NovelToon NovelToon

Love At SIG Training

Prologue

Pelatihan SIG atau Sistem Informasi Geografi yang di lakukan Amira bersama teman-teman sebagai kegiatan dalam semester 3, siapa sangka akan mempertemukan Amira dengan seorang pria yang akan menjadi tambatan hatinya. Sang asisten Dosen pelatih yang awalnya Amira kira sangat menyebalkan namun dengan cara ajaib bisa meluluhkan hatinya, membuatnya jatuh cinta dan menerima kehadiran pria itu sebagai pemiliki hati.

ONE

Namaku Amira, Amira Shintia Rahma teman-teman ku biasa memanggilku Ami atau Shintia. Aku sekarang berusia 21 tahun dan tengah menganyam pendidikan tinggi di salah satu Universitas di kota ini. Universitas Pendidikan, yang memang di fokus'kan untuk melahirkan para pendidik profesional untuk menjadi guru atau tenaga pengajar sebagai outputnya. Sebenarnya guru bukan cita-cita ku, aku juga tidak berminat menjadi seorang tenaga pengajar, namun mau bagaimana lagi kedua orangtua ku meminta agar aku melanjutkan pendidikan di Universitas ini, dengan alasan karena dekat. Awalnya aku sempat menolak, tapi pada akhirnya aku lebih memilih mengalah, toh lagi pula jurusan yang aku ambil tidak mengharuskan atau terlalu mengarahkan agar mahasiswanya menjadi guru.

Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, aku mengambil jurusan itu, sebenarnya aku sangat payah dalam sejarah tapi karena sosialisasi yang aku dapatkan dan aku mengetahui bahwa bukan hanya guru yang bisa menjadi tujuan akhir ku setelah lulus, aku akhirnya memutuskan mengambil jurusan tersebut, dan sekarang disinilah aku, duduk termenung menatap bintang yang berkelip di tengah lapangan luas sendirian, sedikit menyesal karena memilih jurusan yang aku tempuh sekarang karena terlalu banyak kegiatan yang menghamburkan uang juga tenaga ekstra dan jangan lupakan keharusan menginap di kampus yang sangat tidak aku sukai, seperti yang tengah aku lakukan saat ini.

Duduk diam sambil sesekali menoleh ke arah kanan dimana gerbang utama kampus berada dan masih bisa ku jangkau dengan pandangan mata, menunggu salah satu teman pria ku yang tengah menjemput Dosen Pelatih juga asistennya yang akan mengajarkan materi SIG – Sistem Informasi Geografi-, salah satu mata kuliah yang tak pernah aku pahami sebelumnya, namun harus menjadi pertimbangan ku jika aku masih tak ingin menjadi guru setelah lulus nanti.

Tapi tetap saja semua terasa menyebalkan, juga mengesalkan. Tidak perduli kalau memang itu alternatif lain agar aku tidak menjadi guru, tetap saja aku tidak menyukai mata kuliah itu dan pusing.

Sebenarnya SIG adalah mata kuliah yang tidak terlalu sulit, karena dibanding harus menghafal nama-nama penjajah di masa lalu, aku lebih suka menghafal nama daerah juga letaknya dalam peta yang memang ada dalam mata pelajaran SIG, tapi tetap saja aku masih tidak suka karena harus berlama-lama didepan komputer nantinya, di tambah lagi satu tanggung jawab ku emban sekarang karena aku menjadi ketua panitia pelaksana untuk kegiatan ini, hal menyebalkan lainnya yang aku alami, padahal kelas ku – maksudku di Prodi Ips khususnya untuk angkatan ku yaitu semester 3- memiliki banyak pria, bisa di hitung lebih banyak dari wanita, tapi tetap saja mereka menjadikan ku ketua dan aku berakhir di sini lebih awal dari yang lainnya untuk menemani sekedar menyambut dan mengobrol ringan dengan Dosen pelatih yang akan datang nanti, menyebalkan.

Aku memang tidak sendiri, dan itu salah satu hal yang aku syukuri, ada Euis salah satu teman dekat ku yang juga ikut menginap lebih awal –itu pun karena aku memaksanya- dan sekarang wanita itu sudah lebih dulu terlelap, meninggalkan ku yang terduduk di tengah lapangan ini sendirian, sendirian hanya berteman angin malam dan gemersik daun sedikit membuat merinding. Sebenarnya aku bisa saja menunggu didalam ruangan yang sudah di bersihkan dan dijadikan tempat istirahat untuk para wanita, tapi aku lebih memilih duduk disini, supaya cepat menyambut Dosen yang tengah teman pria ku jemput, berfikir agar cepat selesai dan aku bisa lebih cepat istirahat nantinya.

Suara deru mobil yang terdengar mendekat, membuat ku menoleh dan segara beranjak saat tau kalau itu mobil yang teman ku gunakan untuk menjemput Dosen tadi. Aku bergerak, mendekat pada mobil dan mengulas senyum ramah, berusaha sebaik mungkin agar tidak terlihat lelah dan mengantuk.

Teman ku keluar, dia mengulas senyum di susul Dosen pelatih yang juga ikut turun dari pintu mobil yang lain, aku menyalaminya, mengucapkan selamat datang dengan basa-basi ringan sebagai bentuk keramahan, sebelum fokus ku teralih pada seoang pria yang keluar dari pintu belakang mobil, aku mengernyit sebelum ingat bahwa Dosen pelatih yang akan mengajar kami juga membawa asisten seperti yang sudah ku ketahui sebelumnya, tapi aku sedikit terkejut saat melihat pria itu yang masih terlihat muda, mungkin hanya berjarak 2 atau 3 tahun dengan ku. Mengabaikan keheranan ku, aku mengulurkan tangan saat dia sudah berada didepan ku tepat di samping Dosen pelatih.

“Mas Fahmi ya?” dia mengangguk, membenarkan tebakan ku

“Ahh benar. Saya Amira, selaku kepanitiaan. Selamat datang Mas, saya harap Mas dan Bapak Wahid bisa memaklumi keadaan Universitas kami yang adanya seperti sekarang” dia mengangguk kali ini di ikuti juga dengan Pak Wahid.

Aku melepaskan jabatan tangan kami, dan mengisyaratkan pada teman ku dengan isyarat mata agar dia bergerak guna membantu untuk membawakan barang bawaan milik keduanya, yang dengan pasti di lakukan teman ku.

“Mari, kami antar ke ruang istirahat”

Keduanya mengangguk, dan dengan senyum ramah aku memimpin jalan, di ikuti Pak Wahid dan Mas Fahmi yang berjalan berdampingan di belakang ku dan tepat dibelakang mereka teman ku berjalan, membawa beberapa barang.

Sampai di depan ruangan yang telah di siapkan untuk keduanya berisitrahat aku berhenti, membuka knop pintu dan mempersilahkan keduanya masuk, aku kembali mengulas senyum tak lupa memberitahu keduanya dimana letak kamar mandi berada, siapa tau keduanya ingin membersihkan diri sebelum kemudian aku pamit untuk menyiapkan minuman juga makan malam untuk keduanya di bantu teman ku.

Setelah sedikit jauh jarak kami dengan ruangan istirahat tadi teman ku langsung berucap menjengkelkan menurutku namun tetap ku sabari.

"Am, aku bersih-bersih ya, kamu gak papa kan sendirian aku tinggal? Aku cape banget nih"

Dalam hati ingin sekali ku getok kepala teman ku itu, namun urung karena aku tau dia pasti lelah karena perjalanan jauh. Alhasil aku lebih memilih mengangguk, membiarkannya berlalu berlawanan arah dan membiarkan ku sendirian dengan helaan pasrah keluar dari mulut ku.

-

TWO

Kini aku kembali duduk sendirian, jam menunjukan tepat pukul 12 malam namun aku masih tetap terjaga, entah mengapa ngantuk ku mendadak hilang setalah kedatangan Pak Wahid dan Mas Fahmi yang mungkin juga tengah beristirahat sekarang sama seperti Euis dan teman pria ku yang menjemput tadi. Sedangkan aku, aku masih terjaga tanpa merasa kantuk sedikitpun. Tadi setelah satu jam mengobrol dengan Pak Wahid dan Mas Fahmi juga Ilham –teman pria ku- seputar SIG dan pengalaman-pengalaman keduanya di bidang itu aku memutuskan untuk pamit undur diri, membiarkan keduanya beristirahat karena sudah larut, tapi parahnya aku malah terjaga sekarang, semua lelah dan kantuk yang aku rasakan sebelumnya hilang entah menguap kemana.

Aku kembali menatap para bintang yang semakin terlihat banyak jumlahnya, mulai menujuk mereka dan menghitung mencoba memastikan berapa jumlah mereka, salah satu kebiasaan yang tak pernah lepas saat aku menatap langit malam. Jika biasanya orang lain akan langsung tertidur saat mulai menghitung bintang, aku justru sebaliknya.

Semakin terjaga hingga pagi menjelang, terus melakuan hal yang sama setiap aku merasa kurang yakin terhadap jumlah bintang yang ada, aneh bukan? Entahlah aku juga tak mengerti.

Aku menoleh saat sebuah suara memanggil nama ku pelan, itu Mas Fahmi yang mendekat dan ikut mendudukan diri disamping ku, tepat dipojok lapangan, tempat yang mungkin sebagian orang menganggap itu menyeramkan. Karena hei bagaimana tidak? Dia duduk di sudut lapangan sendirian dengan rambut terurai dan di tengah malam! Mungkin seseorang akan berteriak jika mereka melihat ku.

“Mas Fahmi belum tidur?” dia menggeleng, dengan senyum manis yang aku lihat terukir di kedua sudut bibirnya, Mas Fahmi mungkin pengecualian.

“Belum, kamu kenapa belum tidur?”

“Saya belum mengantuk Mas, jadi ngadem di luar” Mas Fahmi mengangguk pelan.

“Mas Fahmi mau kopi? Saya buatkan mau?” dia mengangguk dan aku segera beranjak, meninggalkannya sebentar dan menuju dapur sederhana yang dikhususkan untuk membuat makanan atau minuman ringan.

Aku kembali dengan secangkir kopi hitam panas dan secangkir susu coklat hangat, meletakannya hati-hati diantara aku dan Mas Fahmi, sebelum mempersilahkannya untuk minum.

“Diminum Mas”

“Sekarang?” aku mengedipkan mataku sebentar, sebelum menggeleng dengan tawa kecil.

“Nanti kalau sudah agak hangat” dia mengangguk, aku tertawa kecil, dan sunyi melingkupi kami untuk beberapa saat.

Aku yang terdiam dengan masih memandang ke arah langit, menghitung pelan sesekali meniup susu hangat ku sebelum menyeruputnya perlahan, menikmati sensasi hangat yang menjalar di tenggorokan menenangkan.

“Kamu suka benda langit?” aku menoleh sebentar, menatap Mas Fahmi yang juga menatapku dan mengangguk pelan.

“Suka Mas, saya suka ngeliat mereka”

“Paling suka apa, bintang?” aku mengangguk lagi membenarkan pertanyaan Mas Fahmi.

“Iya Mas, dari dulu suka banget liat bintang benda-benda angkasa lainnya juga, tapi gak terlalu kaya bintang” ku lihat Mas Fahmi mengangguk.

“Astrophile berarti ya?” sekali lagi aku mengangguk, membenarkan pertanyaanya.

Aku memang seorang Astrophile, atau sebutan untuk orang-orang yang menyukai bintang, aku sendiri tidak tau pasti kapan aku mulai menyukai bintang dengan amat sangat, hanya yang pasti aku merasa damai setiap kali melihat mereka dan menjadi lebih bersemangat keesokannya walau waktu tidur ku berkurang, dan kantung mata semakin hitam dibawah mata ku.

Keadaan kembali hening, aku maupun Mas Fahmi tak lagi bersuara, kami hanya sesekali meminum minuman masing-masing dalam diam, aku yang fokus menatap bintang dan Mas Fahmi yang ku lihat sesekali menatap sekeliling, mungkin memastikan atau menyamankan diri.

Rasa kantuk perlahan menyerangku setelah 20 menit susu coklat hangat aku habiskan, tak ingin beranjak karena sudah telalu nyaman duduk, aku memutuskan untuk menekuk kedua kakiku dan menjadikannya sandaran. Mungkin karena sudah sangat mengantuk aku sampai terkantuk-kantuk hingga ku rasa Mas Fahmi menepuk pundak ku pelan. Aku menatapnya sayu, sedikit menyipitkan mata guna mempertajam penglihatanku yang samar karena terlalu mengantuk.

“Masuk sana, tidur. Sampe angguk-angguk gitu” aku mengulas senyum sebelum beranjak aku sempat bertanya apa dia tak masalah kalau aku tinggal sendirian, yang dia jawab dengan lembut.

“Gak papa, sebentar lagi saya juga istirahat, masuk gih” aku mengangguk pamit undur diri, tak lupa mengucapkan selamat malam, sebagai bentuk sopan, dengan pernyataan dalam hati kalau Mas Fahmi pria yang baik.

-

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!