NovelToon NovelToon

Cinta Suami Pengganti

Satu

"Aaa ..."

Seorang wanita tengah menggunakan gaun pengantin berwarna putih sedang berteriak, napasnya memburu tidak menentu. Deviana Lestari melemparkan ponselnya hingga terbelah menjadi beberapa bagian.

Ceklek!

Ketika pintu terbuka, Agung heran karena kakak perempuannya sudah duduk dilantai dengan kondisi menangis.

Agung pun berlari kecil menghampiri perempuan itu. "Kakak kenapa?"

"Emir ... Dia membatalkan pernikahan kami."

"Ha!" Agung kaget mendengar pengakuan dari kakaknya. Seharusnya dalam satu jam ke depan kakak perempuannya akan melangsungkan pernikahan dengan Syemir Pahlevi.

"Agung, Ana. Ada apa ini?"

"Mama." Deviana menangis sesenggukan. "Emir, Ma. Hiks ... Emir membatalkan pernikahan kami, Ma."

"Batal gimana?" tanya Kamal orang tua Deviana dan Agung.

Ambar memeluk putrinya, dia juga heran dengan pengakuan anak pertamanya itu.

"Emir ... Dia menikah dengan perempuan lain." ungkap Deviana dengan air mata yang masih menetes.

"Kurang ajar! Beraninya dia main-main dengan keluarga kita." Ucap Kamal.

"Terus gimana ini, Mas?" tanya Ambar. "Gimana dengan tamu-tamu undangan. Mereka udah nunggu dari tadi."

"Aku akan bicara dengan keluarga mereka."

Kamal pun mencoba menghubungi keluarga pihak pengantin laki-laki. Dia tidak terima jika keluarganya akan mendapatkan malu gara-gara ulah Syemir Pahlevi.

[] [] []

Sementara ditempat lain keadaan juga kacau, tidak ada yang tau kemana perginya Syemir. Dia sama sekali tidak memikirkan perasaan keluarganya.

"Abang kamu ini dari dulu nggak pernah berubah. Selalu merepotkan orang tua."

"Kamu nggak tau Emir pergi kemana?" tanya Putri pada anak keduanya.

"Enggak, Mi. Syafiq cuma dapat pesan singkat dari Emir dengan poto pernikahannya."

Andro sedang mondar mandir di dalam kamar pengantin. Dia sudah tidak tau lagi harus berbuat apa.

Dalam pikirannya sekarang mungkin kekerabatan dengan keluarga pihak perempuan akan terputus begitu saja setelah kejadian yang dibuat oleh anak pertamanya.

Seorang wanita duduk termenung memikirkan putra pertamanya. Dia masih tidak menyangka kalau Syemir Pahlevi akan mempermalukan keluarganya.

"Mas ... Tiga panggilan tak terjawab dari Mas, Kamal."

Andro pun menghampiri istrinya yang duduk di ranjang. Kemudian ia menghubungi calon besannya itu. "Assalamualaikum ..."

"Ndro, ini cara kamu memperlakukan keluarga kami?" tanya Kamal di seberang sana. "Kalau anakmu tidak mau menikah, harusnya dia bilang dari awal. Jangan kabur begitu aja."

"Kamal ... Kami minta maaf, kami sendiri nggak tau kalau ini akan terjadi."

"Omong kosong! Kalian tau, tamu undangan sudah menunggu lama. Kemana harga diri kami kalian buat. Gara-gara anak kalian, kami harus menanggung malu."

"Aku minta maaf atas apa yang dibuat oleh Emir."

"Maaf keluarga kalian nggak ada gunanya. Sekarang Ana lagi nangis. Kami nggak tau lagi menghadapi tamu undangan sebanyak itu. Gara-gara anak mu—"

"Kamal! Satu-satunya cara supaya keluarga kamu dan keluarga ku nggak malu. Aku bersedia menikahkan Syafiq untuk Ana."

"Ayah." Lirih Syafiq mendengar obrolan orangtuanya itu.

Andro memberikan kode kepada putranya agar lelaki itu terdiam. Terlihat Syafiq memijit pelipisnya.

"Oke ... Mau tidak mau, kita harus melakukan ini."

"Baik ... Setengah jam lagi kami sampai." Ucap Andro percaya diri.

Sambungan telpon akhirnya terputus, Syafiq pun menghampiri lelaki dewasa itu. "Ayah nggak bisa gitu dong. Emir yang buat ulah kenapa Syafiq yang jadi korban."

"Fiq ... Ayah mohon sama kamu, ini semua demi kebaikan kita bersama."

"Kebaikan bersama atau kebaikan perusahaan Ayah?"

"Fiq! Jangan ngomong gitu sama Ayah kamu, nggak baik." Ucap Putri.

"Tapi, Mi—"

"Syafiq ... Ayah memohon sama kamu, tolong Ayah, Nak ... Ayah nggak pernah meminta sesuatu sama kamu, kali ini Ayah memohon."

"Ayah ... Fiq punya pilihan lain."

"Fiq ... Apa perlu Ayah bersujud di depan kamu."

"Mas," lirih Putri.

Saat Andro hendak bersujud di depan anaknya. Segera mungkin Syafiq melarang pergerakan lelaki itu. Syafiq memeluk erat orangtuanya. "Maafin Fiq, Ayah ... Fiq nggak bermaksud egois."

"Tolong Ayah, Nak."

"Baik, Ayah. Syafiq bersedia."

[] [] []

"Emir ... Kamu main-main sama aku, baiklah. Adikmu akan menanggung semua perbuatan-perbuatan mu." Batin Deviana.

Deviana pun beranjak dari pelukan sang ibu. Kemudian ia berdiri menatap kedua orangtuanya dan juga adik lelakinya.

"Ana setuju menikah dengan Syafiq."

"Alhamdulillah," ucap Kamal dan istrinya.

"Kamu rapikan rambut dan bajumu. Mama sama Papa mau keluar dulu melihat tamu undangan." ucap Ambar.

Pasangan suami istri itu meninggalkan kedua anak mereka di dalam kamar pengantin.

"Kak ... Kakak jangan membuat keputusan dengan tergesa-gesa."

"Enggak, Gung ... Emir akan mendapatkan balasan dari Kakak."

"Maksud Kakak apa?" Tanya Agung kebingungan.

"Kakak akan balas dendam kepada kepada Emir melalui Syafiq."

"Jangan bodoh, Kak. Bang Syafiq nggak tau apa-apa tentang ini."

Dengan air mata yang masih menetes, Deviana tersenyum miring menatap adik laki-lakinya. "Mereka itu saudara ... Nggak mungkin Syafiq nggak mengetahui kelakuan Emir."

"Kalaupun Bang Syafiq tau tentang keburukan Bang Emir, tetap sama aja, Kak! Bang Syafiq nggak ada kaitannya dengan permasalahan Kakak saat ini."

"Diam ... Kamu cuma anak kecil!"

Agung melihat Deviana mengepalkan tangannya. "Tunggu aja Emir, kamu salah karena sudah mempermainkan aku."

[] [] []

Raut wajah dari beberapa orang yang tadinya panik kini kembali tersenyum bahagia. Tapi tidak dengan Deviana dan Syafiq, keduanya tidak menginginkan pernikahan ini.

Tidak akan lama lagi pernikahan dadakan antara Deviana dan Syafiq akan terjadi. Para tamu undangan sama sekali tidak tahu bahwa pernikahan itu adalah sesuatu yang sudah tidak diinginkan lagi.

Awalnya Devina memang sengaja tidak mengundang para teman-temannya untuk membuat surprise bahwa dia sudah menikah. Ada untungnya dia melakukan hal itu jadi para rekan-rekan dari Deviana tidak mengetahui bahwa pengantin pria yang sesungguhnya sudah lari dengan wanita lain.

"Aneh ya! Kok baju pengantinnya nggak serasi. Satu pakai gaun putih, satu lagi pakai batik seperti mau kondangan aja."

"Mungkin mereka tidak mau ribet. Apa adanya." timpal seseorang yang hadir di acara pernikahan itu.

"Nggak mau ribet gimana? Pak Kamal dan Pak Andro 'kan orang terpandang. Masak baju pengantin aja beda."

"Ah, udahlah. Nggak baik ngomongin orang."

Begitulah kira-kira obrolan dari beberapa tanu undangan. Banyak sekali yang membicarakan kedua belah pihak keluarga itu dari belakang.

Kedua pengantin sudah berada di tempat yang tersedia. Bukan hanya Deviana, Syafiq pun enggan untuk menatap perempuan yang akan menjadi istrinya.

Begitu Kamal menyodorkan tangannya, dengan terpaksa Syafiq meraih telapak tangan orang tua Deviana Lestari.

"Bismillahirrahmanirrahim, Syafiq Mahadewa."

"Saya, Pak." Sahutnya.

"Syafiq Mahadewa bin Andro Siswanto, saya nikahkan dan kawinan engkau dengan putri saya Deviana Lestari binti Kamal Triyadi dengan mas kawin uang sebesar delapan ratus juta dibayar tunai!"

"Saya terima nikah dan kawinnya Deviana Lestari binti Kamal Triyadi untuk saya dengan mas kawin uang sebesar delapan ratus juta. Tunai!"

Akhirnya kedua pengantin sudah sah menjadi sepasang suami istri. Sepanjang pesta berlangsung Deviana sibuk dengan dirinya sendiri, pun dengan Syafiq yang tidak mau tahu tentang wanita itu.

"Emir! Kenapa aku selalu menjadi kambing hitam mu. Setiap hal buruk yang kamu lakukan selalu imbasnya ke aku." Ucap Syafiq. "Dan sekarang hidupku benar-benar hancur karena mu."

Syafiq meneteskan air matanya, nasib yang ia jalani memang rumit. Saudaranya yang bermasalah dia yang mendapatkan imbasnya.

"Bang."

"Siapa kamu?" Tanya Syafiq.

"Agung, adik ipar Abang."

Pria berusia sembilan belas tahun itu mencium punggung tangan Syafiq.

"Nggak perlu begitu."

"Menghormati Abang ipar." Sahut Agung tersenyum simpul. "Hati-hati sama Kakak ya."

Syafiq mengernyitkan keningnya. "Maksud kamu?"

"Aku tau pernikahan ini tidak diinginkan. Aku cuma mau bilang aja, Kakak ada niat buruk untuk Abang."

"Ha!" Syafiq semakin tidak mengerti dengan penuturan adik iparnya.

"Gini, Bang ... Kakak sakit hati sama Bang Emir, dia mau membalasnya melalui Abang."

"Balas dendam ... Masih jaman ternyata," ucap Syafiq terkekeh geli.

Dua

Ceklek!

Pintu kamar mandi terbuka lebar, Deviana memandangi seorang laki-laki yang tengah termenung di balkon kamar tidur. Bukannya menyapa dia bahkan langsung naik ke atas ranjang.

Syafiq menoleh ke dalam kamar ketika terdengar suara pergerakan dari seseorang. Dia menghampiri wanita itu untuk mengajaknya mengobrol.

"Ana."

"Syafiq diam! Kamu harus ingat, aku melakukan ini semua karena nggak mau membuat orang tua ku malu."

"Kamu pikir aku—"

"Ya ... Aku memang berpikir kalau kamu dan Emir sedang mencoba mempermainkan aku."

Syafiq menggelengkan kepalanya, ia semakin mendekati Deviana.

"Cukup! Jangan melangkah lagi." Larang Deviana. "Kamu harus ingat, di depan semua orang kita suami istri. Tapi ketika sedang berdua, kita adalah musuh."

Syafiq mengerutkan keningnya. "Ha! Aku bahkan nggak kepikiran untuk menganggap kamu sebagai musuhku."

"Oh, ya? Bagus sekali drama yang kalian lakukan saat ini."

"Ana—"

"Diam! Pernikahan kita cuma di atas kertas. Tidak ada malam pertama, tidak ada anak, tidak ada cinta."

"Kamu tau nggak ucapan kamu itu sama dengan menghina keistimewaan ijab kabul."

"Syafiq, Syafiq! Kamu berharap apa dengan pernikahan kita ini?" tanya Deviana. "Malam pertama?"

Deviana tersenyum miring ke arah lelaki itu. "Kamu salah Syafiq ... Aku tidak ikhlas melihat Emir bahagia. Dengan begitu aku akan balas dendam kepada saudara mu melalui kamu!"

Tatapan Deviana begitu tajam kearah Syafiq. Laki-laki itu mencoba untuk tenang dalam kondisi seperti ini. Kalau mengikuti kata hati, malam ini juga dia bisa menceraikan istrinya.

"Aku akan pastikan kamu sendiri yang akan memintaku."

Deviana tersenyum miring, dia pun menarik selimut dan menutup seluruh tubuhnya. "Jangan mimpi! Jangan tidur di tempat ku. Silakan tidur dibawah ataupun di luar kamar."

Syafiq mengerjapkan matanya. Rasanya sakit sekali setiap kalimat yang dilontarkan oleh gadis itu.

Tetapi dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Dia juga bertekad untuk membuktikan pada Syemir Pahlevi bahwa pernikahan mereka ini akan berjalan dengan lancar.

[] [] []

Menjelang pagi hari Deviana terbangun lebih dulu. Betapa kagetnya dia melihat seorang pria tertidur tepat di sampingnya. Bahkan mereka tidak ada jarak sama sekali.

"Syafiq!"

Bugh!

Sungguh tega Deviana menendang pria itu hingga Syafiq terjatuh ke lantai. Syafiq terbangun dari tidurnya akibat ulah Deviana.

"Kurang ajar kamu. Kamu mau macam-macam sama aku?"

"Ana ... Jangan samakan aku dengan Emir. Aku masih ingat dengan perkataan mu dan janji ku ... Aku tidak akan pernah menyentuh mu sampai kamu sendiri yang akan memintanya."

Syafiq kembali memalingkan wajahnya ketika ia dilempar oleh wanita itu menggunakan bantal. "Jangan harap kamu akan mendapatkannya. Aku benci kamu Syafiq, aku benci keluarga kalian."

Syafiq berlalu pergi begitu saja, waktu subuh sudah beberapa menit berlalu. Dia harus segera melaksanakan sholat seperti biasa.

Sepanjang Syafiq sholat, Deviana menangis sesenggukan. Dia masih belum terima atas kejadian yang sudah membuat hidupnya hancur.

"Lebih baik kamu menangis dalam posisi sholat. Mungkin itu akan lebih baik."

"Diam kamu!"

Bugh!

Lagi-lagi Deviana melemparkan bantal pada pria itu hingga peci yang dikenakan oleh Syafiq terlepas.

"Kamu tau, Ana ... Walaupun kamu membenci pernikahan kita. Kamu akan tetap mendapat dosa karena sudah melakukan itu kepadaku."

"Ah ... Aku benci keluarga kalian."

"Aku akan berdoa pada Allah agar kamu tidak mendapatkan dosa setelah melakukan kekerasan pada ku."

"Kamu dengerin aku ... Sampai aku berhasil menghancurkan keluarga kalian. Aku akan meminta cerai dengan kamu."

"Dan akan aku pastikan, kata cerai tidak akan pernah terwujud dalam hidup mu."

[] [] []

Makan pagi sedang berlangsung, Syafiq sama sekali tidak merasa dia sedang berada di tempat asing. Dikarenakan Ambar memberikan perhatian padanya dengan menyiapkan makanannya.

"Ana ... Kamu jangan kurang ajar sama Syafiq."

"Maksud Mama apa?"

"Kamu pikir Mama nggak tau tadi pagi kamu bentak-bentak Syafiq. Kamu harus ingat, Syafiq adalah suami kamu saat ini."

"Enggak! Kalau Ana nggak memikirkan tentang harga diri Mama sama Papa di depan orang-orang, Ana nggak akan pernah menerima laki-laki ini."

"Deviana! Dengan kamu bersikap seperti ini, sama aja kamu sedang mempermalukan Papa dan Mama di depan suami mu."

"Dia bukan suami ku!"

"Ana!!!"

"Mas." Lirih Ambar saat suaminya berdiri. "Duduk."

Deviana mendorong piringnya ke depan, dia pun segera berlalu pergi dan tidak jadi sarapan pagi.

"Syafiq ... Kami bermasalah dengan Emir, bukan dengan kamu ... Jadi kalau Ana kurang ajar seperti tadi, kamu bisa ajarkan dia cara menjadi istri yang baik."

"Pa, Ma ... Agung mau ngomong sesuatu."

Keduanya menatap anak lelaki mereka.

"Sebenarnya kemarin Kak Ana bilang, dia akan balas dendam dengan Bang Emir melalui Bang Syafiq."

Ambar dan Kamal saling memandang, sikap anak perempuan mereka itu memang sangat keras kepala. Akan sulit rasanya jika dinasehati dalam keadaan yang sudah berantakan ini.

"Selanjutnya kamu akan ngapain?" tanya Kamal.

"Hari ini Fiq mau pulang ke rumah sebentar."

"Bawa istri kamu sekalian. Dendamnya dengan Emir, jadi dia nggak boleh mengabaikan kamu karena kalian sudah suami istri."

"Nggak apa-apa, Pa ... Fiq tau ini semuanya bukan kemauan kita. Fiq juga nggak mau memaksa Ana."

"Kalau Abang nggak keras sama Kakak. Kemungkinan besar Kakak akan menginjak-injak harga diri Abang." Sambung Agung.

Syafiq terdiam tanpa berkata apa-apa, penuturan dari adik iparnya memang sangat betul. Tetapi dia harus bisa meluluhkan gadis itu, barulah dia bisa mengajarkan kebaikan pada Deviana.

"Abang ada kerjaan nggak?" tanya Agung.

"Ada."

"Oh, ya udah lah."

"Kenapa?" tanya Syafiq sekilas memandang Agung.

"Aku rencana mau ajak Abang futsal."

"Sore boleh, tapi kalau pagi sampai siang Abang nggak bisa."

"Kalau malam?" tanya Agung. "Jadwal yang aku booking malam hari."

"Lebih bisa lagi." Sahut Syafiq.

"Oke ... Berarti nanti malam ya, Bang. Biar aku kabarkan sama temen-temen."

"Siap."

Kembali mereka melanjutkan makan pagi. Agung sangat senang dengan kehadiran Syafiq, tidak seperti Syemir yang selalu banyak alasan ketika diajak untuk lebih dekat lagi.

Ambar dan Kamal sangat senang karena Agung tidak ikut-ikutan membenci laki-laki itu. Bahkan sebaliknya mereka berdua terlihat begitu akrab sekali.

"Abang 'kan mau pulang. Aku ikut, minta tolong nanti singgah di kampus."

"Boleh dong."

"Berarti kamu nggak mau ajak Ana sekalian?"

"Nggak usah, Ma. Nanti yang ada dia malah marah lagi."

"Ya sudah ... Janji sama kami jangan pernah ada kata cerai dalam pernikahan kalian. Mama nggak mau karena keegoisan Ana, dia menjanda dengan alasan yang nggak masuk di akal."

"Mama sama Papa tenang aja ... Jujur, Fiq juga masih belum percaya dengan semua ini. Tapi Fiq yakin ini adalah ketentuan Allah. Dia sudah menakdirkan Syafiq dengan Ana."

Pasangan suami istri itu merasa senang, keputusan mereka menikahkan Deviana dengan Syafiq sudah sangat benar. Terlihat dari cara Syafiq berbicara memang dia sangat berbeda dengan Syemir Pahlevi.

Tiga

Syafiq pulang ke rumah berniat untuk mengambil beberapa bajunya. Hanya ibunya ada di sana karena orang tua lelakinya sudah pergi ke kantor.

Sebelum itu Syafiq duduk di sofa termenung memikirkan kehidupannya. Dia masih belum terima dengan apa yang telah terjadi kepadanya. Apalagi mengingat kata-kata dari Agung, bahwa istrinya itu akan membuatnya hancur karena ulah Syemir.

"Syafiq."

"Eh, Umi ... Lagi ngapain, Mi?" tanya Syafiq.

"Baru selesai nyuci piring." Putri duduk tepat di samping putranya, sejenak dia mengelus kepala Syafiq. "Lagi mikirin apa?"

"Nggak mikirin apa-apa, Mi."

"Istri kamu kemana? Nggak di ajak sekalian?"

"Enggak, Mi."

"Semuanya baik-baik aja 'kan?" Putri menatap anaknya begitu dalam, raut wajah dari Syafiq sangat terlihat bahwa pria itu sedang banyak beban pikiran.

"Dibilang baik juga enggak, Mi. Umi sendiri tau ini pernikahan terpaksa."

"Jangan ngomong gitu ... Umi dan Ayah bangga sama kamu, kamu nggak pernah mengecewakan kami."

Syafiq celingak-celinguk memperhatikan sekeliling mereka. "Emir mana?"

"Dia belum pulang ... Kami udah coba menghubungi dia, tapi nggak ada jawaban apapun."

"Lho ... Terus Ayah ke kantor sendiri dong."

"Ya mau gimana lagi."

Syafiq menghembuskan napasnya dengan kasar. "Ya udah deh ... Syafiq siap-siap dulu, kasian Ayah sendiri kerja."

"Nggak usah, Fiq ... Ayah kamu juga bilang tadi kalau kamu nggak perlu ke kantor dulu."

Syafiq mengernyitkan keningnya.

"Kami mau kamu sama Ana mengobrol lebih dalam dulu. Supaya kalian saling mengenal satu sama lain."

"Nggak ada yang perlu kami bicarakan lagi, Mi. Biarkan pernikahan ini berjalan dengan sendirinya."

"Maafin kami ya. Kamu pasti kecewa sama kami."

"Udahlah, Mi ... Ini semua juga bukan kesalahan Umu ataupun Ayah. Bahkan Syafiq nggak kepikiran untuk menyalahkan Emir. Ini semuanya takdir."

"Nanti kalau ada apa-apa dengan rumah tangga kamu bilang sama kami ya."

"Nggak usah khawatir, Mi. Semuanya akan baik-baik aja kok."

[] [] []

Ditempat lain seorang wanita sudah berpakaian rapi, banyak sekali hal yang menggangu pikirannya. Wanita itu harus pergi berjalan-jalan untuk menghilangkan stresnya.

Begitu Deviana keluar dari dalam kamarnya, gadis itu bertatapan dengan ibunya yang sedang duduk di sofa. Dengan perlahan Deviana melangkah kearah pintu depan.

"Mau kemana kamu, Ana?"

"Keluar, Ma. Jalan-jalan," jawab gadis itu.

"Ana ... Kamu jangan macam-macam diluar, ingat kamu sekarang udah jadi istri orang."

"Ana ingat kok, Ma. Bahkan Ana juga ingat kalau pernikahan ini cuma pemaksaan."

"Ana!"

Ambar berdiri menatap anak perempuannya yang sudah hendak keluar dari dalam rumah.

"Kamu masih marah sama kami karena pernikahan kamu dengan Syafiq?"

"Udahlah, Ma. Pernikahan udah terjadi, itu yang kalian mau."

"Ana ... Kamu harus belajar melupakan Emir, sekarang Syafiq adalah suami kamu yang sah."

"Tanpa Mama bilang Ana memang udah melupakan Emir. Tapi sakit hati Ana sama laki-laki itu nggak akan Ana lupakan."

"Mami mohon Ana. Jangan dendam dengan orang lain sayang. Kamu nggak akan bahagia kalau memiliki dendam di hati."

"Dari kemarin kebahagiaan Ana memang udah hancur."

"Ana, terima Syafiq dengan baik sayang."

"Udahlah, Ma. Ana pergi dulu."

Deviana melenggang pergi dari hadapan ibunya. Ambar khawatir dengan pengakuan dari anak laki-lakinya bahwa Deviana akan membalas dendam pada Syafiq demi memenuhi sakit hatinya dengan Syemir.

[] [] []

"Sayang, bangun."

"Hmmm ..."

Syemir masih tertidur hingga saat ini, rasanya sangat lelah sekali setelah melewati malam panjang bersama istrinya.

"Hei, bangun. Katanya mau pulang hari ini," ucap perempuan itu mengelus-elus kepala Syemir.

Luna masih mengenakan handuk kimono di tubuhnya, dia pun baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Wanita itu mencoba untuk mengangkat tubuh Syemir agar lelaki itu segera bangun.

"Bangun sayang. Udah jam sepuluh tau."

Syemir pun membuka matanya menatap sang istri, ia menampilkan senyuman manisnya pada wanita itu. "Kenapa hm?" tanyanya.

Dengan perlahan Syemir duduk menghadap wanita itu, ia menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya saat ini. Tangan lembut Luna mengelus pelan lengan suaminya.

"Gimana tidurnya, nyenyak?"

Bukannya menjawab, Syemir malah senyum-senyum sendiri sambil terus menatap sang istri.

"Ngapain senyum-senyum?" tanya Luna malah malu-malu.

"Makasih ya buat tadi malam."

"Iya ... Sekarang kamu mandi, katanya mau ngajak aku pulang ke rumah."

"Eummm ... Menurut kamu waktunya udah pas nggak kalau hari ini aku bawa kamu pulang ke rumah?"

"Aku sih ngikutin kamu aja. Kalau kamu rasa belum siap, aku nggak apa-apa kok."

Syemir menghembuskan napasnya dengan perlahan, kemudian ia memajukan wajahnya kearah wanita itu.

"Mau ngapain?" tanya Luna mendorong dada Syemir.

Lelaki itu malah memberikan senyuman nakalnya.

"Udah, udah. Mendingan kamu mandi sekarang, aku mau masak dulu."

"Hmmm ... Oke sayang."

[] [] []

Sama seperti dulu-dulu, Deviana terlalu mandiri untuk semua hal, apalagi dalam hal kecil seperti jalan-jalan. Sudah biasa ia melakukannya, bahkan sampai ke luar negeri pun ia jalani sendirian tanpa adanya teman. Tidak ada yang menarik untuk saat ini kecuali jalan-jalan membahagiakan diri sendiri.

Deviana yang tadinya bahagia sekarang malah ingin segera pergi dari tempat itu. Dia melihat mantan calon suaminya jalan dengan seorang wanita.

"Emir!!!"

Pemilik nama pun membalikkan tubuhnya, begitu juga dengan seorang wanita yang ada di sampingnya.

"Ana, Mas."

Luna menggenggam lengan suaminya. Melihat posisi itu Deviana menghampiri keduanya.

Plak!

Di keramaian pusat perbelanjaan Deviana menampar wajah Syemir. Dia tidak terima dengan perlakuan laki-laki itu.

"Ngapain kamu nampar suami aku?"

"Diam! Aku nggak ada urusan dengan kamu." Ucap Deviana dengan tegas. "Tega kamu, Emir. Kamu lari di hari pernikahan kita. Apa kamu nggak mikirin gimana aku?"

"Ana, cukup! Semuanya udah berlalu, kita udah nggak ada urusan lagi."

"Kamu dengerin aku!" Deviana menunjuk wajah pria itu. "Aku akan balas dendam melalui adik mu."

"Jangan kamu ganggu Syafiq. Dia nggak ada kaitannya dengan kita berdua."

"Oh, ya." Senyum sumringah terlihat jelas di bibir wanita itu. "Emir, Emir ... Ternyata kamu belum tau ya, karena ulah kamu, Syafiq mendapatkan masalah."

Syemir semakin tidak mengerti dengan ucapan Devina.

"Aku sudah menjadi istri adik mu."

Lelaki itu membulatkan matanya karena dia sama sekali tidak mengetahui kabar tentang hal itu. Setelah kejadian hari kemarin dia tidak lagi mengaktifkan ponselnya.

"Masalah mu dengan ku, bukan dengan Syafiq."

"Kenapa enggak? Syafiq adik mu." Tidak henti-hentinya Deviana memberikan senyuman kepada pria itu. "Emir ... Sakit hati ku akan ku bawa sampai mati. Kalau aku nggak bisa menghancurkan kamu, aku akan menghancurkan adik mu."

Deviana melenggang pergi begitu saja, Syemir mengusap wajahnya begitu kasar. Sudah berkali-kali Syafiq mengalami masalah karena dirinya, dan sekarang masalah besar akan menghampiri Syafiq lagi.

"Udah sayang. Kamu jangan pikirin wanita itu lagi." Luna mengelus-elus lengan suaminya.

"Umi sama Ayah pasti marah besar sama aku. Apalagi Syafiq, aku sering membuatnya masuk ke dalam masalah ku."

"Tenang aja ... Kayaknya dia cuma ngancem kamu deh. Nggak mungkin dia menyakiti suaminya sendiri."

"Kita harus ke rumah sekarang."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!