Ksatria Malik. Pengusaha muda sekaligus CEO hotel tempatku berkerja. Aku pernah melihat dia beberapa kali di surat kabar, entah itu internet atau sudah dalam majalah. Memang tampan dan gagah, bisa di maklumi ya. Kalau kehidupan terlanjur kaya, pasti ya seperti ini penampilannya selalu sempurna dimana-mana. Dan umurnya masih 30 tahun, tergolong masih muda dan berbakat menurutku.
Dan ada satu berita lagi jika dia memiliki adik, tetapi tidak tahu adiknya laki-laki atau perempuan. Semua di rahasiakan untuk melindunginya. Sebab....... Banyak yang merebutkan harta peninggalan orangtuanya, tetapi semua gagal sebab orangtuanya memiliki orang kepercayaannya yang senantiasa melindunginya tanpa orang lain tahu, sebab ia berkerja dengan rapi.
Itu kabar yang aku dengar dari orang-orang yang membicarakannya. Benar tidaknya aku juga tidak tahu, aku tidak terlalu suka bergosip, menyia-nyiakan waktu saja menurutku. Tiba-tiba ada wanita muda cantik dan manja menurutku, ia bergelayut manja di lengannya. Aku merasa geli melihatnya seperti ulat bulu saja.
Kisah Daysi dimulai.
"Akhirnya selesai juga. Haahh... rasanya pinggangku mau patah." Daysi meluruskan kaki dan pinggangnya.
Suara manager hotel memanggil Daysi berkali-kali. "DAYSI... DAYSI..., mana yang namanya Daysi." Teriak Okta ke salah satu bawahannya. Daysi yang mendengar orang memanggilnya segera mendekati Okta sang manager hotel.
"Kamu Daisy kan?" Tanya Pak Okta.
"Iya Pak!" Daysi menunduk dan tidak berani menatapnya sambil meremas ujung bajunya.
"Kamu segera bersihkan kamar milik Pak Ksatria sekarang, karena Pak Ksatria Malik baru pulang dan akan mengunjungi hotelnya ini dan satu lagi harus bersih dan rapi. Jangan lupa itu." Okta berucap penuh penekanan. Dan pergi begitu saja meninggalkan Daysi.
"Galak amat." Daysi menggerutu saat berjalan.
Setelah sampai ruangan pribadi Ksatria Malik. Daysi segera membersihkan seluruh ruangan. Mengganti spray dan lain-lain. Selesai dengan pekerjaannya ia bergegas keluar dari ruangan tersebut.
15 menit kemudian.
Seorang pria tampan berjalan dengan gagah di iringi asistennya. Ksatria Malik di sambut dengan baik dan ramah oleh karyawannya.
Ksatria Malik yang baru saja memasuki ruangan kamarnya, tidak menyukai tampilan yang terkesan suram. Warna yang membuatnya mengingat kejadian kelamnya lalu. Kejadian yang berusaha ia lupakan dalam hidupnya namun sungguh sulit di lupakan. Hanya ada warna putih dan putih, ia benci warna yang seperti itu. Segera Ksatria mengemas semua dengan kasar. Setelah beres Ksatria langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi manager hotel. Ksatria berbicara dengan nada dingin dan tegas. Asisten Galen bahkan tidak berani di situasi saat ini dari pada dapat amukan ia tidak mendekati Ksatria Malik.
Manager hotel yang berada di lantai dasar segera menuju lift dengan buru-buru, sesampainya di depan kamar CEO Ksatria ia mengetuk pintu.
Ksatria yang membuka pintu, langsung melemparkan seprai putih dan lain-lain ke arah managernya. Okta gelagapan dengan tingkah pemilik hotel barusan.
"Permisi Pak, ada apa ini?" Okta kebingungan dengan Ksatria.
"Bukannya kamu sudah tahu jika aku tidak menyukai warna ini, apa kamu tidak bisa mendidik bawahan mu." Ucap Ksatria dengan ketus.
"Maaf kan saya Pak, saya tidak akan mengulangi kecerobohan ini," Okta menundukkan kepala dan memunguti barang-barang yang di lemparkan Ksatria tadi.
"Jika terulang lagi kamu saya pecat, cepat pesankan penggantinya tanpa ada warna putih." Kesatria menutup pintu dengan keras. Ksatria duduk di sofa panjang dan memijat pelipisnya, rasa pusing menghampiri jika mengingat kejadian itu.
"Baik!" Jawab Okta dengan lirih. Di luar ruangan pribadi Ksatria.
"Daysi habislah kamu gara-gara kamu aku hampir dipecat, awas nanti jika bertemu." Batin Okta marah-marah.
Dengan berjalan tergesa-gesa menuju lift dan sampailah di lantai dasar dan langsung memberikannya kepada salah satu bawahannya.
Daysi yang membersihkan toilet.
"Haaacinggg... haacing..., siapa sih yang mengumpat." Gerutu Daisy menggosok hidungnya saat memegang kain pel.
Like dan bintang 5 jangan lupa ya. Terimakasih.
***
Selesai membersihkan toilet Daysi menuju gudang untuk mengambil beberapa keperluan bersih-bersih. Ketika melihat manager Okta ia meletakkan kembali peralatannya. Pak Okta yang membawa banyak barang-barang langsung menyuruh Daysi membantunya.
"Daysi sini, gara-gara kamu kerjanya tidak beres, ini hukumanmu. Datang ke ruangan CEO Ksatria dan gantikan seprainya." Okta melempar beberapa kotak, dengan tiba-tiba ke tubuh Daysi.
Daysi terkejut dengan perlakuan manager hotel tempat ia berkerja.
"Mohon maaf, saya salah apa ya Pak Okta. Sampai-sampai anda membentak saya?" Daisy memberanikan bertanya.
"Gara-gara kamu berkerja tidak becus, saya hampir kehilangan pekerjaan saya. Apa kamu tidak tahu jika CEO Ksatria tidak menyukai warna putih. Jika kamu mengulanginya lagi saya pecat kamu." Ucap tegas Okta.
Daysi hanya menunduk, ia ketakutan saat ini. Perlahan Daysi menuju ruangan CEO Ksatria.
Tok... tok... tok..., Daysi mengetuk pintu.
"Cepat rapikan tempat tidurku, aku mau istirahat." Ksatria duduk di depan tv.
"Ketus banget jadi orang." Gumam lirih Daysi yang masih terdengar jelas di telinga Ksatria Malik.
"Sekali lagi aku mendengar kamu berbicara seperti itu, saya pecat kamu." Ancam Ksatria pada Daysi.
Daysi segera merapikan ruangan Ksatria.
"Permisi Pak, semua sudah selesai. Apa boleh saya kembali berkerja?" Daysi berada di samping Ksatria, berdiri dengan menundukkan kepalanya.
"Sana-sana." Ksatria mengibas-ngibas kan tangannya.
Setelah keluar dari ruangan Ksatria Malik. Daysi mengambil minuman dari tas kecilnya.
"Haus banget, aahh... leganya." Setelah minum air mineral, Daysi segera merapikan bajunya dan mengenakan jaketnya. Jam menunjukkan waktu pulang, karena ia shift pagi.
Ksatria yang masih fokus dengan laptopnya tidak sadar jika jam menunjukkan pukul sebelas malam. Ia segera menutup laptopnya. Dan membaringkan tubuhnya di ranjang tidurnya.
Keesokan harinya.
Suara burung berkicau di luar jendela tempat Ksatria tidur, ia segera bangun dari tidurnya dan membersihkan diri.
Selesai mandi Ksatria mengenakan pakaian rapi dengan jasnya serta dasi kupu-kupu.
"Perfect..." pujiannya pada diri sendiri.
Dengan berjalan elegan ia menuju lantai bawah. Okta yang mengetahui bosnya sudah rapi dan berada di lantai bawah segera menyapanya. "Selamat pagi Bapak Ksatria." Sapanya tersenyum.
"Pagi, siapkan sarapan untukku." Duduk di kursi restoran hotelnya.
Okta mengangguk, ia memesankan makanan kesukaan Ksatria, tanpa ada nasi atau apapun yang berwarna putih. Kecuali air mineral. 15 menit kemudian, makanan sudah sampai di meja Ksatria, para pelayan menyajikan dengan hati-hati.
"Silahkan di nikmati Pak." Okta membungkukkan badan dan langsung pergi.
Ksatria yang baru saja selesai makan di kejutkan dengan suara benturan yang cukup keras. Para karyawan yang mendengar langsung keluar.
"Ada apa ini?" Ksatria langsung menatap tempat kejadian.
Seorang yang sedang mabuk menyerempet karyawannya yang sedang bersih-bersih.
Daysi menahan sakit yang berada di lengan dan kakinya, ia terserempet mobil tersebut. Teman-temannya segera menolong Daysi, dan membopongnya masuk ke dalam ruangan khusus karyawan. Daysi menahan sedikit luka goresan di lengannya, untuk kakinya tidak lecet. Setelah selesai di obati Daysi kembali berkerja dan menuju halaman depan.
Sementara orang yang menabrak hotel Ksatria di bawa polisi, ternyata ia buronan karena mengelapkan uang milik perusahaan. Setelah permasalahan selesai di depan hotelnya, Ksatria membubarkan orang-orang yang masih berkumpul di tempat kejadian.
"Kalian semua cepat bubar." Ksatria segera masuk dan mengelilingi hotelnya. Okta mengikuti Tuan Ksatria yang mengelilingi hotelnya.
Tiba-tiba Ksatria berhenti tepat di tempat istirahat karyawan.
"Ohhh ya Okta, tadi yang keserempet mobil siapa namanya?" berjalan menjauhi area tersebut.
"Namanya Daysi Pak, baru empat bulan berkerja disini. Ada apa ya Bapak?"
"Kenapa di bajunya tidak ada namanya, apa dia tidak berniat berkerja?" Ksatria menuju lift.
"Maaf kan saya, semua karyawan di sini memiliki name tag. Bahkan karyawan baru juga menggunakannya, nanti saya tegur dia Pak." Okta menundukkan kepalanya.
"Jika kamu tidak berniat berkerja disini, segara buat surat pengunduran diri saja." Berjalan menuju ruangannya dan masuk.
Okta hanya diam di tempat.
"Daysiiiiii sudah dua kali ini kamu membuat masalah, kamu harus aku hukum hari ini." Gerutu Okta dalam hati.
Daysi yang sedang bersih-bersih merasakan hidungnya gatal.
"Hhhaaacching... hacing..., aduh siapa lagi sih yang mengumpat." Daysi merapikan tanaman.
Okta segera membalikkan badan dan mencari Daysi. "Dimana Daysi?" Okta menanyai teman Daysi satu profesi.
"Dia ada di teras, membersihkan bunga Pak!" jawab Abang.
Okta langsung menuju tempat yang di sebutkan oleh Abang. "DAYSIII..." teriaknya Okta.
Daysi terkejut. Dan langsung mendekat ke Pak Okta. "Ada apa Pak?"
"Mana name tagmu, gara-gara ulahmu aku hampir hilang pekerjaan. Jika kamu tidak berniat berkerja mengundurkan diri saja." Ucap Okta ketus. Okta mengulangi ucapan Ksatria.
"Ini Pak, saya masukkan di kantong!" Daysi mengeluarkan name tagnya.
"Cepat pakai, jika aku melihat tidak kamu pakai, siap-siap saya pecat kamu." Pergi meninggalkan Daysi. Kemudian mebalikkan badannya.
"Satu lagi sebagai hukuman, kamu kerja lembur hari ini." Okta berjalan pergi.
Daysi segera mengenakannya, ia sering lupa memakainya sebab ia selalu naik turun membersihkan cendela. Membuat Daysi sering menyimpan name tagnya.
"Haaahhhh..., kerja lembur. Padahal hari ini niatnya mau ke panti asuhan. Sudahlah lebih baik aku undur saja kesananya." Segera melanjutkan pekerjaannya.
Ksatria yang dari tadi mengawasi CCTV cukup heran dengan gadis bernama Daysi.
"Ada-ada saja, terlihat di tegur seperti itu masih bisa ceria saat bersih-bersih. Memang unik." Ksatria langsung menutup laptopnya.
Ksatria keluar dari ruangannya dan menuju area parkir mobil, ia masuk mobilnya.
_ _ _
Seorang wanita menunggunya di restoran. Dengan melambaikan tangannya. Ksatria segera menghampirinya.
"Maaf menunggu lama. Sudah pesan makanan?" Ksatria mengeser duduknya di depan gadis itu.
"Baru minum saja, oh ya. Apa kamu punya waktu minggu ini?" Lady menggengam tangan Ksatria. Tapi Ksatria segera menariknya.
"Punya, mau pergi kemana?" Ksatria melambaikan tangannya untuk memesan makanan.
"Nanti aku kabari tempatnya, emmm Ksatria kapan kamu berencana melamarku?" Lady terang-terangan menanyai Ksatria.
"Aku tidak bisa, bukannya kamu tahu jika kamu bukan satu-satunya wanita yang aku miliki!" jawab Ksatria santai.
"Tapi aku juga butuh kepastian Ksatria, orangtuaku menanyai hubungan kita." Lady mengenggam tangan Ksatria.
"Aku tidak bisa, carilah yang mau kamu ajak ke pelaminan Lady!" Ksatria menarik tangannya dan menuju kasir.
"Ksatria tunggu..." Lady mengikuti Ksatria.
Saat Ksatria berada di parkiran, ia berhenti sebelum naik mobilnya.
"Ada apa lagi?"
"Untuk minggu depan bagaimana?" menatap wajah Ksatria.
"Kita lihat saja, jika kamu mengulangi pertanyaan konyolmu tadi saat di restoran. Aku tidak mau bertemu lagi." Ksatria segera masuk mobil dan melajukan kendaraannya.
"Ksatriaa... akan aku buat kamu menyesal menolakku." Ancam Lady masuk kedalam mobilnya.
Ksatria yang berada di dalam mobil memijat pelipisnya. Suara deringan ponsel terdengar. Ksatria segera mengangkat ponselnya.
"Iya..., hallo. AAPPAAA..."
"Iya..., hallo. APA." Ksatria segera memutarkan laju mobilnya.
Ksatria menuju RS. Dengan langkah tergesa-gesa ia mencari adiknya setelah bertanya kepada resepsionis. Begitu hancur hatinya melihat selang infus dan oksigen menempel pada tubuh adik semata wayangnya.
Tubuh Ksatria merosot dunianya seakan hancur untuk kedua kalinya, setelah ia kehilangan orangtuanya dua puluh tiga tahun yang lalu.
Dokter yang baru memeriksa adiknya keluar dari ruangan tersebut. Ksatria langsung menghampiri Dokter tersebut.
"Dok bagaimana keadaan adik saya Dok?"
"Adik anda harus segera dioperasi, jika tidak adik anda bisa kehilangan nyawanya!" Ucap Dokter dengan tersenyum.
"Apa tidak ada solusi Dok, untuk adik saya?" Ksatria hawatir dengan adiknya.
"Jalan satu-satunya hanya mencari pendonor yang cocok, apa anda memiliki kenalan atau saudara yang bersedia mendonorkan salah satu ginjalnya?"
"Saya tidak punya Dok!" Ksatria pusing memikirkan siapa yang bisa menolong adiknya.
Ksatria sengaja berbohong ke Dokter jika dia tidak memiliki family lain. Jika sampai family lain tahu jika ia memiliki seorang adik yang masih hidup, pasti kehidupan adiknya akan selesai saat ini juga.
"Saya harap anda segera mencari pendonor yang tepat, lebih cepat lebih baik. Kalau begitu saya permisi dulu." Pamit Dokter itu.
Ksatria masuk ruangan adiknya, bodyguard Ksatria berjaga-jaga di luar ruangan dan area parkir. Ksatria menggunakan bodyguard dengan pakaian santai, agar tidak ada yang curiga jika ia orang-orang Ksatria.
Ksatria menatap adiknya yang berbaring di ranjang RS. Mengusap lembut pipi dan dahinya.
"Cuuppp..., cepat sembuh. Aku akan mencarikan pendonor untukmu secepatnya. Kakak janji." Ksatria segera keluar ruangan rawat adiknya.
Di lain tempat, yaitu lebih tepatnya panti asuhan Cinta Anak. Kebakaran hebat terjadi dini hari sebelum Subuh.
Para anak-anak dan orang yang merawat dan mendidik anak-anak panti segera menyuruh semua pergi ke lapangan jauh dari area kebakaran. Semua menangis tempat mereka berteduh dan hidup, habis di lahab si jago merah, bahkan ada sebagian pingsan di lapangan. Semua penghuni panti selamat hanya tempat tinggal yang terbakar.
Mobil pemadam kebakaran segera datang, namun naas semua sudah rata di lahap si jago merah. Isak tangis masih terdengar.
Pagi hari.
Daysi yang berniat mengunjungi panti asuhan hari ini seketika lemas sesampainya di sana.
"Kenapa semua habis, bagaimana keadaan mereka?" Daysi segera mencari semua orang yang ada di panti. Melihat ada satu anak yang keluar dari Masjid dekat panti asuhan, Daysi segera melajukan kendaraannya menuju Masjid Agung.
Daysi segera memarkirkan motornya ke sebelah Masjid tersebut. Dan segera ambil wudlu dan masuk Masjid.
"Assalamualaikum Umma." Daysi menyalami Umma semua yang ada di dalam Masjid. Ada tiga pengasuh panti asuhan perempuan dan dua laki-laki. Yang biasa Daysi panggil Abi.
"Waalaikumsalam," Jawab semua orang yang berada di dalam Masjid.
Daysi duduk di sebelah Umma Inayah.
"Umma, kenapa bisa terjadi Umma?" Daysi bersedih.
"Ini cobaan Daysi dan untuk sementara kami di sini, untuk berteduh Daysi. Nak apa bisa kamu membantu membangun tempat berteduh adik-adikmu?" Umma Inayah berharap Daysi bisa membantu, sebab anak panti yang paling besar dan sudah berkerja hanya Daysi.
Walaupun Daysi tidak tinggal di panti asuhan sejak tamat SMA. Tetapi bagaimana pun ia pernah tinggal di panti Asuhan, sejak ia berumur duabelas tahun.
"Apa yang harus aku lakukan, aku juga tidak memiliki uang sebanyak itu untuk membantu." Gumam Daysi dalam hati.
Daysi melihat ke arah anak-anak yang bersedih. Dan sebagian mengaji. Air mata Daysi menetes.
"Umma, Daysi akan usahakan meminta bantuan atasan Daysi. Semoga bisa membantu Umma." Daysi memeluk Umma Inayah.
Umma Inayah dan yang lainnya bersyukur memiliki Daysi di kehidupannya. Selain sering membantu Daysi juga baik dan sopan.
Daysi berpamitan kepada Umma dan Abi.
Di hotel.
Daysi segera mengisi data kehadiran.Tittt... suara alat untuk data kehadiran.
"Untungnya tidak terlambat masih kurang sepuluh menit, aku harus segera berganti pakaian. Nanti jika bertemu Pak Okta aku akan membicarakan masalah ini." Daysi segera memakai seragam kebesarannya sebagai cleaning servis.
Ksatria yang baru datang langsung memasuki area hotelnya. Melihat sekeliling apa ada permasalahan di hotelnya.
Okta segera menyambut kedatangan Ksatria.
"Selamat pagi Bapak Ksatria." Sapanya dengan sopan.
"Pagi," tanpa tersenyum. "Okta, tolong kamu suruh semua karyawan hari ini checkup darah." Ksatria menelpon Dokter kepercayaannya untuk datang ke hotelnya.
"Ada apa ya Pak, kenapa tiba-tiba semua karyawan di suruh checkup?" Okta bertanya memastikan.
"Sudah kamu kumpulkan saja. Tidak usah banyak bertanya!" Ksatria duduk di kursi lobby.
"Semoga ada yang cocok salah satunya." Gumam Ksatria dalam hati.
Dokter suruhan Ksatria sudah sampai setelah sepuluh menit perjalanan, segera ia memasuki ruang khusus check up yang ada di hotel.
"Ada apa sih, kenapa kita di suruh checkup, bahkan yang libur dan shift malam di suruh datang." Ucap salah satu karyawan, yang bercakap-cakap dengan karyawan lainnya.
Daysi hanya diam saja, selama berkerja ia hanya memiliki dua teman yaitu Abang dan Lilis. Setelah semua karyawan di checkup Ksatria menunggu hasilnya.
"Bagaimana ada yang cocok." Ksatria melihat data-data yang di berikan oleh Dokter tersebut.
"Gadis ini. Apa dia mau?" Ksatria berpikir keras.
"Hanya dia saja yang cocok dengan golongan darah adikmu Tuan!" Jawab Dokter Ano.
***
Daysi yang bertemu dengan Okta langsung mendekatinya.
"Pak Okta permisi. Apa saya boleh berbicara sebentar dengan Anda?" Tanya Daysi, saat Okta akan masuk ke ruangannya.
"Ada apa? Masuk dulu jika penting!" Okta membuka pintu dan Daysi mengikutinya dari belakang.
Terjadi keheningan saat Daysi menceritakan permasalahan di panti asuhan. Okta hanya diam saja binggung juga harus bagaimana. Daysi ingin meminjam uang sebanyak itu. Sekitar seratus juta lebih.
"Coba kamu pinjam...," belum selesai berbicara. Suara deringan ponsel Okta berbunyi. Tertera nama CEO Ksatria di ponsel tersebut.
"Ya hallo Pak Ksatria. Ada apa?" Jawab Okta.
"Kamu suruh Daysi masuk ruangan saya sekarang. Penting." Ucap Ksatria langsung mematikan ponselnya.
Ttttuuuuutttt....
Okta mengerutkan alisnya. Dan langsung menatap Daysi.
"Kamu pergilah ke ruangan CEO Ksatria sekarang." Perintah Okta.
"Ada apa ya Pak?"
"Saya tidak tahu, cepat pergilah. Jika tidak segera kesana, jangan salahkan saya jika kamu di pecat!" Okta berucap dengan tegas.
"Baik Pak saya segera kesana, permisi." Daysi segera keluar dari ruangan Okta.
"Ada apa sih sebenarnya, ko aku punya firasat buruk sih." Resah Daysi dalam hati.
Sesampainya di depan ruangan Ksatria, Daysi mengetuk pintu.
TTOOKK... TTOOKK....
"Permisi Pak, ini saya Daysi. Apa saya boleh masuk?" Daysi berhati-hati saat berbicara.
"MASUK."
"Ada apa ya Bapak memanggil saya?" Daysi masih berdiri di depan meja Ksatria.
"Duduk!" Ksatria memberikan sebuah lembaran hasil checkup tadi.
"Ini, maksudnya apa Pak?"
"Jika kamu bersedia mendonorkan salah satu ginjal kamu. Saya akan membantu panti asuhan yang sering kamu kunjungi itu!"
Ksatria yang sudah tahu jika tempat itu adalah tempat Daysi dulu tinggal dari anak buah yang ia suruh mencari informasi tentang Daysi.
"Tapi...," Daysi berpikir keras.
"Waktumu cuma hari ini Daysi, pilihanmu cuma satu jawab iya." Ksatria mengancam Daysi.
Daysi sudah tidak ada pilihan, jalan satu-satunya hanya ini. Daysi masih teringat dengan kesedihan dan tangisan anak-anak yang ada di panti serta Umma dan Abi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!